LP

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

MATA KULIAH PRAKTIK KEPERAWATAN DASAR

DOSEN PEMBIMBING :

YUNI ASTINI S.KM., M.Kes.

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIKA NOVITA SARI

NIM : 1914401038

KELAS : TINGKAT 2 D3 REGULER 1

POLTEKKES TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN TYPUS ABDOMINALIS

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Penyakit Typus Abdominalis

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Typhi, typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan kesadaran dan saluran pencernaan(Mansjoer,2003).

Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosadan
hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang
berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhi(Muttaqin dan Sari, 2011).

Typus abdominalis adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan
gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh ‘Salmonella Typhosa”, Salmonella
Paratyphi”A, B, dan C. penularan terjadi secara fekal oral, melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi terutama “carrier”ini mungkin
penderita yang sedang sakit (“carrierakut”), “carrier” menahun yang terus
mengeluarkan kuman atau “carrier” pasif yaitu mereka yang mengeluarkan kuman
melalui eksketa tetapi tak pernah sakit, penyakit ini endemic di Insonesia (Ngastiyah,
2005).

2. Etiologi

Etiologi typus abdominalis adalah salmonella typhi, salmonella paratyphiA,


salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C(Arif Mansjoer, 2003). Sedangkan
menurut Rampengan (2007) menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi
kuman salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif,
tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Kuman ini dapat
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yangsedikit lebih rendah,
serta mati pada suhu 700C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa
kuman ini hanya menyerang manusia.

Salmonella typhosa mempunyai tiga macam antigen, yaitu:

1.Antigen O= Ohne Hauch= antigen somatik (tidak menyebar)

2.Antigen H= Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil

3.Antigen V1= Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan


pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin.

3. Patofisiologi

Kuman Salmonella thypiyang masuk ke saluran cerna akan di telan oleh sel-
sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang yang ada di dalam
lamina propia. Sebagian dari salmonella thypi ada yang masuk ke usus halus
mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid usus halus (plak Peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Kemudian Salmonella thypimasuk melalui folikel limpa ke
saluran limpatik dan sirkulasi darah sisitemik sehingga terjadi bakterimia. Bakteremia
pertama-tama menyerang sistem retikulo endothelial (RES) yaitu : hati, limpa dan
tulang kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh yaitu sistem
saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa.

Usus yang terserang umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian usus halus
yang lain dan kolon proksimal juga terserang. Pada mulanya, plakat Peyer penuh
dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di
mukosa usus.

Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih
besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak Peyer yang ada di sana.
Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan
perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringanparut dan fibrosa.
Masuknya kuman dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan tanda dan
gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari dan akan
menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini deisebut demam
intermitten. Disamping peningkatan suhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai
akibat penurunan motilitas usus, namun hal ini tidak selalu terjadi. Setelah kuman
melewatai fase awal intestinal, kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda
peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-tanda infeksi pada RES seperti
nyeri perut kanan atas, splenomegali, dan hepatomegali.

Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi dengan tanda-
tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia
dan berlangsung terus-menerus (demam kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemis,
penurunan peristaltic, gangguan digesti dan absorbsi sehingga akan terjadi distensi,
diare dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdaraha usus,
perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltic menurun
bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran.

4. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala  Patwhay


Manifestasi klinis typus abdominalis tidak khas dan sangat bervariasi. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi manifestasi klinis dan beratnya penyakit adalah
strain salmonella typhi, jumlah mikro organisme yang tertelan, keadaan umum dan
status nutrisi, status imunologi faktor genetik. Pemberian antibiotika khususnyya
kloram fenikol dapat mengubah perjalan penyakit, mengurangi komplikasi dan angka
kematian. Dalam 48 jam setelah pemberian antibiotika penderita akan merasa lebih
baik dan dalam 4-5 hari suhu badan kembali normal (Muttaqin, 2011).

