Laporan Pendahuluan Mioma Uteri Punya Ubay
Laporan Pendahuluan Mioma Uteri Punya Ubay
Laporan Pendahuluan Mioma Uteri Punya Ubay
A. Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan
ikat sehingga disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Mansjoer, 2001).
Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. (www.Infomedika.
Htm,2004). Dapat disimpulkan bahwa Mioma Uteri adalah suatu pertumbuhan tumor
jinak dari otot – otot polos, tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikat, neoplasma yang
berasal dari otot uterus yang merupakan jenis tumor uterus yang paling sering, dapat
bersifat tunggal, ganda, dapat mencapai ukuran basar, biasanya mioma uteri banyak
terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun.
Sedangkan miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkutan
uterus, miomektomi dilakukan dengan pertimbangan jika diharapkan pada proses
selanjutnya penderita masih menginginkan keturunan. Apabila miomektomi dikerjakan
karena alasan keinginan memperoleh keturunan, maka kemungkinan akan terjadinya
kehamilan setelah miomektomi berkisar ± 30% sampai 50%. (Sarwono, 2005).
C. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui pasti mioma uteri dan diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoclonal
yang dihasilkan dari sebuah neoplastik tunggal. Sel – sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor – faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tumor, disamping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron
dan human growth hormone.
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya
mioma uteri, yaitu :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10%
pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala
klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nulipara atau wanita yang relatif intertil, tetapi sampai
saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya
mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
3. Faktor ras dan ginetik
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma
uteri tinggi. Terlepasnya dan faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan
riwayat keluarga, ada yang menderita mioma. (Bobak, 2004).
Belum diketahui secara pasti, tetapi asalnya disangka dari sel – sel otot yang
belum matang. Di sangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan
teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen pada nulipara,
faktor keturunan juga berperan mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat degeneratif karena
berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Perubahan sekunder meliputi atrofi,
degenerasi hialin, degenerasi kistik, degerasi membantu, marah, lemak.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma,
dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah pertumbuhan epidermal
dan insulin – like growth kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin
berhubungan dengan respon mediasi dengan oleh estrogen terhadap reseptor dan
faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone,
faktor – faktor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh estrogen lebih banyak
pada mioma dari pada miomatrium normal mungkin penting pada perkembangan
mioma. Namun bukti – bukti masih kurang menyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka.
Lebih daripada itu tumor ini kadang – kadang berkembang setelah menopause bahkan
setelah oforektomi bilateral pada usia dini. (Mansjoer, 2001)
D. Patofisiologi
Mioma uteri terjadi karena adanya sel – sel yang belum matang dan pengaruh
estrogen yang menyebabkan sub mukosa yang ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah, sehingga terjadi kontraksi otot uterus yang menyebabkan perdarahan pervaginan
lama dan banyak. Dengan adanya perdarahan pervaginan lama dan banyak akan terjadi
resiko kekurangan volume cairan dan gangguan peredaran darah ditandai dengan adanya
nekrosa dan perlengketan sehingga timbul rasa nyeri. (Price, Sylivia A, 2005).
Pada post operasi akan terjadi terputusnya integritas jaringan kulit dan robekan
pada jaringan saraf perifer sehingga terjadi nyeri akut. Terputusnya integritas jaringan
kulit mempengaruhi proses epitalisasi dan pembatasan aktivitas, maka terjadi perubahan
pola aktivitas. Kerusakan jaringan mengakibatkan terpaparnya agen infeksius yang
mempengaruhi resiko tinggi infeksi.
Pada pasien post operasi akan terpengaruh obat anestesi yang mengakibatkan
depresi pusat pernapasan dan penurunan kesadaran sehingga pola nafas tidak efektif.
(Sarwono, 2005).
E. Manifestasi Klinis
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa – apa
dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus.
Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri
2. Lokalisasi mioma uteri
3. Perubahan – perubahan pada mioma uteri
Gejala klinik terjadi pada sekitar 35 % - 50 % dari pasien yang terkena. Adanya
gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri :
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran. Pengaruh
kehamilan dan persalinan pada mioma uteri :
1. Subfertil (agak mandul) fertile (mandul) dan kadang – kadang punya anak satu.
Terutama pada mioma uteri submucosa.
2. Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.
3. Terjadi kelainan letak janin dan rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak
subserusa.
4. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya
diservik.
5. Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
6. Atonia uteri terutama paksa persalinan : perdarahan banyak, terutama pada mioma
yang letaknya di dalam dinding rahim.
7. Kelainan letak plasenta.
8. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang submukosa
dengan intramural. (Price, Sylivia A, 2005).
1. Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan.
2. Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.
3. Operasi yang dilakukan pada umur kehamilan dibawah 20 minggu harus diberikan
substitusi progesteron :
a. Beberapa sebelum operasi.
b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat
bersamatumor yang dapat menyebabkan abortus.
4. operasi darurat apabila terjadi torsi dan abdomen akut.
5. Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan,
penanganan yang dilakukan :
a. Bila reposisi, kalau perlu dalam narkosa.
b. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan section cesaria dan jangan lupa, tumor
sekaligus diangkat. (Achadiat, 2004).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara
konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
a) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b) Bila anemia , Hb < 8 g% tranfusi PRC.
c) Pemberian zat besi.
d) Pengunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan
sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang
serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum
dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Tetapi
agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan : mengurangi kebutuhan akan
tranfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kehilangan masa tulang
meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. (Mansyoer, 2001).
