Makalah KLP 2 - TM 9
Makalah KLP 2 - TM 9
Makalah KLP 2 - TM 9
Disusun Oleh:
GINA SONIA 1930701008
MIFTAHUL JANNAH 1930701010
NURDIANA 1930701024
AINUL LATIFA FAUSIA 1930701026
AISYAH 1930701030
AMLINA 1930701040
MEISY ENJELINA 1930701044
JURUSAN KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
TARAKAN
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai petunjuk atau pedoman bagi pembaca.
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................4
C. TUJUAN...................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. PRINSIP...................................................................................................................................5
B. BATASAN PEMANTAUAN PWS-KIA..............................................................................10
C. INDIKATOR PEMANTAUAN KIA....................................................................................14
D. PENGUMPULAN DAN PENCATATAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN PWS......15
a) Pengumpulan Data............................................................................................................15
b) Data Lainnya......................................................................................................................16
c) Data Sasaran......................................................................................................................18
d) Pelembagaan......................................................................................................................22
e) Pelaksanaan dan Pelaporan PWS KIA............................................................................24
E. MTBS (MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT).......................................................29
BAB III...............................................................................................................................................32
PENUTUP..........................................................................................................................................32
KESIMPULAN..............................................................................................................................32
SARAN......................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................34
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PWS-KIA adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA
di suatu wilayah kerja secara terus menerus. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat
dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap wilayah kerja yang cakupan
pelayanan KIA-nya masih rendah ataupun wilayah yang membutuhkan penanganan atau
tindak lanjut secara khusus.
Penyajian PWS-KIA dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor
terkait/stakeholder yang berkaitan terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu dan
anak. Dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa penyajian PWS-KIA berkaitan langsung
dengan masyarakat setempat, khususnya aparat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA, maupun dalam membantu
memecahkan masalah non teknis rujukan kasus resiko tinggi. Dalam hal iniadalah sumber
daya masyarakat setempat seperti kader kesehatan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Pelaksanaan PWS-KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan
dalam pelaksanaan pelayanan KIA. Tindak lanjut dimaksudkan disini adalah intensifikasi
penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Contohnya adalah bagaimana
memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan minimal 4 kali selama
kehamilannya yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, misalnya kader.Hasil
rekapitulasi PWS-KIA di tingkat kabupaten dapat dipakai untuk menentukan puskesmas
yang rawan. Demikian juga PWS-KIA tingkat provinsi, yaitu untuk mengidentifikasi
kabupaten mana yang memerlukan penangan khusus dan juga untuk menentukan
kabupaten mana yang rawan sehingga masalah-masalah yang dihadapi tersebut dapat
diatasi dengan baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perinsip pengelolaan KIA
2. Apa itu batasan dan indikator pemantauan
3. Apa yang dimaksud dengan pengumpulan dan pencatatan dan pengelolaan data
PWS
4. Apa yang dimaksud dengan MTBS(Manajemen Terpadu Balita Sakit)
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui perinsip pengelolaan data
4
2. Untuk mengetahui batasan dan indikator pemantauan
3. Untuk mengetahui pengumpulan dan pencatatan dan data PWS
4. Untuk mengetahui MTBS
BAB II
PEMBAHASAN
PWS KIA
A. PRINSIP
Prinsip Pengelolaan Program KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa
ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di
semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar. (RI, 2010)
Untuk memantau tentang PWS KIA perlu digunakan batasan operasional dan
indikator pemantauan sebagai berikut:
5
1. Pelayanan antenatal
Ukur berat badan dalam kilogram tiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat
badan yang kurang dari 9 kg selama kehamilan atau kurang dari 1 kg
setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin.
Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk
menepis adanya faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan kurang dari
145 cm meningkatkan risiko terjadinya Cephalopcivic Disproportion
(CPD).
6
Standar pengukuran menggunakan pita pengukuran setelah kehamilan 24
minggu.
2. Pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataannya di lapangan masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan, dan dilakukan di
luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena iru secara bertahap seluruh
persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang kompeten memberikan
pelayanan pertolongan persalinan adalah dokter spesialis kebidanan. dokter
dan bidan.
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada
ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk
deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan
pada ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB pasca persalman dengan
melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan:
7
a) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari
setelah persalinan.
b) Kunjungan nifas kedua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-
28 setelah persalinan.
c) Kunjungan nifas ketiga dalam waktu hari ke-29 sampai dengan hari
ke-42 setelah persalinan.
5. Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi
kebidanan. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat
tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat
sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka
kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
8
6. Penanganan komplikasi kebidanan
9
c) Kunjungan satu kali pada umur 9 — 11 bulan.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan
sehat. Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang
meliputi:
10
pelayanan KB kepada masyarakat adalah dokter spesialis kebidanan, dokter,
bidan dan perawat (RI, 2010).
Ukur berat badan dalam kilogram tiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendetksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat
badan yang kurang dari 9 kg selama kehamilan atau kurang dari 1 kg setiap
bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Pengukuran
tinggi badan pada pertama kali kunjungan dilakukan untuk menepis adanya
faktor risiko pada ibu hamil. Tinggi badan krang dari 145 cm meningkatkan
risiko terjadinya Chepalo Pelvic Disproportion (CPD).
11
Standar pengukuran menggunakan pita pengukuran setelah kehamilan 24
minggu.
12
a) Kunjungan pertama kali pada hari pertama dengan hari ketujuh (sejak
6 jam setelah lahir).
b) Kunjungan kedua kali pada hari kedelapan sampai hari kedua puluh
delapan
c) Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan bukan merupakan
kunjungan neonatal.
8) Cakupan akses adalah presentase ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun
waktu tertentu, yang pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar,
paling sedikit
satu kali selama kehamilan. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :
Jumlah kunjungan ibu hamil di bagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang
ada disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun dikalikan 100%.
9) Cakupan ibu hamil ( cakupan K4) Pelayanan antenatal yang sesuai dengan
standar dan paling sedikit empat kali pemeriksaan kehamilan. Cara
menghitungnya adalah sebagai berikut:
Jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil
dalam kurun waktu satu tahun dikali 100%.
10) Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil di wilayah dalam kurun
waktu satu
tahun. Angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara:
a) Angka sebenarnya diperoleh dari cacah jiwa (perhitungan banyaknya
penduduk disuatu daerah).
b) Angka perkiraan: Diperoleh dengan rumus:
Angka Kelahiran Kasar/Crude Birth Rate (CBR) x 1,1 x jumlah
penduduk setempat, dengan pengambian data CBR dari
provinsi atau kabupaten setempat.
3% x jumlah penduduk setempat.
11) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah persentase ibu
bersalin disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong oleh tenaga
kesehatan.
12) Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat adalah presentasi
ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, kemudian
dirujuk ke puskesmas atau tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu.
13
13) Cakupan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan adaah persentase ibu hamil
berisiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun kader/ dukun
bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan yang kemudian di
tindaklanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan dan
atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi) dalam kurun waktu
tertentu.
14) Ibu hamil berisiko adalah ibu hamil yang memiliki faktor riiko dan risiko
tinggi, kecuali ibu hamil normal.
15) Cakupan kunjungan neonaus (KN) adalah persentase neonatus yang
memperoleh pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan. Dengan
penghitungan Jumlah kunjungan neonatus ke pelayanan kesehatan dengan
tenaga kesehatan minimal 2 kali dibagi dengan jumlah seluruh sasarn bayi
yang ada di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun, dikalikan 100%%.
C. INDIKATOR PEMANTAUAN KIA
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator
yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Berikut
ditetapkan 6 indikator PWS — KIA.
1) Akses pelayan antenatal (Cakupan K1)
Cakupan ibu hamil (Cakupan K4). Dengan indikator ini, dapat diketahui cakupan
pelayanan dan menepati waktu yang ditetapkan, yang menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Rumus yang
digunakan untuk perhitungannya adalah sebagai berikut :
14
Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh
tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA
dalam pertolongan persalinan secara profesional. Rumus yang digunakan sebagai
berikut.
Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran seta masyarakat
dalam melakukan deteksi ibu hamil berisiko di suatu wilayah. Rumus yang
digunakan sebagai berikut:
Dengan indikatoor ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA dan harus ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif. Rumus
yang digunakan sebagai berikut:
Jumlah ibu hamil berisiko yang ditemukanoleh kader /dukun bayi ke nakes
Jumiah seluruh sasaranibu hamil dalam satutahun x 100
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelaynan kesehatan
neonatus. Rumus yang digunakan sebagai berikut :
15
adalah Data Sasaran dan Data Pelayanan. Proses pengumpulan data sasaran sebagai
berikut:
a. Jenis data
Data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA adalah Data
sasaran :
16
Data sasaran berasal dari perkiraan jumlah sasaran (proyeksi) yang dihitung
berdasarkan rumus . Berdasarkan data tersebut, Bidan di Desa bersama dukun
bersalin/bayi dan kader melakukan pendataan dan pencatatan sasaran di wilayah
kerjanya.
