Crsfix
Crsfix
Crsfix
Oleh :
Nanda Nathasya br. Karo G1A220126
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Case
Report Session (CRS) ini dengan judul “General Anestesi Pada Tindakan RIRS
(Retrogade Intra Renal Surgery) Dextra Pada Pasien Batu Ginjal Inferior Dextra”.
Laporan ini merupakan bagian dari tugas Program Studi Profesi Dokter di Bagian
Ilmu Anestesi RSUD Raden Mattaher Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Sahat Simarmata, Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan sehingga laporan Case Report Session ini dapat terselesaikan dengan baik
dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Case Report
Session ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada laporan Case
Report Session ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan Case Report Session ini. Sebagai penutup semoga
kiranya Case Report Session ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi
dunia kesehatan pada umumnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
b. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri saat BAK
c. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital Sign :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,6 ºC
Kepala : Normocephal
Mata : Dalam batas normal
THT : Perdarahan (-), gigi komplit, mallampati I
Leher : Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-).
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris,skar (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+),ronkhi (-), wheezing (-)
4
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung DBN
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, skar (+) regio kanan bawah.
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-),
Perkusi : Timpani
Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2 detik, edema (-)
Genitalia : scrotalis tidak nyeri, tidak hiperemis
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan CT-scan
5
- Persiapan alat :
STATICS
Scope : Stetoskop dan Laringoskop
Tube : Single lumen ETT No.7,5
Airway : Goodle
Tape : Plaster Panjang 2 buah dan pendek 2 buah
Introducer : Mandrain
Connector : Penyambung Pipa
Suction : Suction
- Intubasi : Insersi ETT No. 7,5
- Maintenance : Sevoflurans + N2O : O2
Dilakukan suction
Refleks batuk ada
Pasien di ekstubasi
10 : 45 110/70 75 22 100%
Diberikan oksigen kemudian cek saturasi.
Pasien sadar
11 : 00 107/70 70 20 100%
Pelepasan alat monitoring
11.05 110/70 70 20 100%
Pasien di pindahkan keruang pemulihan
SpO2 : 100 %
Pada struktur luar ginjal didapati kapsul fibrosa yang keras dan
berfungsi untuk melindungi struktur bagian dalam yang rapuh. Pada tepi
medial masing-masing ginjal yang cekung terdapat celah vertikal yang
dikenal sebagai hilum renale yaitu tempat arteri renalis masuk dan vena
renalis serta pelvis renalis keluar. Pada potongan sagital ginjal terdapat 2
bagian, yaitu bagian tepi luar ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam
12
ginjal yang berbentuk segitiga disebut piramid ginjal atau bagian medulla
ginjal. Masing-masing ginjal terdiri dari 1–4 juta nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal, nefron terdiri atas korpuskulum renal, tubulus
kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal. Darah dari
glomerular afferent arteriole mengalir melalui juxtamedullary apparatus
menuju glomerulus. Glomerulus adalah anyaman kapiler yang memfiltrasi
darah di sepanjang kapsula Bowman hingga tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus mengandung podocytes dan basement membrane yang
memfiltrasi air dan larutan solute lainnya. Filtrat ini mencapai tubulus
kontortus proksimal, yang akan mengabsorbsi kembali glukosa dan
berbagai elektrolit bersama dengan air. Setelah dilakukan filtrasi di
glomerulus, darah melewati glomerular efferent arteriole dan turun menuju
piramida renalis.4
Ginjal mendapatkan suplai darah melalui arteri dan vena renalis.
Pada umunya terdapat satu arteri renalis yang merupakan cabang langsung
dari aorta, yang masuk melalui hilus renalis. Arteri renalis normalnya
terletak di sebelah di antara vena renalis (bagian paling posterior di hilus
renalis) dan pelvis renalis (bagian paling anterior di hilus renalis). Arteri
renalis bisa bercabang sebelum memasuki ginjal. Pada duplikasi pelvis dan
ureter umum didapatkan satu suplai arteri pada masing-masing segmen.
