Perubahan Hormonal Pada Remaja Dan Perempuan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DAN

PERENCANAAN KELUARGA

Perubahan Hormonal Reproduksi Remaja Dan Perempuan

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KESEHATAN


REPRODUKSI REMAJA DAN PERENCANAAN KELUARGA

DOSEN PENANGGUNGJAWAB : WILLA FOLONA, S.ST, M.Kes.

DISUSUN OLEH :

ADELIA PUTRI P3.73.24.1.19.001


DINDA AYU LESTARI P3.73.24.1.19.008
PEIRAWATI NURAULIA P3.73.24.1.19.020
TASYA AGUS FITRIADI P3.73.24.1.19.031
WAHYU DEWI K.H.K P3.73.24.1.19.034

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENDIDIKAN PROFESI


BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 3

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa
ada halangan apapun.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa
yang membutuhkan ilmu tambahan mengenai “Perubahan hormonal reproduksi remaja dan
perempuan”. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing kami dalam mneyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pasa mahasiswa
lainnya. Karena kesalahan adalah milik manusia dan kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang
Maha Esa. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembeljaran. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 12 Juli 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah.................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................6
1.4 Manfaat penulisan.................................................................................................................6
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Riwayat siklus menstruasi....................................................................................................6
2.2 Masa puber dan masa remaja................................................................................................9
2.3 Keluhan Sistem Reproduksi Pada Remaja Perempuan.......................................................16
BAB III..........................................................................................................................................36
PENUTUP.....................................................................................................................................36
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................36
3.2 Saran....................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................37

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi remaja merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian
terutama di kalangan remaja. Kesehatan reproduksi (kespro) didefinisikan sebagai sehat jasmani,
rohani, dan sosial dalam diriseorang wanita ataupun seorang pria dalam melakukan fungsi
melanjutkan keturunan (reproduksi). Kehidupan reproduksi dimulai ketika seseorang menginjak
masa remaja. Pada masa remaja terjadi perubahanyang cukup drastic secara fisik maupun
emosional, terutama dalam hal yang berhubungan dengan seksualitas. Pada masa ini hormone-
hormon seks diproduksi dalam jumlah lebih besar, dimana kemudian akan berpengaruh pada
pertumbuhan organ-organ tubuh, khususnya organ reproduksi. Masa remaja merupakan suatu
bagian dari siklus tumbuh kembang sejak saat konsepsi sampai dewasa, dan merupakan suatu
periode transisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa. Seseorang akan menghadapi beberapa
transisi yaitu berupa transisi emosional, transisi dalam sosialisasi, transisi dalam agama, transisi
dalam hubungan kerja dan transisi dalam moralitas.

Pada aspek kehdupan sosial remaja terdapat fenomena yang sangat penting yaitu
munculnya dua macam ;gerak; yang menjauhi orang tua dan mendekati teman sebaya. Serta
mulai tumbuhnya ketertarikan pada lawan jenisnya dan meningkatnya dorongan seksual yang
sulit untuk mereka pahami. Masa remaja di warnai oleh pertumbuhan, perubhan, munculnya
berbagai kesempatan, dan sering kali mengadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan-
kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah
reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta
melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual (PMS) yang dapat
dicegah.

Perubahan dari masa anak-anak menuju dewasa tersebut sering dikenal dengan istilah masa
pubertas yang ditandai dengan datangnya menstruasi. Peristiwa datangnya haid atau menstruasi
pertama kali, biasanya terjadi sekitar umur 10-16 tahun yang menjadi pertanda biologis dari
kematangan seksual. Menstruasi pertama kali dinamakan menarche. Awal menstruasi bisa saja

4
menjadi trauma bagi sebagian anak perempuan, terutama jika mereka tidak mendapat informasi
yang jelas sebelumnya. Pada fungsi pefisiologis perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas
ini merupakan peristiwa yang penting, berlangsung cepat drastis, tidak beraturan dan terjadi pada
system reproduksi. Hormon-hormon mulai diperoduksi dan mempengaruhi terjadinya perubahan
tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual
primer dan karakteristik seksual sekunder.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana riwayat siklus menstruasi?
2. Apa itu masa puber dan masa remaja?
3. Apa saja keluhan system reproduksi pada remaja perempuan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui riwayat siklus menstruasi.
2. Untuk mengetahui masa puber dan masa remaja.
3. Untuk mengetahui keluhan pada system reproduksi remaja perempuan.

1.4 Manfaat penulisan


Mengetahui apa saja yang menjadi bagian perubahan hormonal reproduksi remaja dan
perempuan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Riwayat siklus menstruasi


Menstruasi atau haid adalah perdarahan uterus secara periodik dan siklik, yang disertai
pelepasan endometrium. Menstruasi pertama kalinya pada remaja perempuan disebut
menarche. Usia menarche bervariasi antara 10–16 tahun, tetapi rata-ratanya adalah 12,5
tahun. (Wiknjosastro, 2009). Lama siklus menstruasi pada perempuan bervariasi dan hamper
90% perempuan memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15% dengan Panjang siklus 28
hari, namun ada juga yang tidak teratur (Wijayanti, 2009).

Menurut Wiyono dkk tahun 2015, siklus menstruasi dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Fase menstruasi
Ditandai dengan pengeluaran darah dan sisa endometrium melalui vagina. Fase ini
bersamaan dengan fase folikular ovarium. Saat korpus luteum berdegenerasi karena tidak
terjadi fertilisasi, kadar progesteron dan estrogen menurun tajam, merangsang
pembebasan prostaglandin yang menyebabkan vasokonstriksi vaskular endometrium.
Penurunan distribusi oksigen menyebabkan kematian endometrium beserta vaskularnya.
Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan vaskular ini membilas jaringan yang mati ke
lumen uterus dan hanya menyisakan sebuah lapisan tipis epitel dan kelenjar yang
nantinya menjadi asal 8 regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga merangsang
kontraksi ritmik ringan miometrium uterus yang membantu mengeluarkan darah dan sisa
endometrium melalui vagina. Kontraksi yang terlalu kuat akibat produksi prostaglandin
berlebih dapat menyebabkan rasa kram yang disebut dismenorea.
2. Fase proliferasi
Berlangsung bersamaan dengan bagian akhir fase folikular ovarium.Ketika darah haid
berhenti, endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah pengaruh
estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Estrogen memacu proliferasi sel
epitel, kelenjar, dan vaskular endometrium. Fase ini berlangsung dari akhir menstruasi

6
hingga ovulasi, kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab
ovulasi.

3. Fase sekretorik
Berlangsung bersamaan dengan fase luteal ovarium. Setelah ovulasi, terbentuk korpus
luteum baru yang mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Progesteron
mengubah endometrium menjadi kaya vaskular dan glikogen yang mana dipersiapkan
untuk implantasi.

Menurut Wulanda tahun 2011 ada 4 hormon yang mempengaruhi sikulus menstruasi, yaitu:

1. Esterogen
Dihasilkan oleh ovarium, berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual
pada perempuan. Pada siklus menstruasi esterogen membantu mengatur temperature
suhu, pembentukan ketebalan endometrium, menjaga kualitas cairan serviks dan vagina
sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
2. Progesteron
Hormon ini diproduksi olch korpus luteum, sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan
pada kehamilan juga diproduksi di plasenta. Progesterone mempertahankan ketebalan
endometrium sehingga dapat menerima implantasi zigot. Kadar progesterone terus

7
dipertahankan selama trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk
hormon hCG. Progesterone menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik(fase
sekresi) pada endometrium uterus,yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada
keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.

3. Follicle Stimulating Hormone (FSH)


Hormon ini diproduksi pada sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap
GnRH yang berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel
granulosa di ovarium perempuan (pada pria: memicu pematangan sperma di testis).
Pelepasannya periodik/ pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek(sekitar 3 jam), sering
tidak ditemukan dalam darah. Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel
granulosa ovarium, melalui mekanisme umpan balik negatif.
4. Luteinizing Hormone (LH)
Hormon ini diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH
berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa) dan juga
mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge). Selama fase luteal
siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam
menghasilkan progesterone. Pelepasannya juga periodik/ pulsatif, kadarnya dalam darah
bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja
sangat cepat dan singkat. Pada pria LH memicu sintesis testosterone di sel-sel leydig
testis.