Masa inkubasi typus abdominalis berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara
3-60 hari) bergantung jumlah strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimptomatis (Soegeng, 2002).

Setelah masa inkubasi penderita menujukkan gejala klinis. penyakit ini berjalan
secara perlahan tetapi bisa juga timbul secara tiba-tiba. Demam makin lama makin
tinggi tetapi dapat pula remiten atau menetap. Pada awalnya suhu meningkat secara
bertahap menyerupai anak tangga selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam
hari. Akan tetapi demam bisa pula mendadak tinggi (Soegeng, 2002).

Setelah suhu mencapai sekitar 400C kemudian akan menetap selama minggu
kedua, mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga dan mencapai normal
kembali pada minggu keempat. Sedangkan bayi dan anak kecil mempunyai pola
panas yang tidak beraturan. Pada anak besar demam sering kali disertai menggigil
(Soegeng, 2002).

Gejala penyakit ini baru bisa diketahui secara spesifik setelah virus telah cukup
berkembang biak di organ, yang kadang kurang memicu kesadaran jadi sering kali
baru diobati dengan benar setelah gejala terindentifikasi dengan spesifik dan jelas,
bahkan ketika gejala stadium penyakit sudah cenderung kritis.

1. Gejala awal yang perlu dikenali, yang dialami selama beberapa hari yaitu :
2. Gejala tipus ringan (paratipus), yaitu:
3. Gejala tipus stadium lanjut, yaitu: muncul gejala kuning, karena pada tipus
organ hati bisa membengkak seperti gejala hepatitis.

 Demam lebih seminggu, mulainya seperti flu akan tetapi jika tipus umumnya
muncul sore dan malam hari.
 Demam sukar turun
 Nyeri kepala hebat
 Perut terasa tidak enak
 Tidak bisa buang air besar

 Lidah tampak putih susu, bagian tepinya merah terang


 Bibir kering
 Kondisi fisik lemah

Sedangkan komplikasi yang akan terjadi pada penyakit tipus, pada umumnya
muncul setelah minggu kedua demam, yaitu jika mendadak suhu turun dan disangka
sakit sudah sembuh, sementara itu denyut nadi makin meinggi, perut melilit dan
pasien tampak sakit berat. Kondisi seperti membutuhkan pertolongan gawat darurat,
karena isi usu yang tumpah ke ronggo perut harus secepatnya dibersikan.

5. Pemeriksaan Penunjang

Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu dilakukan


pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-pemeriksaan sebagai
berikut :
1.   Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
2.   Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
3.   Uji Widal
 Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum
klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
Thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1).    Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2).    Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3).    Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4.   Pemeriksaan SGOT/SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

6. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan Rampengan (2007) menyatakan bahwa : penderita yang dirawat


dengan diagnosis praduga typus abdominalis harus dianggap dan dirawat sebagai
penderita typus abdominalisyang secara garis besar ada 3 bagian, yaitu:
1.Perawatan
Penderita typus abdominalisdirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah
baring sempurna seperti pada perawatan typus abdominalisdi masa lalu. Mobilisasi
dilakukan sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita. Pada penderita
dengan kesaadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi. Tanda
komplikasi typus abdominalisyang lain termasuk buang air kecil dan buang air besar
juga perlu mendapat perhatian.
Mengenai lamanya perawatan di rumah sakit, sampai saat ini sangat bervariasi
dan tidak ada keseragaman. Hal ini sangat bergantung pada kondisi penderita serta
adanya komplikasi selama penyakitnya berjalan.

