Laporan Pendahuluan Post SC
Laporan Pendahuluan Post SC
Laporan Pendahuluan Post SC
B. Etiologi
Menurut Mochtar (1998) faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah
plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre-eklamsi dan
hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan letak bokong.
Menurut Manuaba (2016) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah
rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa
lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta
previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu sectio caesarea.
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawtan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2014), antara lain :
1. Nyeri akibat luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai
berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
H. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
I. Penatalaksanaan Medis Post SC
1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya.
Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda- beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi
beri plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian data umum
1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
3) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
2) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi
3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
4) Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
C. Rencana Asuhan Keperawatan
berhubungan dengan 24 jam diharapkan klien tidak 2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor,
trauma jaringan / mengalami infeksi dengan dolor, tumor, fungsio laesa)
luka bekas operasi kriteria hasil : 3. Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik
(SC) Tidak terjadi tanda -
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap
tanda infeksi (kalor,
eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai
rubor, dolor, tumor, indikasi
fungsio laesea) 5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci
Suhu dan nadi dalam tangan sebelum / sesudah menyentuh luka
batas normal ( suhu 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan
= 36,5 -37,50 C, pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel
frekuensi nadi = 60 - darah putih
100x/ menit) 7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht.
WBC dalam batas Catat perkiraan kehilangan darah selama
normal (4,10-10,9 prosedur pembedahan
10^3 / uL) 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai
indikasi
3 Ansietas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon psikologis terhadap
berhubungan dengan keperawatan selama … x kejadian dan ketersediaan sistem
kurangnya informasi 6 jam diharapkan ansietas pendukung
tentang prosedur klien berkurang dengan 2. Tetap bersama klien, bersikap
pembedahan, kriteria hasil : tenang dan menunjukkan rasa empati
penyembuhan, dan Klien terlihat lebih 3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya:
perawatan post tenang dan tidak gelisah gelisah) berkaitan dengan ansietas yang
dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme
koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai
prosedur
operasi Klien pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
mengungkapkan bahwa operasi
ansietasnya berkurang 6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran
anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang
dialami klien
secara verbal
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2015. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC Doengoes, Marylinn.
Manuaba, I.B. 2016. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.
Jakarta: EGC
Manuaba, I.B. 2016. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social.
Wilkinson M. Judith. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC