Bab Ii Landasan Teori: 2.1 Konsep Anak Usia Pra Sekolah 2.1.1 Pengertian Anak Usia Pra Sekolah

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Anak Usia Pra Sekolah


2.1.1 Pengertian Anak Usia Pra Sekolah
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa
anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai
dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah
(2,5-6 tahun), usia sekolah (6-11 tahun), usia remaja (11-18 tahun).
Rentang ini berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya karena
latar belakang anak yang berbeda (Kalla, 2017).
Menurut Wardani (2016) anak usia pra sekolah adalah mereka
yang berusia 3-6 tahun. Mereka biasa mengikuti program prasekolah
dan kinderganten. Anak usia pra sekolah adalah anak yang berada
direntang usia 3-6 tahun atau 36-72 bulan, yang memiliki ciri khas
tersendiri dalam segi pertumbuhan dan perkembangannya. Pada periode
usia pra sekolah, proses tumbuh kembang anak berjalan sangat pesat
dan optimal dimana anak sangat memerlukan rangsangan atau stimulus
yang berguna untuk perkembangannya (Kalla, 2017).

2.1.2 Ciri-ciri Anak Usia Prasekolah


Anak usia pra sekolah memiliki ciri-ciri yang berbeda
dengan usia lainnya, menurut Wardani (2016) antara lain :
a. Ciri fisik
Anak usia pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah
memiliki kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan-
kegiatan yang dilakukan sendiri. Berikan kesempatan kepada anak
untuk lari, memanjat dan melompat. Usahakan kegiatan-kegiatan
tersebut sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu
di bawah pengawasan.

12
13

Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak perempuan


lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam
tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki
apabila dia tidak terampil. Jauhkan dari sikap membandingkan lelaki-
perempuan, juga dalam kompetensi keterampilan.
b. Ciri sosial
Anak usia pra sekolahbiasanya mudah bersosialisasi dengan
orang disekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu
atau dua sahabat yang cepat berganti. Sahabat yang biasa dipilih
biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian bekembang
menjadi sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda.
c. Ciri emosional
Anak usia pra sekolahcenderung mengekspresikan emosinya dengan
bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati, mereka seringkali
memperebutkan perhatian guru atau orang sekitar. Pada usia ini
sudah menjadi kebiasaan anak untuk berperilaku lebih agresif dan
lemah dalam kontrol diri. Anak-anak dengan emosional tinggi dapat
menunjukkan sifatnya tersebut dengan temper tantrum
Perkembangan psikososial anak usia prasekolah berada pada fase
initiative versus guilt. Pada fase ini anak banyak melakukan
aktivitas-aktivitas eksplorasi untuk membentuk inisiatifnya. Konflik
muncul ketika rencana aktivitas yang dibuat anak tidak dapat
dilaksanakan, hal ini dapat menimbulkan stres pada anak. Oleh sebab
itu, anak harus belajar untuk memahami dan mengendalikan emosi
agar tidak mudah.
d. Ciri kognitif
Anak usia pra sekolah umumnya sudah terampil berbahasa,
sebagian besar dari mereka senang berbicara, khususnya pada
kelompoknya. Sebaliknya anak diberi kesempatan untuk menjadi
pendengar yang baik. Perkembangan kognitif anak usia prasekolah
berada pada fase preoperasional. Fase preoperasional mempunyai
14

keterbatasan diantaranya egosentris dan tidak memahami konservasi.


Sifat egosentris pada anak usia pra sekolah berarti anak memandang
segala sesuatu berpusat pada dirinya. Anak pada usia ini merasa juga
selalu merasa dirinya benar.

2.1.3 Tugas Perkembangan Anak


Tugas-tugas perkembangan anak usia dini (0-6 tahun) menurut
Kemenpan (2011) :
a. Belajar berjalan.
b. Belajar memakan makanan padat.
c. Belajar berbicara.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar.
e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
f. Mencapai kestabilann jasmaniah fisiologis.
g. Membentuk konsep sederhana tentang realitas sosial dan fisik.
h. Belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara,
dan orang lain.
i. Belajar membentuk konsep tentang benar-salah sebagai landasan
membentuk nurani.
Sedangkan menurut Wardani (2016) tugas-tugas perkembangan
anak usia 3-6 tahun adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan
yang umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai makhluk
yang sedang tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya.
d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,
menulis dan berhitung.
f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
15

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai.


h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan
lembaga-lembaga.
i. Mencapai kebebasan pribadi.

