Kel 4 A2 SMT 3 Uts - Humas
Kel 4 A2 SMT 3 Uts - Humas
Kel 4 A2 SMT 3 Uts - Humas
Disusun oleh :
Kelompok 4
Putri Salsabila (1911211006)
Kartika Putri (1911211050)
Nadhifah Salsabila (1911212006)
Coralia Amorolla Dante (1911212014)
Suryani Suci Lestari (1911212016)
Michelle Angela (1911212032)
Mishbah Aufa (1911212042)
Evan Riyadi (1911213016)
Chintya Falenski (1911213018)
Ahmad Adhitya Risyanda (1911213036)
Dosen Pengampu :
Siti Nurhasanah, S.S.T., M.K.M.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena telah memberikan
kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
demi memenuhi tugas Kehumasan.
Penulis menyadari di dalam penulisan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Atas segala kekurangan penulis
mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga penulis dapat memperbaiki
kesalahan kedepannya.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari pembuatan makalah :
1. Untuk mengetahui tentang prinsip etika profesi.
2. Untuk mengetahui tentang ihwal etika.
1
3. Untuk mengetahui tentang etika dan citra.
4. Untuk mengetahui tentang etika dalam kehumasan atau public relation.
5. Untuk mengetahui tentang profesi dan profesional.
6. Untuk mengetahui tentang studi kasus kehumasan dalam bidang
kesehatan.
1.4 Manfaat
Berikut merupakan manfaat dari pembuatan makalah :
1. Aspek Teoritis
Menambah wawasan ilmu pengetahuan pembaca mengenai perencanaan
rumah sakit.
2. Aspek Praktis
Bagi penulis: Mengembangkan kemampuan ilmiah dan mengaplikasikan
ilmu yang didapat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dari campur tangan yang berlebihan dari pihak pemerintah atau pihak lain
manapun juga.(1)
4
4. Justice berarti keadilan. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk perlakuan yang
sama dan adil terhadap orang lainyang menjungjung prinsip-prinsip moral,
legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional
ketika tenaga kesehatan bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum,
standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan. Prinsip justice berarti bahwa setiap orang berhak atas
perlakuan yang sama dalam upaya pelayanan kesehatan tanpa
mempertimbangkan suku, agama, ras, golongan, dan kedudukan sosial
ekonomi. Idealnya perbedaan yang mungkin adalah dalam fasilitas, tetapi
bukan dalam hal pengobatan dan atau perawatan.
5. Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Tenaga kesehatan setia pada
komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien.
Ketaatan dan kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan
kepatuhan tenaga kesehatan terhadap kode etik yang menyatakan bahwa
tanggung jawab dasar dari tenaga kesehatan adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan
penderitaan. Prinsip akuntibilitas merupakan standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas
atau tanpa terkecuali.(2)
5
Menurut Effendy (1998), pejabat humas bergiat melayani publik sebagai
wakil organisasi tempat ia bekerja. Apa yang ia katakan dan ia lakukan
menyangkut nilai dirinya dan citra organisasinya. Oleh karena itu seorang
profesional organisasional, harus menjadi sumber kredibilitas, dalam arti kata
sebagai seorang profesional ia harus dapat dipercaya, beritikad baik serta bersikap
dan berperilaku terpuji.