2.2 Masa puber dan masa remaja


Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk
dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan kependudukan dan keluanga
Berencana (BKKBN) tentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Jumlah kelompok usua 10-19 tahun di indonesia menunt Sensus Penduduk 2010
sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Didunia diperkirakan
kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau sekitar 18% dari jumlah penduduk dunia
(WHO, 2014).

8
Menurut Kusumawati dkk (2019) Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan
psikologis dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya, masa remaja
pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Saat remaja pertumbuhan fisik baik laki-laki maupun perempuan sangatlah cepat
tumbuhnya. Pada saat ini pertumbuhan tinggi badan terjadi amat cepat. Perbedaan
pertumbuhan fisik laki-laki dan perempuan adalah pada organ reproduksinya, dimana
akan diproduksi hormone yang berbeda, penampilan yang berbeda, serta bentuk tubuh
yang berbeda akibat berkembangnya tanda seks sekunder.
Kata remaja berasal dari bahasa Inggris “teenager” yakni manusia usia 13-19 tahun.
Remaja dalam bahasa Latin disebut adolescence yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk
mencapai kematangan. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik, emosi dan psikis. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka
yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia
remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10
sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang
merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal proses
reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini.
Ciri-Ciri Umum Masa Remaja
 Masa Yang Penting
Pada masa ini adanya akibat yang langsung terhadap sikap dan tingkah laku serta akibat-
akibat jangka panjangnya menjadikan periode remaja lebih penting daripada periode
lainnya. Baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang serta pentingnya bagi
remaja karena adanya akibat fisik dan akibat psikologis.
 Masa Transisi
Merupakan tahap peralihan dari satu tahap perkembangan ketahap berikutnya,
maksudnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan membekas pada apa yang terjadi
sekarang dan yang akan datang.
 Masa Perubahan

9
Selama masa remaja perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
Perubahan yang terjadi pada masa remaja memang beragam, tetapi ada perubahan yang
terjadi pada semua remaja.
 Emosi yang tinggi
Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok social menimbulkan
masalah baru. Perubahan nilai-nilai sebagai konsekuensi perubahan minat dan pola
tingkah laku. Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.remaja menghendaki dan
menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan resikonya dan
meragukan kemampuannya untuk mengatasinya.
 Masa Bermasalah
Setiap periode memiliki masalah sendiri, masalah masa remaja termasuk masalah yang
sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan karena pada masa remaja
dia ingin mengatasi masalahnya sendiri, dia mandiri.
 Masa Pencarian Identitas
Menyesuaikan diri dengan standar kelompok dianggap jauh lebih penting bagi remaja
dari pada individual. Bagi remaja penyesuaian diri dengan kelompok pada tahun-tahun
awal masa remaja adalah penting. Secara bertahap, mereka mulai mengharapkan identitas
diri dan tidak lagi merasa puas dengan adanya kesamaan dalam segala hal dengan teman-
teman sebayanya.
 Munculnya Ketakutan
Persepsi negative terhadap remaja seperti tidak dapat dipercaya, cenderung merusak dan
perilaku merusak, mengindikasikan pentingnya bimbingan dan pengawasan orang
dewasa. Demikian pula terhadap kehidupan remaja muda yang cenderung tidak simpatik
dan takut bertanggung jawab.
 Masa Yang Tidak Realistik
Mereka memandang diri sendiri dan orang lain berdasarkan keinginannya, dan bukan
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya. Apabila dalam hal cita-cita yang tidak realistic ini
berakibat pada tingginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.
 Masa Menuju Masa Dewasa
Saat usia kematangan kian dekat, para remaja merasa gelisah untuk meninggalkan stereotip