2.2 Konsep Perkembangan Anak Usia Prasekolah


2.2.1 Definisi Perkembangan
Istilah perkembangan anak biasanya dibahas bersama istilah
pertumbuhan, karena keduanya berjalan beriringan. Perkembangan
(development) adalah peningkatan kemampuan dalam hal struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks. Perkembangan memiliki pola yang
teratur dan dapat diprediksi, yang merupakan hasil dari proses pematangan
(Sundari, 2016). Perkembangan sebagai peningkatan keterampilan dan
kapasitas anak untuk berfungsi secara bertaha dan terus-menerus. Jadi
perkembangan adalah suatu proses untuk menghasilkan peningkatan
kemampuan untuk berfungsi pada tingkat tertentu (Farida, 2016).
Perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses
perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembangan
juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan
berakhir dengan kematian (BKKBN Sumbar, 2016). Perkembangan
adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap dan dalam
waktu tertentu, seperti, kecerdasan, sikap dan tingkah laku (Kalla,
2017).

2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Eveline (2010) pola tumbuh kembang anak terdiri atas
tiga pola, yaitu:
a. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju tubuh bagian
bawah Artinya, pertumbuhan dimulai dari kepala hingga ke ujung
kaki. Melalui pola seperti ini, seorang anak, misalnya, akan lebih
16

dulu berusaha belajar menegakkan tubuhnya. Lalu, dilanjutkan


belajar menggunakan kaki untuk belajar.
b. Perkembangan dimulai dari batang tubuh kearah luar Misalkan, anak
akan lebih dahulu menguasai penggunaan telapak tanganya untuk
menggenggam, sebelum ia mampu meraih benda dengan jari-jarinya.
Setelah kedua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar
mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain Seperti melempar,
menendang, berlari, menulis dan sebagainya.

2.2.3 Bidang Perkembangan


Untuk menggambarkan dan menilai dengan akurat kemajuan anak,
dibutuhkan kerangka kerja perkembangan. Ada enam area atau bidang
perkembangan utama yaitu fisik, motorik, perseptual, kognitif, berbicara
dan berbahasa serta personal-sosial (Kemenpan, 2011)
a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah proses yang sangat bersifat individual

karena ditentukan oleh keturunan dan sangat dipegaruhi oleh kondisi

lingkungan. Proses ini bertanggung jawab dalam perubahan bentuk

badan, proporsi dan juga ukuran tubuh secara keseluruhan.

b. Perkembangan motorik

Kemampuan anak untuk bergerak dan mengendalikan bagian

tubuhnya adalah fungsi utama dari bidang ini. Perbaikan (refinement)

dari perkembangan motorik bergantung pada kematangan otak, input

dari sistem sensorik, meningkatnya jumlah dan ukuran urat dan otot,

sistem saraf yang sehat dan kesempatan untuk berlatih. Kegiatan

motorik dalam tahap awal fase bayi murni bersifat refleksif dan
17

hilang ketika kontrol sengaja anak mulai berkembang. Jika reflek

awal ini tidak muncul pada waktu yang tepat dalam tahapan

perkembangan, hal ini bisa menjadi indikasi adanya masalah saraf.

Dalam kasus ini evaluasi medis harus dilakukan. Tiga prinsip yang

mengatur perkembangan motorik:

1. Cephalocaudal

Perkembangan tulang dan otot yang dimulai dari kepala

sampai jari kaki. Bayi pertama-tama belajar untuk mengendalikan

otot yang menunjang kepala dan leher, lalu tubuh, dan kemudian

segala hal yang memungkinkannya menjangkau benda. Otot

untuk berjalan berkembang belakangan.