2 Data Pelayanan
Bidan di desa/kelurahan mencatat semua detail pelayanan KIA di dalam kartu ibu,
kohort Ibu, kartu bayi, kohort bayi, kohort anak balita, kohort KB, dan buku KIA.
Pencatatan harus dilakukan segera setelah bidan melakukan pelayanan. Pencatatan
tersebut diperlukan untuk memantau secara intensif dan terus menerus kondisi dan
permasalahan yang ditemukan pada para ibu, bayi dan anak di desa/kelurahan
tersebut, antara lain nama dan alamat ibu yang tidak datang memeriksakan dirinya
pada jadwal yang seharusnya, imunisasi yang belum diterima para ibu,
penimbangan anak dan lain lain. Selain hal tersebut bidan di desa juga
17
mengumpulkan data pelayanan yang berasal dari lintas program dan fasilitas
pelayanan lain yang ada di wilayah kerjanya.
3 Pengolahan Data
Setiap bulan Bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort dan
dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Bidan Koordinator di Puskesmas
menerima laporan bulanan tersebut dari semua BdD dan mengolahnya menjadi
laporan dan informasi kemajuan pelayanan KIA bulanan yang disebut PWS KIA.
Informasi per desa/kelurahan dan per kecamatan tersebut disajikan dalam bentuk
grafik PWS KIA yang harus dibuat oleh tiap Bidan Koordinator.
Contoh:
c) Data Sasaran
a. Analisis
Analisis adalah suatu pemeriksaan dan evaluasi dari suatu informasi yang sesuai dan
relevant dalam menyeleksi suatu tindakan yang terbaik dari berbagai macam alternatif
variasi. Analisis yang dapat dilakukan mulai dari yang sederhana hingga analisis
lanjut sesuai dengan tingkatan penggunaannya. Data yang di analisis adalah data
register kohort ibu, bayi dan anak balita serta cakupan.
a. Analisis Sederhana
19
Contoh :
K1 dibandingkan dengan K4
K1 dibandingkan dengan Pn
Pn dibandingkan dengan KF dan KN
Jumlah Ibu Hamil Anemia dibandingkan dengan K1 dan K4
KN1 dibandingkan dengan Jumlah Hep B Uniject
Apabila Drop Out (DO) K1 - K4 lebih dari 10% berarti wilayah tersebut bermasalah dan
perlu penelusuran dan intervensi lebih lanjut. Drop Out tersebut dapat disebabkan karena ibu
yang kontak pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari
3 bulan.Sehingga diperlukan intervensi peningkatan pendataan ibu hamil yang lebih intensif.
Contoh analisis indicator bayi:
Pn dibandingkan dengan Kn
Kn 1 dibandingkan dengan Imunisasi HB 0
Kn lengkap dibandingkan dengan Nk
KBy dibandingkan dengan imunisasi campak dan Vit A 6-11 bulan
Drop out Kn lengkap menunjukkan penurunan kinerja bidan,ditambah lagi cakupan neonatus
komplikasi lebih rendah dari Kn lengkap yang mengindikasikan kualitas pelayanan Kn belum
memenuhi standar manajemen terpadu bayi muda yang dapat mendeteksi tanda bahaya.
Pencapaian kunjungan bayi disamping belum mencapai target, juga menunjukkan pelayanan
kesehatan di desa ini belumberkesinambungan antara KIA, Gizi dan imunisasi sehingga perlu
juga ditelusuri kendalanya kenapa kunjungan bayi rendah padahal cakupan imunisasi lengkap
dan vitamin A sudah baik dimana sasaran program adalah sama.
Penelusuran adalah proses pengamatan seseorang atau obyek yang bergerak dalam
kurun waktu dari lokasi tertentu. Penelusuran dilakukan dalam rangka :
20
Faktor risiko dan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, neonatus,bayi baru
lahir dan anak balita.
