5.4. Modul Teori Kepr. Hiv Aids

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 148

KEPERAWATAN

HIV/AIDS

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 1
MODUL
MATA KULIAH TEORI
KEPERAWATAN HIV/AIDS

Penyusun :
Ns. Frana Andrianur, S.Kep., M. Kep dan Tim

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KALIMANTAN
TIMUR
TAHUN 2018

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Buku Modul Mata Kuliah Keperawatan
HIV/AIDS bagi mahasiswa dan pembimbing atau dosen pada semester V Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Kaltim tahap Sarjana Terapan
Keperawatan.

Penyusunan Modul ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa dan
pembimbing atau dosen pada saat pembelajaran di kelas maupun praktik di
laboratorium atau tatanan nyata dalam upaya mencapai tujuan Profesi Ners yang
unggul dan dapat bersaing secara nasional dan global.

Penyusun menyadari bahwa modul teori ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan sehingga bisa memberikan manfaat dalam proses belajar mengajar di
kelas maupun di laboratorium dan klinik.

Samarinda, 08 Januari 2018

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Poltekkes Kemenkes Kaltim,

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., MH. Kes.


NIP. 197512152002121004
DAFTAR ISI

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 3
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................1
Visi dan Misi....................................................................................2
Kata Pengantar.................................................................................3
Daftar Isi..........................................................................................4
Pendahuluan.....................................................................................7
Deskripsi singkat ………………………………………… ...… ..7
Relevansi ………………………………………………………....7
Capaian pembelajaran ………………………………………..….. 8
Kegiatan Belajar 1
Lingkup Kesehatan HIV/AIDS........................................................9
Uraian Materi...................................................................................10
Tes Formatif.....................................................................................17
Daftar Pustaka..................................................................................19

Kegiatan Belajar 2
AsKep Penatalaksanaan Pasien dengan ARV..................................20
Uraian Materi...................................................................................21
Tes Formatif.....................................................................................27
Daftar Pustaka..................................................................................28

Kegiatan Belajar 3
Universal Precaution.......................................................................29
Uraian Materi...................................................................................30
Tes Formatif.....................................................................................35
Daftar Pustaka..................................................................................36

Kegiatan Belajar 4
AsKep pada Ibu Hamil dengan HIV/AIDS......................................37

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 4
Uraian Materi...................................................................................38
Tes Formatif.....................................................................................50
Daftar Pustaka..................................................................................51

Kegiatan Belajar 5
AsKep pada Anak dan Remaja dengan HIV/AIDS ........................52
Uraian Materi...................................................................................53
Tes Formatif.....................................................................................72
Daftar Pustaka..................................................................................73

Kegiatan Belajar 6
AsKep pada Klien dengan Penyalahgunaan NAPZA .....................74
Uraian Materi...................................................................................75
Tes Formatif.....................................................................................92
Daftar Pustaka..................................................................................93

Kegiatan Belajar 7
Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS & Penyalahgunaan NAPZA .....94
Uraian Materi...................................................................................95
Tes Formatif.....................................................................................102
Daftar Pustaka..................................................................................103

Kegiatan Belajar 8
Trend dan Issue Family Centered Care pada ODHA .....................104
Uraian Materi...................................................................................105
Tes Formatif.....................................................................................109
Daftar Pustaka..................................................................................110

Kegiatan Belajar 9
Manajemen Kasus pada HIV/AIDS & Penyalahgunaan NAPZA...111
Uraian Materi...................................................................................112
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 5
Tes Formatif.....................................................................................120
Daftar Pustaka..................................................................................121

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 6
Kegiatan Belajar 10
Prinsip Konseling pada HIV/AIDS & Penyalahgunaan NAPZA ...122
Uraian Materi...................................................................................123
Tes Formatif.....................................................................................133
Daftar Pustaka..................................................................................134

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 7
PENDAHULUAN
Deskripsi Singkat, Relevansi, Tujuan, dan Petujuk Belajar

DESKRIPSI SINGKAT

M
Mata kuliah ini mempelajari tentang trend issue dan perilaku yang berisiko
tertular/menularkan HIV AIDS, Pengkajian bio, psiko, sosial spiritual dan kultural;
pemeriksaan fisik dan diagnostik; tanda dan gejala, dan penatalaksanaan pasien dengan
HIV/AIDS, Prinsip hidup dengan ODHA, family centerd pada ODHA dan stigma pada ODHA, Prinsip
komunikasi konseling pada klien dengan HIV/AIDS, Konseling pada klien dengan HIV/AIDS, Prinsip
perawatan pada bayi dan anak penderita HIV AIDS atau dengan orang tua HIV AIDS, Asuhan
keperawatan pada pasien terminal illnes (palliative care), Pengkajian spiritual dan kultural pada klien
dengan HIV/AIDS dan long term care, Berbagai macam terapi komplementer, Tinjuan agama tentang
penyakit kronis.
Adapun isi deskripsi singkat adalah gambaran isi modul secara keseluruhan yang dimulai dari
modul satu sampai modul yang terakhir. Biasanya yang ditulis adalah seluruh pokok bahasan yang ada.
Bila perlu sampai kepada sub-pokok bahasan. Selain itu ada baiknya dijelaskan kompsisi teori dan
praktek yang terkandung dalam modul.

RELEVANSI

H
al utama yang pertama dijelaskan dalam relevasi adalah keterkaitan isi modul dengan
matakuliah lain. Kedudukannya sebagai prasyarat atau atau lanjutan atau berdiri sendiri.
Kedua, keterakaitan isi modul dengan bidang-bidang pekerjaan tertentu. Ketiga, yang tidak
kalah pentingnya, bagian relevansi ini dapat Anda gunakan untuk meyakinkan pembaca kalau modul
yang Anda tulis benar-benar dapat mencapai tujuan matakuliah dengan cara yang paling efektif dan
efisien.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 8
CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian Pembelajaran Program :


1. Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap
masyarakat dan lingkungannya (CP. S. 04),
2. Mampu menunjukkan sikap empati, caring terhadap klien, keluarga dan masyarakat dalam
melakukan asuhan keperawatan (CP. S. 09),
3. Menguasai konsep teoritis dasar dasar keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif (bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual) (CP. P. 02),
4. Mampu menguasai teori bidang pendidikan kesehatan, pendidikan ketrampilan praktis dan multi
media tertentu untuk membantu pasien agar dapat mandiri dalam mejaga dan merawat
kesehatannya sendiri (CP. P. 13),
5. Mampu melakukan pengkajian, analisa dan merumuskan masalah, merencanakan, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi dengan benar dan memperhatikan etika profesi (CP. KK. 02),
6. Mampu memberikan pendidikan kesehatan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat (CP.
KK. 11).

TUJUAN INSTRUKSIONAL

T
ujuan Instruksional meliputi Tujuan Instruksional Umum atau Tujuan Matakuliah dan Tujuan
Instruksional Khusus atau Tujuan Pokok Bahasan. Tujuan matakuliah adalak kompetensi
umum yang harus dimiliki mahasiswa setelah menyelesaikan matakuliah selama satu
semester. Atau sering disebut target mata kuliah dalam rentang waktu tertentu (satu semester).
Sedangkan Tujuan Instruksional Khusus adalah target dari setiap pokok bahasan.

PETUJUK BELAJAR

A
dalah petunjuk yang harus di ikuti mahasiswa untuk dapat mempelajari isi modul dengan
mudah. Juga hal-hal yang bersifat teknis bila ada. Dengan adanya petunjuk cara mempelajari
modul diharapkan mahasiswa dapat melakukan pembelajaran dengan benar.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 9
Kegiatan Belajar: 1
Lingkup kesehatan pasien HIV/AIDS

 120 Menit

PENDAHULUAN

I
nfeksi HIV dan penyakit AIDS saat ini telah menjadi masalah kesehatan global. Selama kurun
waktu 25 tahun, infeksi HIV telah berkembang dengan pesat, bermula dari beberapa kasus di
area dan populasi tertentu hingga menyebar ke seluruh area dan negara di dunia.
AIDS (acquired immune deficiency syndrome) adalah salah satu penyakit yang termasuk
kategori kronis, yang muncul sehubung dengan adanya infeksi yang disebabkan oleh masuknya virus
yang disebut HIV (human immunodeficiency virus). HIV menyerang dan menurunkan fungsi kekebalan
tubuh manusia, dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pertukaran cairan tubuh saat melakukan
hubngan seksual, melalui darah, melalui air susu ibu yang terpapar HIV, serta melalui penggunaan
jarum suntik secara bersamaan dengan individu yang terpapar HIV. Virus ini secara bertahap membuat
daya tahan tubuh semakin semakin berkurang dan mengarah pada kematian. Sementara hingga saat ini
adalah belum adanya vaksin yang dapat menyembuhkan atau membunuh virus tersebut. Hal ini dapat
membuat penderita AIDS mengalami stress yang tinggi, yang jika tidak diintervensi akan berdampak
negatif bagi kesehatan sehubungan dengan semakin menurunnya fungsi kekebalan tubuh.
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma penyakit defisiensi imunitas
seluler yang didapat, disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sel yang
berfungsi untuk sistem kekebalan tubuh yaitu CD4 (Lymphocyte T-helper). Sejak awal HIV/AIDS
menjadi epidemik di seluruh negara di dunia, para klinisi telah melakukan pemeriksaan jumlah sel CD4
pasien sebagai indikator penurunan sistem imun dan untuk memantau risiko progresivitas dari infeksi
HIV. Pada pertengahan tahun 1990, para klinisi mulai juga memantau secara rutin viral load HIV, yang
secara langsung mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Dari beberapa penelitian, di antaranya yang
dilakukan oleh John Mellors, MD dkk dan Bryan Lau, MD dkk yang ditampilkan pada 14th Annual
Conference on Retroviruses and Opportunistic Infections (14th CROI) di Los Angeles Februari tahun
2007 menunjukkan bahwa pemeriksaan viral load HIV merupakan prediktor yang lebih baik untuk
melihat progresivitas infeksi HIV dibandingkan pemeriksaan jumlah sel CD4.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 10
TUJUAN

Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan lingkup kesehatan
HIV/AIDS untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu
dapat menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis HIV/AIDS.

URAIAN MATERI

A. Definisi HIV/AIDS
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurangan sistem
imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Copstead dan Banasik, 2012).
Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih
infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa)
(Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia &
Lorraine, 2012).
Definisi Kasus Surveilans untuk infeksi HIV dari CDC menurut Sylvia dan Lorraine
(2012) yaitu: kriteria yang direvisi pada tahun 2000 untuk pelaporan tingkat nasional,
mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam satu definisi kasus. Pada orang dewasa , remaja,
atau anak berusia 18 bulan atau lebih, definisi kasus surveilans infeksi HIV dipenuhi apabila
salah satu kriteria laboratorium positif atau dijumpai bukti klinis yang secara spesifik
menunjukkan infeksi HIV dan penyakit HIV berat (AIDS).
Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencangkup reaksi positif berulang terhadap uji-uji
penapisan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji suplementer (misal, ELISA, dikonfirmasi
dengan uji Western blot) atau hasil positif atau laporan terdeteksinya salah satu uji nonantibodi
atau virologi HIV: uji antigen p24 HIV dengan pemeriksaan netralisis, biakan virus HIV, deteksi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 11
asam nukleat (RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai polimerase atau RNA HIV-1
plasma, yang berinteraksi akibat terpajan pada masa perinatal).
Kriteria klinis mencangkup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan pada daftar
kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter atau penyakit-penyakit yang
memenuhi kriteria yang tercakup dalam definisi kasus untuk AIDS. Kriteria untuk definisi kasus
AIDS adalah :
1. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
a. Hitungan sel T CD4+ <200/μI atau
b. Hitungan sel T CD4+ <14% sel T total, tanpa memandang kategori klinis,
simtomatik atau asimtomatik
2. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti :
a. Kondidiasis bronkus, trakea, atau paru
b. Kondidiasis esofagus
c. Kanker serviks, invasive
d. Koksidioidomikosis, diseminata atau ekstraparu
e. Kriptokokus, ekstraparu
f. Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
g. Penyakit sitomegalovirus (selain di hati,limpa, atau kelenjer getah bening)
h. Retnitis sitomegalovirus (disertai hilangnya penglihatan)\
i. Ensefalopati, terkait HIV
j. Harpes simpleks; ulkus (-ulkus kronik lebijh dari 1 bulan; atau bronkitis,
pneumonitis, esophagitis
k. Histoplasmosis, diseminata atau ekstraparu
l. Isosporiasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
m. Sarkoma Kaposi (SK)
n. Limfoma, Burkitt (atau ekivalen)
o. Limfoma, imunoblastik (atau yang ekivalen)
p. Limfoma, primer, otak
q. Mycobacterium avium complex atau Mycobacterium kansasi, diseminata atau ektra
paru
r. Mycobacterium tuberkulosis, semua tempat, paru-paru atau ekstraparu

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 12
s. Mycobacterium, spesies lain atau spesies yang belum teridentifikasi, diseminata
atau ekstraparu
t. Pneumonia Pneumicytis carinii (PPC)
u. Pneumonia, rekuren
v. Leukoensefalopati multifokus progresif
w. Septikemia salmonela, rekuren
x. Toksoplasmosis otak
y. Sindrom pengurusan yang disebabkan oleh HIV

B. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam keluarga
lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing, virus imunodefisiensi pada kera,
visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda
secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil
diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan
mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang
berasal dari membran se penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24,
nukleokapsid protein p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease,
reserve trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV mengandung
beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang
mengatur sintetis serta perakitan partikel virus yang infeksius (Robbins dkk, 2011).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsusng, air
mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau
muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah
(PELEKSI, 1995 dalam Nursalam, 2007). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi
mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 13
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai
7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu
kemungkinan mencapai 50% (PELKESI, 1995 dalam Nursalam, 2007). Penularan juga
terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lili V,
2004 dalam Nursalam, 2007). Semakin lam proses melahirkan, semakin besar resiko
penularan. Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio
caesaria (HIS dan STB, 2000 dalam Nursalam, 2007). Transmisi lain terjadi selam
periode post partum melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dai Ibu yang positif
sekitar 10%.
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang
menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk
orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV.
5. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat
tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut
mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh
para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV.
Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan
tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi
untuk menularkan HIV.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 14
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup
serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.

C. Patofisiologi
Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap yang
dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase akut pada
tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang imunokompeten terhadap
infeksi HIV. Secara klinis, hal yang secara khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
terjadi pada 50% hingga 70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi; fase ini
ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam, dan kadang-
kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan produksi virus dalam jumlah yang
besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan limfoid perifer, yang secara khas disertai
dengan berkurangnya sel T CD4+. Namum segera setelah hal itu terjadi, akan muncul respon
imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi (biasanya dalam
rentang waktu 3 hingga 17 minggu etelah pejanan) dan muali munculnya sel T sitoksik CD8+
yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia mereda, sel T CD4+ kembali mendekati jumlah
normal. Namun, berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan penanda berakhirnya
replikasi virus, yang akan terus berlanjut di dalam makrofag dan sel T CD 4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Pada fase
ini, sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa
tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati persisten, dan
banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti ariawan (Candida) atau
harpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan limfoid terus berlanjut. Pergantian
virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel CD4+ yang berlanjut. Namun, karena
kemampuan regenerasi sistem imun besar, sel CD4+ akan tergantikan dalam jumlah yang besar.
Oleh karena itu penurunan sel CD4+ dalam darah perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah
melewati periode yang panjang dan beragam, pertahanan penjamu mulai berkurang, jumlah sel
CD4+ mulai menurun, dan jumlah sel CD4+ hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin
meningkat. Limfadenopati persisten yang disertai dengan kemunculan gejala konstitusional yang

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 15
bermakna (demam, ruam, mudah lelah) mencerminkan onset adanya dekompensasi sistem imun,
peningkatan replikasi virus, dan onset fase “krisis”.
Tahap terakhir, fase krisis, ditandai dengan kehancuran ppertahanan penjamu yang sangat
merugikan peningkatan viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan
mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah
sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien
mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang bersangkutan
dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jika kondisi lazim yang
menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yang digunakan saat ini menentukan bahwa
seseorang yang terinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sama dengan 200/μL
sebagai pengidap AIDS.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit dibedakan
karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara
umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:
1. Manifestasi tumor
a. Sarkoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi
sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan
kurang lebih 1 tahun.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 16
2. Manifestasi oportunistik
a. Manifestasi pada Paru
1). Pneumoni pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru
PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
2). Cytomegalovirus (CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada
AIDS.
3). Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
4). Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar
ke organ lain di luar paru.
b. Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan.
c. Manifestasi neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul
pada fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati, neuropati perifer.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 17
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul media
pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari pemilihan suatu
media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan utama yaitu untuk
mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu. Untuk itu
anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi, kemudian
identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi
oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif, menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar.
2013). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine, 2012).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu
:
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
2. Ibu pada bayinya
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
5. Alat-alat untuk menoreh kulit
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 18
TES
FORMATIF
1. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. Pengertian AIDS menurut…
a. Bararah dan Jauhar
b. Nursalam
c. Kurniawati
d. Sylvia & Lorraine
2. Penularan virus HIV dapat melalui beberapa cara yaitu dengan, kecuali…
a. Hubungan seksual
b. Jabat tangan
c. ASI
d. Darah
3. Seorang pasien mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam. Hasil dari pemeruiksaan
laboratorium menunjukkan produksi virus dalam jumlah yang besar, viremia dan persemaian
yang luas pada jaringan limfoid perifer, serta berkurangnya sel T CD4+. Berada di faae apakah
pasien tersebut…
a. Fase kronis
b. Fase kritis
c. Fase menengah
d. Fase akut
4. Seorang pasien HIV/AIDS mengalami demam lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat
badan, dan diare. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah sel CD4+ menurun
dibawah 500 sel/μL. Berada di fase apakah pasien tersebut…
a. Fase kritis
b. Fase akut
c. Fase kronis
d. Fase menengah
5. Yang bukan termasuk manifestasi oportunistik adalah…
a. Diare kronis
b. Meningitis
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 19
c. Limfoma ganas
d. Mycobacterium Tuberculosa

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 20
A.
B. GLOSARIUM
C.

CD4+ : jenis sel darah putih yang berperan penting dalam sistem kekebalan
tubuh, disebut juga sel T
CD8+ : jenis sel darah putih yang menginduksi kerusakan pada sel yang
terinfeksi atau tumor. Sering disebut Sel T-Killer.
Ensefalopati : kelainan struktur dan fungsi otak akibat proses penyakit.
Harpes simpleks : penyakit yang diakibatkan oleh virus yang menyerang bagian mulut
dan alat kelamin
Histoplasmosis : infeksi jamur pada paru-paru yang disebabkan karena menghirup jamur
Histoplasma capsulatum
Isosporiasis : infeksi pada usus yang disebabkan oleh parasite Isospora belli
Limfoma : kanker pada sistem limfatik yang disebabkan oleh mutasi pada DNA sel-
sel limfosit
Pneumonia : infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara, dapat berisi
cairan
Sarkoma Kaposi : kanker yang menyebabkan lesi pada jaringan lunak
Sitomegalovirus : kelompok virus yang dapat menginfeksi manusia
Toksoplasmosis : infeksi yang disebabkan oleh virus Toxoplasma gondii yang biasanya
dijumpai pada kotoran kucing

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 21
DAFTAR PUSTAKA

Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip.
Kumar,Cotran,Robbins.(2011). Buku Ajar Patologi (Awal Prasetyo,Brahm U.Pandit, Toni Prilino,
Penerjemah). Jakarta: EGC
Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta : Salemba Medika
Nursalam dan Kurniawati, Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC Smeltzer, S.C.,
dan Bare, B.G. (2015). Medical Surgical Neursing (Vol 1): LWW
Susilowati, Susi. (2013). Faktor-Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian HIV dan AIDS di
Semarang dan Sekitarnya.
Sylvia dan Wilson.2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 1 (6rd ed). Jakarta:
EGC

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 22
Kegiatan Belajar: 2
Askep penatalaksaan pasien dengan ARV

 120 Menit

PENDAHULUAN

H
IV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien rentan
terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada
pasien untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan
kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup
dan memperpanjang usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan
seperti nukleoside reverse transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase
inhibitor dan protease.
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan dan
manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 2, akan dibahas tentang media pembelajaran berbasis
ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada pasien dengan ARV untuk mencapai capaian pembelajaranNamun sebelumnya Anda diharapkan
terlebih dahulu dapat menjelaskan tujuan pemberian ARV, jenis ARV, efek samping ARV, peran
perawat terhadap pemberian ARV.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 23
URAIAN MATERI

A. Tujuan Pemberian ARV


ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk:
1. Menghentikan replikasi HIV
2. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
B. Jenis Obat-obatan ARV
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse transcript inhibitor,
non- nucleoside reverse transcript inhibitor, protease inhibitor, dan Fussion inhibitor.
1. Nucleoside reverse transcript inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA
virus menjadi DNA (proses ini dikenal oleh virus HIV agar bisa direplikasi). Contoh dari
obat ARV yang termasuk dalam golongan ini adalah sebagai berikut.
Nama Generik Nama Dagang Nama Lain
Zidovudine Retrovir AZT, ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC, dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan 3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovudine/lamivudine/abacavi Kombinasi AZT, 3TC, dan
Trizivir
r Abacavir
Tenofavir Viread Bis-poc PMPA

2. Nucleotide reverse transcript inhibitor (NtRTI)


Yang termasuk golongan ini adalah tenofavir (TDF)
3. Non- nucleoside reverse transcript inhibitor (NNRTI)
Golongan ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA
dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi. Yang termasuk obat
golongan ini adalah Nevirapine (NVP) dan Efavirenz (EFV).

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 24
4. Protease inhibitor (PI)
Golongan ini berkerja dengan cara menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk memproduksi
virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (IDV), nelvinavir (NFV), squinavir
(SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV) dan loponavir/ritonavir (LPV/r).
5. Fussion inhibitor (FI)
Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).
C. Efek Samping ARV
Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek samping. Sebagai
akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko toksisitas yang kompleks antara
menyeimbangkan keuntungan supresi HIV dan risiko toksisitas obat. Sekitar 25%
penderita tidak meminum dosis yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang
ditimbulkan oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan Ammassari,
2001 dalam kapser et al , 2006).
Jenis ARV Efek Samping
Semua ARV Mual, muntah
AZT Kelelahan, nyeri otot
NVP, EFV Ruam Kulit
EFV, AZT Gangguan Tidur, sakit kepala
EFV Mimpi buruk,sensitive, depresi
d4T Baal, lemah, kesemutan, jaundice, anoreksia

D. Peran Perawat dalam Kepatuhan Pemberian ARV


Kepatuhan terapi ARV merupakan komponen terpenting untuk mencapai suatu program
terapi yang maksimal. Tingkat kepatuhan yang tinggi berkaitan erat dengan perbaikan virologis
maupun klinis. Kepatuhan minum obat ARV dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara
lain, pengetahuan tentang terapi ARV, Persepsi pasien tentang manfaat terapi, self efficacy, efek
samping terapi, kemudahan akses pelayanan, ketersediaan obat ARV. Kepatuhan minum ARV
sangat berkorelasi kuat dengan menurunnya kadar virus dalam darah, mengurangi resistensi,
meningkatkan harapan hidup, dan meningkatkan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.
Hal yang bisa dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut.
1. Kaji kesiapan ODHA untuk memulai ARV
2. Mengidentifikasi masalah keperawatan pada pemberian ARV

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 25
3. Monitor dan Evaluasi Kepatuhan berkala
4. Melakukan intervensi keperawtan berdasarkan masalah yang muncul
5. Pemberian informasi dan tindakan spesifik pada pengobatan ARV
E. Voluntary Conseling Testing (VCT)
Voluntary Conseling Testing atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang
berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengantujuan untuk mencegah penurlaran
HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga,
dan lingkungannya (Nursalam, 2011).
Tujuan VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk mengurangi
kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab
seseorang terinfeksi HIV, dan upaya pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini
mengarahkan menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral,
serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat (Nursalam, 2011).
F. Konseling pada Pasien HIV/AIDS
Menurut Nursalam (2011) konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara seseorang (klien)
dengan pelayanan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan orang
tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasi diri dengan stres dan sanggup membuat
keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS.Konseling HIV berbeda dengan konseling
lainnya, walaupun keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama. Konseling HIV menjadi hal
yang unik karena :
1. Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular seksual (IMS) dan
HIV/AIDS
2. Membutuhkan mengenai praktik seks yang bersifat pribadi
3. Membutuhkan pembahasan tentang keamatian atau proses kematian
4. Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan pendapat dan nilai yang
mungkin sangat bertentangan dengan nilai yang dianut oleh konselor itu sendiri.
5. Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV positif
6. Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan pasangan maupun anggota
keluarga klien
Menurut Nursalam (2011) tujuan konseling HIV yaitu :
1. Mencegah penularan HIVdengan cara mengubah prilaku. Untuk mengubah prilaku ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) tidak hanya membutuhkan informasi belaka, tetapi jauh lebih

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 26
penting adalah pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya
dalam prilaku seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-lain.
2. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek baik medis, psikologis, sosial,
dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada
ODHA agar mampu hidup secara positif.

G. Asuhan Keperawatan Pasien ARV


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, alamat,
no.registrasi, tanggal MRS, dan diagnose medis.
b. Status Kesehatan
1). Alasan MRS
2). Keluhan utama: pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit kepala, susah
tidur, mual, muntah, dan lain-lain.
3). Riwayat kesehatan sekarang
4). Riwayat kesehatan dahulu
5). Riwayat penyakit keluarga
c. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
d. Aktivitas dan Istirahat
Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).
Gejala: mudah lelah, kurangnya toleransi terhadap aktivitas, malaise,
perubahan pola tidur.
e. Psikososial
Adanya kecemasan terhadap gejala yang ditimbulkan yang akan berpengaruh
terhadap status kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume Cairan b.d. kehilangan cairan aktif (diare)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan Volume  Keseimbangan  Pantau warna, jumlah
elektrolit dan asam danfrekuensi kehilangan
cairan
basa; keseimbangan cairan
Definisi : Kekurangan
 Jumlah cairan yang ada di elektrolit dan  Observasi khususnya

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 27
dalam tubuh nonelektrolit dalam terhadap kehilangan
yang ada di dalam tubuh kompartemen intrasel cairan yang tinggi
Batasan Karakteristik : dan ekstrasel dan elektrolit
Subjektif: Haus  Pantau perdarahan
non
 Identifikasi factor
Objektif 
pengaruh terhadap
□ Perubahan status dalam
mental  bertambah buruknya
intrasel dan ekstrasel
□ Penurunan turgor kulit tubuh
dehidrasi
dan lidah  Kaji adanya vertigo
dan lidah  Hidrasi;
Atau hipotensi  postural
□ Penurunan haluaran Keadekuatan cairan
urin yang adekuat dalam  Kaji orientasi terhadap
□ Penurunan pengisian kompartemen intrasel orang, tempat dan
vena dan ekstrasel tubuh waktu
□ Kulit dan membrane  Status nutrisi: asupan  Pantau status hidrasi
mukosa keringdan  Timbang berat badan
membrane mukosa makanan dan cairan;
kering  jumlah makanan dan setiap hari dan pantau
□ Hematokrit meningkat cairan yang masuk kecenderungannya
□ Suhu tubuh meningkat kedalam tubuh selama  Pertaruhkan keakuratan
periode 24 jam catatan asupan dan
□ Peningkatan frekuensi haluaran
nadi, penurunan TD,
penurunan volume
□ Konsentrasi urin
meningkat
□ Penurunan berat badan
tiba-tiba
□ kelemahan

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. mual muntah


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan □ Selera makan; □ Tentukan motivasi pasien
nutrisi kurang dari keinginan untuk untuk mengubah
makan ketika dalam kebiasaan makan
kebutuhan tubuh keadaan sakit atau
□ Pantau nilai laboratorium,
dari kebutuhan tubuh sedang menjalani
pengobatan khususnya transferrin,
Batasan karakteristik :
□ Perawatan diri: albumin, dan elektrolit
□ Berat badan kurang
makan; kemampuan □ Ketahui makanan
dari 20% atau lebih untuk mempersiapkan kesukaan pasien
dibawah berat badan dan menigesti □ Tentukan kemampuan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 28
ideal untuk tinggi makanan dan cairan pasien untuk memenuhi
badan dan rangka secara mandiri kebutuhan nutrisi

tubuh dengan atau tanpa alat □ Pantau kandungan nutrisi


bantu. dan kalori pada catatan
□ Kehilangan berat
□ Berat badan: masa asupan
badan dengan asupan
tubuh, tingkat □ Timbang pasien pada
makanan yang
kesesuaian berat interval yang tepat
adekuat
badan, otot, dan
□ Melaporkan lemak dengan tinggi
kurangnya makanan badan, rangka tubuh,
□ Diare jenis kelamin, dan usia.

c. Gangguan pola tidur b.d. efek samping obat


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pola tidur NOC NIC
Definisi  Anxiety Sleep Enhancement
kualitas dan kuantitas reduction  Determinasi
waktu tidur akibat faktor  Comfort level efek-efek
eksternal  Pain level medikasi
 Rest : Extent and terhadap pola
Batasan Karakteristik : Pattern tidur
 Perubahan pola tidur  Sleep : Extent an
 Jelaskan
normal pentingnya
Pattern
 Penurunan tidur yang
Kriteria Hasil :
adekuat
kemampuan  Jumlah jam tidur  Fasilitas untuk
 berfungsi dalam batas normal mempertahanka
 Ketidakpuasan tidur 6-8 n aktivitas
 Menyatakan sering  jam/hari sebelum tidur
terjaga  Pola tidur, (membaca)
 Meyatakan tidak kualitas dalam  Ciptakan
mengalami kesulitan tidur  batas normal lingkungan
 Menyatakan tidak merasa  Perasaan segar yang nyaman
cukup istirahat sesudah tidur  Kolaborasikan
Faktor Yang atau istirahat  pemberian obat tidur
 Mampu  Diskusikan dengan
Berhubungan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 29
: mengidentifikasi  pasien dan keluarga
 Kelembaban kan hal-hal yang tentang teknik tidur
meningkatkan tidur
lingkungan sekitar  pasien
 Suhu lingkungan  Instruksikan
sekitar untuk
 Tanggung jawab memonitor tidur
memberi asuhan pasien
 Perubahan pejanan  Monitor waktu
makan dan
terhadap cahaya gelap
minum dengan
waktu tidur
 Monitor/catat
kebutuhan tidur
pasien setiap
hari dan jam

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 30
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan utama
yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!

1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu. Untuk
itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi, kemudian
identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Antiretroviral (ARV) bisa diberikan pada pasien untuk menghentikana aktivitas virus,


memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas
hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita HIV/AIDS.
Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside reverse transcripetase inhibitor, non-
nucleotide reverse transciptase inhibitor dan protease.
ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk:
1. Menghentikan replikasi HIV
2. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.

TES
FORMATIF
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 31
1. Bagaimana cara kita sebagai perawat dalam meningkatkan kepatuhan
 pasien dalam meminum obat ARV, jelaskan?
2. Jelaskan apa yang akan terjadi apabila pasien tidak mematuhi dalam meminum obat
ARV?
3. Sebutkan 3 macam jenis obat ARV dengan golongan (NRTI) beserta efek
sampingnya?
4. Jelaskan cara kerja obat dari terapi ARV yang diberikan pada pasien HIV/AIDS?
5. Jelaskan mengapa perawat harus memonitoring pemberian ARV?
6. Sebutkan 3 macam hal yang perlu dimonitoring dalam pemberian ARV?
7. Sebutkan tujuan dari pemberian obat ARV?

A.
B.
C.
GLOSARIUM

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome


ARV : Antiretroviral Virus
HIV : Human Immunodeficiency Virus
ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta K edokteran. Media Aesculapiuus.


DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HI V dan teravi antir
otroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.

DEPKES RI. 2003. Pedoman nasi onal perawatan, dukungan, dan pengobatan bagi ODHA.
Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas lainnya.  Jakarta:
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
lingkungan Depkes RI.

IMAI. 2003. Perawatan kronis HI V dan pengobatan ARV . Surabaya; Integrated


Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr.
Soetomo Surabaya.

 Nurarif, Kusuma. 2013.  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

 Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 32
 Nursalam, dkk. 2008.  Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HI V/AI
DSJakarta : Salemba Medika

Stewart G. 1997, Managing HI V . Sydney: MJA Published.

 Nurarif, Kusuma. 2013.  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

 Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta

Kegiatan Belajar: 3
Kewaspadaan Universal (Universal
Precaution)

 120 Menit

PENDAHULUAN

U
niversal precaution adalah suatu metode atau petunjuk yang dirancang oleh pusat dan
kendali Pencegahan Penyakit untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi pada
penyedia pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang lingkup kesehatan
( Dailey, 2010).
Universal precaution adalah tindakan petugas kesehatan agar dalam melaksanakan pekerjaannya
tidak menimbulkan infeksi silang, yakni infeksi dari dokter/petugas kesehatan ke pasien dan sebaliknya
atau dari pasien satu ke pasien lainnya.
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan dan
manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 3, akan dibahas tentang media pembelajaran berbasis
ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran...

TUJUAN

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 33
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan Universal Precaution
untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu dapat
menjelaskan pengertian, tujuan, dasar pemikiran, dan komponen Universal Precaution.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 34
URAIAN MATERI

A. Pengertian Universal Precaution


Universal precaution merupakan tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan
oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, pada semua tempat pelayanan dalam
rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi (Nursalam, 2009).
Universal precaution adalah suatu metode atau petunjuk yang dirancang oleh pusat dan
kendali Pencegahan Penyakit untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi pada penyedia
pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang lingkup kesehatan ( Dailey, 2010).
Universal precaution adalah tindakan petugas kesehatan agar dalam melaksanakan
pekerjaannya tidak menimbulkan infeksi silang, yakni infeksi dari dokter/petugas kesehatan ke
pasien dan sebaliknya atau dari pasien satu ke pasien lainnya.
B. Tujuan Universal Precaution
Menurut Nursalam (2009) Universal precaution perlu diterapkan dengan tujuan untuk:
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak
terlihat seperti berisiko
3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.

Prinsip UPI di pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene
sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian orang yang
terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HBV tidak menunjukkan gejala-gejala fisik.
Universal precaution diterapkan untuk melindungi setiap orang(pasien dan petugas kesehatan)
apakah mereka terinfeksi atau tidak.

Universal precaution berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi(kecuali keringat), luka
pada kulit dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya
pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan
kesehatan.

Pencegahan yang baik merupakan langkah awal untuk mencegah infeksi nosokomial bagi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 35
pasien rawat inap. Cairan yang berpotensi infeksius di fasilitasi pelayanan kesehatan antara lain
darah, cairan semen, sekresi vagina, sekresi leher rahim, ASI, sekresi luka, CSF (crebrospinal
fluid), cairan amnion, cairan sendi, cairan perikardium (Nursalam, 2009).

C. Dasar Pemikiran Universal Precaution

Menurut Noviana (2016) pemahaman dan penerapan kewaspadaan universal (universal


precaution) disarana pelayanan kesehatan untuk mengurangi resiko infeksi yang ditularkan
melalui darah.
Kewaspadaan universal, meliputi :

1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan/
perawatan.
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan.
3. Pengelolaan dan pembuangan alat-alat tajam dengan hati-hati.
4. Pengelolaan limbah yang tercemar darah/ cairan tubuh dengan aman.
5. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan
sterilisasi yang benar.
6. Melakukan skrining adanya antibodi HIV untuk mencegah penyebaran melalui darah,
produk darah dan donor darah.
7. Mencegah penyebaran HIV secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak yang
dapat terjadi selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui.
WHO mencanangkan empat strategi pencegahan penularan HIV terhadap bayi, yaitu:
a. Mencegah seluruh wanita jangan sampai terinfeksi HIV.
b. Bila sudah terinfeksi HIV, cegah jangan sampai ada kehamilan yang tidak
diinginkan.
c. Bila sudah hamil, cegah penularan dari ibu ke bayi dan anaknya.
d. Bila ibu dan anak sudah terinfeksi perlu diberikan dukungan dan perawatan bagi
ODHA dan keluarganya.
8. Layanan Voluntary Counseling & Testing (VCT), yakni merupakan program pencegahan
sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus (MK) dan CST (Care,
Support, Trade) atau perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA. Layanan VCT
meliputi pre test konseling, testing HIV, dan post-test konseling. Kegiatan tes dan hasil
dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 36
9. Area Pencegahan HIV/AIDS
Penyebaran HIV dipengaruhi oleh perilaku berisiko kelompok- kelompok masyarakat.
Kegiatan-kegiatan dari pencegahan dalam bentuk penyuluhan, promosi hidup sehat,
pendidikan sampai kepada cara menggunakan alat penvegahan yang efektif dikemas
sesuai dengan sasaran upaya pencegahan.
Dalam mengemas program-program pencegahan dibedakan kelompok-kelompok sasaran
sebagai berikut:
a. Kelompok tertular (infected people)
Kelompok tertular adalah mereka yang sudah terinfeksi HIV. Pencegahan
ditujukan untuk menghambat lajunya perkembangan HIV, memelihara
produktifitas individu dan meningkatkan kualitas hidup.
b. Kelompok berisiko tertular atau rawan tertular (high risk people)
Kelompok beresiko tertular adalah mereka yang berperilaku sedemikian rupa
sehingga sangat beresiko untuk tertular HIV. Dalam kelompok ini termasuk
penjaja seks, penyalahguna napza suntik dan pasangannya, waria penjaja seks dan
pelanggannya serta lelaki suka lelaki. Karna kekhususannya, narapidana termasuk
dalam kelompok ini. Pencegahan untuk kelompok ini ditujukan untuk mengubah
perilaku berisiko menjadi perilaku aman.
c. Kelompok rentan (vulnerable people)
Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang karena lingkup
pekerjaan, lingkungan, ketahanan dan atau kesejahteraan keluarga yang rendah
dan status kesehatan yang labil, sehingga rentan terhadap penularan HIV.
Termasuk dalam kelompok rentan adalah orang dengan moblitas tinggi baik sipil
maupun militer, perempuan remaja, anak jalanan, pengungsi, ibu hamil, penerima
transfusi darah, dan petugas pelayanan kesehatan. Pencegahan untuk kelompok
ini ditujukan agar tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang beresiko tertular HIV
( Menghambat menuju kelompok berisiko).
d. Masyarakat Umum (general people)
Masyarakat umum adalah mereka yang tidak termasuk dalam tiga kelompok
terdahulu. Pencegahan ditujukan untuk pneingkatan kewaspadaan, kepedulian
dan keterlibatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/Aids di
lingkungannya.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 37
D. Komponen Universal Precaution
Komponen utama dalam universal precaution dan penggunaannya menurut Nursalam &
kurniawati, N.D. (2009), yaitu:
1. Cuci tangan

a. Cuci tangan harus selalu dengan sabun antiseptik dan air mengalir.
b. Dilakukan setelah tindakan yang memungkinkan terjadi pencemaran seperti
memeriksa pasien, setelah memegang alat-alat bekas pakai dan menyentuh
selaput mukosa seperti darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Sarung tangan

a. Digunakan bila terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh dan bahan
terkontaminasi lainnya.
b. Digunakan bila terjadi kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
c. Sarung tangan rumah tangga daur ulang, bisa dikenakan saat menangani sampah
atau melakukan pembersihan.
d. Gunakan prosedur ini mengingat risiko terbesar adalah paparan terhadap cairan
darah, tidak memperdulikan apa yang diketahui tentang pasien.
e. Jangan didaur ulang. Sarung tangan steril harus selalu digunakan untuk prosedur
antiseptik misalkan pembedahan.
f. Jangan mengurangi kebutuhan cuci tangan meskipun telah memakai sarung
tangan.
3. Masker, masker muka
a. Melindungi selaput lendir mata, hidung dan mulut saat terjadi kontak atau untuk
menghindari cipratan dengan darah dan cairan tubuh.
b. Jangan gunakan untuk perawatan pasien rutin.
c. Ganti tiap berganti pasien.
d. Gunakan untuk pasien dengan infeksi respirasi.

4. Kacamata
a. Gunakan bila terdapat kemungkinan terpapar cairan tubuh.
b. Kacamata memberi sedikit perlindungan, tetapi tidak memberikan perlindungan
menyeluruh.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 38
5. Baju pelindung

a. Lindungi kulit dari darah dan cairan tubuh.


b. Cegah pakaian tercemar selama prosedur klinis yang dapat berkontak langsung
dengan darah dan cairan tubuh.
6. Kain

a. Tangani kain tercemar, cegah sentuhan dengan kulit dan selaput lendir.
b. Dekontaminasi-bilas-laundry

7. Peralatan layanan pasien

a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung
dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan.
b. Dekontaminasi-cuci-sterilisasi.

8. Pembersihan lingkungan
Lakukan perawatan rutin, pembersihan dan desinfektsi peralatan, dan perlengkapan dalam
ruang perawatan pasien.
9. Instrumen tajam
a. Hindari menutup ulang jarum bekas.
b. Gunakan teknik satu tangan jika penutupan ulang jarum bekas penting.
c. Gunakan sarung tangan jika menangani benda tajam.
d. Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai.
e. Hindari pembengkokkan, mematahkan, atau memanipulasi jarum bekas dengan
tangan.
f. Dekontaminasi instrumen tajam.
g. Masukkan instrumen tajam ke tempat yang tidak tembus tusukan.
h. Untuk kontainer pembuangan instrumen tajam, terdapat beberapa syarat, yakni
tahan tusukan, diberi label secara jelas, siap tersedia, tahan bocor, dan bisa
ditutup.
10. Resusitasi pasien
Gunakan mounth piece, kantung resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari
resusitasi dari mulut ke mulut.
11. Penempatan pasien
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 39
Tempatkan pasien yang terkontaminasi lingkungan dalam ruangan khusus.

LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul media
pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari pemilihan suatu
media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan utama yaitu untuk
mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu. Untuk itu
anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi, kemudian
identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Universal precaution adalah suatu metode atau petunjuk yang dirancang oleh pusat dan kendali
Pencegahan Penyakit untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi pada penyedia pelayanan
kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang lingkup kesehatan ( Dailey, 2010).
Menurut Nursalam (2009) Universal precaution perlu diterapkan dengan tujuan untuk:
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau tidak terlihat
seperti berisiko
3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.

TES
FORMATIF
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 40
1. Tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk
semua pasien, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi
disebut…
a. Sanitasi
b. Universal Precaution
c. Kewaspadaan
d. Desinfeksi
2. Yang bukan merupakan tujuan diterapkan Universal Precaution adalah….
a. Infeksi tidak berbahaya
b. Mengendalikan infeksi secara konsisten
c. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya
d. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
3. Komponen dari Universal Precaution adalah…
a. Cuci tangan, sarung tangan
b. Kacamata, baju pelindung
c. Masker, kain
d. Benar semua
4. Sarung tangan digunakan saat-saat tertentu yaitu, kecuali…
a. Bila terjadi kontak dengan lendir
b. Bila tidak terjadi kontak dengan cairan pasien
c. Saat tangan terluka
d. Bila terjadi kontak dengan darah
5. Mereka yang berperilaku sedemikian rupa sehingga sangat beresiko untuk tertular HIV. Masuk
kelompok manakah orang tersebut…
a. Tertular
b. Rentan
c. Risiko
d. masyarakat

A.
B. GLOSARIUM
C.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 41
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
ARV : Antiretroviral Virus
HIV : Human Immunodeficiency Virus
ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Kewaspadaan Universal Precauition. Medan: Repository Universitas Sumatera


Utara (USU)
Mardliyah, T.A. 2018. Universal Precaution dalam Mencegah HIV/AIDS. Semarang: Repository
Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus)

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 42
Kegiatan Belajar: 4
Askep pada Ibu Hamil dengan HIV/AIDS

 120 Menit

PENDAHULUAN

K
ehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita namun kehamilan dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama pada kehamilan trimester
pertama . wanita hamil trimester pertama pada umumnya mengalami mua, muntah,
nafsu makan berkurang dan kelebihan. Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung
memperberat kondisi kliniks wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV – AIDS
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah retrovirus,
yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Asal
dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah yang dikumpulkan tahun 1959 dari
seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.

Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan dan
manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 4, akan dibahas tentang media pembelajaran berbasis
ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan asuhan keperawatan
pada ibu hamil dengan HIV/AIDS untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun sebelumnya Anda
diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep dasar dari asuhan keperawatan untuk ibu hamil
dengan HIV/AIDS untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 43
URAIAN MATERI

A. Epidemiologi Ibu Hamil dengan HIV/AIDS


Menurut Heaton dkk dalam Adika dkk (2015) mengatakan bahwa di Sahara Afrika
menunjukan penurunan penderita HIV yang hamil di bandingkan perempuan yang tidak hamil.
Menurut Torku dalam Adika dkk (2015) budaya seks bebas sangat rentan terhadap penularan
HIV/AIDS. Menurut Myer dalam Adika (2015) 60% wanita yang hamil positif dalam
pemeriksaan HI. Proses persalinan merupakan sumber penyebaran yang akan merugikan ibu dan
bayi. Akibat transmisi maternal ke janin 220.000 anak di dunia sekarang hidup dengan HIV. Di
Indonesia 6,5 juta perempuan menjadi populasi rawan tertular HIV, lebih dari 30% diantaranya
melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015 diperkirakan telah terjadi penularan pada
38.500 anak yang lahir dengan infeksi HIV. Oleh sebab itu hendaknya perlu dilakukan tes HIV
kepada semua ibu hamil terlebih yang mempunyai perilaku beresiko atau suaminya
kemungkinan berperilaku beresiko misal sering keluar kota atau bekerja diluar kota.
B. Periode Penularan HIV pada Ibu Hamil
1. Persiapan Kehamilan
Bila seorang ODHA mempunyai keinginan untuk hamil maka perlu memperhatikan
beberapa hal, antara lain; mempertimbangkan kesehatan umumnya, melakukan pemeriksaan
yang sesuai dan mengobati infeksi menular seksual bila ada.
Bagaimana persiapan kehamilan bila satu pasangan positif HIV sedangkan yang lain
negatif. Bila Laki-laki positif dan perempuannya negatif, kehamilan akan diupayakan
dengan cara aman yaitu dengan “ pencucian sperma”, teknik ini oleh seorang dokter di
Italia. Tehnik pelaksanaannya adalah dengan meminta ODHA laki-laki mengeluarkan
spermanya, kemudian sperma tersebut akan di pisahkan dengan air maninya dengan cara
mencuci. Kemudian sperma yang sudah di cuci akan di tes untuk meyakinkan adanya virus
yang menempel padanya. Tes ini delakukan dengan alat tes viral load, hal ini dilakukan
karena HIV tidak menular melalui sperma melainkan air mani. Kemudian sperma yang
sudah dinyatakan aman dari virus HIV akan disemprotkan melalui cateter ke dalam vagina,
hal ini akan diulang-ulang sama halnya dengan orang yang melakukan hubungan dengan
tujuan kehamilan yang belum tentu sekali hamil, sampai klien mendapatkan kehamilan.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 44
Bila perempuannya positif dan laki-lakinya negatif dengan berbagai cara yang
kreatif untuk mengumpulkan air mani, satu cara dengan menggunakan kondom saat
berhubungan seks, namun pastikan kondom tidak dilumasi dengan pelicin yang
mengandung spermatisida, atau cara lain yaitu beronani pada gelas. Kemudian air mani
akan dikumpulkan dan dimasukan ke vagina dengan cara disemprotkan, hal ini dilakukan
untuk mencegah penularan dari ODHA perempuan ke pasangannya.
Bila kedua pasangan positif, perlu diperhatikan viral load masing-masing, jika satu
mempunyai viral load yang rendah dan pasangan yang satunya mempunyai viral load yang
tinggi, atau sama-sama tinggi akan beresiko tinggi terhadap hasil pembuahan yang akan
dihasilkan. Resiko tinggi juga bakal terjadi bila salah satu pasangan resisten terhadap ARV.

2. Penularan HIV dari Ibu ke Janin


Belum ditemukan secara detail bagaimana proses penularan HIV dari ibu ke janin,
namun, sebagian besar penularan HIV dari ibu ke janin terjadi saat persalinan.

C. Pentingnya ARV pada ODHA yang Hamil


Perempuan hamil biasanya disarankan untuk tidak memakai obat untuk penyakit lain.
Namun ini tidak berlaku untuk wanita dengan HIV dalam penggunaan ARV, karena ARV
sangat diperlukan saat kehamilan. Dengan menggunakan ARV diharapkan akan menghambat
perkembangan virus sehingga tidak ada peningkatan viral load, karena jika terjadi peningkatan
viral load pada ibu hamil maka akan beresiko terjadi penularan antara ibu ke janin. Dalam
Pedoman Nasional Pengobatan ART (2011) dalam program PMTCT (Prevention Mother to
Child Transmission)/PPIA (Pencegahan Penularan Ibu Ke Anak, terapi antiretroviral yang
diberikan kepada ibu hamil yang positif HIV adalah HAART (Highly Active Antiretroviral
Theraphie). Berikut adalah pemberian antiretroviral dalam progam PMTCT:
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 45
Rekomendasi Pengobatan
No Situasi Klinis
(Panduan untuk ibu hamil)
o AZT + 3TC + NVP atau
ODHA dengan indikasi
o TDF + 3TC/FCT + NVP
terapi ARV dan
1 Hindari EVF pada trimester pertama
kemungkinan hamil atau
o AZT + 3TC + EVF atau
sedang hamil
o TDF + 3TC/FCT + EVF
o Lanjutkan panduan (ganti dengan
NVP atau golongan PI jika
ODHA sedang sedang menggunakan EFV pada
2 menggunakan terapi ARV trimester 1)
dan kemudian hamil o Lanjutkan dengan ARV yang
sama selama dan sesuadah
persalinan
ODHA hamil dengan ARV mulai pada minggu ke-14
3 jumlah CD4 > 350/mm3 kehamilan. Panduan sesuai dengan poin
atau dalam stadium klinis 1 pertama
ODHA hamil dengan
jumlah CD4 > 350/mm3
4 Segera mulai terapi ARV
atau dalam stadium klinis 2,
3, 4
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang
sesuai tetap diberikan. Panduan untuk
ODHA hamil dengan
5 ibu, bila pengobatan mulai trimester II
tuberculosis aktif
dan III, anatara lain AZT (TDF) + 3TC
+ EFV
6 Ibu hamil dalam masa o Tawarkan tes dalam masa
persalinan dan tidak persalinan atau pada saat setelah
diketahui status HIV nya persalinan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 46
o Jika hasil tes reaktif maka akan
diberikan poin pertama
ODHA datang pada saat
7 persalinan dan belum Panduan pada poin pertama
pernah mendapatkan ARV
Sumber: Kepmenkes, 2011.
Keterangan:
o •AZT : Zidofudine, penggunaan AZT dapat menyebabkan anemia dan intoleransi GIT
(gastrointestinal), sehingga berdampak anemia dan terjadi penurunan IMT (indeks masa
tubuh) pada pengguna.
o 3TC : Lamivudine
o NVP : Nevirapine, Pengguna beresiko terjadi hepatotoksik, ruam kulit dan steven johnson
lebih tinggi dinbandingkan EFV
o FTC : Entricitabine
o EFV : Efavirenz, Pengguna beresiko terjadi hepatotoksik, ruam kulit dan steven johnson,
selain itu juga beresiko terjadi toksisitas pada sistem saraf pusat.
o TDF: Tenofovir, penggunaan TDF dapat menyebabkan toksisitas ginjal.
o PI : Protease Inhibitor, ARV golongan ini tidak dianjurkan untuk digunakan pada lini
pertama, sehingga masih dapat digunakan sebagai pilihanpada lini ke 2.
D. Gizi pada ODHA Ibu Hamil
Syarat diit pada ibu hamil dengan ODHA sama dengan ibu hamil normal, yaitu
penambahan sebesar 500 kkal dan penambahan mikronutrien dari bahan makanan yang
mengandung Fe, ca dan asam folat. Ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi suplementasi
vitami A labih dari 10.000 IU.
Kategori IMT Sebelum Total Kenaikan Rekomendasi Kenaikan BB/minggu:
Kehamilan (kg) Trimester II & III
IMT < 19,5 12,5 - 18 ≥ 0,5 kg
IMT 19,5 - 25,9 11,5 – 16 0,5 kg
IMT 26 – 29 7 – 11,5 0,3 kg
IMT > 29 <7 0,3 kg
Sumber: Nutritional care and support for pregnant and lactating Women and Adolencent
Girl, HIV-Guideline Source Institute of Medicine (1990) dalam Kepmenkes (2010).

E. Hal yang Perlu Diperhatikan pada Persalinan Ibu ODHA


Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 47
Persalinan ibu ODHA hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan yang profesional
dengan menimalkan prosedure invasif dan menerapkan universal precaution dengan baik.
Dahulu membersihkan jalan lahir dengan menggunakan chlorhexidine dengan konsentrasi cukup
pada saat intranatal dapat menurunkan insiden transmisi HIV dari ibu ke anak. Namun saat ini
persalinan yang di anjurkan bagi ibu ODHA adalah persalinan seksio saesaria.
Menurut The European Mode of Delivery Collaboration (1999) dalam Ruslaina,S (2003)
sebuah penelitian yang dilakukan dengan pengambilan sample randomisasi membuktikan bahwa
pada bayi yang lahir secara sectio saesaria mengalami transmisi vertikal HIV sebesar 1,8%,
sedangkan yang lair pervaginam mengalami transmisi vertikal 10,6%.
F. Hal yang Perlu Diperhatikan pada ODHA yang Menyusui
1. Menurut panduan WHO bayi yang lahir dari ibu ODHA masih diperbolehkan
mendapatkan ASI. Jika ASI di berikan oleh ibunya maka, ibu harus mengkonsumsi ARV
dan ASInya harus dipanaskan minimal 66 oC untuk mematikan virus. Atau bayi dari ibu
ODHA diberikan ASI dari pendonor yang HIV negatif.
2. Jika bayi tersebut tidak mendapatkan ASI maka harus diberikan susu formula yang
memenuhi persyaratan AFASS (Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, Safe).
Tidak dianjurkan pemberian makanan bagi bayi dari ibu ODHA ASI bersamaan dengan
susu formula atau dengan makanan/ minuman, lalu menghentikan pemberian ASI sebelum
6 bulan.
G. Perawatan pada Bayi dengan Ibu ODHA
1. Imunisasi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu ODHA tetap harus diberikan, kecuali vaksin
hidup BCG, Polio dan Campak. Khusus untuk Polio (oral polio vaccine) dapat digantikan
IPV (inactivated polio vaccine) yang bukan merupakan vaksin hidup.
2. Hindari luka pada bayi
3. Popok kotor selalu direndam dengan detergen
H. Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil ODHA
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dana kebangsaan, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
1). BB dan TB yang tidak naik

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 48
2). Diare lebih dari 1 bulan.
3). Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
4). Mulut dan faring dijumpai bercak – bercak putih
5). Limphodenophati yang menyeluruh
6). Infeksi berulang (OMP, pharingitis)
7). Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
c. Riwayat Penyakit
1). Riwayat Penyakit Sekarang
2). Riwayat Penyakit Dahulu
Sudah berapa lama menjadi ODHA. Selain itu, juga ditanyakan mengenai
penyakit-penyakit yang diderita (bawaan dari proses AIDS).
3). Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang juga terkena HIV/AIDS (orang tua dan
sebagainya) dibuktikan dengan genogram 3 generasi.
d. Riwayat Kehamilan
Apakah pernah hamil sebelumnya atau kehamilan pertama.
e. Pemeriksaan Fisik
1). Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola
tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (
Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
2). Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat /
sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
3). Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
4). Eliminasi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 49
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan
sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan
jumlah, warna dan karakteristik urine.
5). Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang
buruk, edema
6). Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
7). Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
8). Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
9). Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada
dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum.
10). Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 50
11). Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
12). Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya
trauma AIDS.
Tanda : Perubahan interaksi.

f. Pemeriksaan Penunjang
Telah dikembangkan sejumlah tes yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 51
a. Tes Serologis
o Tes blood western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
o Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
o Sel T4 helper
Indikator system imun.
o T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
o P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
o Kadar Immunoglobulin
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
o Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
o Tes PHS
o Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

b. Tes Neurologis
o EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
o Tes Lainnya
o Sinar X dada
o Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut
atau adanya komplikasi lain
o Tes Fungsi Pulmonal
o Deteksi awal pneumonia interstisial
o Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 52
o Biopsis
o Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
o Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy
pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

c. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus
tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa
sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus(
HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu:
o Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak
menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang
terinfeksi atau pernah terinfeksi (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) disebut
seropositif.
o Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
o Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
o Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

g. Penatalaksanaan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 53
1). Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta maliginasi,
pengentian replikasi HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta
pemulihan system imun melaui pengunaan preparat imnimodulator.
2). Terapi farmakologi
a). Obat primer di setujiu untuk terapi HIV yaitu azidodeoksimetidin
(zidovudine,A2T cretevir) berfungsi untuk memperlambat kematian
dan menurunkan frekuensi serta beratnya penyakit oportunistik.
b). Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi resiko transmisi
HIV dari wanita yang terinfeksi kejaninnya.
c). Perawatan suportif sangat penting karena infeksi HIV sangat
menurunkan kedaan imun pasien (mencankup, kelemahan, malnutrisi,
imobilisasi, kerusakan kulit dan perubahan status mental).
d). Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh kasih saying
dan obyektif pada semua individu (mencakup, malnutrisi, optimum,
istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress) (purwaningsih, wahyu.2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko infeksi.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Intolerans aktivitas.
d. Penurunan koping keluarga

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa keperawatan NOC NIC
1. Nutrisi kurang dari NOC: 1. Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan tubuh.  Nutritional status mengandung tinggi serat untuk
Definisi : asupan nutrisi  Nutritional status : mencegah konstipasi.
tidak cukuo untuk food dan fluid 2. Monitor jumlah nutrisi dari
memenuhi kebutuhan  Intake kandungan kalori.
metabolic.  Nutritional status: 3. Berikan informasi tentang
nutrient intake kebutuhan nutrisi.
 Weight control 4. Kaji kemampuan pasien untuk
Kriteria Hasil : mendapatkan nutrisi yang
 Adanya peningkatan dibutuhkan.
berat badan sesuai 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan tujuan. menetukan jumlah kalori dan
 Berat badan ideal nutrisi yang di butuhkan pasien.
sesuai dengan tinggi
badan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 54
 Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-
tanda mal nutrisi

Nic : 1. Bantu klien untuk


 Aktivit tolraice mengidentifikasi aktivitas yang
 Energy mampu di lakukan
Intoleransi aktivitas converseration 2. Bantu pasien /keluarga untuk
Definisi: ketidak  Self care: ADLs mengintifikasi kekurangan dalam
kecukupan energy Kreteria Hasil : beraktivitas
2. psikologi atau fisiologi  berpartisipasi dalam 3. Bantu pasien untuk
untuk melanjutkan atau aktivitas fisik tanpa mengembangkan motvasi diri
menyelesaikan aktifitas di sertai peningkatan dalam penguatan
kehidupan sehari- hari tekanan 4. Bantu pasien untuk melakukan
yang harus atau yang di darah,nadi,RR aktivitas yang di perlukan
lakukan  mampu melakukan
akivitas sehari-hari
secara mandiri
 tanda –tanda vital
normal
 energy psikomotor.
 Level kelemahan.

Noc: 1. Peningkatan koping :membantu


 caregiver stressor pasien beradaptasi dengan
 family coping persepsistressor perubahan atau
Penurunan koping ,disable ancaman yang menggangu
keluarga.  parental role,conflict pemenuhan tuntutan dan peran
Definisi : orang terdekat  therapeutic regimen hidup
anggota keluarga atau management 2. Dukungan emosi memberikan
sahabat). Yang  ineffective penenangan ,penerimaan dan
3. memberikan dukungan, Kreteria Hasil : dorongan selama proses steres
rasa nyaman, bantuan,  keluarga tidak 3. Mobilitas keluarga penggunaan
atau motivasi tidak mengalami kekuatan keluarga untuk
adekuat, tidak efektif, penurunan koping mempengaruhi kesehatan pasien
atau mengalamu keluarga kearah yang positif
penurunan yang mungkin  hubungan pasien 4. Dukungan keluarga
di perlukan oleh klien pemberi kesehatan meningkatkan nilai,minat,dan
untuk mengelola atau adekuat tujuan keluarga
menguasai tugas tugas  kesejahteraan emosi 5. Panduan system kesehatan
adaptif terkait masalah pemberi asuhan memfasilitasi local pasien dan
keperawatan. kesehatan keluarga penggunaan pelayanan kesehatan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 55
 koping keluarga yang sesuai
meningkat

NIC:
 Immune status 1. nspeksi kulit dan membrane
 Knowledge: infection mukosa terhdapa kemerahan,
control panas, drainase.
 Risk control 2. Instrusikan pasien untuk minum
Kriteria Hasil: antibiotic sesuai resep.
Resiko infeksi  Klien bebas dari 3. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
Definisi : mengalami tanda dan gejala dan gejala infeksi
4. peningkatan resiko  Mendeskripsikan 4. Ajarakan cara menghindari infeksi.
terserang organisme proses penularan
patogenik. penyakit, factor yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 56
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul media
pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari pemilihan suatu
media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan utama yaitu untuk
mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu. Untuk itu
anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi, kemudian
identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Bila seorang ODHA mempunyai keinginan untuk hamil maka perlu memperhatikan beberapa
hal, antara lain; mempertimbangkan kesehatan umumnya, melakukan pemeriksaan yang sesuai dan
mengobati infeksi menular seksual bila ada.
Perempuan hamil biasanya disarankan untuk tidak memakai obat untuk penyakit lain. Namun ini
tidak berlaku untuk wanita dengan HIV dalam penggunaan ARV, karena ARV sangat diperlukan saat
kehamilan. Dengan menggunakan ARV diharapkan akan menghambat perkembangan virus sehingga
tidak ada peningkatan viral load, karena jika terjadi peningkatan viral load pada ibu hamil maka akan
beresiko terjadi penularan antara ibu ke janin. Dalam Pedoman Nasional Pengobatan ART (2011) dalam
program PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission)/PPIA (Pencegahan Penularan Ibu Ke
Anak, terapi antiretroviral yang diberikan kepada ibu hamil yang positif HIV adalah HAART (Highly
Active Antiretroviral Theraphie

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 57
TES
FORMATIF
1. Hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan kehamilan calon ibu ODHA adalah, kecuali…
a. Mempertimbangkan kesehatan umumnya
b. Melakukan pemeriksaan yang sesuai
c. Mengobati infeksi menular seksual bila ada
d. Tidak melakukan tes apapun
2. Perlu diperhatikan viral load masing-masing, jika satu mempunyai viral load yang rendah dan
pasangan yang satunya mempunyai viral load yang tinggi, atau sama-sama tinggi akan
beresiko tinggi terhadap hasil pembuahan yang akan dihasilkan. Resiko tinggi juga bakal
terjadi bila salah satu pasangan resisten terhadap ARV. Pernyataan tersebut dilakukan saat…
a. Laki-laki posisitif
b. Perempuan positif
c. Dua-duanya positif
d. Dua-duanya negative namun berisiko
3. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang sesuai tetap diberikan. Panduan untuk ibu, bila
pengobatan mulai trimester II dan III, anatara lain AZT (TDF) + 3TC + EFV. Terapi ARV
tersebut akan digunakan dalam situasi klinis…

a. Ibu ODHA dengan Tuberkulosis Aktif


b. Ibu hamil ODHA dalam persalinan
c. Ibu hamil dengan terapi ARV
d. Ibu hami sedang terapi ARV dan kemungkinan hamil
4. Yang merupakan tes antibodi untuk mendeteksi HIV adalah…
a. SADARI
b. TORCH
c. MRI
d. ELISA
5. Jenis imunisasi yang hanya diperbolehkan diberikan pada bayi lahir dari ibu ODHA adalah…
a. BCG
b. IPV

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 58
c. Campak
d. TT

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. (2010) Pedoman pelayanan gizi bagi ODHA.


http://gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2011/01/buku-odha-rev5.pdf
Nuraif, Amin huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda. Jilid
1-3 Yogyakarta : Media Action.

Purwaningsih,wahyu, Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogykarta.

Wulandari, Ning Arti, M.Kep, Ns. 2016. Asuhan Keperawatan pada ODHA (Orang Dengan
HIV/AIDS). Malang: Media Nusa Creative.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 59
Kegiatan Belajar: 5
Askep pada Anak dan Remaja dengan
HIV/AIDS
 120 Menit

PENDAHULUAN

A
IDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV).
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap
yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti
bakteri, jamur, parasit dan virus.
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan dan
manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 5, akan dibahas tentang media pembelajaran berbasis
ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan Asuhan Keperawatan pada
Anak dan Remaja dengan HIV/AIDS untuk mencapai capaian pembelajaran.. Namun sebelumnya Anda
diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep dari asuhan keperawatan anak dan remaja dengan
HIV/AIDS.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 60
URAIAN MATERI

A. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan HIV/AIDS


1. Manifestasi Klinis
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal  masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama.
Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV
tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini
peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila
mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi
yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi
the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan
tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah
diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi
paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak
jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada
bayi yang tidak terinfeksi.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 61
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang
menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala
aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita
infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat
terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat
kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan,
adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan
konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar
8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan
“AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi
deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya
perkembangan penyakit dan sebagai katalog kondisi yang sering terlihat dengan
perkembangan penyakit.
2. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV.
Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan
cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR.
Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan
pada bayi lahir dengan ibu HIV.
a. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
1) ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
2) Western blot (positif)
3) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
4) Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang
meningkat)
b. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 62
2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
5) Kadar immunoglobulin (meningkat).

3. Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan
gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di
balik sternum (nyeri retrosternal).
b. Neurologik
1). Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan
daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan
efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic,
psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
2). Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk
penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB
awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 63
demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rektal, gatal-gatal dan diare.

d. Respirasi
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-
batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi
oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan
merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika
akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit
kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis
menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan
dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 64
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

4. Penatalaksanaan
a. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
1) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi
2) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada
3) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi
DNA HIV
4) Mengatasi dampak psikososial
5) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit,
dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
6) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

b. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun : 1) tanpa tanda supresi, 2) tanda supresi sedang dan 3)
tanda supresi berat. Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi
tanpa bukti adanya supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun
didasarkan pada jumlah CD$ atau persentase CD4 yang tergantung usia anak
(Betz dan Sowden, 2002).

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 65
Selain mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan
terhadap mencegah dan menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan
pneumonia interstisiel. Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC)
adalah obat-obatan untuk infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan
DDC kurang bermanfaat untuk oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin
sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan Pentamadin digunakan untuk pengobatan
dan profilaksi pneumonia cariini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah
infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi
disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio yang tidak aktif (IPV)
(Betz dan Sowden, 2002).

5. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji
serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba
pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol pengobatan bayi menggunakan obat
yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka transmisi dari
ibu ke bayi.
Pemberian zidovudin terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi
penularan HIV-1 terhadap bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima
kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan
persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam)
mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin,
suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan
pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal.
Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan
HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6 minggu
pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak
mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera mungkin
sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam mencegah infeksi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 66
HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan zidovudin harus
diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan didaftar pada PPP
untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka lama. Saat ini, hanya
anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan
pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan
wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1.

6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Anamnesis
1) Data subjektif, meliputi:
a). Demam dan diare berkepanjangan
b). Pengetahuan pasin/ keluarga tentang AIDS
c). Data nutrisi, intake makan, adanya penurunan berat badan
d). Keluhan pada sistem respirasi (takipnea, batuk, dispnea, hipoksia).
e). Ketidaknyamanan (kaji PQRST)
2) Riwayat penyakit sekarang:
a) BB dan TB yang tidak naik
b) Diare lebih dari 1 bulan.
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Mulut dan faring dijumpai bercak – bercak putih
e) Limphodenophati yang menyeluruh
f) Infeksi berulang (OMP, pharingitis)
g) Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
h) Dermatitis yang menyeluruh

3) Riwayat penyakit dalam keluarga


a) Orang tua yang terinfeksi HIV
b) Penyalahgunaan zat

4) Riwayat kehamilan dan persalinan


a) Ibu selama kehamilan terinfeksi HIV, 50% dapat menularkan kepada
anaknya.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 67
b) Penularan dapat terjadi pada minggu 9 – 20.
c) Penularan pada proses persalinan apabila terjadi kontak darah ibu
dan bayi.
d) Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI.

5) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Dapat terjadi kegagalan pertumbuhan dan perkembangan pada anak
6) Riwayat imunisasi
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan karena pertimbangan bahwa kuman
hidup, polio diberikan dalam bentuk inactied pelivaccine (virus yang mati)
7) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: dapat terjadi penurunan kesadaran hingga koma
Pengukuran tanda – tanda vital
a). Pengkajian sistem penginderaan:
o Pada mata : cotton wool spot, sytomegalovirus retinus,
toksoplasma choroiditis, perivasculitis pada retina, infeksi
tepi kelopak mata, secret berkerak, lesi retina.
o Pada mulut: oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa,
sarcoma kaposi.
o Pada telinga: OMP, kehilangan pendengaran.
b). Sistem Respirasi
Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipneu ,
hipoksia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat gagal nafas.
c). Sistem pencernaan
BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan,
bercak putih, kekuningan pada mukosa oral, pharingitis,
candidiasis esophagus, candidiasis mulut, selaput lendir kering,
pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronik,
pembesaran limpha.
d). Sistem Kardiovaskuler:
Nadi cepat, tekanan darah meningkat, CHF
e). Sistem integumen: variccla, herpes zooster, scabies
f). Sistem perkemihan: anuria, proteinuria
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 68
g). Sistem endokrin: pembesaran kelenjar parotis, limphadenopathi,
pembesaran kelenjar yang menyeluruh.
h). Sistem neuromuskuler: sakit kepala, penurunan kesadaran, sukar
konsentrasi, kejang – kejang ensephalopati, gangguan
psikomotor, meningitis, keterlambatan perkembangan, nyeri otot.
i). Sistem muskuloskeletal: nyeri otot, nyeri persendian, letih,
ataksia.

j). Psikososial: orang tua merasa bersalah, merasa malu dan menarik
diri dari lingkungan.

b. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak
dengan HIV antara lain:
1) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret
sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi
2) Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus
sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)
3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan
diare
4) Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan motilitas
usus sekunder proses inflamasi system pencernaan
5) Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis
seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system integumen
6) Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh,
adanya organisme infeksius dan imobilisasi
7) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral
8) Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik,
hospitalisasi, stigma sosial terhadap HIV
9) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit
(misal: ensefalopati, pengobatan).
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 69
10) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan
penyakit yang mengancam hidup.

c. Intervensi Keperawatan
Menurut Betz dan Sowden (2002) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh seorang perawat terhadap anak dan ibu yang sudah menderita infeksi HIV
antara lain :
1) Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak
biasa dari orang ke orang tidak menularkan HIV
2) Cegah penularan infeksi HIV dengan membersihkan bekas darah atau
cairan tubuh lain dengan larutan khusus, pakai sarung tangan lateks bila
akan terpajan darah atau cairan tubuh, pakai masker dengan pelindung mata
jika ada kemungkinan terdapat aerosolisasi atau terkena percikan darah atau
cairan tubuh, cuci tangan setelah terpajan darah atau cairan tubuh dan
sesudah lepasa sarung tangan, sampah-sampah yang terrkontaminasi darah
dimasukkan ke dalam kantong plastik limbah khusus.
3) Lindungi anak dari kontak infeksius bila tingkat kekebalan anak rendah
dengan cara lakukan skrining infeksi, tempatkan anak bersama anak yang
non infeksi dan batasi pengunjung dengan penyakit infeksi.
4) Kaji pencapaian perkembangan anak sesuai usia dan pantau pertumbuhan
(tinggi badan, berat badan, lingkar kepala
5) Bantu keluarga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat
kepatuhan terhadap perencanaan pengobatan
6) Ajarkan pada anak dan keluarga untuk menghubungi tim kesehatan bila
terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi, ajarkan pada anak dan keluarga
memberitahu dokter tentang adanya efek samping
7) Ajarkan pada anak dan keluarga tentang penjadualan pemeriksaan tindak
lanjut : nama dan nomor telepon dokter serta anggota tim kesehatan lain
yang sesuai, tanggal dan waktu serta tujuan kunjungan pemeriksaan tindak
lanjut

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 70
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada ibu dan anak yang belum
terinfeksi HIV antara lain :
1) Ibu jangan melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan tanpa
kondom
2) Gunakan jarum suntik steril, dan tidak menggunakan jarum suntik secara
bersama secara bergantian atau tercemar darah mengandung HIV.
3) Tranfusi darah melalui proses pemeriksaan terhadap HIV terlebih dahulu.
4) Untuk Ibu HIV positif kepada bayinya saat hamil, proses melahirkan
spontan/normal sebaiknya tidak menyusui bayi dengan ASInya
5) HIV tidak menular melalui : bersentuhan, bersalaman dan berpelukan
(kontak sosial), berciuman (melalui air liur), keringat, batuk dan bersin,
berbagi makanan atau menggunakan peralatan makan bersama, gigitan
nyamuk atau serangga lain, berenang bersama, dan memakai toilet
bersama sehingga tidak perlu takut dan khawatir tertular HIV.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Remaja dengan HIV/AIDS


1. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu
adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan
laboratorium, seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak
diobati maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala klinis muncul
sebagai penyakit yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut yang luas,
Pneumonia interstisialislimfositik, Ensefalopati kronik. Ada beberapa gejala dan tanda
mayor (menurut WHO) antara lain: kehilangan berat badan (BB) > 10%, Diare Kronik
> 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya adalah : Batuk menetap > 1
bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes Zoster berulang, Kandidiasis orofaring,
Herpes simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopati yang meluas. Tanda lainnya
adalah :Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis kriptokokal.

Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak
mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.Sementara yang lainnya mengalami gejala-
gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah
dan pembengkakan saluran getah bening.Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 71
dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif (dormant)
selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem
kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap
infeksi-infeksi oportunistik.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Serologis
o Tes blood western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
o Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
o Sel T4 helper
Indikator system imun.
o T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper
( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
o P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
o Kadar Immunoglobulin
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
o Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
o Tes PHS
o Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

b. Tes Neurologis
o EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
o Tes Lainnya
o Sinar X dada

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 72
o Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
o Tes Fungsi Pulmonal
o Deteksi awal pneumonia interstisial
o Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
o Biopsis
o Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
o Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada
waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

c. Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka
system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus
tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa
sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency
Virus( HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human
Immunodeficiency Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes
tersebut, yaitu:
o Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan diagnosa
AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah
terinfeksi (HIV). Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human
Immunodeficiency Virus (HIV) disebut seropositif.
o Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 73
o Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
o Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

3. Penatalaksanaan
a. Penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV serta maliginasi, pengentian
replikasi HIV lewat preparat antivirus dan penguatan serta pemulihan system imun
melaui pengunaan preparat imnimodulator.
b. Terapi farmakologi
1) Obat primer di setujiu untuk terapi HIV yaitu azidodeoksimetidin
(zidovudine,A2T cretevir) berfungsi untuk memperlambat kematian dan
menurunkan frekuensi serta bertanya penyakit oportunistik.
2) Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi resiko transmisi HIV
dari wanita yang terinfeksi kejaninnya.
3) Perawatan suportif sangat penting karena infeksi HIV sangat menurunkan
kedaan imun pasien (mencankup, kelemahan, malnutris, imobilisasi,
kerusakan kulit dan perubahan status mental).
4) Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh kasih saying dan
obyektif pada semua individu (mencakup, malnutrisi, optimum, istirahat,
latihan fisik, dan reduksi stress) (purwaningsih, wahyu.2010)
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama, umur, tanggal lahir, no.registrasi, alamat, pekerjaan, agama,
suku/bangsa, diagnose medis.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual
dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan
seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks
anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten,
menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 74
kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan karena
peningkatan kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-
obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat
menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit
defesiensi imun.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya
toleransi terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak
berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan
kontrol diri, depresi, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi,
diare intermitten, terus-menerus yang disertai/tanpa kram
abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak
nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan,
pusing, sakit kepala, tidak mampu mengingat sesuatu,
konsentrasi menurun, tidak merasakan perubahan
posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman penglihatan
menurun, kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa
terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas pendek, sering
batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat malam,
takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak
lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan
terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat- obatan terlarang.
3) Pengkajian Fisik
a) Aktivitas dan Istirahat
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
dan pernafasan
b) Sirkulasi
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 75
volume nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time
meningkat.
c) Respirasi
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi
nafas adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
d) Eliminasi
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan
abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa
disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah,
warna, dan karakteristik urine.
e) Nutrisi
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan:
parawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot;
turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya
gigi yang tanggal; edema.
f) Higiene
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
g) Nyeri/Kenyamanan
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang
sakit.
h) Neurosensori
o Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.
o Ide paranoid, ansietas berkembang bebas, harapan yang tidak
realistis. Timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan
otot, gaya berjalan ataksia.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 76
o Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik
fokalis, hemiparase, kejang Hemoragi retina dan eksudat
(renitis CMV).
i) Integritas Ego
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut,
perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
j) Psikososial
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang
tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 77
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic

1 Bersihan jalan nafas tidak a. Respiratory status : 1. Pastikan kebutuhan oral /


efektif berhubungan Ventilation trachealsuctioning.
dengan adanya secret b. Respiratory status : 2. Berikan O2
yang mengental Airway patency 3. Anjurkan pasien untuk
c. Aspiration Control istirahat dan napas dalam
kriteria hasil : 4. Posisikan pasien untuk
a. Mendemonstrasika memaksimalkanVentilasi
b. batuk efektif dan 5. Keluarkan sekret dengan
c. suara nafas yang batuk atau suction
bersih,tidak ada sianosis 6. Auskultasi suara nafas,
dan dyspneu catat adanya suara tambahan
d. Menunjukkan jalan nafas 7. Monitor status
yang paten hemodinamik
e. 8. Berikan pelembab udara
Mampu mengidentifikasikan Kassa basah NaCl Lembab
dan mencegah faktor 9. Atur intake untuk cairan
yang penyebab. mengoptimalkan keseimbangan.
f. Saturasi O2 dalam 10. Monitor respirasi dan status
g. batas normal O2
11. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
sekret

2 Gangguan pemenuhan
a. Nutritional status: 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari
Adequacy of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan berhubungan
b. Nutritional Status : untuk menentukan jumlah kalori
dengan nafsu makan
food and Fluid Intake dan nutrisi yang dibutuhkan
menurun
c. Weight Control pasien
Kriteria hasil 3. Yakinkan diet yang dimakan
a. Albumin serum mengandung tinggi serat untuk
b. Pre albumin serum mencegah konstipasi
c. Hematokrit 4. Monitor adanya penurunan
d. Hemoglobin BB dan gula darah
e. Total iron binding 5. Monitor turgor kulit
f. capacity 6. Monitor mual dan muntah
g. Jumlah limfosit 7. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
8. Monitor intake nuntrisi
9. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi

dengan faktor :Penurunan


responimun , kerusakan
3 Risiko tinggi terhadap kulit NOC :
infeksi berhubungan a. Immune Status

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 78
b. Knowledge : Infection minum antibiotik sesuai resep 13
control Ajarkan cara menghindari infeksi
c. Risk control NIC : 14 Laporkan kecurigaan infeksi
Kriteria Hasil : Infection Control (Kontrol
a. Klien bebas dari infeksi)
tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses 1 Bersihkan
penularan penyakit, factor yang lingkungan setelah
mempengaruhi penularan serta dipakai pasien lain
penatalaksanaannya, 2 Pertahankan teknik isolasi
c. Menunjukkan kemampuan 3 Batasi pengunjung bila perlu
untuk mencegah timbulnya 4 Instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk
d. Jumlah leukosit dalam mencuci tangan saat
batas normal berkunjung dan setelah
e. Menunjukkan perilaku berkunjung meninggalkan
hidup sehat pasien
5 Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci tangan
6 Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan
kperawtan
7 Pertahankan
lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
8 Tingktkan intake
nutrisi Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)

1 Monitor tanda dan


gejala infeksi sistemik dan
lokal
2 Monitor hitung
granulosit, WBC
3 Monitor
kerentanan terhadap
infeksi
4 Batasi pengunjung
5 Pertahankan teknik
isolasi k/p
6 Berikan perawatan
kuliat pada area epidema
7 Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
8 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
9 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
10 Dorong masukan
cairan 11 Dorong
istirahat
12 Instruksikan pasien untuk

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 79
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan
utama yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi,
kemudian identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering
mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit
oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan
resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang
lebih lebar pada awal  masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama.
Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu adalah
waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium,
seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak diobati maka penyakit
ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas
seperti : Diare, Kandidiasis mulut yang luas, Pneumonia interstisialislimfositik, Ensefalopati
kronik. Ada beberapa gejala dan tanda mayor (menurut WHO) antara lain: kehilangan berat
badan (BB) > 10%, Diare Kronik > 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya
adalah : Batuk menetap > 1 bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes Zoster berulang,

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 80
Kandidiasis orofaring, Herpes simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopati yang meluas.
Tanda lainnya adalah :Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis kriptokokal.

