Chapter II
Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis
2.1.1 Definisi
dermatitis eksogen bila diakibatkan oleh faktor-faktor dari dalam tubuh sendiri
(Harrianto, 2013)
2.1.2 Etiologi
Kimia (contoh: deterjen, asam, basa, oli, semen), Fisik (contoh: sinar, suhu),
dermatitis atopic dan sebagian lainnya tidak diketahui etiologi yang pasti
(Djuanda, 2011)
bahan kimia, fisik (sinar), mikroorganisme (bakteri, jamur), ataupun dari dalam
(endogen).
12
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Patogenesis
terutama yang penyebabnya faktor endogen. Yang telah banyak dipelajari adalah
tentang dermatitis kontak (baik iritan maupun alergi), dan dermatitis atopik.
stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
yang sakit. Papula, vesikel, bula, krusta, dermatografisme putih. Gambaran klinik
subakut eritema, krusta. Gambaran klinik kronis lebih berkerak, berpigmen dan
menebal. Lebih seperti likenifikasi dan mempunyai fisura. Asma dan rhinitis
2.1.5 Pengobatan
multi faktor, kadang juga tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat
yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis
kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun
dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitasi
kontak merupakan reaksi imflamasi kulit terhadap unsure-unsur fisik, kimia yang
non-alergik akibat pajanan terhadap substansi iritatif, atau tipe alergik (dermatitis
kontak alergik) yang disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap
alergen kontak. Reaksi pertama dari dermatitis kontak mencakup rasa gatal,
terbakar, eritema yang segara diikuti oleh gejala edema, papula, vesikel serta
perembasan cairan atau secret. Sedangkan pada fase subakut, perubahan vesikuler
ini tidak begitu mencolok lagi dan berubah menjadi pembentukkan krusta,
pengeringan, pembentukan fisura serta pengelupasan kulit. Jika terjadi reaksi yang
terjadi pada kulit akibat pajanan dengan suatu substansi dari luar tubuh, baik dari
terlebih lagi masyarakat industry. Dalam era industrialisasi saat ini, terdapat
Dermatitis kontak adalah penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak
dengan bhan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan
bahan seperti formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat
ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan.
pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi
permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah
terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam. Bahan iritan ataupun allergen yang
merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit
atau dermatitis..
causes/influences. Secara garis besar faktor-faktor tersebut antara lain (Lestari dan
Utomo, 2007):
1. Lama Kerja
kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka akan
semakin merusak sel kulit hingga kelapisan yang lebih dalam dan resiko
mengatakan bahwa semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit, makan
penetrasi bahan kikia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam
kontak bahan kimia terhadap kulit menjadi lebih lama sehingga dapat
merugikan kulit (Cohen, 1999). Hipp dalam (Lestari dan Utomo, 2007)
sebelum dicuci.
3. Penggunaan APD
Menurut Suma’mur (2014), Alat Pelindung Diri adalah suatu alat untuk
4. Masa Kerja
dapat menjadi salah satu faktor yang mengindikasi bahwa pekerja tersebut
Jika pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan dalam prosedur
Pekerja dengan masa kerja > 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki
sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan
2.3.1 Definisi
langsung dengan bahan yang menyebabkan iritasi. Dermatitis jenis ini merupakan
kuat, seperti asam dan basa konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan dermatitis
kontak iritan akut, tetapi bila disebabkan oleh substansi iritan yang lemah seperti
detergen dan air, manifestasinya sebagai dermatitis iritan kronis (Harrianto, 2013).
2.3.2 Epidemiologi
dijumoai diantara penyakit kulit akibat kerja lainnya, meliputi kira-kira dua
pertiga kasus penyakit akibat kerja. Penyakit ini lebih sering terjadi di industry
yang berkaitan dengan pekerjaan yang basah seperti catering, penyepuh secara
eletrik, dan industry yang banyak menggunakan bahan detergen (Harrianto, 2013).
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak,
angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain banyak
penderita yang kelainan ringan tidak dating berobat atau bahkan tidak mengeluh
(Djuanda, 2011).
menghasilkan efek langsung pada kulit yang kontaknya dengan efek akan
tergantung pada dosis dan lama pajanan dibandingkan dengan reaksi apapun dari
2.3.3 Etilogi
misalnya bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi
bahan tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain (Djuanda, 2011).