Menilai kualitas pelayanan yang diberikan
Kematian ibu dan bayi
Membangun perencanaan berdasarkan masalah yang spesifik Seorang bidan harus
mencatat setiap ibu hamil, bayi baru lahir (neonatus), bayi dan anak balita, yang ada
di desanya. Sehingga setiap bulan dia dapat melakukan analisis dan penelusuran data
di desanya. Bidan harus mengaitkan data dari kohort ibu, kohort bayi dan kohort anak
balita untuk pendataan sadaran maupun cakupan pelayanan, jika jumlah sasaran bayi
di wilayahnya tidak sesuai dengan sasaran bayi, perlu ditelusuri apakah ada kematian,
ada persalinan di tolong tenaga kesehatan luar wilayah atau ada bayi baru pindah atau
sebab yang lain. Notifikasi risiko tinggi pada ibu hamil selain perlu lebih diperhatikan
ibunya juga bayinya, dalam tatalaksana dan renca tindak lanjut juga memperhatikan
bayinya, jia dideteksi gawat janin, prematur atau BBLR harus disarankan persalinan
di fasilitas yang memadai.
c. Rencana Tindak Lanjut
Bagi kepentingan program, analisis PWS KIA ditujukan untuk menghasilkan suatu
keputusan tindak lanjut teknis dan non-teknis bagi puskesmas. Keputusan tersebut
harus dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka pendek untuk dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi sesuai dengan spesifikasi daerah.
Rencana tindak lanjut tingkat bidan di desa Setelah menganalisa data yang
didapatkan di wilayah kerjanya, setiap bulan bidan di desa membuat
perencanaan berdasarkan hasil analisanya masing-masing yang akan
didiskusikan pada acara minilokakarya tiap bulan. Rencana tersebut termasuk
juga rencana logistic.
Kepala Puskesmas dan bidan koordinator harus mampu melihat masalah dan
membuat perencanaan tindak lanjut berdasarkan masalah yang ada. Tabel di
bawah adalah contoh intervensi yang dilakukan Puskesmas yang didiskusikan
pada saat pertemuan bulanan dengan bidan di desa dengan melihat jumlah
cakupan di desa.
Rencana operasional tersebut perlu dibicarakan dengan semua pihak yang terkait :
21
Bagi desa/kelurahan yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan
pelayanan KIA perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai
kebutuhan antara lain perbaikan mutu pelayanan.
Bagi desa/kelurahan berstatus kurang dan terutama yang berstatus jelek, perlu
prioritas intervensi sesuai dengan permasalahan.
Intervensi yang bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistik) harus
dibicarakan dalam pertemuan minilokakarya puskesmas dan/atau rapat dinas
kesehatan kabupaten/kota (untuk mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
Intervensi yang bersifat non-teknis (untuk motivasi, penggerakan sasaran, dan
mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan pada rapat
koordinasi kecamatan dan/atau rapat dinas kesehatan kabupaten/kota (untuk
mendapat bantuan dari kabupaten/kota).
d) Pelembagaan
Pelembagaan PWS KIA adalah pemanfaatan PWS KIA secara teratur dan terus
menerus pada semua siklus pengambilan keputusan untuk memantau penyelenggaraan
program KIA, di semua tingkatan administrasi pemerintah, baik yang bersifat teknis
program maupun yang bersifat koordinatif nonteknis dan lintas sektoral. Pada
akhirnya pemanfaatan PWS KIA harus merupakan bagian integral dari manajemen
operasional program KIA sehari-hari. Dalam suatu pertemuan di Jakarta pada tahun
1989, Bapak Menteri Kesehatan menyatakan :
Dari pengamatan saya selama ini, PWS sangat sesuai dengan kebutuhan kita sebagai
alat pemantau sederhana bagi program imunisasi. Konsep tersebut dapat juga
diterapkan untuk program-program lain. Maka saya instruksikan kepada semua
Kepala Dinas Kesehatan untuk melembagakan pemakaian PWS tersebut, dalam
penyelenggaraan program-program.
sebagai berikut :
22
1. Penunjukkan petugas pengolahan data di tiap tingkatan, untuk menjaga
kelancaran pengumpulan data. l Data hasil kegiatan dikumpulkan oleh
puskesmas ditabulasikan kemudian dikirimkan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota. l Di puskesmas disusun PWS KIA tingkat puskesmas (per
desa/kelurahan) dan di dinas kesehatan kabupaten/kota disusun PWS KIA
tingkat kabupaten/kota (per puskesmas).