TES
FORMATIF
1. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian
definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali,
limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau
lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Pernyataan tersebut
merupakan…
a. Manifestasi klinis HIV/AIDS
b. Pencegahan HIV/AIDS
c. Intervensi HIV/AIDS
d. Penanganan HIV/AIDS
2. Yang merupakan bentuk komplikasi infeksi HIV pada bayi adalah…
a. Oral Lesi
b. Meningitis kriptokokus
c. Diare
d. Benar Semua

3. Lindungi bayi, anak atau remaja dari kontak infeksius, meskipun kontak biasa dari orang ke
orang tidak menularkan HIV. Pernyataan tersebut merupakan…
a. Penanganan HIV/AIDS
b. Pencegahan HIV/AIDS
c. Intervensi HIV/AIDS
d. Manifestasi klinis HIV/AIDS
4. Gejala AIDS akan muncul setelah … tahun setelah terinfeksi HIV.
a. 5-10 tahun
b. 5 tahun
c. 10-15 tahun
d. 8 tahun
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 81
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 82
5. Yang bukan merupakan terapi farmakologi penganan HIV/AIDS pada remaja yaitu…
a. Obat primer
b. Asitimidin
c. Perawatan suportif
d. Preparat antivirus

DAFTAR PUSTAKA

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni
Made S, EGC, Jakarta

Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B.
Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto

Padila. S.Kep.NS.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Numed. Yogyakarta

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.

Smeltzer , Bare, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Brunner dan suddart, Edisi
8, Jakarta, EGC

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 83
Kegiatan Belajar: 6
Askep pada Klien dengan Penyalahgunaan
NAPZA
 120 Menit

PENDAHULUAN

P
enyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh
pengguna yang terus-menerus sampai terjadi masalah. Pengguna NAPZA dapat
mengalami kondisi lanjut yaitu: ketergantungan napza yang merupakan suatu kondisi
yang cukup berat dan parah sehingga mengalami sakit yang cukup berat ditandai dengan
ketergantungan fisik (sindrom putus zat dan toleransi). Sindrom putus zat adalah suatu kondisi
dimana individu yang menggunakan napza, menurunkan atau menghentikan penggunaan napza
sehingga akan menimbulkan gejala kebutuhan biologi terhadap NAPZA (Farida & Yudi, 2010).
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan
dan manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 6, akan dibahas tentang media
pembelajaran berbasis ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran...

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan Asuhan
Keperawatan Penyalahgunaan NAPZA untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun
sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep dasar NAPZA untuk
mencapai tujuan pembelajaran.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 84
URAIAN MATERI

A. Definisi
NAPZA adalah (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat
yang apabila masuk kedalam tubuh manusia bisa mempengaruhi tubuh terutama pada
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran
( Eko, 2014).
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan
oleh pengguna yang terus-menerus sampai terjadi masalah. Pengguna NAPZA dapat
mengalami kondisi lanjut yaitu: ketergantungan napza yang merupakan suatu kondisi
yang cukup berat dan parah sehingga mengalami sakit yang cukup berat ditandai dengan
ketergantungan fisik (sindrom putus zat dan toleransi). Sindrom putus zat adalah suatu
kondisi dimana individu yang menggunakan napza, menurunkan atau menghentikan
penggunaan napza sehingga akan menimbulkan gejala kebutuhan biologi terhadap
NAPZA (Farida & Yudi, 2010).

B. Jenis-jenis NAPZA
Jenis-jenis NAPZA menurut Eko (2014), jenis-jenis NAPZA meliputi :
1. Heroin : serbuk putih seperti tepung yang bersifat opioid atau menekan nyeri dan
juga depressan SSP.
2. Kokain : diolah dari pohon Coca yang punya sifat halusinogenik.
3. Putau : golongan heroin
4. Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun Cannabis
yang dikeringkan, konsumsi dengan cara dihisap seperti rokok tetapi
menggunakan hidung.
5. Shabu-shabu : kristal yang berisi methamphetamine, dikonsumsi dengan
menggunakan alat khusus yang disebut Bong kemudian dibakar.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 85
6. Ekstasi : methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul,
mampu meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan untuk aktivitas
hiburan di malam hari).
7. Diazepam, Nipam, Megadon : obat yang jika dikonsumsi secara berlebih
menimbulkan efek halusinogenik.
8. Alkohol : minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan atanol, dengan
kadar diatas 40% mampu menyebabkan depresi susunan saraf pusat, dalam kadar
tinggi bisa memicu Sirosis hepatic, hepatitis alkoholik maupun gangguan system
persyarafan.
Menurut Partodiharjo (2008), NAPZA terbagi menjadi tiga jenis dan terbagi menjadi
beberapa kelopok :
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintesis maupun semisintetis. Zat ini dapat mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya
toleren (penyesuaian dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga
sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
“cengkraman”nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi
ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang berbahaya, zat adiktifnya sangat tinggi, dan tidak untuk
digunakan dengan kepentingan apapun kecuali untuk ilmu pengetahuan dan
penelitian. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, memiliki manfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol, dan lain-lain.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 86
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, bukan yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
(UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut :
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui
manfaat untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya. Contohnya
adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital,
fluni tranzepam).
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam
terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,
bromazepam, fenobarbital, klonozepam, klordiazepoxide, nitrazepam,
seperti pil KB, pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
3. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika
yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya: rokok, kelompok alkohol
dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan dan thinner

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 87
dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila
dihisap, dihirup, dan dicium dapat memabukkan. Jadi alkohol, rokok, serta zat-zat
lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong NAPZA.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Eko (2014) tanda dan gejala dapat dilihat sebagai berikut :
1. Tingkah laku pasien pengguna zat sedatif hipnotik
a. Menurunnya sifat menahan diri
b. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c. Bicara cadel, bertele-tele
d. Sering datang ke dokter untuk minta resep
e. Kurang perhatian
f. Sanggat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
g. Gangguan dalam daya pertimbangan
h. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat
menimbulkan kematian
i. Meningkatkan rasa percaya diri
2. Tingkah laku pasien pengguna ganja
a. Kontrol diri menurun bahkan hilang
b. Menurunnya motivasi perubahan diri
c. Ephoria ringan
3. Tingkah laku pasien pengguna alkohol
a. Sikap bermusuhan
b. Kadang bersikap murung, berdiam
c. Kontrol diri menurun
d. Suara keras, bicara cadel, dan kacau
e. Agresi
f. Minum alkohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g. Partisipasi di lingkungan social kurang
h. Daya pertimbangan menurun

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 88
i. Koordinasi motorik terganggu,akibat cenerung
mendapat kecelakaan
j. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan
sampai koma.
4. Tingkah laku pasien pengguna opioda
a. Terkantuk-kantuk
b. Bicara cadel
c. Koordinasi motorik terganggu
d. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f. Kontrol diri kurang
5. Tingkah laku pasien pengguna kokain
a. Hiperaktif
b. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c. Iritabilitas
d. Halusinasi dan waham
e. Kewaspadaan yang berlebih
f. Sangat tegang
g. Gelisah insomnia
h. Tampak membesar-besarkan sesuatu
i. Dalam keadan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
6. Tingkah laku pasien pengguna halusinogen
a. Tingkah laku tidak dapat diramalkan
b. Tingkah laku merusak diri sendiri
c. Halusinasi, ilusi
d. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e. Sikap merasa diri benar
f. Kewaspadaan meningkat
g. Depersonalisasi
h. Pengalaman yang gaib/ajaib

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 89
D. Dampak Penyalahgunaan
Menurut Alatas (2010), penyalahgunaan NAPZA akan berdampak

sebagai berikut :

1. Terhadap kondisi fisik


a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya
intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis
berlebih yang memang diharapkan oleh pemakaiannya. Sebaliknya bila
pemakaiannya terputus akan terjadi kondisi putus zat.
1) Ganja: pemakaian lama menurunkan daya tahan sehingga mudah
terserang infeksi. Ganja juga memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain: bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat
hidung, jangka panjang terjadi anemia dan turunannya berat badan.
3) Alkohol: menimbulkan banyak komplikasi misalnya gangguan
lambung, kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung
dan saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan gangguan seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut: bahaya yang mungkin tmbul antara lain
infeksi, emboli.
1) Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril. Akan terjadi infeksi,
berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
2) Akibat pertolongan yang keliru misalnya dalam keadaan tidak sadar
diberi minum.
3) Akibat tidak langsung misalnya terjadi stroke pada pemakaian
alkohol atau malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian
alkohol.
4) Akibat cara hidup pasien: terjadi kurang gizi, penyakit kulit,
kerusakan gigi dan penyakit kelamin.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 90
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan perubahan
kehidupan mental emosional yang bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak
wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom
amotivasional. Putus obat golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi
sampai bunuh diri.
3. Terhadap kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat akan
mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada
umumnya prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin
kuatnya dorongan untuk menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan kawan dekat
pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan menimbulkan toleransi,
kebutuhan akan zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan
terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua
pelanggaran baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan
zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang bersangkutan bersifat
agresif dan impulsif.
E. Terapi dan Rehabilitasi
Terapi dan Rehabilitasi menurut Purba, 2008 & Hawari, 2006 ( dalam Arfian, 2016).
1. Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoktifikasi.
Detoktifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat,
dengan dua cara yaitu :
1) Detoktifikasi Tanpa Substitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gejala putus zat tidak diberiobat untuk menghilangkan gejala
putus zat tesebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut
berhenti sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusikan dengan memberikan jenis opiat

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 91
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substansi bagi pengguna sedatif-
hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam.
Pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala
simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur
atau sesuai dengan gejala yan ditimbulkan akibat putus zat tersebut (Purba,
2008).
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para antan
penyalahgunaan NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial,
dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu
kembali berfugsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2008) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
1) Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahgunan
NAPZA benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi
medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan
gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing yang bersangkutan
2) Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang
semula bersikap dan bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka
dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannyamaupun personil
yang membimbing atau mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini
adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken home.
Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami
aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat penyalahgunaan NAPZA,
bgaimana cara menyikapi bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 92
3) Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta rehabilitasi
dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu
dirumah, disekolah/kampus dan ditempat kerja. Program ini merupakan
persiapan untuk krmbali ke masyarakat. Leh karena itu, mereka perlu dibekali
dengan pendidikan dan ketrampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai
latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila mereka telah selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah ata bekerja.
4) Rehabilitasi Psikoreligus
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur agama
dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahgunaan NAPZA mempunyai arti
penting dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima
akan memulihkan dan memperkuat rasa percaya diri, harapan dan keimanan.
Pendalaman, penghayatan dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini
akan meumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu
menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
5) Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca rehabilitasi)
yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahgunaan
NAPZA (yang telah selesai menjlani tahapan rehabilitasi) dan keluarganya.
Tujuan yang hendak dicapai dalam forum silaturahmi ini adalah untuk
memantapkan terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga
yangharmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan
penyalahan NAPZA.
6) Program Terminal
Pengalaman menunjukan baha banyak dari mereka sesudah
menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikui forum silatuhrami,
mengalami kebingungan untuk program selanjutya. Khusunya bagi pelajar
dan mahasiswa yang karena keterlibatannya pada penyalahgunaa NAPZA di

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 93
masa lalu terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry program),yaitu
program persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah atau bekerja.
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu ditulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan berisiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah, atau bercerai), alamat, kemudian nama
perawat.
b. Alasan Masuk dan Faktor Prespitasi
Faktor yang membuat klien menggunakan napza biasanya individu dengan
kepribadian rendah diri, suka mencoba-coba / berksperimen, mudah
kecewa, dan beresiko untuk melakukan penyalahgunaan NAPZA .
c. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/
pengguna NAPZA, baik dari pasien, keluarga, maupun lingkungan
seperti : orangtua yang menyalahgunakan NAPZA, Harga diri rendah,
Keluarga tidak harmonis, cara pemecahan masalah yang salah, kelompok
sebaya yang menggunakan NAPZA, banyakya tempat untuk memperoleh
NAPZA dengan mudah dan perilaku kontrol masyarakat kurang terhadap
penggunaan NAPZA
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang
menyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan
dan kesadaran.
2) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal Nadi : takikardi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 94
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : mengantuk, nyeri, tidak bisa tidur, kelelahan.
e. Sumber Koping
Yang sangat dibutuhkan untuk membantu individu terbebas dari
peyalahgunaan zat yaitu kemampuan individu untuk melakukan
komunikasi yang efektif, ketrampilan menerapkan sikap asertif dalam
kehidupan sehari-hari, perlunya dukungn sosial yang kuat, pemberian
alternative kegiatan yang menyenangkan, ketrampilan melakukan teknik
reduksi stress, ketrampilan kerja dan motivasi untuk mengubah perilaku.
f. Mekanisme Koping
Individu dengan penyalahgunaan zat seringkali mengalami kegagalan
dalam mengatasi masalah. Mekanisme koping sehat dan individu tidak
mampu mengembangkan perilaku adaptif.
g. Mekanisme Pertahanan Ego
Pertahanan ego yang digunakan pada individu penyalahgunaan zat
meliputi penyangkalan terhadap masalah, rasionalisasi, projeksi, tidak
tanggung jawab terhadap perilakunya, dan mengurangi jumlah alkohol
atau obat yang digunakan.
h. Psikososial
1) Genogram
Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Menjelaskan : seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan
tertekan dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta
bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan/ketergantungan
NAPZA, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah
a) Keluarga yang tidak utuh (orang tua meninggal, cerai, dll)
b) Kesibukan orang tua

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 95
c) Hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak baik
2) Konsep Diri
a) Citra tubuh : klien merasa tubuhnya baik-baik saja
b) Identitas : klien kurang puas terhadap dirinya
c) Peran : klien anak keberapa dari berapa saudara
d) Ideal diri : klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e) Harga diri: kurangnya penghargaan keluarga terhadap
perannya
3) Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, da menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
4) Status Mental
a) Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian todak seperti
biasanya
b) Pembicaraan
Kaji bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat
atau membisu. Biasanya klien menghindari kontak mata
langsung, berbohong atau memanipulasi keadaan,
bengong/linglung.
c) Aktivitas Motorik
o Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan
kesadaran)
o Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka
yang berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor,
kompulsif (kegiatan yang dilakukan berulang)
d) Afek dan Emosi
o Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 96
kesadaran
o Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya
memiliki emosi yang berubah-ubah (cepat marah,
depresi, cemas, eforia)
e) Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien
akan menunjukan curiga
f) Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
g) Proses Pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan
tertawa sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA
menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga kien mungkin
kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.
h) Isi Pikiran
Pecandu ganja mudah pecaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku
phobia. Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga
akibat paranoidnya.
i) Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku binggung, disorientasi dan sedasi
akibat pengaruh NAPZA.
j) Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran
mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka
pendek.
k) Tingkat Konsentrasi
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan
konsentrasi. Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
l) Kemampuan Penilaian

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 97
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien
alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan
maupun bermakna.
m) Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau
menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa NOC NIC
o
1 Ketidakefektifan Koping  Koping 1. Bantuan kontrol
Individu Definisi: marah
 Tingkat stres
Ketidakmampuan untuk
1. penegakangan diri 2. Dukungan
membentuk penilaian
valid tentang stresor, terhadap perilaku emosional
ketidakakeuatan pilihan kekerasan 3. Manajemen
respon yang dilakukan, 2. menahan diri perilaku:
dan/atau dari agresifitas menyakiti diri
ketidakmampuan untuk 4. Peningkatan
menggunakan sumber 3. kontrol resiko:
penggunaan obat peran
daya yang tersedia.
Batasan karakteristik : terlarang 5. Peningkatan
1. Akses dukungan 4. pengaturan tidur
sosial tidak psikososial: 6. Pencegahan
adekuat perubahan pengunaan zat
2. Ketidakmampuan kehidupan terlarang
mengatasi masalah
5. perilaku 7. Pemberian obat
3. Ketidakmampuan
menghadapi situasi penghentian 8. Peningkatan
4. Penyalahgunaan penyalahgunaan harga diri
zat obat terlarang 9. Relaksasi otot
5. Perilaku 6. menahan diri progresif
mengambil resiko dari kemarahan 10. Fasilitasi meditasi
6. Kurang perilaku 7. dukungan sosial
yang berfokus pada
pencapaian tujuan
7. Dukungan sosial yan
tidak adekuat yang
diciptakan oleh
karakteristik
huungan
Faktor yang
berhubungan :
2. 1. Ketidakadekuatan
mengubh energi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 98
yang adaptif
Ketidakadekuatan
kesempatanuntuk
bersiap terhadap
stressor
3. Kurang percaya
diri dalam
kemampuan
mengatasi masalah
Tingkat persepsi kontrol
yang tidak adekuat

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap kegiatan ketika perawat mengaplikasikan
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap implementasi ialah kemampuan komunikasi yang efektif,
kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematik, kemampuan evaluasi (Asmandi, 2008).
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap, fase pertama
adalah fase persiapan yang mencangkup pengetahuan tentang validasi rencana,
implementasi rencana, persiapan pasien dan keluarga. Fase kedua adalah puncak
implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini, perawat
menyimpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Terakhir fase ketiga
adalah terminasi perawat sampai pasien setelah implementasi keperawatan selesai
dilakukan (Asmandi, 2008).

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan dan sistematik dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan
tenaga kerja lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 99
kriteria hasil, pasien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
pasien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassessment) (Asmandi, 2008).
Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatting dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatting berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formating ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formating ini meliputi
empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yaitu subjektif (data berupa
keluhan pasien), objektif (data dan pemeriksaan), analisa data (perbandingan ata
dengan teori), dan perencanaan (Asmandi, 2008).
Menurut (Asmandi, 2008), ada tiga kemungkinan hasil
evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan antara
lain :
a. Tujuan tercapai jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standart yang telah ditentukan
b. Tujuan tecapai sebagaian atau pasien masih dalam proses pencapaian
tujuan jika pasien menunjukan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditapkan.
c. Tujuan tidak tercapai jika pasien hanya menunjukan sedikit perubahan
tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat menimbulkn masalah baru.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 100
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan
utama yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi,
kemudian identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

NAPZA adalah (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat yang
apabila masuk kedalam tubuh manusia bisa mempengaruhi tubuh terutama pada otak/susunan
saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran. ( Eko, 2014).
Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh
pengguna yang terus-menerus sampai terjadi masalah. Pengguna NAPZA dapat mengalami
kondisi lanjut yaitu: ketergantungan napza yang merupakan suatu kondisi yang cukup berat dan
parah sehingga mengalami sakit yang cukup berat ditandai dengan ketergantungan fisik (sindrom
putus zat dan toleransi). Sindrom putus zat adalah suatu kondisi dimana individu yang
menggunakan napza, menurunkan atau menghentikan penggunaan napza sehingga akan
menimbulkan gejala kebutuhan biologi terhadap NAPZA (Farida & Yudi, 2010).