10
usia belasan tahun yang indah disatu sisi, dan harus bersiap-siap menuju usia dewasa disisi
lainnya
Menurut Endang (2010) Perubahan fisik sebagai ciri seks sekunder yang terlihat dari luar
terjadi selama pubertas adalah perubahan yang menyertai ciri seks primer. Perempuan
tampak pertumbuhan payudara, tumbuh bulu-bulu halus di sekitar ketiak dan vagina,
pinggul melebar; keringat bertambah banyak, kulit mulai berminyak, pantat bertambah lebih
besar dan pertumbuhan tinggi badan yang pesat. Sedangkan pada pria terjadi pertambahan
tinggi badan yang cepat, tumbuh jakun, tumbuh rambut-rambut di ketiak, sekitar muka dan
sekitar kemaluan, penis dan buah zakar membesar, suara menjadi besar keringat bertambah
banyak, kulit dan rambut mulai berminyak selama menjalani masa pubertas terjadi
peningkatan dorongan seksual sebagai akibat dari perubahan hormonal yaitu gonadotrofik
yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus.
Ciri-ciri Perkembangan Remaja
a. Perkembangan biologis
Perubahan fisik pada pubertas merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah pengaruh
sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang Sangat jelas tampak pada pertumbuhan
peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder.
b. Perkembangan Psikologis
Teori psikososial tradisional menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa remaja mereka mulai melihat dirinya
sebagai individu yang lain.
c. Perkembangan kognitif
Berfikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan berfikir abstrak. Remaja tidak
lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual yang merupakan ciri periode berfikir konkret,
remaja juga memerhatikan terhadap kemungkinan yang akan terjadi.
d. Perkembangan moral
Anak yang lebih muda hanya dapat menerima keputusan atau sudut pandang orang
dewasa, sedangkan remaja, untuk memperoleh autonomi dari orang dewasa mereka harus
menggantikan seperangkat moral dan nilai mereka sendiri.
e. Perkembangan spiritual

11
Remaja mampu memahami konsep abstrak dan mengintepretasikan analogi serta simbol -
simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi dan berfikir secara logis.
f. Perkembangan Sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri mereka dari
dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari kewenangan
keluarga. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat
terhadap temen dekat dan teman sebaya.

Masa Pubertas Pada Remaja


Masa puber merupakan masa transisi dan tumpang tindih. Dikatakan transisi karena
pubertas berada dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remajadan
dikatakan tumpang tindih karena beberapa ciri biologis-psikologis kanak-kanak masih
dimilikinya, sementara beberapa ciri remaja juga dimilikinya. Jadi masa puber meliputi
tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja. Menjelang anak matang
secara seksual, ia masih disebut “anak puber”, begitu matang secara seksual ia disebut
“remaja” atau “remaja muda”
Masa puber terjadi secara bertahap, yaitu:
a. Tahap Prapubertas Tahap ini disebut juga tahap pematangan yaitu pada satu atau dua
tahun terakhir masa kanak-kanak. Pada masa ini anak dianggap sebagai”prapuber”,
sehingga ia tidak disebut seorang anak dan tidak pula seorang remaja. Pada tahap ini,
ciri-ciri seks sekunder mulai tampak, namun organ-organ reproduksinya belum
berkembang secara sempurna.
b. Tahap Puber
Tahap ini disebut juga tahap matang, yaitu terjadi pada garis antara masa kanak - kanak
dan masa remaja. Pada tahap ini, kriteria kematangan seksual mulai muncul. Pada anak
perempuan terjadi haid pertama dan pada anak laki - laki terjadi mimpi basah pertama
kali. Dan mulai berkembang ciri - ciri seks sekunder dan sel - sel diproduksi dalam
organ - organ seks.
c. Tahap Pascapuber Pada tahap ini menyatu dengan tahun pertama dan kedua masa
remaja. Pada tahap ini ciri -ciri seks sekunder sudah berkembang dengan baik dan organ-
organ seks juga berfungsi secara matang.

12
Perubahan hormonal pada masa pubertas
Menurut Jose (2010) Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti oleh sekuens
perubahan sistem endokrin yang kompleks yang melibatkan sistem umpan balik negatif
dan positif. Selanjutnya, sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks
sekunder, pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. Hormon GnRH disekresikan
dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu, mencapai kadar
puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian menurun pada saat akhir
kehamilan. Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim umpan balik hipotalamus
karena peningkatan kadar estrogen perifer. Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara
periodik setelah pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung sampai
usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi GnRH. Pubertas normal
diawali oleh terjadinya aktivasi aksis hipotalamus–hipofisis–gonad dengan peningkatan
GnRH secara menetap.