2. Penanganan operatif, bila :
a) Ukuran tumor lebih basar dari ukuran uterus 12 - 14 minggu
b) Pertumbuhan tumor cepat
c) Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
e) Hipermenorea pada mioma submukosa.
f) Penekanan pada organ sekitarnya.
a) Enukleasi Mioma : Dilakukan pada penderita interfil atau yang masih menginginkan
anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma
uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada
tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan
endometrium, kehamilan berikutnya dengan seksio sesarea.
b) Histerektomi : Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
c) Miomektomi : Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil
sekitar 30–50 %. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan
miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
- 1 hari pasca diagnosa keperawatan
- 7 hari pasca histerektomi / miomektomi
Masa pemulihan :
- 2 minggu pasca diagnosa perawatan
- 6 minggu pasca histerektomi / miomektomi
d) Penanganan radioterapi
1) Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient).
2) Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
3) Bukan jenis submukosa.
4) Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
5) Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. (Achadiat,
2004).
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita mioma uteri adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan sampai terjadi anemia.
2. Torsi tangkai mioma dari :
a. Mioma uteri subserosa.
b. Mioma uteri submukosa.
3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4. Pengaruh timbal balik mioma dan kahamilan.
a. Pengaruh mioma terhadap kehamilan
Infertilitas
Abortus
Persalinan prematuritas dan kelainan letak
Inersia uteri
Gangguan jalan partum
perdarahan post partum.
Retensi plasenta.
b. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri.
Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai (Sarwono,2005).
H. Pengkajian
1. data umum
2. Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama : Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis oprasi adalah rasa
nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri
setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada
rasa nyeri tersebut adalah :
Lokasi nyeri
Intensitas nyeri
Waktu dan durasi
Kwalitas nyeri
b. Riwayat penyakit sekarang (atau masalah kesehatan sekarang)
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.
b. Pemeriksaan ginekologik dengan rahim pemeriksaan bimanual didapatkan tumor
tersebut menyatu dengan rahim atau megisi kavum douglasi.
c. Konsultasi padat, kenyal, permukaan tumor umumnya rata.
d. Pemeriksaan Luar
Teraba masa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat
terbatas atau bebas.
e. Pemeriksaan Dalam
Tumor teraba yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau
bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : Untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT
scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak
memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang
karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma sudah dikenal karena pola gunanya pada
beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus,
lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tidak teratur.
c. Foto BNO/ IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa dirongga pelvis
serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histereskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai
dengan infertilitas.
e. Laporaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap gula arah, tes fungsi hati, ureum,
kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
h. D/K (Dilatasi dan Kuretase) pada penderita yang disertai perdarahan untuk
menyingkirkan kemungkinan patologi pada rahim (hiperplasia atau
adenokarsioma endometrium) (Nikmatur, 2009).
I. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b) Resiko defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan
c) Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
J. Intervensi keperawatan
Teraupetik :
1. Berikan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi
nyeri
(misalnya
akupreasure,te
rapi pijat,
kompres
hangat/dingin
2. Control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri
(misalnya
suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan)
3. Fasilitasi
istirahat dan
tidur
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,peri
ode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
3. Kolaborasi
2 Resiko defisit Setelah dilakukan Menajemen Observasi :
nutrisi b.d asuhan keperawatan, nutrisi 1. identifikasi
ketidak diharapkan keadekuatan status nutrisi
mampuan asupan nutrisi untuk 2. identifikasi
mencerna memenuhi kebutuhan alergi dan
makanan metabolism, dengan intoleransi
kriteria hasil : makanan
1. porsi makanan 3. identifikasi
yang diberikan kebutuhan
meningkat kalori dan
2. verbalisasi jenis nutrisi
keinginan untuk
meningkatkanka Teraupetik :
n nutrisi 1. dilakukan oral
meningkat hygin jika
3. pengetahuan perlu
terhadap pilihan 2. sajikan
makanan yang makanan
sehat meningkat secara menarik
4. pengetahuan dan suhu yang
tentang standar sesuai
asupan nutrisi 3. berikan
yang tepat makanan
meningkat tinggi serat
untuk
mencegah
konstipasi
Edukasi :
1. ajarkan diet
yang
diprogramkan.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan Observasi :
b.d kerusakan asuhan keperawatan, area insisi 1. periksa lokasi
integritas kulit diharapkan factor resiko insisi adanya
infeksi akan hilang dan kemerahan,
tidak ada tanda-tanda bengkak atau
infeksi, dengan kriteria tanda-tanda
hasil : dehisen atau
1. kebersihan eviserasi
tangan 2. monitor proses
meningkat penyembuhan
2. kebersihan area insisi
badan meningkat 3. monitor tanda
3. nyeri menurun dan gejla
4. kultur area luka infeksi
membaik
teraupetik :
1. bersihkan area
insisi dengan
pembersihan
yang tepat
2. usap area
insisi dari area
yang bersih
menuju area
yang kurang
bersih
3. berikan salep
antiseptic jika
perlu
4. ganti balutan
luka sesuai
jadwal
edukasi :
1. jelaskan
kepada pasien
dengan
menggunakan
alat bantu
2. ajarkan
meminimalkan
tekanan pada
tempat insisi
3. ajarkan cara
merawat area
insisi
K. Evaluasi
Evaluasi harus di dasarkan kepada pelaksanaan keperawatan (implementasi) yang telah
dilakukan. Perencanaan di tinjau ulang sesuai kebutuhan berdasarkan temuan evaluasi
(oktariana, 2016) :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
b. Resiko defisit nutrisi b.d ketidak mampuan mencerna makanan
c. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
Daftar Pustaka