Seorang profesional organisasi kegiatannya menyangkut penilaian
masyarakat, sehingga banyak organisasi yang berkaitan dengan profesionalisme
menyusun suatu kode etik yang wajib dipatuhi oleh para anggota organisasi
tersebut. Demikian, maka di masyarakat dikenal berbagai kode etik, misalnya
kode etik jurnalistik, kode etik kedokteran, kode etik periklanan, kode etik
hubungan masyarakat dan lainnya. Tujuan diadakan kode etik tersebut ialah agar
para anggota organisasi bersangkutan mempunyai pedoman untuk bersikap dan
berperilaku dalam rangka manjaga citra organisasi.(4)
6
Bertens merumuskan arti etika sebagai berikut;
1. Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai nilai dan norma norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya, arti ini dirumuskan sebagai sistim nilai, Sistim nilai bisa
berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Etika berarti kumpulan asas atau moral yang dimaksud disini adalah etika
mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau apa yang buruk.(5)
7
Dalam buku Essential of Public Relations, Jefkins menyebut bahwa citra
adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang
tentang fakta-fakta atau kenyataan. (Soemirat & Ardianto, 2010:111-114. Menurut
Silih Agung Wasesa, dalam Strategi Public relations (2005:13-15), citra
perusahaan di mata publik dapat terlihat dari pendapat atau pola pikir komunal
pada saat mempersepsikan realitas yang terjadi. Dengan demikian, satu hal yang
perlu dipahami berkaitan dengan proses terbentuknya citra perusahaan adalah
adanya persepsi (yang berkembang dalam benak publik) terhadap realitas (yang
muncul dalam media). Karenanya untuk mendapatkan citra yang diinginkan oleh
manajemen perusahaan, menurut Kotler, ada tiga proses seleksi ketika seseorang
mempersepsikan sesuatu, yakni:
1. Selective attention, dimana seseorang akan mempersepsikan sesuatu
berdasarkan perhatiannya. Dalam hal ini public relations harus mampu
menciptakan informasi. sesuai kebutuhan media massa dan mampu
menarik perhatian target audiences.
2. Selective distortion, dimana ada kecenderungan seseorang untuk memilah-
milah informasi berdasarkan kepentingan pribadinya dan menterjemahkan
informasi berdasarkan pola pikir sebelumnya yang berkaitan dengan
informasi tersebut.
3. Selective retention, adalah proses dimana orang-orang cenderung untuk
mengingat dengan lama informasi yang sesuai dengan sikap dan minat
yang telah ada sebelumnya dibandingkan dengan informasi yang
bertentangan dengan sikap dan minat mereka.
Lima jenis citra (image) yang dikemukakan oleh Frank Jefkins dalam buku
Public Relations, yakni:
1. Citra bayangan (mirror image)
Citra yang dianut oleh orang dalam mengenai luar (eksternal) terhadap
organisasinya. Hanya merupakan pandangan atau pengalaman seseorang
terhadap organisasi atau perusahaan, citra ini timbul akibat dari tidak
memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki
oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan
8
pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua
orang menyukai kita.
2. Curent Image (Citra yang Berlaku).
Citra yang berlaku acalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh
pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya
ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka
yang mempercayainya.
3. Multiple Image (Citra Majemuk).
adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi
tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita
dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan
atau asas organisasi kita.
4. Corporate Image (Citra Perusahaan).
Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi
bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5. Wish Image (Citra Yang Diharapkan).
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen
atau suatu organisasi. Citra yang diharapkan biasanya dirumuskan dan
diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum
memiliki informasi yang memadai mengenainya.(6)
9
mengenai suatu sikap terhadap yang kita inginkan untuk dimiliki
kelompok kepentingan kita beragam);
3. The ethics is branch of philosophy, it is a moral philosophy or
philosophical thinking about morality. Often used as equivalent to
right or good (Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat moral atau
pemikiran filosofis tentang moralitas, biasanya selalu berkaitan dengan
nilai-nilai kebenaran dan kebaikan).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu pengertian secara umum bahwa
Citra adalah cara masyarakat memberikan kesan baik atau buruk terhadap diri
kita. Penampilan selalu berorientasi ke depan mengenai bagaimana sebenarnya
harapan tentang keadaan diri kita, sedangkan bahasan etika merupakan acuan bagi
Kode Perilaku Moral yang baik dan tepat dalam menjalankan profesi Public
Relations.(7)
Dalam lampiran B, dari Kode Etik PR Internasional (IPRA) yang dikenal
dengan "Kode Athena", diperbaharui di Teheran, Iran pada 17 April 1968, antara
lain berisi pedoman bagi perilaku profesional PR/ Humas, yaitu:
1. Selalu mengingatkan bahwa karena hubungan profesi dengan
khalayaknya, maka tingkah lakunya walaupun secara pribadi akan selalu
berpengaruh terhadap penghargaan pada pelaksanaan profesinya.
2. Menghormati pelaksanaan tugas profesinya, prinsip-prinsip moral,
peraturan-peraturan dalam "Deklarasi hak-hak asasi manusia".
3. Menghormati dan menjunjung tinggi martabat manusia dan mengakui hak-
hak setiap pribadi untuk menilai.
4. Menumbuhkan komunikasi moral, psikologi, dan intelektual untuk
berdialog yang terbuka dan sempurna, dan mengakui hak-hak orang yang
terlibat untuk menyatakan persoalannya atau menyatakan pendapatnya.