2. Pemanfaatan pertemuan lintas program
Penyajian PWS KIA pada pertemuan teknis bulanan ditingkat puskesmas
(mini lokakarya) dan kabupaten/kota (pertemuan bulanan dinas kesehatan
kabupaten/kota), untuk menginformasikan hasil yang telah dicapai,
identifikasi masalah, merencanakan perbaikan serta menyusun rencana
operasional periode berikutnya. Pada pertemuan tersebut wilayah yang
berhasil diminta untuk mempresentasikan upayanya.
3. Pemantauan PWS KIA untuk meyakinkan lintas sektoral PWS disajikan serta
didiskusikan pada pertemuan lintas sektoral ditingkat kecamatan dan
kabupaten / kota, untuk mendapatkan dukungan dalam pemecahan masalah
dan agar masalah operasional yang dihadapi dapat dipahami bersama,
terutama yang berkaitan dengan motivasi dan penggerakan masyarakat
sasaran.
4. Pemanfaatan PWS KIA sebagai bahan Musrenbang desa dan kabupaten/kota
Musrenbang adalah suatu proses perencanaan di tingkat desa dan
kabupaten/kota. Bidan di desa dapat memberikan masukan berdasarkan hasil
PWS KIA kepada tim musrenbang.
b. Pemanfaatan Indikator Pemantauan
Dalam upaya melibatkan lintas sektor terkait, khususnya para aparat setempat,
dipergunakan indikator indikator yang terpilih untuk menggambarkan wilayahnya
yaitu:
23
Cakupan penanganan komplikasi neonatus.
Cakupan kunjungan bayi.
Cakupan kunjungan balita.
Cakupan pelayanan KB aktif.
Penyajian indikator indikator tersebut kepada lintas sektor ditujukan sebagai alat
advokasi, informasi dan komunikasi dalam menyampaikan kemajuan maupun
permasalahan operasional program KIA, sehingga para aparat dapat memahami
program KIA dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan. Indikator pemantauan ini
dapat dipergunakan dalam berbagai pertemuan lintas sektor di semua tingkat
administrasi pemerintah secara berkala dan disajikan setiap bulan, untuk melihat
kemajuan suatu wilayah. Bagi wilayah yang cakupannya masih rendah diharapkan
lintas sektor dapat menindak lanjuti sesuai kebutuhan dengan menggerakkan
masyarakat dan menggali sumber daya setempat yang diperlukan.
Supervisi yang terarah dan berkelanjutan merupakan sistem pembinaan yang efektif
bagi pelembagaan PWS. Dalam pelaksanaannya supervisi dilaksanakan dengan
pengisian checklist yang akan digunakan dalam supervisi ditingkat puskesmas dan
kabupaten, untuk kemudian dianalisis dan ditindak lanjuti.
Proses yang perlu dilakukan dalam penerapan PWS KIA dimulai dengan langkah-
langkah sosialisasi, fasilitasi dan evaluasi yang diikuti dengan tindak lanjut sesuai
kebutuhan.
a) Pertemuan orientasi :
Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan : Menyamakan persepsi
mengenai PWS KIA
Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS KIA
Merencanakan Fasilitasi tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
24
Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Selain itu, pertemuan juga dapat melibatkan RSU. Hal ini penting karena PWS KIA
mempunyai pendekatan wilayah. Dengan demikian semua pelayanan KIA dari fasilitas
pelayanan di luar puskesmas pun perlu dilibatkan agar dapat diketahui cakupan pelayanan
KIA oleh tenaga kesehatan.
b) Pertemuan Sosialisasi :
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor di tingkat Propinsi, dengan tujuan
untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam PWS KIA
dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.
Dinas Kesehatan
BAPPEDA
Badan Pembangunan Masyarakat Desa
Badan PP dan KB
c) Fasilitasi
25
Kegiatan ini bertujuan untuk menilai kemajuan cakupan program KIA dan
merencanakan kegiatan tindak lanjut.
a) Pertemuan orientasi :
Pertemuan ini merupakan pertemuan dengan tujuan :
Menyamakan persepsi mengenai PWS KIA
Menentukan kebijaksanaan propinsi dalam pelaksanaan PWS KIA
Merencanakan Fasilitasi tingkat kabupaten/kota dan puskesmas
Menyusun mekanisme pemantauan kegiatan, dll
Selain itu, pertemuan juga dapat melibatkan RSU dan Unit Pelayanan Kesehatan Swasta. Hal
ini penting karena PWS KIA mempunyai pendekatan wilayah. Dengan demikian semua
pelayanan KIA dari fasilitas pelayanan di luar puskesmas pun perlu dilibatkan agar dapat
diketahui cakupan pelayanan KIA oleh tenaga kesehatan.
b) Pertemuan Sosialisasi :
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kabupaten/kota, dengan tujuan
untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam PWS KIA
dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan.