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 101
TES
FORMATIF
1. Suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh pengguna yang terus-menerus
sampai terjadi masalah disebut..
a. NAPZA
b. Penyalahgunaan Psikotropika
c. Penyalahgunaan Narkotika
d. Penyalahgunaan NAPZA
2. Zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, bukan yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku disebut…
a. Narkotika
b. Psikotropika
c. Zat adiktif
d. Zat aditif
3. Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, memiliki manfaat untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-
lain…
a. Narkotika golongan I
b. Psikotropika golongan II
c. Psikotropika golongan IV
d. Narkotika golongan II
4. Yang termasuk psikotropika golongan II adalah…
a. Amfetamin
b. LSD
c. Pil Koplo
d. Pil KB
5. Seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan
dicium dapat memabukkan..
a. Narkotika

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 102
b. Psikotropika
c. Zat adiktif
d. Narkotika sintetis

A.
B.
C.
GLOSARIUM

MDMA : Methylenedioxymetaamphetamin,disebut juga ekstasi


NAPZA : Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
LSD : Lysergic acid diethylamide, jenis narkotika dengan efek halusinogen
TIK : Tekanan Intra Kranial

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Hubungan Antar Konsep Penyalahgunaan NAPZA dengan Ketidakefektifan


Koping Individu. Ponorogo: Reposiroty Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMP)
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Konseling pada Klien Penyalahgunaan NAPZA bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 103
Kegiatan Belajar: 7
Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS dan
Penyalahgunaan NAPZA
 120 Menit

PENDAHULUAN

P
endidikan Kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis dimana perubahan
tersebut bukan sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain dan
bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya
kesadaran dari dalam individu, kelompok, atau masyarakat itu sendiri (Wahid & Nurul, 2009).
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan
dan manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 7, akan dibahas tentang media
pembelajaran berbasis ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran...

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan pendidikan
kesehatan HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA untuk mencapai capaian pembelajaran.
Namun sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan langkah-langkah dalam
pendidikan kesehatan HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 104
URAIAN MATERI

A. Pendidikan Kesehatan HIV/AIDS


Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan
virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang
telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan
beberapa Negara Afrika lain. Prisnip “ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara
internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual.
Prinsip “ABC” itu adalah :
A. : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang
dengan pasangan (Abstinesia)

B. : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau


hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)
C. : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks
atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)
Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
D. : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
E. :Equipment; “no sharing”jangan memakai alat suntik secara bergantian.

Hampir semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan
meninggal karena komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS Konsekuensi
yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala dari AIDS akan muncul dalam satu
tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan
meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat antiretroviral yang diberikan pada saat hamil
dapat menurunkan risiko janin untuk terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.
Kehamilan pada ibu-ibu dengan HIV positif akan berpengaruh buruk bagi bayinya, karena
itu Ibu penderita AIDS atau HIV positif, dianjurkan untuk tidak hamil atau bila hamil perlu
dipertimbangkan secara hukum peraturan yang memperbolehkan dilakukannya pengguguran
kandungan (indikasi medis), hal ini dengan sendirinya akan menurunkan morbiditas

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 105
pada anak. (Nasution,R., 1990)

B. Pendidikan Kesehatan Penyalahgunaan Napza


1. Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preventif atau
program pembinaan. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para
anggota masyarakat yang belum memakai atau bahkan belum mengenal narkoba sama
sekali. Prinsip yang dijalani oleh program ini adalah dengan meningkatkan peranan dan
kegitanan masyarakat agar kelompok ini menjadi lebih sejahtera secara nyata sehingga
mereka sama sekali tidak akan pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan
cara menggunakan narkoba. Bentuk program yang ditawarkan antara lain pelatihan,
dialog interaktif dan lainnya pada kelompok belajar, kelompok olah raga, seni budaya,
atau kelompok usaha. Pelaku program yang sebenarnya paling tepat adalah lembaga-
lembaga masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh pemerintah.
2. Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana
program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah
mengenal narkoba agar mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga
mereka menjadi tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan
oleh pemerintah, juga sangat efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi
lain termasuk lembaga-lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat,
perkumpulan, organisasi masyarakat dan lainnya. Bentuk dan agenda kegiatan dalam
program preventif ini:
a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada pendengar
tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini hanya memberikan
informasi saja kepada para pendengarnya, tanpa disertai sesi tanya jawab.
Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara hanyalah garis besarnya saja dan
bersifat informasi umum.Informasi ini biasa disampaikan oleh para tokoh
asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk poster atau

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 106
baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas arahan agar menjauhi
penyalahgunan narkoba tanpa merinci lebih dala mengenai narkoba.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 107
b. Penyuluhan seluk beluk narkoba
Berbeda dengan kampanye yang hanya bersifat memberikan informasi,
pada penyuluhan ini lebih bersifat dialog yang disertai dengan sesi tanya jawab.
Bentuknya bisa berupa seminar atau ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah untuk
mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat menjadi lebih
tahu karenanya dan menjadi tidak tertarik enggunakannya selepas mengikuti
program ini. Materi dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga profesional
seperti dokter, psikolog, polisi, ahli hukum ataupun sosiolog sesuai dengan tema
penyuluhannya.
c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya
Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok masyarakat
agar upaya menanggulangi penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini
menjadi lebih efektif. Pada program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih
mendalam yang nantinya akan disertai dengan simulasi penanggulangan,
termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan menolong penderita. Program
ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau kampus dan
melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga profesional.
d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi
narkoba di masyarakat.
Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti
polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya. Tujuannya adalah
agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak beredar sembarangan didalam
masyarakat namun melihat keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas,
program ini masih belum dapat berjalan optimal.

3. Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini
ditujukan kepada para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu
mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian
narkoba, sekaligus menghentikan peakaian narkoba.Tidak sembarang pihak dapat

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 108
mengobati pemakai narkoba ini, hanya dokter yang telah mempelajari narkoba secara
khususlah yang diperbolehkan mengobati dan menyembuhkan pemakai narkoba
ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran dala menjalaninya.Kunci
keberhasilan pengobatan ini adalah kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan
keluarganya.
Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:
a. Penghentian secara langsung;
b. Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian narkoba
(detoksifikasi);
c. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba;
d. Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti
HIV/AIDS, Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya. Pengobatan ini sangat kompleks
dan memerlukan biaya yang sangat mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari
pengobatan ini tidaklah besar karena keberhasilan penghentian penyalahgunaan
narkoba ini tergantung ada jenis narkoba yang dipakai, kurun waktu yang
dipakai sewaktu menggunakan narkoba, dosis yang dipakai, kesadaran penderita,
sikap keluarga penderita dan hubungan penderita dengan sindikat pengedar.

Selain itu ancaman penyakit lainnya seperti HIV/AIDS juga ikut


mempengaruhi, walaupun bisa sembuh dari ketergantungan narkoba tapi apabila
terjangkit penyakit seperti AIDS tentu juga tidak dapat dikatakan berhasil.

4. Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga
yang ditujukan kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani program kuratif.
Tujuannya agar ia tidak memakai dan bisa bebas dari penyakit yang ikut
menggerogotinya karena bekas pemakaian narkoba. Kerusakan fisik, kerusakan mental
dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS biasanya ikut menghampiri para pemakai
narkoba. Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa program rehabilitasi
tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih banyak masalah yang harus dihadapi oleh
bekas pemakai tersebut, yang terburuk adalah para penderita akan merasa putus asa

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 109
setelah dirinya tahu telah terjangit penyakit macam HIV/AIDS dan lebih memilih untuk
mengakhiri dirinya sendiri. Cara yang paling banyak dilakukan dalam upaya bunuh diri
ini adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam jumlah berlebihan yang
mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD).
Cara lain yang biasa digunakan untuk bunuh diri dalah dengan melompat dari
ketinggian, membenturkan kepala ke tembok atau sengaja melempar dirinya untuk
ditbrakkan pada kendaraaan yang sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun
keberhasilannya sendiri sangat bergantung pada sikap profesionalisme lembaga yang
menangani program rehabilitasi ini, kesadaran dan kesungguhan penderita untuk
sembuh serta dukungan kerja sama antara penderita, keluarga dan lembaga.
Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan adalah
mencegah datangnya kembali kambuh (relaps) setelah penderita menjalani pengobatan.
Relaps ini disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah satu sifat narkoba yang bernama
habitual.Cara yang paling efektif untuk menangani hal ini adalah dengan melakukan
rehabilitasi secara mental dan fisik.Untuk pemakaipsikotropika biaanya tingkat
keberhasilan setlah pengobatan terbilang sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh
100 persen.

5. Represif
Ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para produsen, bandar,
pengedar dan pemakai narkoba secara hukum.Program ini merupakan instansi peerintah
yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi aupun distribusi
narkoba.Selain itu juga berupa penindakan terhadap pemakai yang melanggar undang-
undang tentang narkoba. Instansi yang terkain dengan program ini antara lain polisi,
Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea
Cukai, Kejaksaan, Pengadilan. Begitu luasnya jangkauan peredaran gelap narkoba ini
tentu diharapkan peran serta masyarakat, termasuk LSM dan lembaga kemasyarakatan
lain untuk berpartisipasi membantu para aparat terkait tersebut.
Masyarakat juga harus berpartisipasi, paling tidak melaporkan segala hal yang
berhubungan dengan kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba
dilingkungannya. Untuk memudahkan partisipasi masyarakat tersebut, polisi harus ikut

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 110
aktif menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke polisi bila melihat kegiatan
penyalahgunaan narkoba.Cantumkan pula nomor dan alamat yang bisa dihubungi
sehingga masyarakat tidak kebingungan bila hendak melapor.
Melaporkan kegiatan pelanggaran narkoba seperti ini tentu saja secara tidak
langsung ikut mebahayakan keselamatan si pelapor, karena sindikat narkoba tentu tak
ingin kegiatan mereka terlacak dan diketahui oleh aparat. Karena itu sudah jadi tugas
polisi untuk melindungi keselamatan jiwa si pelapor dan merahasiakan identitasnya.
Masalah penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks yang pada umumnya
disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor lingkungan/sosial dan faktor
ketersediaan, menunjukkan bahwa pencegahan penyalahgunaan narkoba yang efektif
memerlukan pendekatan secara terpadu dan komprehensif. Pendekatan apa pun yang
dilakukan tanpa mempertimbangkan ketiga faktor tersebut akan mubazir. Oleh karena
itu peranan semua sektor terkait termasuk para orangtua, guru, tokoh masyarakat, tokoh
agama, kelompok remaja dan LSM di masyarakat, dalam pencegahan narkoba sangat
penting.

LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan
utama yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi,
kemudian identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda.
Selamat Mengerjakan !

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 111
RANGKUMAN

Prisnip “ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling
efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual.
Prinsip “ABC” itu adalah :
A. : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan
pasangan (Abstinesia)
B. : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan
jangka panjang tetap (Be faithful)
C. : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau
orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)
Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
D. : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
E. :Equipment; “no sharing”jangan memakai alat suntik secara bergantian.
Sedangkan untuk penyalahgunaan NAPZA dilakukan dengan beberapa proses seperti:
1. Promotif
2. Preventif
3. Kuratif
4. Rehabilitatif
5. Represif

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 112
TES
FORMATIF
1. Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan
jangka panjang tetap (Be faithful) merupakan prinsip pencegahan …
a. Prinsip A
b. Prinsip B
c. Prinsip C
d. Prinsip E

2. Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para anggota masyarakat
yang belum memakai atau bahkan belum mengenal narkoba sama sekali. Pernyataan
tersebut salah satu program pendidikan kesehatan NAPZA di bidang…
a. Promotif

b. Kuratif

c. Rehabilitatif

d. Preventif
3. Yang merupakan kegiatan dari langkah preventif pendidikan kesehatan NAPZA yaitu,
kecuali..
a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
b. Penyuluhan seluk beluk narkoba
c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya
d. Pengobatan alternatif

4. Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba merupakan salah
satu kegiatan dari sisi…
a. Promotif

b. Kuratif

c. Rehabilitatif

d. Preventif

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 113
5. Program yang ditujukan untuk menindak para produsen, bandar, pengedar dan pemakai
narkoba secara hukum.Program ini merupakan instansi peerintah yang berkewajiban
mengawasi dan mengendalikan produksi aupun distribusi narkoba. Pernyataan tersebut
pendidikan kesehatan NAPZA di sisi…

a. Represif

b. Kuratif

c. Promotif

d. Preventif

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Hubungan Antar Konsep Penyalahgunaan NAPZA dengan Ketidakefektifan


Koping Individu. Ponorogo: Reposiroty Universitas Muhammadiyah Ponorogo (UMP)
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Konseling pada Klien Penyalahgunaan NAPZA bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 114
Kegiatan Belajar: 8
Trend dan Issue HIV/AIDS Family Centered
Pada ODHA
 120 Menit

PENDAHULUAN

B
anyak issue legal yang terjadi dalam perawatan pasien. Perawatan pasien dengan
HIV/AIDS menimbulkan banyak masalah sulit baik tentang tes HIV, stigma dan
diskriminasi, masalah dipekerjaan, dan masih banyak masalah yang lain.

Penerimaan masyarakat terhadap pasien HIV/AIDS masih kurang disebabkan HIV


banyak dihubungkan dengan mitos-mitos di masyarakat. Perawat harus selalu mengevaluasi diri
untuk memastikan tindakannya telah sesuai dengan prinsip etik dan hukum. Hukum merupakan
proses yang dinamis sehingga tenaga kesehatan juga harus selalu memperbaharui pengetahuan
mereka tentang hukum yang berlaku saat itu. Prinsipnya, bersikap jujur pada pasien dan meminta
informed consent atas semua tindakan atau pemeriksaan merupakan tindakan yang paling aman
untuk menghindari implikasi hukum

Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan
dan manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 8, akan dibahas tentang media
pembelajaran berbasis ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran..

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan trend dan issue
HIV/AIDS Family Centered pada ODHA untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun
sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep family centered care
dan pelaksanaanya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 115
URAIAN MATERI

A. Konsep dari Family Centered Care pada ODHA


Menurut Associaltion for the Care of Chidren’s Health (ACCH), Family
Centered Care (FCC) sebagai filosofi pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan
peran penting dari keluarga akan membangun kekuata, membantu untuk membuat sutu
pilihan terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama
anak sakit dan menjalani penyembuhan.
B. Alasan Family Centered Care pada ODHA
Keluarga merupakan lingkungan sosial terdekat dan sangat signifikan
berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan secara umum. Selain itu, alasan dari
adanya penerapan Family Centered Care pada ODHA adalah:
1. Membangun sistem kolaborasi dari kontrol atau penyembuhan pada ODHA
2. Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada kelemahan keluarga
3. Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA sebagaimana professional
4. Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan
5. Meningkatkan lebih banyak sharing informas dengan pasien ODHA, keluarga,
dan pemberi pelayanan informasi professional
6. Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku
C. Dukungan Family Centered Care pada ODHA
1. Dukungan emosional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan materi
4. Dukungan informasi
5. Dukungan bersosialisasi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 116
D. Elemen Family Centered Care pada ODHA
1. Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara profesi kesehatan
fluktuatif
2. Memfasilitasi kolaborasi keluarga professional pada semua level perawatan
kesehatan
3. Meningkatkan kekuatan keluarga dan mempertimbangkan metode-metode
alternative dalam koping
4. Memperelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebh lengkap oleh keluarga
tentang perawatan pada ODHA yang tepat.
5. Menimbulkan rasa supportif anatara orang tua dengan ODHA
6. Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan pada ODHA
7. Melaksanakan kebijakan dan program yang tepat, komprehensif, meliputi
dukungan emosional dan dinansial dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
keluarganya.
8. Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan flesksibel, aksesibilitas,
dan responsive ODHA terhadap kebutuhan pasien
9. Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif meliputi dukungan
emosional dengan staf elemen Family Centered Care.
E. Intervensi Family Centered Care pada ODHA
1. Orientasi keluarga
2. Terbentuknya family care specialist (FCS)
3. Visitasi terbuka
4. Mengijinkan keluarga untuk ada didekat pasien selama pasien dilakukan
tindakan/prosedur.
5. Dibentuk dan dijalankannya family support group.
6. Mendorong keterlibatan keluarga dalam perawatan
F. Solusi
Dalam penyembuhan HIV ada dua aspek yang memengaruhi dalam proses pengobatan
penyakit, aspek yang pertama hanya dengan melakukan pengobatan medis sedangkan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 117
aspek kedua yaitu pengobatan medis yang ditunjang dengan dukungan sosial dari
lingkungan sekitar meliputi dokter, masyarakat, dan keluarga.
Intervensi yang dilakukan yaitu dengan pendekatan dalam proses penyembuhan HIV,
dengan tujuan untuk melibatkan anggota keluarga pasien HIV dalam keterbukaan HIV,
konseling, dan perawatan medis.
1. Strategi pertama
Untuk memperkuat hubungan keluarga. Mereka bisa mendorong keterlibatan
keluarga dan interaksi dengan melibatkan ODHA dan anggota keluarga mereka
dalam kegiatan yang sama (misalnya games, olahraga, kegiatan hiburan lainnya,
pertemuan kelompok dan lain-lain). Strategi ini juga dapat berfokus pada
peningkatan keterampilan manajemen emosional dan komunikasi yang efektif
untuk keluarga dan ODHA.
2. Strategi kedua
Untuk membantu keluarga yang terkena HIV menyesuaikan diri dengan
perubahan yang dibawa oleh ODHA dan mengurangi stress mereka serta isolasi
sosial yang dialami oleh ODHA. Petugas kesehatan dapat mempertimbangkan
mengundang keluarga pasien HIV untuk bergabung dalam konseling HIV
sehingga mereka dapat belajar lebih banyak pengetahuan tentang pencegahan dan
pengobatan HIV dan memberikan dukungan sosial yang potensial. Anggota
keluarga juga dapat didorong untuk berpartisipasi dalam manajemen kepatuhan
pengobatan pada ODHA.
3. Strategi ketiga
Untuk mengatasi kebutuhan anggota keluarga khususnya penyedia perawatan
pasien HIV dalam keluarga mereka. Konseling psikologis dan dukungan sosial
akan sangat membantu keluarga untuk mencegah mereka dari mengorbankan
kehidupan keluarga normal dan kehilangan self-efficacy dalam mengatasi HIV.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 118
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan
utama yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi,
kemudian identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Menurut Associaltion for the Care of Chidren’s Health (ACCH), Family Centered Care
(FCC) sebagai filosofi pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting dari
keluarga akan membangun kekuata, membantu untuk membuat sutu pilihan terbaik, dan
meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani
penyembuhan. Keluarga merupakan lingkungan sosial terdekat dan sangat signifikan
berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan secara umum.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 119
TES
FORMATIF
1. Filosofi pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran penting dari keluarga
akan membangun kekuata, membantu untuk membuat sutu pilihan terbaik, dan
meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan
menjalani penyembuhan disebut…
a. Home Care
b. Family Centered Care
c. Family Care
d. Continuum of Care
2. Yang merupakan alasan diterapkannya Family Centered Care pada ODHA adalah,
kecuali….
a. Membangun sistem kolaborasi dari kontrol atau penyembuhan pada ODHA
b. Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada kelemahan keluarga
c. Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan
d. Menimbulkan rasa supportif anatara orang tua dengan ODHA
3. Memperelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebh lengkap oleh keluarga tentang
perawatan pada ODHA yang tepat. Pernyataan tersebut merupakan..
a. Elemen
b. Strategi
c. Intervensi
d. Solusi
4. Dibentuk dan dijalankannya family support group. Pernyataan tersebut merupakan..
a. Elemen
b. Strategi
c. Intervensi
d. Solusi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 120
5. Untuk membantu keluarga yang terkena HIV menyesuaikan diri dengan perubahan yang
dibawa oleh ODHA dan mengurangi stress mereka serta isolasi sosial yang dialami oleh
ODHA. Hal tersebut merupakan ….
a. Strategi
b. Solusi
c. Penyebab
d. Elemen