5. Profesional selalu bertingkah laku dalam keadaan apa pun sedemikian rupa
sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan orangorang yang berhubungan
dengannya.
10
2.5.2 Ketentuan Kode Etik Kehumasan
Kode Etik Profesi Public Relations/Kehumasan yang berkaitan dengan
normatif etik pada prinsipnya mengandung ketentuan bersifat mengikat, yaitu:
1. Kewajiban pada dirinya sendiri, menjaga kehormatan diri, disiplin dan etos
kerja serta bertanggung jawab;
2. Kewajiban-kewajiban kepada media massa atau publiknya untuk tidak
merusak kepercayaan saluran informasi umum demi kepentingan publik;
3. Kewajiban terhadap klien yang dilayani dan atasannya, menjaga
kepercayaan dan kerahasiaan;
4. Ketentuan perilaku terhadap rekan seprofesi, bekerja sama dalam
menegakkan Kode Etik dan Etika Profesi Public Relations.
Oleh karena itu, Kode Etik Profesi Kehumasan tersebut merupakan “self
imposed regulation” dan normatif Etik menjalankan fungsinya yang memilki
kekuatan (power) untuk mempengaruhi atau kemampuan merekayasa (social
engineering) opini publik secara simultan (simultaneity effect) melalui kerja sama
dengan pihak media massa seperti yang dikehendakinya, apakah untuk tujuan baik
atau sebaliknya untuk kepentingan sepihak yang tidak dapat dipertanggung
jawaban.(7)
11
2.6 Profesi Dan Profesional
2.6.1 Pengertian Profesi Dan Profesional
Definisi profesi humas menurut Howard Stephenson, dalam buku
Handbook of Public Relations (1971), adalah "The practice of skilled art or
service based on training, a body of knowledge, and adherence to agree on
standard of ethics". Artinya, Humas/orang dapat dinilai sebagai suatu profesi,
dalam praktiknya, merupakan seni keterampilan atau memberikan pelayanan
tertentu berdasarkan kualifikasi pendidikan dan pelatihan serta memiliki
pengetahuan memadai yang harus sesuai dengan standar etika profesi
Seorang profesional adalah seorang yang hidup dengan mempraktikkan
suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menuntut
keahlian dan keterampilan tinggi, atau hanya sekadar hobi, untuk bersenang-
senang, dan bekerja untuk mengisi waktu luangnya.
Kecenderungan saat ini, sesuai dengan dinamika bidang dan jenis
pekerjaan, seperti jasa konsultan, aktivitas bisnis, artis, seniman, wartawan,
dokter, sosial, hukum, politik, komunikator (juru bicara), dan tokoh spiritual atau
kegiatan keagamaan menurut perkembangan kemajuan informasi dan teknologi
canggih di era globalisasi ini, semakin banyak muncul kelompok atau individual
yang mengidentifikasikan dirinya sebagai penyandang suatu profesi tertentu atau
mengaku seorang profesional. Namun, pada praktiknya, seorang profesional
belum tentu termasuk dalam pengertian profesi Kata profesi berasal dari bahasa
Latin, yaitu professues yang berarti, "suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula
dihubungkan dengan sumpah dan janji bersifat religius".
Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa secara historis pemakaian istilah
profesi tersebut, seseorang yang memiliki profesi berarti memiliki ikatan batin
dengan pekerjaannya. jika terjadi pelanggaran sumpah atau janji terhadap profesi
sama dengan pelanggaran sumpah jabatan yang dianggap telah menodai
"kesucian" profesi tersebut. Artinya, kesucian profesi tersebut perlu dipertahankan
dan yang bersangkutan tidak akan mengkhianati profesinya. (Mahmoeddin, 1994:
53). Selanjutnya, perkembangan istilah profesi menjadi keterampilan atau
keahlian khusus seseorang sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama yang
12
diperolehnya dari jalur pendidikan atau pengalaman, dan dilaksanakan secara
terus-menerus, serius yang merupakan sumber utama bagi nafkah hidupnya.