• Dinas Kesehatan
• BAPPEDA
• Biro Pembangunan Masyarakat Desa
26
• Biro PP dan KB
3. Pelaksanaan PWS KIA di Tingkat Puskesmas
Pertemuan reorientasi
Bidan di Desa
Bidan Koordinator
Pengelola Program KIA
Kepala Puskesmas
Petugas Gizi
P2PL
Data Operator
Farmasi
c) Pertemuan Sosialisasi
Fokus pertemuan ini adalah untuk lintas sektor tingkat kecamatan dan desa, dengan
tujuan untuk sosialisasi tentang PWS KIA, menyepakati peran lintas sektor dalam
PWS KIA dan menyusun mekanisme pemantauan kegiatan. Pihak yang terlibat
meliputi :
Puskesmas
Camat
Kepala Desa
Dewan Kelurahan
LKMD
PKK
27
Koramil
Polsek
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bantuan teknis berupa kunjungan ke lapangan atau
pertemuan di Desa. Petugas Puskesmas memfasilitasi Bidan di Desa dan lintas sector terkait.
Puskesmas melaksanakan kegiatan PWS KIA melalui pengumpulan, pengolahan, analisis,
penelusuran dan pemanfaatan data PWS KIA sesuai dengan yang diterangkan pada
pembahasan sebelumnya. Termasuk dalam implementasi PWS KIA di Puskesmas adalah
pemanfaatan PWS KIA dalam Lokakarya Mini, Pertemuan Bulanan Kecamatan dan
Musrenbangcam.
Tindak lanjut :
Kegiatan ini bertujuan untuk menindaklanjuti hasil hasil pembahasan implementasi PWS
KIA di tingkat puskesmas .
b. Tindak lanjut
2. PELAPORAN PWS/KIA
Pemantauan kegiatan PWS KIA dapat dilakukan melalui laporan kegiatan PWS KIA
bulanan dengan melihat kelengkapan data PWS KIA berikut dengan :
28
a. Hasil Analisis indikator PWS KIA, antara lain : grafik hasil cakupan, hasil
penelusuran dll
b. Rencana tindak lanjut berupa jadwal rencana kegiatan Data PWS KIA yang
dilaporkan dimasing masing tingkatan adalah :
1) Di tingkat Desa untuk dilaporkan ke Puskesmas setiap bulan :
Register KIA
Rekapitulasi Kohort KB
2) Di tingkat puskesmas untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota setiap
bulan :
LB 3 KIA
LB 3 Gizi
LB 3 Imunisasi
Rekapitulasi Kohort KB
3) Di tingkat kabupaten/propinsi untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Departemen Kesehatan setiap 3 bulan :
1) Lampiran 1 berisi laporan pelayanan antenatal care
2) Lampiran 2 berisi laporan pelayanan persalinan dan nifas
3) Lampiran 3 berisi laporan sarana pelayanan kesehatan dasar
4) Lampiran 4 berisi laporan kematian ibu dan neonatal
5) Lampiran 5 berisi laporan sarana pelayanan kesehatan rujukan
6) Lampiran 6 berisi laporan pelayanan Antenatal yang terintegrasi dengan
program lain seperti PMTCT pada Ibu penderita HIV/AIDS dan malaria
dalam kehamilan Lampiran 7 berisi laporan Keluarga Berencana
7) Lampiran 8 berisi laporan diagnosa dan tindakan pasien terhadap
perempuan dan anak yang mengalami kekerasan.
29
program KIA. Laporan yang keluar dari tingkat puskesmas akan diproses sedemikian rupa
pula untuk dapat menjadi konsumsi di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat. Secara lengkap
proses operasional sistim komputerisasi dari PWS KIA ini dapat dilihat pada modul
operasional komputerisasi PWS KIA yang ada di dalam Software PWS KIA.