2.Diet
Di masa lalu, penderita diberi diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian bubur
kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Banyak
pendderita tidak senang diet demikian karena tidak sesuai dengan seleradan ini
mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita semakin mundur dan masa
penyembuhan menjadi semakin lama.
Beberapa peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan
keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat
diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan kebutuhan baik kalori,
protein,elektrolit, vitamin, maupun mineral, serta diusahakan makanan yang
rendah/bebas selulosa dan menghindari makanan yang sifatnya iritatif. Pada penderita
dengan gangguan kesadaran pemasukan makanan harus lebih diperhatikan.
Pemberian makanan padat dini banyak memberikan keuntungan, seperti dapat
menekan turunnya berat badan selama perawatan, masa di rumah sakit lebih
diperpendek, dapat menekan penurunan kadar albumin dalam serum dan dapat
mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.

3.Obat-obatan
Typus abdominalismerupakanpenyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi
sebelum adanya obat-obatan antimikroba (10-15%). Sejak adanya obat antimkroba
terutama kloramfenikol angka kematian menurun secara drastis (1-4%).

Obat-obatan yang sering digunakan yaitu : (Wijaya, Andra dan Yessie(2013)):

a.Klorampenikol : Di Indonesia klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama


untuk pengobatan typus. Dosis yang diberikan 4 x 500mg perhari dapat diberikan
oeroral atau intravena, diberikan samapi dengan 7 hari bebas demam.

b.Tiampenikol Dosis dan efektivitas tiampenikol pada typus hampir sama dengan
klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastic lebih rendah dari
klorampenikol. Dosis 4 x 500mg diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas demam.

c.Kotrimoksazol Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2


mingggu.

d.Ampicillin dan amoksisislin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan


denganklorampenkol, dosis diberikan 50-150mg/kgBB dan digunakan selama 2
minggu.e.Seflosporin generasi ke tigaHingga saat ini golongan sefalosprin generasi
ketiga yang terbukti efektif untuk typusadalah safelosforin, dosis yang dianjurkan
adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari
selama 3 sampai 5 hari.

7. Referensi

https://adhienbinongko.wordpress.com/2012/12/01/typhus-abdominalis-eidemiologi-
penyakit-menular/

http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/P17210176028/12_BAB_2.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/127/jtptunimus-gdl-wahyuniuta-6308-2-
bab2.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/126/jtptunimus-gdl-extaribdiy-6273-2-
babii.pdf
B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR

Gangguan kebutuhan fisiologis Masalah yang terjadi pada gangguaan kebutuhan


fisiologis diantaranya:
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan. Pada umumnya mengalami peningkatan
suhu tubuh sebagai salah satu manifestasi adanya proses infeksi kuman salmonella
thyposa. Meningkatnya metabolisme tubuh dan kehilangan cairan karena
meningkatnya insensibel water loss (IWL) juga merupakan penyebab dari gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan. Gangguan kebutuhan cairan juga dapat terjadi sebagai
akibat diare dan muntah pada anak yang mengalami demam thypoid, yang biasanya
terjadi pada minggu pertama timbulnya panas. Hal ini terjadi karena terjadi
proliperasi pada sistem pencernaan yang dimanifestasikan dengan diare.

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


juga biasanya menyertai anak yang mengalami demam thypoid, hal ini karena terjadi
infeksi dan proses implamasi pada saluran pencernaan oleh kuman salmonella
thyposa terutama pada usus halus yang berfungsi untuk mengabsorpsi makanan
secara adekuat. Selain itu sering muncul manifestasi lidah kotor/lidah putih yang
menyebabkan nafsu makan menurun, maka gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
dapat terjadi.

C. PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien

Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,pendidikan, nomor


registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan,tinggi badan, berat badan, tanggal
masuk rumah sakit.

b. Keluhan Utama
Pada pasien Thypoidbiasanya mengeluh perut merasa mual dankembung, nafsu
makan menurun, panas dan demam.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Karena sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Typhoid.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoidadalah demam,anoreksia, mual,
muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat,nyeri kepala/pusing, nyeri otot,
lidah tifoid (kotor), gangguankesadaran berupa somnolen sampai koma.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderitaThypoid atau sakit
yang lainnya.

f. Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1). Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkanmasalah
dalam kesehatannya.
2). Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor,
dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3). Pola aktifitas dan latihan

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien
akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

4). Pola tidur dan aktifitas

Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang


meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktutidur.