Arteri renalis bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang
posterior memberikan aliran darah pada segmen tengah dari permukaan
posterior. Cabang anterior memberikan aliran darah pada pole atas dan
bawah serta seluruh permukaan anterior ginjal. Arteri renalis merupakan
end arteries. Selanjutnya arteri renalis menjadi arteri interlobaris, yang
berjalan menuju kolumna Bertin (di antara piramida renalis) dan
selanjutnya berjalan pada dasar dari piramid sebagai arteri arcuata lalu
menjadi arteri interlobular. Dari sini, cabang-cabang afferen kecil
melewati glomerulus lalu keluar sebagai cabang efferen. Vena renalis
berpasangan dengan arteri renalis. Walaupun arteri dan vena renalis
merupakan satu-satunya pembuluh darah ginjal, vena renalis accesorius
umum didapatkan. Persarafan ginjal berasal dari pleksus renalis yang
13
Tujuh puluh lima persen dari batu ginjal adalah batu kalsium. Enam puluh
persen tersusun dari kalsium oksalat, 20% dari campuran kalsium oksalat
dan hydroxyapatite, 10% dari asam urat dan struvite (magnesium
ammonium fosfat) dan 2% adalah batu brushite. Teori terbentuknya batu
masih belum diketahui secara pasti. Terbentuknya batu memerlukan
supersaturasi urin. Supersaturasi tergantung dari pH urin, kekuatan ion,
konsentrasi solute, dan complexation. Konstituen urin bisa berubah
tergantung dari kondisi fisiologis, mulai dari bersifat asam saat miksi
pertama di pagi hari hingga bersifat basa setelah makan. Kekuatan ion
ditentukan terutama oleh konsentrasi relatif dari ion monovalent. Semakin
tinggi kekuatan ion, aktivitas koefisien semakin rendah. Aktivitas
koefisien mencerminkan ketersediaan ion tertentu.6
3.1.2.3 Jenis Batu Ginjal
Secara garis besar batu ginjal dibagi menjadi empat tipe dinamai
berdasarkan komponen utama pembentuknya yaitu, batu kalsium, batu
asam urat, batu struvit dan batu sistin. Kalsium merupakan komponen
terbanyak sebagai kalsium oksalat (CaOx) dan kristal kalsium fosfat (CaP)
baik tunggal atau kombinasi. Sebagian besar batu ginjal sebagian atau
seluruhnya terdiri dari kalsium oksalat dalam bentuk monohidrat atau
dihidrat. Kalsium oksalat monohidrat umumnya tipis dan pipih berbentuk
‘dump-bell’ pada sedimen urin sedangkan kalsium oksalat dihidrat
ditandai dengan bentuk tetragonal bipiramid pada sedimen urin dan batu
ginjal. Batu kalsium oksalat umumnya kecil dengan eksterior berkilau dan
umumnya mengandung kristal kalsium oksalat monohidrat dan dihidrat.
Batu kalsium oksalat monohidrat lebih umum dibandingkan batu kalsium
oksalat dehidrat murni, namun pada batu kalsium oksalat campuran
komponen dehidrat lebih banyak. Batu kalsium fosfat umumnya
ditemukan sebagai kalsium fosfat utama (terbanyak), kalsium hidrogen
fosfat dehidrat atau trikalsium fosfat. Faktor risiko meningkat pada
hiperkalsiurin, hipositraturia dan peningkatan pH urin.6
Batu asam urat meliputi 8-10% dari semua batu ginjal dengan
prevalensi pembentuk batu pada orang gemuk dan resisten insulin (dua
15
dan diet memainkan peranan penting dalam pembentukan batu ginjal, diet
tinggi garam dan protein, suplemen tinggi kalsium dan vitamin D
meningkatkan risiko terbentuknya batu.5
Banyak gejala serta tanda yang dapat menyertai penyakit batu
saluran kemih namun ada juga beberapa batu yang tidak menunjukkan
gejala atau tanda khusus tetapi ditemukan pada hasil pemeriksaan
radiologi. Gejala-gejala yang sering timbul pada pasien dapat berupa nyeri,
hematuria, mual, muntah, demam, dan gangguan buang air kecil seperti
frekuensi, urgensi dan disuria. Demam yang berhubungan dengan batu
saluran kemih menunjukan kondisi gawat darurat sebagai salah satu gejala
sepsis selain takikardi, hipotensi dan vasodilatasi. Nyeri merupakan gejala
yang paling sering menyertai penyakit batu saluran kemih, mulai dari
nyeri sedang sampai nyeri berat yang memerlukan pemberian analgesik.