30
d) Menginformasikan petunjuk pemberian obat, tindak lanjut, dan tanda tanda
yang menunjukkan anak harus segera kembali berobat.
e) Menilai makan, termasuk pemberian ASI, dan nasihat untuk memecahkan
masalah jika terdapat masalah makan.
f) Jika anak dibawa kembali ke fasilitas keschatan, memberikan perawatan
tindak lanjut jika diperlukan.
Praktik MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:
a) Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tata laksana balita sakit
(petugas kesehatan nondokter yang telah terlatih MTBS dapat memeriksa dan
menangani pasien balita) .
b) Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program kesehatan terintegrasi di
dalam pendekatan MTBS)
c) Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
Pada sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal
kemungkinan jarang terjadi,menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali
memiliki banyak keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5
penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS. Pendekatan MTBS dapat
mengakomodir hal ini karena dalam setiap pemeriksaan MTBS,. semua aspek/kondisi
yang sering menyebabkan keluhan anak akan ditanyakan dan diperiksa.
Menurut laporan Bank Dunia (1993), MTBS merupakan jenis intervensi yang cost
effective yang memberikan dampak terbesar pada beban penyakit secara global. Bila
Puskesmas menerapkan MTBS berarti turut membantu dalam upaya pemerataan
pelayanan kesehatan dan membuka akses bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang terpadu.
31
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Program KIA meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengna komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengna komplikasi, bayi dan
balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi
data serta penyebarluasan informasi kepenyelenggara program dan pihak/instansi terkait
tindak lanjut untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di wilayah kerja
32
Puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus-menerus.
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Prinsip
pengelolaan PWS KIA meliputi : pelayanan antenatal, pertolongan persalinan, pelayanan
kesehatan ibu nifas, pelayanan kesehatan neonates, deteksi dini faktor risiko, komplikasi
kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat, penanganan komplikasi
kebidanan, pelayanan neonatus dengan komplikasi, pelayanan kesehatan bayi, pelayanan
kesehatan anak balita, dan pelayanan kb berkualitas.
Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi : akses pelayanan
antenatal (K1), cakupan pelayanan ibu hamil (K4), cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
(Pn), cakupan pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3), cakupan pelayanan neonates
pertama (KN1), cakupan pelayanan kesehatan neonates 0-28 hari (KN lengkap), deteksi
faktor risiko dan komplikasi oleh masyarakat, cakupan penanganan komplikasi obstetri (PK),
cakupan penanganan neonates, cakupan pelayanan kesehatan bayi 29 hari-12 bulan
(kunjungan bayi), cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan), cakupan pelayanan
kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS, dan cakupan peserta KB aktif.
Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) atau Invegrated Management of Childhood illness
(IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam tata laksana balita sakit dengan
fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh (Wijaya,
2006).Dimulai pada tahun 1990an, World Health Organization (WHO) dan United Children's
Fund (UNICEF) memulai pelaksanaan MTBS untuk meningkatkan kualitas perawatan di
fasilitas kesehatan dengan lima penyakit yang sering mengakibatkan sekitar 7096 dari angka
kematian anak yaitu pneumonia, diare, campak, dan kurang gizi (Wilson, et al. 2012).Pada
sebagian besar balita sakit yang dibawa berobat ke Puskesmas, keluhan tunggal kemungkinan
jarang terjadi,menurut data WHO, tiga dari empat balita sakit seringkali memiliki banyak
keluhan lain yang menyertai dan sedikitnya menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita
yang menjadi fokus MTBS.
SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan.Untuk itu kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan
33
DAFTAR PUSTAKA
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Asuhan-Kebidanan-
Komunitas_SC.pdf
https://books.google.co.id/books?
id=mmxAfqKkaNQC&pg=PA141&dq=MTBS+manajemen+terpadu+balita+sakit&hl=id&sa
=X&ved=2ahUKEwjblPbe9pnwAhXwqksFHfmhASoQ6AEwAHoECAAQAw#v=onepage&
q=MTBS%20manajemen%20terpadu%20balita%20sakit&f=false
http://dinkes.sumutprov.go.id/bidang-kesehatan-masyarakat/downloadfile?id=350
https://books.google.co.id/books?
id=8vwCEAAAQBAJ&pg=PA33&dq=MTBS+manajemen+terpadu+balita+sakit&hl=id&sa
=X&ved=2ahUKEwjAx9b39pnwAhVSX30KHXZlAsUQ6AEwAnoECAQQAw#v=onepage
&q=MTBS%20manajemen%20terpadu%20balita%20sakit&f=false
34
35