A.
B.
C.
GLOSARIUM

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome


HIV : Human Immunodeficiency Virus
ODHA : Orang Dengan HIV/AIDS

DAFTAR PUSTAKA

Allison L, et. al. 2015. Family Centered (FACE) advance care planning: Study design and
methods for a patient-centered communication and decision making intervention for
patients with HIV/AIDS and their surrogate decision-makers. Contemporary Clinical
Trials 43, 172-178
Mahirdining, Anggipita Budi. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan, Motivasi, dan Dukungan
Keluarga dengan Kepatuhan Terapi ARV ODHA. Jurnal Kesehatan Masayarakat
5(2), 131-137.
Nursalam. 20017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba
Medika.
Sandy Marubenny, et al. Perbedaan Respon Sosial Penderita HIV/AIDS yang mendapat
dukungan keluarga dan tidak mendapat dukungan keluarga dibalai kesehatan paru
masyarakat (BPKM) Semarang. Jurnal Keperawatan Komunitas, 1(1), 43-51
Shan Qiao, et al. 2015. The role of social relationship in HIV healing and its implications in HIV
cure in China. Health Psychology Behaviour Med., 3(1), 115-127

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 121
Kegiatan Belajar: 9
Manajemen Kasus Klien HIV/AIDS dan
Penyalahgunaan NAPZA
 120 Menit

PENDAHULUAN

M
anajemen kasus adalah pelayanan yang diberikan pada klien yang rentan agar
mereka memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam sistem pemberian pelayanan
yang terfragmentasi di Amerika. Frankel dan Gelman (1988) mengatakan bahwa
“tujuannya adalah akses pelayanan dan kordinasi”, yang berkaitan dengan bantuan berbasis
masyarakat untuk memampukan orang-orang menjalani kehidupannya dalam lingkungan biasa
dan bukan lembaga. Klien-klien rentan ini, termasuk yang menderita gangguan kejiwaan, orang
lanjut usia terlantar, dan penyandang cacat mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam yang
terus membutuhkan perawatan
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan
dan manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 9, akan dibahas tentang media
pembelajaran berbasis ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan manajemen
kasus HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun
sebelumnya Anda diharapkan terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep dan tahapan-tahapan
dalam manajemen kasus.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 122
URAIAN MATERI

A. Manajemen Kasus
Manajemen kasus adalah proses pengelolaan tindakan penanganan kasus
yang meliputi assesment, perencanaan, pelaksanaan pelayanan, pemantauan atau
monitoring dan evaluasi untuk menangani masalah secara sistematis dengan
berkordinasi dan melibatkan sumber-sumber yang dibutuhkan (Akbar Halim,2010).
B. Manajemen Kasus HIV
1. Definisi
Manajemen kasus HIV/AIDS adalah suatu layanan yang mengaitkan dan
mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan
dukungan medis, psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan
(Albert & Gilbert, 2008).
2. Tujuan
a. Tersedianya akses pelayanan dan koordinasi yang mencakup
bantuan berbasis masyarakat
b. Memungkinkan orang-orang mempunyai masalah untuk menjalani
kehidupan secara normal dalam lingkungan alamiah.
3. Dasar Pemikiran
a. Menyadari bahwa hidup dengan HIV merupakan tantangan
biopsikososial dan spiritual
b. Karena krisis dapat terjadi dalam spectrum masa penyakit dan
kemungkinan kebutuhan ODHA akan berubah
c. Pencegahan dan pengurangan risiko merupakan komponen
pelayanan manajemen kasus HIV/AIDS
d. Program terpadu dalam memperhatikan peningkatan mutu melalui
evaluasi hasil
e. Menjaga kerahasiaan ODHA
f. Memperhatikan kompetensi budaya

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 123
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 124
4. Manajer Kasus
a. Professional yang bekerja dan peduli pada program penanggulangan
HIV/AIDS
b. Professional yang mampu menjaga kerahasiaan ODHA
c. Professional yangmampu bekerja erat dengan tim perawatan
kesehatan
d. Professional yang mampu memfasilitasi ODHA pada akses
perawatan dan dukungan
e. Professional yang mencakupkan upaya pengurangan risiko dan
pendidikan HIV
5. Tahapan
a. Wawancara (Intake)
Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara awal dan
dalam berbagai setting wawancara ini digabung dengan intake.
Tujuan utama wawancara awal adalah membangun rapport yang
nyaman yang memfasilitasi pengembangan suatu hubungan kerja
sama dan menempatkan pekerja sosial sebagai titik aman dalam
kontak dengan klien. Intake dilakukan asesmen awal tentang
kebutuhan klien yang bertujuan untuk menjembatani kesenjangan
antara kebutuhan akan layanan dan sistem sumber daya.
b. Assesmen (Assesment)
Assesment merupakan kunci dalam membangun profil dasar
bagi rujukan layanan awal, pengembangan rencana pelayanan, dan
kriteria evaluasi hasil pelayanan. Instrumen formal digunakan untuk
mengumpulkan informasi seperti data dasar klien, informasi medis,
situasi kehidupan, sejarah dan situasi pribadi, relasi dan
dukungan sosial, pendidikan kesehatan, keberfungsian psikososial
dan status mental, status fungsional, kebutuhan dan isu-isu layanan,
dan isu-isu legal.
Manajer kasus menjalankan dua fungsi baru yang semakin
meningkat, yaitu melakukan assesment risiko dan kemampuan klien

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 125
untuk patuh pada pengobatan dengan HAART (Highly Active
Antiretroviral Theraphy). Melakukan assessment risiko penularan
HIV mencakup identifikasi hambatan bagi klien untuk mengurangi
risiko penularan serta pendidikan tentang penularan HIV dan cara
untuk mengurangi risiko.
Apabila perilaku berisiko diidentifikasi, maka diatasi
melalui rencana pelayanan serta dipantau dalam konteks relasi
manajemen kasus yang terus berlangsung. Fungsi tambahan, yaitu
menentukan kemampuan untuk patuh, harus dilakukan dalam kerja
sama dengan tim medis. Peran manajer kasus tidak hanya
mengidentifikasi dan membantu mengatasi hambatan psikososial
dalam mengikuti pengobatan, tetapi juga untuk mengadvokasi
adanya akses bagi pengobatan baru
c. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yaitu tahap untuk menyusun dan
mengembangkan layanan yang menyeluruh untuk klien sesuai
dengan hasil assessment. hasil-hasil identifikasi masalah yang
didapatkan dari tahap assessment (sesuai dengan keinginan klien,
masalah kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia), kemudian
disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan selanjutnya dapat
ditetapkan prioritas masalah yang digunakan untuk menyusun
perencanaan. Manajer kasus dan klien bekerja sama untuk membuat
inventarisasi masalah dan isu serta merumuskan tujuan jangka
panjang dan jangka pendek yang mendukung tujuan menyeluruh
pemeliharaan kesehatan. Perencanaan khusus yang dipandu oleh
tujuan yang realistis dibutuhkan untuk menyusun prioritas kegiatan
dan mengidantifikasi bagaimana pelayanan diperoleh, dipantau dan
dikoordinasikan antara berbagai lembaga dan sistem perawatan
kesehatan.
Tanggung jawab semua pihak dan jadwal yang realistis
harus dirumuskan dengan jelas untuk menentukan pencapaian tujuan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 126
dan kegiatan. Dalam hal pilihan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan yang diidentifikasi tidak tersedia, maka manajer kasus
mungkin perlu mempertimbangkan untuk melakukan advokasi
dalam mengupayakan pilihan atau merencanakan solusi sementara.
Rencana pelayanan harus didokumentasikan dalam file klien
bersama dengan korespondensi dan formulir pengajuan bantuan,
prosedur eksperimen penggunaan obat dan sebagainya. Ringkasan
perencanaan yang juga mencantumkan informasi pihak yang bisa
dihubungi akan sangat membantu bagi klien.
d. Pelasanaan (Implementation)
Dalam tahap pelaksanaan pekerja sosial dan klien
melakukan tindakan untuk mencapai tujuan rencana pelayanan.
Tahap ini mencakup dua hal, yaitu direct service yaitu pelayanan
langsung dan indirect service atau pelayanan tidak langsung.
Manajer kasus dalam tahap pelayanan langsung atau direct service
harus mampu mendampingi dan mendukung klien untuk melakukan
perubahan lebih baik, agar bisa lebih semangat menjalani hidup dan
bisa memiliki keahlian agar dapat membanggakan dirinya sendiri
dan oramg lain.

Sedangkan pada pelayanan tidak langsung atau indirect


service, manajer kasus menghubungkan klien dengan sistem sumber
daya yang dibutuhkan berupa lembaga sosial dan juga lembaga yang
dapat menjadi mutual care bagi klien, dan juga seorang manajer
kasus perlu melakukan intervensi terhadap keluarga klien atau teman
klien agar klien bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan oleh klien.
Rencana pelayanan biasanya dilaksanakan semakin
meningkat dan kemajuannya di dokumentasikan dengan cermat
termasuk tanggal kontak, informasi tentang siapa yang memulai
kontak serta tindakan lain yang dilakukan setelah kontak dilakukan.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 127
e. Pemantauan (Monitoring)
Monitoring merupakan salah satu tugas utama setelah tahap
pelaksanaan atau implementation. Selama proses monitoring,
manajer kasus tetap berhubungan dan melanjutkan komunikasi
dengan penyedia layanan lain. Proses monitoring terdiri dari dua
bagian. Pertama, menentukan apakah perencanaan pelayanan sudah
lengkap dan berhasil dijalankan sesuai dengan kebutuhan klien.
Kedua, berfokus apakah tujuan pelayanan yang telah ada sudah
selesai dilaksanakan atau belum. Selain itu harus diketahui juga ada
tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya
kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan
yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan stabilasi terhadap perubahan
yang sudah diharapkan terjadi.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana
efektifitas dari pelaksanaan manajemen kasus, menentukan apakah
populasi yang terkena HIV dalam suatu wilayah geografis memiliki
pengetahuan tentang ketersediaan layanan, melakukan survei
terhadap pemberi layanan tentang kepuasannya dengan layanan
manajemen kasus (khususnya apabila manajer kasus bekerja sama
dengan tim medis).
Disamping metode evaluasi tradisional ini, beberapa
program mulai mengarahkan perhatiannya pada evaluasi berbasis
hasil. Contoh evaluasi hasil dapat mencakup apakah manajemen
kasus membantu klien untuk taat dalam perawatan atau apakah
manajemen kasus meningkatkan aksesbilitas perawatan. Proses
peningkatan mutu terjadi pada pemberian layanan tingkat mikro dan
makro, memenuhi kebutuhan klien serta komunitasyang terkena

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 128
g. Pengakhiran (Termination)

Terminasi yang tepat dilakukan apabila klien telah


mendapatkan apa yang telah menjadi tujuannya, klien telah mampu
mandiri untuk mengatur dirinya sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, klien telah berhasil kerjasama dengan lembaga pelayanan
sosial, sistem komunitasnya atau yang lainnya sesuai dengan yang
telah direncanakan. Pada masa transisi manajer kasus mengajak klien
untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan pemenuhan
kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi selain proses yang
diakhiri atas dasar kesepakatan bersama karena sudah tercapainya
suatu kemampuan tertentu dari klien.
Terminasi juga dapat terjadi secara sepihak, misalnya saja
karena tidak terbentuknya relasi yang baik antara manajer kasus
dengan kliennya maka dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah
terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang diharapkan akan
dapat membantu klien untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Dalam kasus ini biasanya mekanisme untuk menangani
permasalahan yang muncul pada diri klien tidak terbentuk dengan
baik

C. Manajemen Kasus Penyalahgunaan NAPZA


1. Orientasi dan identifikasi klien.
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian
pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai
masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang
dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang dalam situasi
meminta atau mencari pertolongan. Dalam masalah penyalahgunaan
NAPZA, orang yang mencari pertolongan dapat pada para penyalahguna
NAPZA langsung, keluarga atau orang lain. Dalam manajemen kasus ini,
pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case
manager). Identifikasi dan menyeleksi kepada individu untuk mendapatkan
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 129
hasil pelayanan , yang dapat berdampak positif pada kualitas hidup melalui
managemen kasus.
2. Assessment informasi dan memahami situasi klien.
Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan memformulasikan
suatu asesment kebutuhan klien, situasi kehidupan dan sumber-sumber
yang ada serta penggalian potensi klien.
3. Merencanakan program pelayanan.
Pekerja social mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses
untuk memenuhi kebutuhan klien. Klien dan keluarganya serta orang lain
yang berpengaruh secara bersama-sama merumuskan tujuan dan
merancangnya dalam suatu rencana intervensi yang terintegrasi.
4. Menghubungkan dan Mengkoordinaksikan pelayanan.
Seperti peranannya sebagai broker, manajer kasus harus menghubungkan
klien dengan sumber-sumber yang tepat. Peranan manager kasus dapat
berbeda –beda walaupun pekerja social yang utamanya sebagai partisipan
aktif dalam menyampaikan pelayanan kepada individu atau keluarga.
Manager kasus menekankan pada koordinasi dengan sumber sumber yang
digunakan klien dengan menjadi saluran dan berkomunikasi dengan
sumber-sumber pelayanan.
5. Memberikan pelayanan tindak lanjut dan monitoring.
Manager kasus secara regular menindaklanjuti hubungan dengan klien dan
penyedia pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan yang dibutuhkan
dapat diterima dan dimanfaatkan oleh klien.
6. Memberikan support pada klien
Selama pelayasnan berlangsung yang disediakan oleh berbagai sumber,
manager kasus membantu klien dan keluarganya yang meliputi pemecahan
konflik pribadi, konseling, menyediakan informasi, memberi dukungan
emosional dan melakukan pembelaan yang tepat untuk menjamin bahwa
mereka menerima pelayanan yang tepat. 

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 130
LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari
pemilihan suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan
utama yaitu untuk mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu.
Untuk itu anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi,
kemudian identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !

RANGKUMAN

Manajemen kasus HIV/AIDS adalah suatu layanan yang mengaitkan dan


mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan dukungan medis,
psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan (Albert & Gilbert, 2008).
Dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, orang yang mencari pertolongan dapat pada
para penyalahguna NAPZA langsung, keluarga atau orang lain. Dalam manajemen kasus ini,
pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manager).

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 131
TES
FORMATIF
1. Suatu layanan yang mengaitkan dan mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan
lembaga yang memberikan dukungan medis, psikososial dan praktis bagi individu yang
membutuhkan disebut…
a. Manajemen kasus HIV/AIDS
b. Manajemen kasus NAPZA
c. Intervensi HIV/AIDS
d. Intervensi NAPZA
2. Menyadari bahwa hidup dengan HIV merupakan tantangan biopsikososial dan spiritual.
Pernyataan tersebut merupakan…
a. Tujuan manajemen kasus HIV/AIDS
b. Tahapan manajemen kasus HIV/AIDS
c. Dasar pemikiran manajemen kasus HIV/AIDS
d. Definisi manajemen kasus HIV/AIDS
3. Yang merupakan tahapan dari manajemen kasus HIV/AIDS adalah, kecuali…
a. Wawancara
b. Pengkajian
c. Perencanaan
d. Pelaksanaan
4. Identifikasi dan menyeleksi kepada individu untuk mendapatkan hasil pelayanan , yang
dapat berdampak positif pada kualitas hidup melalui managemen kasus. Pernyataan
tersebut merupakan…
a. Monitoring
b. Wawancara
c. Identifikasi klien
d. Pelaksanaan

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 132
5. Manager kasus secara regular menindaklanjuti hubungan dengan klien dan penyedia
pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan yang dibutuhkan dapat diterima dan
dimanfaatkan oleh klien. Pernyataan tersebut manajemen kasus penyalahgunaan NAPZA
di bidang….
a. Monitoring
b. Wawancara
c. Identifikasi klien
d. Pelaksanaan

DAFTAR PUSTAKA

Kurniyawati, Dina. 2017. Manajemen Kasus dalam Menangani Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA) oleh Pekerja Sosial pada Yayasan Pelayanan Anak dan
Keluarga (LAYAK) di Citayam 3 Depok. Jakarta: Repository UIN Syarif
Hidayatullah.

Roberts, Albert R dan Greene, Gilbert J. Buku pintar pekerja sosial, edisi pertama.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008.

Warto. dkk. Uji Coba Model Pelayanan Sosial Penyandang HIV Dan AIDS.
Yogyakarta: Departemen Sosial RI B2P3KS, 2008.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 133
Kegiatan Belajar: 10
Prinsip Konseling pada Klien dengan
HIV/AIDS dan NAPZA
 120 Menit

PENDAHULUAN

K
onseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua
orang, dalam mana konselor melelui hubungan itu dan kemampuan-kemampuan
khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar dalam mana konseli dibantu
untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaan masa depan
yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat, dan lebih jauh dapat belajar bagaimana memecahkan
masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert dalam
Prayitno dan Amti, 1994 : 101-102)
Modul ini secara khusus akan membahas berbagai persoalan media dalam kegiatan
pembelajaran. Pada kegiatan belajar satu ini akan dibahas pengertian media itu sendiri, tujuan
dan manfaat penggunaanya, jenis-jenisnya, sampai kepada cara pemilihan yang tepat untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan pada kegiatan belajar 10, akan dibahas tentang media
pembelajaran berbasis ICT sebagai media presentasi untuk mencapai tujuan pembelajaran...