1. Lama Kontak
4. Gesekan
5. Trauma fisis
permeabilitas.
2. Usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi).
3. Ras (kulit hitam lebih tahan lama dari pada kulit putih).
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantujg pada sifat iritan.
Iritan kuat member gejala akut, sedang iritan lemah member gejala kronis. Selain
mengklasifikasikan DKI menjadi sepuluh macam, yaitu: DKI akut, lambat akut
membaginya menjadi dua kategori mayor yang terdiri atas DKI akt termasuk luka
bakar kimiawi dan DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas: DKI lambat akut,
1. DKI Akut
Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan
asam hidroklorid atau basa kuat, misalnya natrium dan kalium hidroksida.
terbatas pada tempat kontak. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar,
kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis.
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8
sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat
dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam
hari (dermatitis venenata). Penderita baru merasa pedih esok harinya, pada
awal terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan
nekrosis.
3. DKI Kumulatif
Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lainnya adalah
panas atau dingin, juga bahan, misalnya detergen, sabun, pelarut, tanah,
berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit
Keluhan penderita pada umunya rasa gatal karena kulit retak (fisur). Ada
kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema,
perhatian.
DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
Contoh pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu: tukang
cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata
4. Reaksi Iritan
dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, dan erosi. Umumnya dapat
5. DKI Traumatik
7. DKI Subyektif
Juga disebut DKI sensori; kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita
merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah ontak dengan
2.3.5 Pencegahan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
sempurna dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan
usuda tentang penggunaan alat dan akibat buruk yang mungkin terjadi kalau
terpajan.
kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu juga harus dipantau, jika terjadi reaksi
pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan. Pemeriksaan kesehatan
secara rutin dan berkala kepada para pekerjaan, dalam penggunaan bahan-bahan
mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya utama
pencegahan.
2.4.1 Definisi
kontak dengan substansi eksternal, tetapi berbeda dengan dermatitis kontak akibat
iritasi, kelainan kulit ini diakibatkan oleh suatu proses imunologis. Tidak seperti
dermatitis kontak akibat iritasi, kelainan kulit ini tidak menyebabkan kerusakan
langsung pada lapisan korneum kulit. Sebelum individu menjadi sensitive pada
suatu alergen, ia harus menaglami beberapa kali kontak dengan substansi alergen
2.4.2 Epidemiologi
karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sengat peka (hipersensitif).
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
kerja. Respon biasanya spesifik untuk satu bahan, tetapi biasanya tertunda satu
memerlukan waktu beberapa jam, tetapi reaksi berikutnya dapat tercetus oleh
Dahulu diperkiran bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan
DKA 20% tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukan bahwa
dermatitis kontak akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja
(Djuanda, 2011).
2.4.3 Etiologi
umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses disebut
makrofag kulit, dan dibawa kejaringan limfe. Didalam kelenjar limfe regional,
3. Lama pajanan
4. Oklusi
5. Suhu
6. Kelembaban lingkungan
7. Vehikulum
8. pH
Djuanda (2011):
epidermis).
matahari).
keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
DKA akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis: mungkin
penyebabnya juga campuran. DKA dapat meluas ketempat lain, misalnya dengan
cara autosesitisasi. Sclap, telapak tangan dan kaki relative resisten terhadap DKA
1. Tangan
2. Lengan
dipakaian.
3. Wajah
atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstick, pasta gigim getah buah-
buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat
rambut, mascara, eye shadow, obat tetes mata, salap mata (Djuanda,
2011).
4. Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak
pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topical, tangkai kacamata, cat
5. Leher
Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
6. Badan
7. Genitalia
(nikel), kaos kaki nilon, obat topical, semen, sapatu/sandal. Pada kaki
Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topical oleh suatu
2.4.5 Pencegahan
dermatologi pasien telah ditentukan oleh uji tempel, sangat penting untuk
menyampaikan informasi ini kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti.
Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam),
perbaikan gejala. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini
buruk. Dengan demikian, menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali
adalah pencegahan yang tidak memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan
DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik,
signifikan buruk.
produk dapat dipasarkan dan tempat kerja dirancang agar mengandung alergen
pelayanan umum maupun khusus. Pada umunya salon pada umumnya melayani
berbagai macam perawatan. Termasuk untuk kecantikan tubuh, rambut dan kuku.