Sumber : google images


Pada saat remaja atau pubertas, inhibisi susunan saraf pusat terhadap hipotalamus
menghilang sehingga hipotalamus mengeluarkan GnRH akibat sensitivitas gonadalstat.
Selama periode prepubertal gonadalstat tidak sensitif terhadap rendahnya kadar steroid
yang beredar, akan tetapi pada periode pubertas akan terjadi umpan balik akibat kadar

13
steroid yang rendah sehingga GnRH dan gonadotopin akan dilepaskan dalam jumlah
yang banyak. Pada awalnya GnRH akan disekresi secara diurnal pada usia sekitar 6
tahun. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di hipofisis sehingga
sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH). Hal ini terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun
sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut sampai awal pubertas.
Pada anak perempuan, mula-mula akan terjadi peningkatan FSH pada usia sekitar 8 tahun
kemudian diikuti oleh peningkatan LH pada periode berikutnya. Pada periode
selanjutnya, FSH akan merangsang sel granulosa untuk menghasilkan estrogen dan
inhibin. Estrogen akan merangsang timbulnya tanda-tanda seks sekunder sedangkan
inhibin berperan dalam kontrol mekanisme umpan balik pada aksis hipotalamus-
hipofisis-gonad. Hormon LH berperan pada proses menarke dan merangsang timbulnya
ovulasi. Hormon androgen adrenal, dalam hal ini dehidroepiandrosteron (DHEA) mulai
meningkat pada awal sebelum pubertas, sebelum terjadi peningkatan gonadotropin.
Hormon DHEA berperan pada proses adrenarke.
Proses menarke normal terdiri dalam tiga fase yaitu fase folikuler, fase ovulasi,
dan fase luteal (sekretori). Pada fase folikuler, peningkatan GnRH pulsatif dari
hipotalamus akan merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH dan LH yang kemudian
merangsang pertumbuhan folikel. Folikel kemudian akan mensekresi estrogen yang
menginduksi proliferasi sel di endometrium. Kira-kira tujuh hari sebelum ovulasi terdapat
satu folikel yang dominan. Pada puncak sekresi estrogen, hipofisis mensekresi LH lebih
banyak dan ovulasi terjadi 12 jam setelah peningkatan LH. Pada fase luteal yang
mengikuti fase ovulasi ditandai dengan adanya korpus luteum yang dibentuk dari proses
luteinisasi sel folikel. Pada korpus luteum kolesterol dikonversi menjadi estrogen dan
progesteron. Progesteron ini mempunyai efek berlawanan dengan estrogen pada
endometrium yaitu menghambat proliferasi dan perubahan produksi kelenjar sehingga
memungkinkan terjadinya implantasi ovum. Tanpa terjadinya fertilisasi ovum dan
produksi human chorionic gonadotropine (hCG), korpus luteum tidak bisa bertahan.
Regresi korpus luteum mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan estrogen yang
menyebabkan terlepasnya endometrium, proses tersebut dikenal sebagai menstruasi.
Menstruasi terjadi kira-kira 14 hari setelah ovulasi.

14
Pada anak laki-laki, perubahan hormonal ini dimulai dengan peningkatan LH,
kemudian diikuti oleh peningkatan FSH. Luteinising hormon akan menstimulasi sel
Leydig testis untuk mengeluarkan testosteron yang selanjutnya akan merangsang
pertumbuhan seks sekunder, sedangkan FSH merangsang sel sertoli untuk mengeluarkan
inhibin sebagai umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Fungsi lain FSH
menstimulasi perkembangan tubulus seminiferus menyebabkan terjadinya pembesaran
testis. Pada saat pubertas terjadi spermatogenesis akibat pengaruh FSH dan testosteron
yang dihasilkan oleh sel Leydig. Pada periode pubertas, selain terjadi perubahan pada
aksis hipotalamus-hipofisis-gonad, ternyata terdapat hormon lain yang juga memiliki
peran yang cukup besar selama pubertas yaitu hormon pertumbuhan (growth
hormone/GH). Pada periode pubertas, GH dikeluarkan dalam jumlah lebih besar dan
berhubungan dengan proses pacu tumbuh selama masa pubertas. Pacu tumbuh selama
pubertas memberi kontribusi sebesar 17% dari tinggi dewasa anak laki-laki dan 12% dari
tinggi dewasa anak perempuan. Hormon steroid seks meningkatkan sekresi GH pada
anak laki-laki dan perempuan. Pada anak perempuan terjadi peningkatan GH pada awal
pubertas sedangkan pada anak laki-laki peningkatan ini terjadi pada akhir pubertas.
Perbedaan waktu peningkatan GH pada anak laki-laki dan perempuan serta awitan
pubertas dapat menjelaskan perbedaan tinggi akhir anak laki-laki dan perempuan.