Di lapangan praktik dikenal dua jenis bidang profesi sebagai berikut:
1. Profesi Khusus
Profesi khusus ialah para profesional yang melaksanakan profesi secara
khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan tertentu sebagai
tujuan pokoknya. Misalnya, profesi di bidang ekonomi, politik, hukum,
kedokteran, pendidikan, teknik, humas (public relations) dan sebagai jasa
konsultan.
2. Profesi Luhur
Profesi luhur ialah para profesional yang melaksanakan profesinya, tidak
lagi untuk mendapatkan nafkah sebagai tujuan utamanya, tetapi sudah
merupakan dedikasi atau jiwa pengabdiannya semata-mata. Misalnya,
kegiatan profesi di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, budaya, dan
seni.(8)
13
tersebut berbentuk perizinan, status, penghargaan, hingga sertifikat
kualifikasi akademik resmi atau formal yang dimilikinya.
2. Organisasi Kehadiran tenaga profesional tersebut sangat diperlukan, baik
yang dapat memberikan manfaat, pelayanan, ide atau gagasan yang kreatif
dan inovatif, maupun yang berkaitan dengan produktivitas terhadap
kemajuan suatu organisasi/perusahaan. Organisasi merupakan wadah tepat
untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan bagi Seorang
profesional. Biasanya pihak organisasi akan memberikan penghargaan
(reward) terhadap pencapaian suatu prestasi dan memberikan sanksi
(punishment) bila terjadi suatu pelanggaran etika profesi.
3. Kriteria Pelaksanaan peranan, kewajiban, dan tugas/pekerjaan serta
kemampuan profesional tersebut dituntut sesuai dengan kriteria standar
profesi, kualifikasi dan teknis keahlian memadai, pengalaman, dan
pengetahuan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan
standar-standar teknis, operasional, dan kode etik profesi.
4. Kreatif, seorang profesional harus memiliki kemampuan untuk
mengembangkan ide dan gagasan yang kaya dengan buah pikiran yang
cemerlang, inovatif, dan kreatif demi tercapainya kemajuan bagi dirinya,
lembaga/perusahaan, produktivitas, dan memberikan manfaat serta
pelayanan baik kepada masyarakat lainnya.
5. Konseptor, seorang profesional paling tidak memiliki kemampuan untuk
membuat atau menciptakan konsep-konsep kerja atau manajemen
Humas/PR yang jelas, baik perencanaan strategi, pelaksanaan, koordinasi,
komunikasi, maupun pengevaluasian, baik dalam pencapaian rencana kerja
jangka pendek maupun jangka panjang dan sekaligus menciptakan citra
positif.(8)
14
Proses pemenuhan kebutuhan melalui orang lain inilah yang disebut dengan
pelayanan.
Pada masa perdagangan bebas dewasa ini yang ditandai dengan berbagai
perubahan dalam masyarakat terutama adalah gaya hidup, menjadikan masyarakat
tersebut cenderung mencari hal-hal yang praktis, mudah, dan cepat. Mereka tidak
mau bersusah-susah untuk melakukan aktivitas yang sekiranya dapat dilakukan
orang lain dengan menggunakan jasa orang lain dalam pelayanan. Fenomena
sosial yang terjadi di masyarakat ini sudah menjadi hal yang biasa. Namun, ada
beberapa hal yang mendapat perhatian serius dari masyarakat terhadap pelayanan
yang diterimanya. Masyarakat selalu membandingkan kualitas pelayanan yang
mereka terima antara satu instansi dengan instansi yang lain. Masyarakat pastilah
memilih pelayanan yang lebih baik dan lebih berkualitas meskipun biayanya agak
mahal dibandingkan dengan yang lain. Tetapi yang terpenting adalah terciptanya
tingkat kepuasan yang dicapai dan terciptanya hubungan yang baik. Dengan
terciptanya tingkat kepuasan dan hubungan yang baik, maka akan terbentuk
sebuah opini publik yang menguntungkan bagi instansi/perusahaan tersebut.
Hubungan yang efektif dan harmonis antara pihak-pihak yang berkepentingan
sangat mendukung terwujudnya tujuan dan kepuasan bersama. Oleh karena itu,
diperlukan suatu divisi kerja yang mampu menjadi mediator untuk menjembatani
antara top manajemen dengan stakeholdernya.