Ada juga salon khusus yang hanya melayani perawatan dan kecantikan kuku.
kecelakaan yang biasa terjadi adalah luka akibat alat pemotong kuku yang tajam,
kelelahan.
kimia atau biologis agen, yang muncul sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang
dilakukan karyawati atau lingkungan tempat dia bekerja. Bahaya kesehatan kerja
di Salon Kecantikan Kuku diantaranya organik dan anorganik, bahan kimia yang
terdapat Pada pembersih cat kuku pada kuku, zat pewarna kuku, pelembab kuku,
pada pekerja salon kecantikan kuku. Jenis paparan bahan kimia yang ada di salon
(Piraccini, 2007).
Manikur berasal dari bahasa Latin yaitu manus (tangan) dan cura
pedikur adalah perawatan untuk kaki. Tata cara manikur dan pedikur pada
merendam kuku dalam cairan sabun yang hangat untuk melunakkan nail plate dan
kutikula. Kuku dipotong, dikikir dan kutikula didorong ke arah proksimal dengan
orange stick dan mengoleskan basecoat, nail polish dan topcoat. Manikur sering
dilengkapi dengan menghias kuku, yang akan dibahas tersendiri dalam tinjauan
masalah dermatologi apabila tidak tepat. Perendaman tangan dengan air sabun
mempunyai predisposisi hand eczema. (Rich, 2001) Efek samping lain adalah
kuku.(Draelos, 2007).
Cat kuku merupakan pigmen yang diendapkan dalam pelarut yang mudah
menguap untuk menutupi warna alami kuku. Nail polish, basecoat dan topcoat,
mempunyai formulasi dasar yang sama dan mengeras dengan penguapan. (Rich,
melekat pada nail plate; 2) Selaput untuk membentuk resin (7%) yaitu
plastik (7%) yaitu dibutil pthalat, dioktil pthalat, trikresil pospat, kamfor, minyak
jarak, trifenil fosfat untuk meningkatkan kelenturan; 4) Pelarut dan cairan lain
(70%) untuk memodifikasi viskositas yaitu asetat, keton, toluen, xylene, alkohol,
metilen klorida, eter; 5) Pewarna (0-1%) yaitu pigmen organik dan anorganik; 6)
Pengisi yaitu guanine fish scale atau titanium dioksida dilapisi mica flakes atau
selalu ditambahkan.
Efek samping yang terjadi pada pemakaian cat kuku ini bervariasi.
Dermatitis kontak Iritan (DKI), terhadap cat kuku merupakan efek samping yang
sering dilaporkan pada 1–3% populasi. Dermatitis dapat terjadi di sekitar area
periungual ditandai dengan eritem dan edema pada lipatan kuku proksimal dan
yang ditambahkan agar cat kuku tetap cair. DKI airborne dicurigai jika terjadi
pada wajah, leher, telinga secara simetris dan melibatkan kelopak mata bagian
2%, dan ditambah dengan bahan lain seperti keratin, vitamin, kalsium fluorida,
natural oils, serabut nilon, teflon dan sutra. Cairan ini biasa dikenal dengan
diskolorisasi biru kemerahan disertai rasa nyeri. Efek lain adalah paronikia,
hiperkeratosis subungual dan kering pada ujung jari dan dermatitis kontak iritan.
(Lorizzo, 2007).
yaitu alkohol, etil asetat atau butil asetat, berfungsi untuk menghapus nail enamel
dari nail plate. Penghapus cat kuku juga mengandung material lemak seperti setil
alkohol, setil palmitat, lanolin, castor oil dan minyak sintetis lain yang berfungsi
untuk melembabkan kuku. Efek yang terjadi akibat pemakaian bahan ini adalah
perlekatan antar sel pada lempeng kuku. Dermatitis pada area yang jauh berupa
kejadiannya.
Nail cuticle remover merupakan krim atau cairan yang berisi alkali (sodium
hidroksida dan potasium hidroksida 2-5%), gliserol dan propilen glikol sebagai
viskositas. Sediaan yang lebih ringan berisi garam anorganik (trisodium pospat
Krim atau cairan ini dioleskan pada dasar kuku selama beberapa menit,
memotong kutikula. Efek yang paling sering terjadi adalah iritasi jika nail cuticle
sekunder oleh bakteri atau jamur saat terpaparan yang bersifat kumulatif pada
pekerja.