Nyeri biasanya terjadi pada batu di saluran kemih bagian atas, dengan
karakter nyeri bergantung pada lokasi batu, ukuran batu, derajat obstruksi,
dan kondisi anatomis yang setiap orang yang berbeda-beda. Nyeri yang
terjadi dapat berupa kolik maupun nonkolik. Nyeri kolik pada ginjal
biasanya terjadi diakibatkan meregangnya ureter atau collecting duct
akibat adanya obstruksi saluran kemih. Obstruksi juga menyebabkan
meningkatnya tekanan intraluminal, meregangnya ujung-ujung saraf, dan
mekanisme lokal pada lokasi obstruksi seperti inflamasi, edema,
hiperperistaltik dan iritasi mukosa yang berpengaruh pada nyeri yang
dialami oleh pasien. Pada obstruksi di renal calyx, nyeri yang terjadi
berupa rasa nyeri yang dalam pada daerah flank atau punggung dengan
intensitas bervariasi. Nyeri dapat muncul pada konsumsi cairan yang
berlebihan. Pada obstruksi renal pelvic dengan diameter batu diatas 1 cm,
nyeri akan muncul pada sudut costovertebra. Nyeri yang timbul dapat
berupa nyeri yang redup sampai nyeri yang tajam yang konstan dan tidak
tertahankan, dan dapat merambat ke flank dan daerah kuadran abdomen
ipsilateral.5
Setelah menggali riwayat pasien, selanjutnya evaluasi yang
dilakukan adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang detail
17
perubahan kesadaran
4. Resiko komplikasi pasca bedah lebih besar
5. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama
24
c. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun
dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto thoraks.8
d. Kebugaran untuk Anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk
menyiapkan agar pasien dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada
operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.8
e. Klasifikasi Status Fisik
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society
of Anesthesiologists (ASA) yaitu:8
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas
sedang, tanpa pembatasan aktivitas.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga
aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau
tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari
24 jam.
f. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi
isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas
merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani
anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus
dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum
induksi anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam,
anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak
26
Seorang pasien, Tn. F, usia 32 tahun dengan diagnosa batu kaliks inferior
dextra ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pasien direncanakan menjalani operasi RIRS (retrograde intra renal
surgery) dengan general anestesi.
Pada saat kunjungan pra anestesi (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang), tidak didapatkan keluhan atau riwayat sakit lain selain
sakit yang diderita saat ini, keadaan umum pasien baik, tidak ada keterbatasan
aktivitas fisik sehingga status fisik pada pasien ini adalah ASA I. Hal ini sesuai
teori bahwa ASA I adalah dimana pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik,
biokimia.
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan mulai pukul 02.00 WIB.
Tujuan puasa adalah untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping
dari obat-obat anestesi yang diberikan, sehingga reflex laring mengalami
penurunan selama anestesia.
Sebagai obat premedikasi pada pasien ini yaitu: Asam Traneksamat 1000
mg, Ondansetron 4 mg, Ketorolac 30 mg,. Pada pasien ini diberikan obat
premedikasi sekitar 15 menit sebelum dilakukan operasi. Berdasarkan teori,
tindakan premedikasi yaitu pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi bertujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya untuk
meredakan kecemasan dan ketakutan, memperlancar induksi anestesia,
mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat
anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah, menciptakan amnesia,
mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang membahayakan.
Pada kasus ini, dilakukan tindakan RIRS (retrograde intra renal surgery)
dengan tindakan anestesi umum (anestesi general) secara induksi intravena dan
rumatan inhalasi. Induksi pada pasien ini dengan injeksi fentanyl 100 mcg,
propofol 200 mg dan atracurium 30 mg. Selanjutnya dilakukan pemasangan ETT
37
41