2. Proximodistal

Perkembangan tulang dan otot yang dimulai dengan

meningkatnya pengendalian otot yang paling dekat dengan bagian

dekat tubuh, secara bertahap bergerak kebagian luar menuju ke

bagian luar yang jauh dari titik tengah menuju kebagian tangan

dan kaki. Pengendalian dari kepala dan leher dicapai sebelum anak

dapat mengambil semua benda dengan menggunakan ibu jari dan

jari telunjuk (memungut dengan menjepit atau jari berhadapan

dengan ibu jari).

3. Perbaikan (refinement)
18

Perkembangan otot dari yang umum menuju yang spesifik

baik dari kegiatan motorik kasar maupun motorik halus. Dalam

perbaikan kegiatan keterampilan motorik kasar, contohnya, anak

berumur dua tahun dapat berusaha melempar sebuah bola namun

hanya mencapai jarak pendek. Anak yang sama, dalam beberapa

tahun kedepan, dapat melemparkan bola ke suatu lubang dengan

cepat dan akurat. Sedangkan untuk keterampilan motorik halus,

bandingkan usaha anak berumur dibawah tiga tahun untuk

memakan sendiri dengan anak berumur delapan tahun yang

termotivasi (apapun alasannya) untuk menunjukkan tata kramanya

dimeja makan.

c. Perkembangan perseptual

Perkembangan ini mengacu pada cara yang semakin kompleks

yang dilakukan seorang anak untuk menggunakan informasi yang dia

terima melalui panca indra: penglihatan, pendengaran, perabaan,

penciuman, pengecapan dan posisi tubuh. Dapat dikatakan bahwa

persepsi adalah faktor signifikan yang menentukan dan menyelaraskan

fungsi dari panca indra ini, secara terpisah atau gabungan. Proses

perseptual juga memampukan individu untuk fokus pada hal-hal

yang relevan pada suatu waktu dan menyaring hal-hal yang tidak

relevan. Tiga aspek perkembangan perseptual adalah sebagai

berikut:

1) Multi-indera
19

Informasi biasanya diterima melalui lebih dari satu alat

indera pada saat yang bersamaan. Ketika mendengarkan seorang

pembicara, kita menggunakan penglihatan (melihat ekspresi wajah

dan gerak tubuh) dan pendengaran (mendengarkan kata-katanya).

2) Pembiasaan (habituation)

Adalah kemampuan untuk mengabaikan segala sesuatu selain

hal yang penting pada suatu situasi. Sebagai contoh: seorang anak

yang tidak menyadari percakapan dibelakangnya tetap memusatkan

perhatiannya pada buku.

3) Integrasi indra

Proses ini merupakan terjemahan dari informasi indra ke perilaku

fungsional; anak usia lima tahun melihat sebuah mobil datang dan

dia menunggunya sampai lewat.

d. Perkembangan kognitif

Perkembangan ini merupakan perluasan dari kemampuan

mental atau intelektual anak. Kognisi meliputi pengenalan, pemrosesan

dan pengaturan informasi serta penggunaan informasi dengan tepat.

Proses kognisi ini mencakup kegiatan mental seperti menemukan,

menginterpretasi, memilah, mengelompokkan dan mengingat. Untuk

anak yang usianya lebih tua, proses kognisi ini berarti mengevaluasi

gagasan, menyatakan pendapat, memecahkan masalah, memahami

aturan dan konsep, berfikir kedepan, dan memvisualisasikan


20

kemungkinan atau konsekuensi. Perkembangan kognitif adalah proses

interaksi yang berlangsung antara anak dan pandangan perseptualnya

terhadap sebuah benda atau kejadian disuatu lingkungan. Mungkin

bisa kita katakan bahwa tidak ada satupun dari perkembangan kognitif

maupun perseptual yang bisa berjalan tanpa bergantung satu sama

lain.