5). Pola eliminasi

Kebiasaan dalam buang air kecilakan terjadi retensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

6). Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah
akan terjadi perubahan.

7). Pola persepsi dan pengetahuan


Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.

8). Pola persepsi dan konsep diri

Terjadi perubahan apabila pasien tidak efektifdalam mengatasi masalah


penyakitnya.

9). Pola penanggulangan stress.

Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.

10). Pola hubungan interpersonal

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal


dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

11). Pola tata nilai dan kepercayaan.

Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

h. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas,pucat, mual, perut
tidak enak, anoresia.

b. Kepala dan leher


Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,konjungtiva
anemia, muka tidak edema, pucat/bibirkering, lidahkotor, ditepi dan ditengah merah,
fungsi pendengran normal lehersimetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

c. Dada dan abdomen


Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen tepatnya
sebelah kanan atas ditemukan nyeri tekan.

d. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping
hidung.
e. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan denyut nadi meningkat saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.

f. Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

g. Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare karena mal absorbsi nuutrien atau
konstipasikarena efek dehidrasi dalam waktu lama, sehingga produk kemih pasien
bisa mengalami penurunan (kurang dari normal).

h. Sistem muskuloskeletal
Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.

i. Sistem endokrin

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjartiroid dan tonsil.

j. Sistem persyarafan

Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma pada penderita
penyakit thypoid.

i. Pemeriksaan penunjang.

a). Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif,
dan aneosinofilia pada permukaan sakit.

b). Darah untuk kultur (biakan, empedu).

c). Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalamurine dan feces.

d). Pemeriksaan widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri


sallmonella typhii. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita demam typhoid akibat adanya infeksi salmonella typhiimaka
penderitamembuat antibodi (aglutinin) yaitu:
1). Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri.

2). Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella bakteri.

3). Aglutinin Vi : karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpaibakteri.

Dengan ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan


untuk diagnosis. Demam Typhidsemakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Typhoid.

2. PERENCANAAN

a. Diagnosa Keperawatan :

Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus demam typhus abdominalis yaitu sebagai berikut :
a.   Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
c. Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kurangnya asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual
dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan
kurangnya informasi.

c. Intervensi Keperawatan      


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1. Suhu dalam batas normal.
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
3. Turgor kulit elastis
4. Pengisian kapiler kurang dari 3.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan


makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak memadai
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi mual dan kembung
b. Nafsu makan meningkat
c. Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan
d. Berat badan meningkat/normal

3. Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan


kurangnya asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh memadai.
Kriteria hasil :
a.     Asupan (intake) dan keluaran (output) cairan seimbang
b.     Tanda-tanda vital dalam batas normal
c.     Membran mukosa lembab.
d.    Pengisian kapiler baik (<3).
e.     Produksi urine normal.
f.      Berat badan normal.
g.     Hematokrit dalam batas normal.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi


(mual dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
Tujuan : toleran terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
a.     Tidak ada keluhan lelah
b.     Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.
c.     Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.

5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan


kurangnya informasi.
Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.
 Kriteria hasil : pasien dapat menjelaskan penyakitnya, perawatan penyakit tersebut,
pengobatannya, waktu kontrol ulang.

d. Rencana tindakan
   Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
klien pada dasarnya sesuai dengan masalah yang  ditemukan pada klien dengan
demam tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. 
Perencanaan berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang
akan digunakan itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan
susunan diagnosa keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat  sebagai berikut
:

1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1. Suhu dalam batas normal.
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
3. Turgor kulit elastis
4. Pengisian kapiler kurang dari 3.
5. Membrane mukosa