Dari sinilah eksistensi Public Relations difungsikan melalui hubungan-
hubungan yang harmonis dan simbiosis mutualisme antara instansi dengan
stakeholdernya. Inilah yang secara tidak langsung menimbulkan persaingan antar
berbagai instansi/perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
agar instansi/perusahaan yang bersangkutan tidak kehilangan pelanggan karena
pelayanan yang kurang memuaskan. Salah satu perusahaan/instansi yang selalu
berusaha menjaga kualitas pelayanannya adalah perusahaan yang bergerak di
bidang kesehatan. Kualitas pelayanan di instansi kesehatan haruslah terus
dipertahankan kualitasnya karena perhatian masyarakat yang besar terhadap
masalah pelayanan kesehatan. Hal ini dapat diamati dari banyaknya kasus
pengaduan yang ditujukan kepada Instansi Kesehatan baik itu Rumah Sakit,
Puskesmas, Klinik Bersalin, Apotek, maupun kepada petugas kesehatan yaitu
15
Dokter, Perawat, Fishioteraphis, Ahli Gizi, Humas, Personalia, serta petugas
lainnya.
Rumah sakit sebagai lembaga kesehatan, dimana masalah pelayanan
kesehatannya yang paling sering mendapat pengaduan maupun keluhan dari
masyarakat. Keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut biasanya diakibatkan oleh
kelalaian atau kesalahan dari petugas kesehatan di rumah sakit tersebut dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini adalah pasien. Dimana
pasien merasa kurang puas terhadap kualitas pelayanan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan Banyak faktor yang bisa dikatakan rawan tuntutan dari sebuah
Rumah Sakit. Contohnya adalah:
1. Prosedur pendaftaran pasien yang berbelit-belit, padahal pasien dalam
keadaan kritis; pelayanan yang kurang cepat dan tanggap dari pihak dokter
terhadap pasien yang dalam keadaan gawat; dokter yang langsung
memberikan resep obat kepada pasien tanpa pemeriksaan terlebih dahulu;
dokter yang kurang ramah dalam memeriksa pasien; penundaan operasi
karena sebab yang tidak jelas padahal pasien tidak memungkinkan untuk
bertahan; petugas Customer Service yang kurang ramah dalam
memberikan informasi kepada pasien maupun pengunjung; satpam yang
terlalu galak terhadap keluarga pasien yang ingin berkunjung terutama
pada waktu lantai sedang dibersihkan; kebersihan ruang inap yang kurang
terjaga; administrasi yang berbelit-belit; fasilitas kesehatan yang kurang
lengkap; keamanan dan kenyamanan pasien dan keluarga selama
menjalani proses perawatan kesehatan yang kurang terjamin; biaya
perawatan yang terlalu mahal; serta terjadinya malpraktek.
16
rugi dari rumah sakit. Meskipun konsumen tidak begitu mengharapkan
ganti rugi dari rumah sakit, namun ada harapan peningkatan atau
perbaikan dalam pelayanan terhadap pasien. Berbagai macam keluhan dari
masyarakat dapat menimbulkan dampak positif dan dampak negatif bagi
rumah sakit itu sendiri. Dampak positif yang ditimbulkan dari keluhan
tersebut dianggap sebagai masukan yang akan membawa peningkatan
kualitas/mutu pelayanan.
Dan bisa dianggap sebagai titik pacu untuk memperbaiki kesalahan demi
menciptakan kualitas/mutu pelayanan yang lebih baik. Sedangkan dampak
negatifnya adalah jika keluhan-keluhan tersebut tidak segera ditangani,
maka akan menurunkan kredibilitas rumah sakit secara keseluruhan,
karena dari satu pasien dapat mempengaruhi pasien lain atau konsumen
lainnya, sehingga akan membuat image yang buruk bagi rumah sakit
tersebut. Akhir-akhir ini, dalam kenyataannya adalah masyarakat terutama
konsumen rumah sakit semakin kritis terhadap kualitas / mutu pelayanan
yang mereka terima. Untuk itu, rumah sakit berlomba-lomba untuk
meningkatkan kualitas / mutu pelayanan, baik mutu pelayanan fasilitas,
maupun keramahan petugas, yang bertujuan agar mereka tidak kehilangan
konsumen / langganan mereka.
2. Sejak kasus produk susu buatan china yang menewaskan 4 orang anak dan
54.000 penyakit lainnya terungkap, pemerintah mulai mengadakan
peninjauan langsung kepada pasar-pasar dan supermarket untuk
memeriksa produk-produk apa saja yang mengandung melamin.