e. Perkembangan berbahasa

Bahasa sering didefinisikan sebagai sebuah sistem simbol, secara

lisan, dan dengan menggunakan gerak tubuh (melambai,

mengerutkan dahi, gemetar ketakutan), yang memungkinkan kita

untuk berkomunikasi satu sama lain. Perkembangan bahasa yang

normal bersifat teratur, bertahap dan bergantung pada kematangan

dan kesempatan belajar. Pada anak berusia tiga atau empat tahun,

anak belajar menyusun kata-kata untuk membentuk kalimat sederhana

kemudian diikuti kalimat gabungan yang masuk akal karena anak

telah belajar konstruksi tata bahasa yang tepat. Antara lima sampai

tujuh tahun, sebagian besar anak telah terampil menyampaikan

pemikiran dan gagasan mereka secara lisan. Banyak anak dalam usia

ini menguasai 14.000 kata atau lebih, yang mungkin dapat berkembang

menjadi dua atau tiga kali lipat selama fase anak menengah,

tergantung pada lingkungan berbahasa anak. Perkembangan bahasa dan

aturan-aturan pemakaiannya juga dipengaruhi oleh jenis bahasa yang

anak dengar di rumah, sekolah dan masyarakat.


21

f. Perkembangan personal dan sosial


Perkembangan ini adalah area yang luas yang mencakup
perasaan anak terhadap diri sendiri dan hubungan mereka dengan
orang lain. Hal ini mengacu pada perilaku dan respons anak untuk
bermain dan berkegiatan serta kedekatan mereka dengan anggota
keluarga, pengasuh, guru dan teman-teman. Peran gender, kemandirian,
moralitas, kepercayaan, dan penerimaan terhadap peraturan merupakan
aspek dasar perkembangan personal dan sosial. Keluarga dan nilai
budayanya adalah pengaruh utama dalam membentuk perkembangan
sosial anak dan ciri kepribadian dasar. Dalam menggambarkan
perkembangan personal dan sosial, harus diingat bahwa anak
berkembang dengan kecepatan yang berbeda. Perbedaan individu
dalam latar belakang genetika dan budaya, status kesehatan, faktor-
faktor seperti pengalaman dalam pengasuhan anak adalah penyebab
keragaman ini.

2.4 Konsep Pola Asuh Orang Tua


2.4.1 Defenisi Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh adalah pengasuhan anak yang berlaku dalam keluarga,
yaitu bagaimana keluarga membentuk perilaku generasi berikut sesuai
dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan
masyarakat (Jannah, 2017). Menurut Asri (2017), pola asuh orang tua
dalam perkembangan anak merupakan cara yang digunakan dalam
proses interaksi berkelanjutan antara orang tua dan anak untuk
membentuk hubungan yang hangat dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan kemampuan anak yang meliputi perkembangan
motorik halus, motorik kasar, bahasa dan kemampuan sosial sesuai
dengan tahap perkembangannya.

2.4.2 Dimensi Pola Asuh


22

Pola asuh orang tua terdiri dari 2 demensi yaitu parent

warmth (dimensi kehangatan) dan parent control (dimensi kendali)

yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Dimensi kehangatan menunjukkan bahwa respon dan afeksi pada anak.

Sedangkan dimensi kendali adalah aspek dimana orang tua

mengendalikan perilaku anak untuk memastikan bahwa peraturan

mereka dipatuhi (Yulita, 2014).

2.4.3 Kategori Pola Asuh


Menurut Yulita (2014), terdapat empat kategori pola asuh yang

dilakukan orang tua yaitu :

a. Permissive

Pola asuh permissive, orang tua bersikap menerima, murah hati

dan agak pasif dalam hal kedisiplinan, menerima seluruh tingkah

laku anak, mengabulkan setiap permintaan anak / terlalu

memberikan perhatian yang berlebihan tanpa menegakkan

otoritasnya sebagai orang tua.

b. Authoritarian

Pola asuh authoritarian, orang tua menjunjung tinggi

kepatuhan, kenyamanan dan disiplin yang berlebihan/orang tua lebih

menekankan pemberian hukuman terhadap kesalahan, tanya jawab

verbal dan penjelasan tidak diterapkan.

c. Authoritative
23

Orang tua yang menerapkan pola asuh authoritative

memperlihatkan kehangatan tetapi keras, menjunjung tinggi

kemandirian tetapi menuntut tanggung jawab.

d. Neglectfull

Pola asuh neglectfull, orang tua memberikan kendali dan afeksi

yang rendah pada anaknya, mereka membiarkan anak mengambil

keputusan sendiri, orang tua dan anak tidak ada kedekatan emosi dan

orang tua cenderung mengabaikan kesejahteraan anak.