TUJUAN
Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan prinsip
konseling dan untuk mencapai capaian pembelajaran. Namun sebelumnya Anda diharapkan
terlebih dahulu dapat menjelaskan konsep dasar konseling HIV/AIDS dan penyalahgunaan
NAPZA.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 134
URAIAN MATERI

A. Konseling HIV/AIDS

Konseling HIV/AIDS merupakan komunikasi bersifat konfidensial antara klien


dan konselor yang bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi stress dan
mengambil keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi
risiko personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuaian
diri ketika klien menghadapi hasil tes positif. (World Health Organization/WHO).
UNAIDS (2000) mendefinisikan konseling HIV/AIDS dialog rahasia antara
seseorang dan pemberi layanan yang bertujuan membuat orang tersebut mampu
menyesuaikan diri dengan stres dan membuat keputusan yang sesuai berkaitan dengan
HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko personal tranmisi HIV dan
memfasilitasi perilaku pencegahan.
Konseling HIV/AIDS perlu dilakukan karena diagnosis HIV atas diri seseorang
mempunyai banyak implikasi, baik secara psikologis, fisik, sosial maupun spiritual.
Selain itu HIV merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan terapi terhadap
penderitanya harus dilakukan seumur hidup.
Di lapangan, konseling HIV/AIDS disebut juga dengan Voluntary Counseling
and Testing (VCT) atau Tes dan Konseling Sukarela. Kata ‘sukarela’ di sini
menekankan bahwa konseling harus berjalan tanpa paksaan serta berdasarkan atas
keinginan dan kesadaran dari klien itu sendiri. Selain itu testing dan konseling HIV
merupakan komponen utama dalam program HIV/AIDS. Hubungan antara konseling
dan tes HIV dapat digambarkan sebagai berikut:

Testing HIV
Klien Konselor

Hasil

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 135
VCT digunakan untuk melakukan setiap intervensi. Konseling ini minimum
terdiri atas konseling pre tes dan pasca tes HIV, juga menyediakan konseling
berkelanjutan jangka panjang, konseling dukungan, konseling keluarga dan pasangan
hingga konseling kematian.
1. Konseling Pra Tes HIV
Tes HIV senantiasa didahului oleh konseling pra tes. Konseling pra tes
individual dilaksanakan untuk membantu seseorang dalam membuat keputusan
yang baik tentang apakah akan menjalani tes HIV atau tidak. Konseling pra tes
HIV membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah HIV,
memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan
memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV.
Konseling juga dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan yang benar dan
meluruskan pemahaman yang keliru tentang HIV/AIDS dan berbagai mitosnya.
Konseling pra tes menantang konselor untuk dapat membuat keseimbangan
antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan emosi klien.
Banyak orang takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan termasuk
perlakuan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat dan keluarga. Karena itu
layanan VCT senantiasa melindungi klien dengan menjaga kerahasiaan. Peletakan
kepercayaan klien pada konselor merupakan dasar utama bagi terjaganya rahasia
dan terbinanya hubungan yang baik. Penggunaan keterampilan konseling mikro
sangat penting untuk membina rapport dan menunjukkan adanya layanan yang
berfokus pada klien.
2. Konseling Pasca Tes HIV

Konseling pasca tes HIV membantu klien memahami dan menyesuaikan


diri dengan hasil tes, baik itu hasilnya positif atau negatif. Konselor
mempersiapkan klien untuk menerima hasil tes, memberitahukan hasil tesnya, dan
menyediakan informasi selanjutnya, atau bila perlu merujuk klien ke fasilitas
layanan lainnya. Selanjutnya konselor mengajak klien mendiskusikan strategi
untuk menurunkan transmisi HIV dan pengurangan risiko.
Bentuk dari konseling pasca tes tergantung dari hasil tes. Jika hasil tes
positif, konselor menyampaikan hasil tes dengan cara yang dapat diterima klien,
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 136
secara halus dan manusiawi, serta memperhatikan kondisi individu klien dan
budaya setempat. Ketika hasil tes positif, konselor harus:
a. Memberitahu klien sejelas dan sehati-hati mungkin, dan dapat mengatasi
reaksi awal yang timbul.
b. Memberi mereka cukup waktu untuk memahami dan mendiskusikan hasil
tes tersebut.
c. Memberikan informasi dengan cara yang mudah dimengerti, memberikan
dukungan emosional, dan membantu mereka untuk mendiskusikan
bagaimana mereka akan menghadapi hal itu, termasuk mengidentifikasi
dukungan apa yang tersedia di rumah.
d. Merujuk klien ke layanan yang diperlukan, misalnya kelompok dukungan
masyarakat atau fasillitas kesehatan.
e. Menjelaskan bahwa hasil tes akan tetap dirahasiakan, sehingga tidak akan
ada orang lain yang tahu kecuali atas persetujuan klien.
f. Mendiskusikan siapa orang yang mungkin ingin diberitahu tentang hasil tes
itu dan bagaimana cara untuk melakukannya.
g. Menjelaskan bagaimana klien dapat menjaga kesehatannya termasuk
informasi tentang pola hidup, makanan, olah raga, istirahat, dan
menghindari infeksi.
h. Memberi tahu klien tentang layanan kesehatan dan terapi jika dibutuhkan.
i. Bila klien adalah wanita hamil, mendiskusikan cara menghindari penularan
terhadap bayinya, membantu mereka untuk membuat keputusan yang
mereka rasa paling baik dan merujuk untuk knseling lebih lanjut.
j. Mendiskusikan pencegahan cara penularan HIV kepada pasangan-
pasangan yang munngkin tidak terinfeksi dan memberikan informasi
tentang hubungan seks yang lebih aman.

Konseling tetap diperlukan walaupun hasil tes negatif. Di sini konselor dan
klien mendiskusikan perasaan yang timbul dari hasil tersebut dan mendiskusikan
pencegahan dari infeksi HIV. Meskipun orang akan merasa lega mendapatkan hasil
negatif, konselor harus menjelaskan bahwa karena adanya masa jendela (window

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 137
period), hasil negatif ini tidaklah sepenuhnya menjamin bahwa orang ini tidak
terinfeksi HIV. Konselor harus menganjurkan untuk mempertimbangkan datang
kembali dan tes ulang setelah 3-6 bulan. Selain itu, konselor dapat membantu klien
dalam memformulasikan strategi lain agar tetap dalam hasil tes yang negatif.

3. Alasan dan Tujuan Konseling HIV/AIDS


Masalah HIV/AIDS merupakan masalah sosial yang berdampak besar pada
masyarakat. Untuk itu diselenggarakan suatu layanan VCT yang dimaksudkan
sebagai usaha pencegahan dan perawatan HIV. Adapun alasan diadakannya VCT
adalah:
a. Pencegahan HIV
Konseling dan tes sukarela HIV berkualitas tinggi merupakan
komponen efektif (juga efektif dari sudut biaya) pendekatan prevensi, yang
mempromosikan perubahan perilaku seksual dan perilaku berisiko lainnya
dalam menurunkan penularan HIV. Dalam laporan mengenai efektivitas
VCT di Kenya, Tanzania, dan Trinidad pada tahun 2000, mereka yang
menggunakan jasa layanan VCT, di dalam dirinya ada perasaan yang kuat
tentang tata nilai, akivitas seksual, dan diagnosis (apakah positif atau
negatif) dan seringkali mereka betul-betul menurunkan perilaku
berisikonya. VCT menawarkan kepada para pasangan untuk mencari tahu
status HIV mereka dan perencanaan hidup mereka yang berkenaan dengan
hal tersebut.
b. Pintu masuk menuju terapi dan perawatan

VCT telah terbukti sangatlah berperan sebagai pintu gerbang menuju


pelayanan medik dan dukungan sesuai yang dibutuhkan. VCT sudah
mendesak untuk dipandang sebagai penghormatan atas hak asasi mereka dari
sisi kesehatan masyarakat, karena infeksi HIV merupakan hal serius yang
mempunyai dampak begitu besar bagi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, termasuk kesehatan reproduktif, kehidupan seksual dan
keluarga, kehidupan sosial dan produktivitas masyarakat dalam jangka
panjang.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 138
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 139
Konseling HIV/AIDS merupakan suatu proses dengan tiga tujuan umum.
Konseling HIV/AIDS bertujuan untuk :
a. Menyediakan dukungan psikologis, sosial dan spiritual seseorang yang
mengidap virus HIV.
b. Pencegahan penularan HIV/AIDS dengan menyediakan informasi tentang
perilaku berisiko dan membantu orang dalam mengembangkan keterampilan
pribadi yang diperlukan untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktek
yang lebih aman.
c. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatan melalui
pemecahan masalah kepatuhan berobat.
Konselor HIV/AIDS mencapai tujuan di atas melalui :
a. Memungkinkan orang untuk mengenali dan mengekspresikan perasaannya.
b. Menggali opsi dan membantu klien membangun rencana tindakan tentang
isu atau permasalahan yang dihadapi.
c. Membangkitkan perubahan perilaku yang sesuai
d. Menyediakan informasi terkini tentang prevensi, terapi dan perawatan
HIV/AIDS
e. Memberikan informasi tentang sumber dan institusi (baik pemerintah
maupun non pemerintah) yang dapat membantu kesulitan sosial, ekonomi,
dan budaya yang timbul berkaitan dengan HIV.
f. Membantu klien memperoleh dukungan dari jejaring sosial, keluarga dan
lingkungan mereka.
g. Membantu klien menyesuaikan diri dengan keadaan yang terjadi saat ia
mengalami sakit, berduka dan kehilangan suami, isteri, pasangan, kawan,
atau penghasilan, rumah dan pekerjaan.
h. Mengambil peran advokasi, misalnya membantu klien mengatasi
diskriminasi dan mengingatkannya atas hak-haknya.
i. Membantu klien mengendalikan hidupnya dan menemukan arti
kehidupannya.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 140
Konseling HIV/AIDS lebih terarah kepada kebutuhan fisik, sosial,
psikologis dan spiritual seseorang. Oleh karena itu seorang konselor HIV/AIDS
harus mempertimbangkan masalah infeksi dan penyakit, kematian dan kesedihan,
stigma dan diskriminasi sosial, seksualitas, gaya hidup, serta pencegahan
penularan. VCT merupakan komponen kunci dalam program HIV di negara maju,
tetapi sampai kini belum menjadi strategi besar di negara berkembang, termasuk
Indonesia.
Oleh karena itu, dari sisi kesehatan masyarakat VCT sduah mendesak
untuk dipandang sebagai penghormatan atas hak asasi manusia, karena tingginya
prevalensi infeksi HIV merupakan hal serius yang mempunyai dampak terhadap
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat demikian luasnya, termasuk kesehatan
reproduktif, kehidupan seksual dan keluarga, kehidupan sosial dan produktivitas di
masyarakat.

B. Konseling Penyalahgunaan NAPZA


Tujuan konseling adalah membantu klien untuk lebih memahami cara
mengekspresikan perasaannya, cara berpikirnya serta persepsi tentang diri dan
lingkungannya sehingga klien diharapkan jadi lebih mampu mengatasi masalah yang
dihadapi secara lebih efisien dan efektif serta lebih adaktif.
Setiap klien mempunyai sifat yang unik dan masalah yang dihadapi juga berbeda.
Oleh kare itu, seorang konselor sebaiknya menguasai teori-teori konseling dasar yang
akan digunakan sebagai alat dalam memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan klien.
Misalnya, klien dengan penyalahgunaan NAPZA membutuhkan terapi kognitif
behavioral.
Kekuatan konseling bergantung pada dua faktor yang sangat erat hubungannya:
1. Kemampuan konselor untuk memfasilitasi konseling
Kemampuan memfasilitasi untuk melakukan eksplorasi dan terjadinya perubahan
dengan klien meliputi kemampuan untuk berempati, ketulusan untuk menolong,
selalu siap, kehangatan, menghargai klien, dan peka akan budaya klien.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 141
a. Empati
Dengan empati, tidak berarti konselor akan mengalami perasaan, pikiran
dan sikap seperti klien, melainkan konselor mendapat gambaran jelas
tentang situasi yang dihadapi klien.
b. Ketulusan
Dengan sikap yang tulus, konselor akan tetap menjadi dirinya sendiri dan
menghindari bersikap pura-pura dan tidak mengambil langkah defensive.
c. Responsive
Responsive melibatkan perasaan-perasaan sesungguhnya antara konselor
dank lien saat itu dan di tempat itu. Idealnya konselor dank lien berbagi rasa
apa yang terjadi diantara mereka secara jujur dan terbuka. Cara ini akan
memfokuskan klien pada kenyataan dan menjaga supaya konseling tetap
pada jalur yang benar.
d. Kehangatan
Kehangatan berkaitan khusus dengan ketulusan. Diperlihatkan secara
nonverbal, misalnya tersenyum atau menganggukkan kepala. Kehangatan
juga menunjukkan bahwa konselor juga manusia dan hal ini meningkatkan
kemanusiaan klien. Klien dengan penyalahgunaan NAPZA membutuhkan
bahwa dirinya diterima dengan kehangatan dan dihargai, sebab selama ini
mereka kurang dapat diterima dalam masyarakat atau keluarganya.
e. Dihargai
Klien harus dihargai sebagai individu yang mampu mengatasi persoalan
yang dihadapinya. Mereka cukup mampu dan bebas menentukan pilihannya
sendiri, termasuk pilihan untuk mengikuti terapi atau tidak.
f. Kepekaan terhadap Latar belakang Budaya Klien
Konselor harus menunjukkan bahwa ia memperhatikan latar belakang
budaya klien. Namun, konselor juga meyakinkan klien kalau berasal dari
budaya berbeda, hal tersebut tidak akan menghalangi tercapainya hubungan
yang baik dalam konseling.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 142
2. Strategi yang dipilih menciptakan suasana positif untuk melakukan eksplorasi dan
perubahan
Bila relasi dalam konseling antara klien dan konselor telah terbentuk,
konselor harus memusatkan perhatiannya untuk mendatang situasi yang memberi
rasa aman kepada klien sehingga klien dapat di dorong untuk terbuka
a. Pertanyaan Terbuka
Konselor medorong klien untuk menceritakan masalahnya lebih
lanjut dan lebih mendalam dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang
eksploratif. Misalnya: “dapatkah anda bercerita lebih lanjut tentang
pekerjaan anda?” atau “anda dapat menceritakan masalah itu lebih lanjut”.
b. Pernyataan Ulang
Konselor mengulang pernyataan klien dengan lebih jelas.
Pernyataan ini akan memperkuat ikatan terapeutik. Klien akan merasa
bahwa konselor memperhatikan dan peduli terhadap dirinya sendiri.
c. Refleksi
Refleksi akan mefasilitasi komunikasi dan memberikan rasa aman
kepada klien dan bahwa ia diperlukan sehingga memperkuat relasi dalam
konseling. Contoh:
Klien: :“setiap kali saya memikirkan kebiasaan minum, rasanya
Saya ingin menyendiri dan menangis. Kadang terpikir
oleh saya bahwa lebih mudah saya minum terus, mungkin
saya akan cepat mati”
Konselor : “kedengarannya anda sangat malu terhadap kebiasaan
Minum anda. Anda nampaknya tidak punya harapan
Dan sangat sedih”
d. Mendorong klien untuk berani mulai bebrbicara
Mengajukan pertanyaan dapat memperjelas kebutuhan, perasaan,
dan keyakinan klien sehingga dapat menambah wawasan berpikir,
kemajuan terapi, dan pemahaman diri. pertanyaan yang baik adalah dengan
kata tanya 'apa' atau ‘bagaimana’.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 143
e. Hening
Konselor harus bisa nyaman dengan hening tetapi konselor harus
menggunakan hening secara tepat. Diam dapat memberi kesempatan untuk
introspeksi diri dan terjadinya kecemasan yang bersifat terapeutik. Keadaan
ini dapat mendorong klien untuk melangkah lebh lanjut menghadapi tahap
terapi yang sulit dan menyakitkan.
f. Restrukturasi Kognitif
Ketika klien telah banyak menceritakan tentang dirinya, konselor dapat
mulai meningkatkan komunikasi dengan klien ke tingkat yang lebih dalam.
Dengan restrukturasi kognitif klien dilatih untuk menyampaikan ide dan
keyakinan dengan cara lebih sesuai dengan kenyataan daripada fantasi.
Contoh:
“saya tidak dapat berubah” menjadi “saya tidak mau berubah”
“semua orang tidak suka saya” menjadi “beberapa orang tidak suka saya”

Untuk mengembangkan restrukturasi kognitif, klien dapat dilatih untuk


mengajukan pertanyaan sebagai berikut.
1). Apakah saya berpikir berdasarkan realitas atau angan-angan?
2). Apakah pikiran saya dalam situasi ini untuk membantu saya
melindungi kehidupan saya atau kesehatan saya?
3). Apakah pikiran saya dapat menolong atau menghambat saya untuk
mencapai sasaran jangka pendek maupun panjang

g. Konfrontasi
Merupakan alat penting untuk mendorong klien agar maju, tetapi hanya
akan efektif bila terbentuk relasi terapeutik yang solid dan bila klien telah
siap menghadapinya. Dalam hal ini konfrontasi dilakukan bila terdapat
ketidaksesuaian anatara kata dan apa yang mereka alami, antara apa yang
dikatakan klien kemarin dan yang dikatakan sekarang, serta apa yang
dikatakan berbeda dengan yang dilakukan.
h. Mengenali dan Mengatasi Situasi Risiko Tinggi

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 144
Bila klien dan konselor mengetahui situasi rawan untuk menggunakan
NAPZA, maka klien dengan bantuan konselor dapat menyusun rencana
untuk menghadapi situasi tersebut. Ada empat domain situasi (Carrol,
1998):
a. Sosial: misalnya dengan siapa klien menghabiskan waktunya,
dengan siapa ia menggunakan NAPZA, bagaimana hubungan
mereka
b. Lingkungan: misalnya waktu dan tempat khusus menggunakan
NAPZA
c. Kognitif: pikiran timbul setiap kali sebelum menggunakan NAPZA
d. Jasmani: keadaan jasmani dan sensasi pada indra (perabaan,
pendengaran, dll) sebelum menggunakan NAPZA.
i. Latihan Relaksasi Otot
Latihan ini berguna pada keadaan cemas dan ketegangan. Pada klien
penyalahgunaan NAPZA relaksasi berguna untuk mengatasi ansieta (dual
diagnosis), mempermudah tidur, mengatasi kecemasan yang biasanya
muncul sebelum kambuh, atau meredakan ketegangan pada situasi
emosional atau sosial. Cara ini mudah dilaksanakan dan setelah dilatih klien
dapat melakukan sendiri.

LATIHAN

Latihan ini bukan Tes, atau mengukur penguasaan Anda terhadap kegiatan belajar 1 dari modul
media pembelajaran ini. Latihan ini sebagai pengayaan agar Anda lebih mendalami esensi dari pemilihan
suatu media, yang didasarkan dengan berbagai pertimbangan, diluar pertimbangan utama yaitu untuk
mencapai tjuan pembelajaran. Perhatikan tugas Anda!
1. Anda diminta untuk melakukan perbaikan kualitas pembelajaran mata pelajaran tertentu. Untuk itu
anda diminta untuk membuat disain pembelajaran. Tentukanlah satu topik materi, kemudian
identifikasi jenis media yang akan Anda gunakan dalam proses pembelajaran.
2. Gunakan segala pertimbangan yang ada untuk memilih media yang dibutuhkan. Jangan lupa
mencatumkan alasan-alasan rasional Anda,
Selamat Mengerjakan !
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 145
RANGKUMAN

Konseling HIV/AIDS merupakan komunikasi bersifat konfidensial antara klien dan


konselor yang bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi stress dan mengambil
keputusan berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko personal
penularan HIV, fasilitasi pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien
menghadapi hasil tes positif. (World Health Organization/WHO).
Setiap klien mempunyai sifat yang unik dan masalah yang dihadapi juga berbeda. Oleh
kare itu, seorang konselor sebaiknya menguasai teori-teori konseling dasar yang akan digunakan
sebagai alat dalam memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan klien. Misalnya, klien dengan
penyalahgunaan NAPZA membutuhkan terapi kognitif behavioral.

TES
FORMATIF
1. Dialog rahasia antara seseorang dan pemberi layanan yang bertujuan membuat orang
tersebut mampu menyesuaikan diri dengan stres dan membuat keputusan yang sesuai
berkaitan dengan HIV/AIDS...
a. Konseling HIV/AIDS
b. Komunikasi HIV/AIDS
c. Intervensi HIV/AIDS
d. Solusi HIV/AIDS
2. Menyediakan dukungan psikologis, sosial dan spiritual seseorang yang mengidap virus
HIV. Pernyataan tersebut merupakan...
a. Kekuatasn konseling
b. Faktor konseling
c. Tujuan konseling
d. Keuntungan Konseling

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 146
3. Konselor harus menunjukkan bahwa ia memperhatikan latar belakang budaya klien.
Namun, konselor juga meyakinkan klien kalau berasal dari budaya berbeda, hal tersebut
tidak akan menghalangi tercapainya hubungan yang baik dalam konseling. Pernyataan
tersebut disebut……
a. Empati
b. Responsive
c. Ketulusan
d. Kepekaan
4. Salah satu strategi yang dipilih menciptakan suasana positif untuk melakukan eksplorasi
dan perubahan adalah…
a. Empati
b. Pertanyaan terbuka
c. Ketulusan
d. Kehangatan
5. Berikut merupakan domain situasi, kecuali…
a. Sosial
b. Lingkungan
c. Kognitif
d. Refleksi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2016. Konsep Dasar Konseling HIV/AIDS. Bandung: Research Universitas Pendidikan
Indonesia.
Kemenkes RI. 2010. Pedoman Konseling Gangguan Penggunaan NAPZA bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI.

Program Studi Pendidikan Profesi NERS


Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 147
Program Studi Pendidikan Profesi NERS
Tahap Sarjana Terapan Keperawatan 148

Anda mungkin juga menyukai