Intervensi Rasional
 Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2  Tindakan ini sebagai dasar untuk
atau 4 jam. menentukan intervensi.
 Observasi membrane mukosa,  Untuk mengidentifikasi tanda-
pengisian kapiler, dan turgor tanda dehidrasi akibat panas.
kulit.  Kebutuhan cairan dalam tubuh
 Berikan minum 2-2,5 liter sehari cukup mencegah terjadinya panas.
selama 24 jam.  Kompres hangat memberi efek
 Berikan kompres hangat pada vasodilatasi pembuluh darah,
dahi, ketiak, dan lipat paha. sehingga mempercepat penguapan
 Anjurkan pasien untuk tirah tubuh.
baring (bed rest) sebagai upaya  Menurunkan kebutuhan
pembatasanaktivitas selama fase metabolisme tubuh sehingga turut
akut. menurunkan panas.
  Anjurkan pasien untuk  6.  Pakaian tipis memudahkan
menggunakan pakaian yang tipis penguapan panas. Saat suhu tubuh
dan menyerap keringat. naik, pasien akan banyak
 Berikan terapi obat golongan mengeluarkan keringat.
antipiretik sesuai program medis  Untuk menurunkan atau
evaluasi efektivitasnya. mengontrol panas badan.
 Pemberian antibiotik sesuai  Untuk mengatasi infeksi dan
program medis. mencegah penyebaran infeksi.
 Pemberian cairan parenteral  Penggantian cairan akibat
sesuai program medis. penguapan panas tubuh.

 observasi hasil pemeriksaan darah  Untuk mengetahui perkembangan


dan feses. penyakit tipes dan efektivitas
 Observasi adanya peningkatan terapi.
suhu secara terus-menerus,  Peningkatan suhu secara terus-
distensi abdomen, dan nyeri menerus setelah pemberian
abdomen. antiseptik dan antibiotik,
kemungkinan mengindikasikan
terjadinya komplikasi perforasi
usus.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


asupan makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual,
dan kembung.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak memadai
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi mual dan kembung
b. Nafsu makan meningkat
c.Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan
d. Berat badan meningkat/normal
Intervensi Rasionalisasi
 Kaji pola makan dan status  Sebagai dasar untuk menentukan
pasien intervensi.
 Berikan makan yang tidak  Mencegah iritasi usus dan distensi
merangsang (pedas, asam, dan abdomen.
mengandung gas).  Mencegah terjadinya iritasi usus
 Berikan makanan lunak selama dan komplikasi perforasi usus.
fase akut (masih ada panas atau  Mencegah rangsangan
suhu lebih dari normal). mual/muntah.
 Berikan makan dalam porsi kecil  Untuk mengetahui masukan
tapi sering. makanan/penambahan berat
 Timbang berat badan pasien badan.
setiap hari.
6.      Lakukan perawatan mulut secara 6.      Meningkatkan nafsu makan.
teratur dan sering.
7.      Jelaskan pentingnya asupan nutrisi 7.      Agar pasien bersikap kooperatif dalam
yang memadai pemenuhan nutrisi.

8.      Berikan terapi antiematik sesuai 8.      Untuk mengontrol mual dan muntah,


program medis. sehingga dapat meningkatkan masukan
makanan.
9.      Berikan nutrisi parenteral sesuai 9.      Untuk mengistirahatkan gastrointestinal
program terapi medis, jika pemberian dan memberikan nutrisi penting untuk
makanan oral tidak dapat diberikan. metabolisme tubuh.

3. Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan


dengan kurangnya asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh memadai.
Kriteria hasil :
a.     Asupan (intake) dan keluaran (output) cairan seimbang
b.     Tanda-tanda vital dalam batas normal
c.     Membran mukosa lembab.
d.    Pengisian kapiler baik (<3).
e.     Produksi urine normal.
f.      Berat badan normal.
g.     Hematokrit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
 Observasi tanda-tanda vital setiap  Hipotensi, takikardia, dan demam
4 jam. menunjukkan respon terhadap
 Monitor tanda-tanda kekurangan kehilangan cairan tubuh.
cairan (turgor kulit tak elastis,  Tanda-tanda tersebut
produksi urine menurun, menunjukkan kehilangan cairan
membran mukosa kering, bibir berlebihan/dehidrasi.
pecah-pecah, dan pengisian  Untuk mendeteksi keseimbangan
kapiler lambat). cairan dan elektrolit.
 Observasi dan catat masukan serta  Untuk pemenuhan kebutuhan
keluaran cairan setiap 8 jam. cairan tubuh.
 Berikan cairan per oral 2-2,5 liter  Berat badan merupakan indikator
per hari, jika pasien tidak muntah. kekurangan cairan dan status
 Timbang berat badan pasien nutrisi.
setiap hari dengan alat ukur yang  Untuk memperbaiki kekurangan
sama. volume cairan.
 Berikan cairan parenteral sesuai  Indikator status cairan pasien,
program medis. evaluasi adanya hemokonsentrasi.
 Awasi data laboratorium
(hematokrit).

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi


(mual dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
Tujuan : toleran terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
a.     Tidak ada keluhan lelah
b.     Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.
c.     Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.

Intervensi Rasional
 Kaji tingkat toleransi pasien  Sebagai dasar untuk menentukan
terhadap aktivitas. intervensi
 Kaji jumlah makanan yang  Untuk mengidentifikasi asupan
dikonsumsi pasien. nutrisi pasien
 Anjurkan tirah baring (bed rest)  Untuk menurunkan metabolisme
selama fase akut. tubuh dan mencegah iritasi usus
 Jelaskan pentingnya pembatasan  Untuk mengurangi gerak
aktivitas selama perawatan. peristaltik usus, sehingga
 Bantu pasien melakukan mencegah iritasi usus.
aktivitas sehari-hari sesuai  Kebutuhan aktivitas pasien
kebutuhan. terpenuhi dengan energi
 Melibatkan keluarga dalam minimal, sehingga mengurangi
pemenuhan kebutuhan gerak peristaltik usus.
kebutuhan aktivitas sehari-hari.  Partisipasi keluarga
 Berikan kesempatan kepada meningkatkan sikap bekerja
pasien untuk melakukan sama pasiendalam perawatan.
aktivitas sesuai kondisinya (jika  Meningkatkan partisipasi pasien
telah bebas panas selama dapat meningkatkan harga diri
beberapa hari, hasil laboratorium pasien dan meningkatkan
menunjukkan perbaikan. toleransi aktivitas
 Berikan terapi multivitamin  Meningkatkan daya tahan tubuh,
sesuai program terapi medis. sehingga meningkatkan aktivitas
pasien

5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan


dengan kurangnya informasi.
Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.
Kriteria hasil : pasien dapat menjelaskan penyakitnya, perawatan penyakit tersebut,
pengobatannya, waktu kontrol ulang.

Intervensi Rasional
 Kaji tingkat pengetahuan pasien  Sebagai dasar menentukan
tentang penyakitnya. intervensi.
 Jelaskan pada pasien tentang  Pasien mendapat kejelasan
penyakit Typhus abdominalis tentang penyakitnya.
(pengertian, penyebab, tanda,  Pasien mendapat kejelasan
dan gejala, pengobatan, serta tentang perawatan di rumah
komplikasi penyakit). setelah pulang dari rumah sakit.
 Jelaskan pada pasien tentang  Untuk mencegah terulangnya
perawatan penyakit. infeksi usus yang yang berasal
 Jelaskan kepada pasien tentang dari makanan, alat makan, dan
pentingnya menjaga kebersihan kebersihan diri yang kurang.
makanan dan kebersihan diri.  Agar pasien mudah mengingat
 Berikan catatan tertulis waktu kapan waktu kontrol yang tepat.
kontrol ulang setelah sakit.

Anda mungkin juga menyukai