Kekhawatiran pun semakin meluas ketika diketahui susu import china ini
digunakan untuk membuat yoghurt, permen, coklat dan makanan ringan
lainnya.
17
pupuk,bahan perekat,bahan untuk produk tahan api,polimer dan
pembersih. Pada masalahnya zat kimia ini bisa menyebabkan batu ginjal
dan gagal ginjal, khususnya pada bayi. Ketika dicerna,metabolisme
menghasilkan amonia di dalam tubuh yang menyebabkan kegagalan ginjal.
Melamin dalam produk oreo digunakan sebagai pengkilat biscuit coklat
dan pemutih pada cream rasa yang terdapat di lapisan tengah biscuit.
Karena hal ini menyebar lewat media massa, maka pihak Public Relations
PT KRAFT seharusnya langsung menetralisir rumor tersebut. Dengan cara
menjelaskan tentang keberadaan produk oreo. Karena oreo berasal dari
berbagai macam distributor di berbagai negara, maka seorang PR oreo
harus menginformasikan bahwa produk oreo yang disinyalir terdapat
kandungan melamin atau susu import china adalah produk oreo bukan
berasal dari distributor PT KRAFT Indonesia, melainkan dari distributor
asing yang lain. Sehingga publik akan berfikir ulang apabila akan
mengkonsumsi oreo.
18
Cara untuk membedakan apakah oreo tersebut buatan distributor asing
atau buatan indonesia yaitu dengan cara melihat kode produksi yang
tertera pada no BPOM. Kode MD untuk semua produk buatan indonesia
dan kode ML untuk produk buatan asing. PR Oreo juga harus memberi
penjalasan kepada media dengan cara mengadakan konferensi pers melalui
media, hal ini bertujuan agar publik tidak merasa di tipu oleh berita yang
beredar, karena publik pun membutuhkan penjelasan. Kemudian cara PR
oreo yang berusaha membangun kembali image yang hancur melalui iklan
tergolong cukup baik sebagai langkah cepat untuk menetralisir masalah
yang sedang terjadi. Dalam iklan tersebut diperlihatkan bagaimana cara
pembutan oreo serta lebih ditonjolkan pada ke-higienisan produknya.
19
a. Bertindak dalam keadaan apa pun untuk memperhatikan kepentingan
pihak-pihak yang terlibat, baik kepentingan organisasi tempat ia
bekerja maupun kepentingan publik yang harus dilayani.
b. Melaksanakan tugasnya dengan bermartabat, menghindari penggunaan
bahasa yang samar-samar atau dapat menimbulkan kesalahpahaman,
dan tetap menjaga loyalitas pelanggannya atau perusahaan tempat ia
bekerja, baik yang sekarang maupun yang telah lalu.
c. PR Profesional akan selalu menghindari:
- Menutup-nutupi kebenaran apa pun alasannya;
- Menyiarkan informasi dan berita yang tidak didasari fakta yang
aktual, kenyataan, dan kebenaran;
- Mengambil bagian dalam usaha yang tidak etis dan tidak jujur
yang akan dapat merusak martabat dan kehormatannya;
- Menggunakan segala macam cara dan teknik yang tidak disadari
serta tidak dapat dikontrol sehingga tindakan individu itu tidak lagi
didasarkan pada keinginan pribadi yang bebas dan bertangung
jawab
d. Menciptakan pola komunikasi dan saluran komunikasi yang dapat
lebih mengukuhkan arus bebas informasi yang penting sehingga setiap
anggota masyarakat merasakan bahwa mereka selalu mendapatkan
informasi yang dipercaya, dan juga memberikan kepadanya suatu
kesadaran akan keterlibatan pribadinya, serta tanggung jawab dan
solidaritasnya dengan para anggota masyarakat lainnya.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Sedangkan Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus.
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut.
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi
memiliki tujuan, fungsi, prinsip dari masing-masing kode etik.
3.2 Saran
Dengan kita mengetahui etika profesi kesehatan, maka kita seharusnya :
1. Meningkatkan tingkat moral tenaga kesehatan berdasarkan etika profesi
yang berlaku dan dapat melaksanakannya.
2. Mengantisipasi tindakan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kode
etik yang berlaku dalam hukum dan masyarakat.
21
DAFTAR PUSTAKA
22