Pelembab kuku merupakan krim atau lotion yang tersusun dari bahan
gliserol, propilen glikol dan protein dan ingredient aktif untuk meningkatkan daya
pelembab kuku adalah untuk meningkatkan kandungan air pada kuku. Pemakaian
AHA, asam laktat dan urea dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan. Bahan
dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan luka bakar pada kutikula yang
terbelah atau saat pekerja terpeleset alat pemotong kuku dan mengenai sendiri.
yang direkatkan dengan lem pada seluruh kuku atau pada ujung kuku. Kuku
sianoakrilat (lebih dari 90%), hidrokinon, asam sulfonat organik dan akrilik
Efek samping pemakaian kuku tambahan pada pekerja yaitu DKI karena
tricresyl ethyl phthalate sangat jarang terjadi. DKI biasanya disebabkan oleh lem
yang digunakan untuk merekatkan kuku plastik. Oklusi permanen dengan kuku
buatan yang menutupi seluruh kuku menyebabkan iritasi dan merusak nail plate.
Kuku yang lebih panjang baik natural atau buatan menyebabkan kolonisasi
bakteri pada tepi bebasnya. Penelitian di Okahoma selama 15 bulan terhadap 439
(35%) meninggal.
Penelitian lain pada tahun 1998 oleh Edel dkk, menemukan kolonisasi
bakteri batang gram negatif lebih banyak pada pekerja kecantikan kuku yang
buatan mempunyai kolonisasi mikroba yang lebih banyak setelah cuci tangan
untuk melepas kuku buatan, cat kuku, atau perekat yang mengandung sianoakrilat.
Bahan ini sering menyebabkan DKI pada periungual, onikodistrofi dan dermatitis
ektopik pada wajah, kelopak mata dan beberapa bagian tubuh lain. Shilley dan
(benzoil peroksida) pada suhu kamar. Pasta ini dituangkan ke cetakan pada nail
lapisan yang keras. Setelah itu kuku akrilik dihaluskan, dibentuk dan dioles cat
kuku. Celah yang timbul antara lipatan kuku proksimal dan kuku akrilik karena
iritasi, yang dapat terjadi setelah 2-4 bulan atau 16 bulan pemakaian. Gejala
awalnya adalah gatal, kering dan menebal pada nail bed kemudian terjadi
onikolisis. Nail plate menjadi tipis, robek dan diskolorisasi. Paronikia biasanya
muncul pada reaksi alergi, berupa rasa nyeri di sekitar kuku atau parestesia.
nail bed, dengan atau tanpa onikolisis. Iritasi juga terjadi apabila asam metakrilat
mengenai kutikula. Abrasi kutikula sebelum aplikasi kuku pahat merupakan pintu
hidrasi pada kuku karena terhambatnya penguapan nail plate dapat meningkatkan
Bentuk kuku pahat yang lain adalah kuku gel, yang terdiri dari campuran
polimetil metakrilat. Kuku gel dioles seperti cat kuku biasa, kemudian jari tangan
dimasukkan dalam kotak cahaya ultraviolet (UV) lemah selama 1-2 menit. Setelah
itu, dioles cat kuku, lapisan pengkilat kuku dan masing-masing disinar UV lagi. (
Rich, 2001).
Efek yang terjadi pada pemakaian kuku gel adalah reaksi alergi.
Penyusutan gel yang ditandai dengan perasaan ketat pada nail bed, pada nail plate
hangat, tegang dan luka pada ujung jari. Reaksi lain berupa lepasnya kuku dan
parestesia.
Hemmer dkk pada tahun 1996 melakukan penelitian patch test dengan
kuku gel hipoalergenik pada penderita eksema subungual dan perionikia karena
DKI yang mayoritas adalah pekerja kecantikkan kuku disebabkan oleh kuku
metakrilat.
variabel untuk diteliti lebih lanjut yaitu faktor – faktor yang berhubungan dengan
gejala dermatitis kontak iritan pada pekerja kecantikkan kuku di salon sebagai
variabel independen dan gejala dermatitis kontak iritan pada pekerja kecantikkan
gejala dermatitis kontak iritan diantaranya adalah faktor usia, lama bekerja,
Variabel Independen
Variabel Dependen
1. Usia
2. Lama Bekerja Gejala Dermatitis Kontak Iritan
3. Personal Hygiene
4. Penggunaan APD
5. Masa Kerja