Menurut Muthmainnah (2012) pola asuh orang tua dapat

dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu :

a. Pola Asuh Positif

Dikatakan positif ketika orang tua mampu bersikap positif

kepada anak yang akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang

positif serta sikap menghargai diri sendiri.

b. Pola Asuh Negatif

Dikatakan pola asuh negatif bila orang tua sering melakukan

hal-hal negatif seperti suka memukul, mengabaikan, kurang

memperhatikan, menghina, melecehkan, bersikap tidak adil, tidak pernah

memuji, suka marah-marah dan lain-lain yang dianggap sebagai

hukuman akibat kekurangan, kesalahan ataupun kebodohan dirinya.

Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan

menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk


24

dikasihani, disayangi, dan dihargai dan semua itu akibat kekurangan

yang ada padanya sehingga orang tua tidak memberikan kasih

sayang.

Menurut Yulita (2014), secara sfesifik, pola asuh positif dan negatif

yang diberlakukan orag tua pada anaknya dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 2.1
Bentuk Pola Asuh Positif dan Negatif
No Pola Asuh Positif Pola Asuh Negaif
Poin A Poin B
1 Melihat dan memberlakukan Melihat dan memberlakukan
anak sebagai “titipan”. anak sebagai “hak milik”.
2 Mengasuh dan Berusaha untuk membentuk
mengembangkan anak supaya anak sesuai dengan keinginan
anak menjadi dirinya sendiri. orang tua
3 Sangat menghormati dan Menjadi teman yang tidak
mendukung anak. menyenangkan dan menekankan
kalau orang tua tidak bisa
menjadi teman bagi anak.
4 Selalu tegas dan tetap fokus Mengalah terhadap keinginan
pada usaha untuk mencari anak atau orang tua.
faktor penyebab dan mencari
solusi.
5 Membimbing Kontrol
6 Mengajarkan dan mendidik Mencoba untuk sempurna.
bahwa kesalahan dan
kegagalan adalah keadaan
agar kita dapat mengambil
pelajaran untuk menjadi lebih
baik
7 Melibatkan anak untuk Memberikan hukuman.
mencari jalan keluar yang
terbaik.
8 Menawarkan pengawasan Sangat melindungi.
yang pada tempatnya.
9 Mengajarkan yang berguna Memberikan atau mencari jalan
dalam kehidupan. keluar untuk anak.
10 Berusaha masuk ke dunia Selalu berpikir dari kacamata
25

anak. orang tua.


11 Menaruh kepercayaan dan Selalu merasa khawatir atau
keyakinan pada anak. takut.
12 Berusaha agar anak belajar Selalu merasa kesal jika anak
dari perilaku atau kejadian berperilaku tidak sesuai dengan
yang tidak menyenangkan. keinginan orang tua.
13 Memiliki persepsi bahwa Mempunyai persepsi bahwa
kecerdasan intelektual kecerdasan intelektual adalah
membuat anak menjadi faktor utama yang akan
mampu dan kecerdasan membuat anak sukses kemudian
emosionallah yang membuat hari.
anak sukses dan mampu
meraih segala potensi yang
ada dalam dirinya.

Menurut Yulita (2014), untuk menentukan dan mengetahui pola

asuh yang dilakukan orang tua pada anak usia pra sekolah dapat

dilakukan dengan cara menanyakan ke 13 item bentuk pola asuh. Pola

asuh orang tua dikategorikan positif jika poin A > poin B. Pola asuh

orang tua dikategorikan negatif jika poin B > poin A.


26

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Pola asuh orang tua terdiri dari 2 demensi


yaitu :
1. parent warmth (dimensi kehangatan) Anak Pra Sekolah
2. parent control (dimensi kendali) Prasekolah
(Yulita, 2014). (Wardani, 2016)

Sumber : (Yulita, 2014) & (Wardani, 2016)

Anda mungkin juga menyukai