Sumber: Google images

15
2.3 Keluhan Sistem Reproduksi Pada Remaja Perempuan
Masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak ke masa
dewasa. Pada masa itu remaja sering diliputi oleh banyak ketidaktahuan tentang
perkembangan dirinya yang dapat menimbulkan problematika tersendiri. Problematika
yang banyak dihadapi oleh remaja tidak lain bersumber pada kurangnya informasi
tentang perubahan dalam dirinya terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi merupakan sustu kondisi sehat menyangkut sistem, fungsi, dan
proses reproduksi. Secara khusus kesehatan reproduksi memang tidak dipelajari di
sekolah sebagai bagian dari kurikulum. Sedangkan di rumah dan di lingkungan, juga
tidak banyak informasi terbuka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi secara benar. Permasalahan yang dihadapi oleh remaja adalah seputar
perubahan di dalam dirinya yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Secara khusus
kesehatan reproduksi memang tidak dipelajari di sekolah sebagai bagian dari kurikulum.
Sedangkan di rumah dan di lingkungan, mungkin juga tidak banyak informasi terbuka
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara benar. Sampai saat
ini pun masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja putri masih
cukup banyak (Respati, 2010).
Remaja, seiring dengan perkembangannya mulai bereksplorasi dengan diri, nilai –
nilai identitas peran dan perilakunya. Dalam masalah seksualitas sering kali remaja
bingung dengan perubahan yang terjadi pada dirinya. Ketika remaja memasuki masa
puber remaja mengalami perubahan fisik yang cepat, dan sudah memiliki kemampuan
reproduksi. Tetapi justru banyak fenomena yang memperlihatkan sebagian remaja belum
mengetahui dan memahami tentang kesehatan reproduksinya. Misal tentang masa subur,
menstruasi, kehamilan yang tidak diinginkan, Infeksi Menular Seksual (IMS) hingga
HIV/AIDS (Setyawati dkk, 2016).
Menurut Hasanah (2016) Masalah reproduksi remaja selain berdampak secara
fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi
dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak
hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat
dan bangsa pada akhirnya. Permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja dapat
dikelompokkan sebagai berikut: (1) perilaku berisiko, (2) kurangnya akses pelayanan
16
kesehatan, (3) kurangnya informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, (4)
banyaknya akses pada informasi yang salah tanpa tapisan, (5) masalah PMS termasuk
infeksi HIV/AIDS, (6) tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual
dan transaksi seks komersial, (6) kehamilan dan persalinan usia muda yang berisiko
kematian ibu dan bayi. dan (7) kehamilan yang tak dikehendaki, yang sering kali
menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya.
Pada masa remaja terjadi dorongan seksual yang meningkat dan akan selalu
mencari informasi lebih banyak tentang seks. Remaja jaman sekarang lebih terbuka dan
bebas sehingga mereka menerima tentang kehidupan seks bebas di luar pernikahan
sementara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan informasi berkaitan tentang
kesehatan reproduksi yang mereka miliki sangatlah sedikit, baik di sekolah maupun di
lingkungan keluarganya. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih memegang
tradisi menganggap tabu tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
(Maulinda, 2010).
Salah satu masalah yang sering timbul pada remaja terkait dengan masa awal
kematangan organ reproduksi pada remaja adalah perilaku seks bebas (free sex) masalah
kehamilan yang terjadi pada remaja usia sekolah diluar pernikahan, dan terjangkitnya
penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Mengapa Remaja Melakukan Hubungan
Seks? Penyebabnya antara lain tekanan pasangan, merasa sudah siap melakukan
hubungan seks, keinginan dicintai, keingintahuan tentang seks, keinginan menjadi
popular, tidak ingin diejek “masih perawan”, pengaruh media massa (tayangan TV dan
internet) yang menampakkan bahwa normal bagi remaja untuk melakukan hubungan
seks, serta paksaan dari orang lain untuk melakukan hubungan seks.
Pergaulan seks bebas berisiko besar mengarah pada terjadinya kehamilan tak
diinginkan (KTD). Kehamilan tak diinginkan (KTD) terjadi karena beberapa faktor
seperti faktor sosiodemografik (kemiskinan, seksualitas aktif dan kegagalan dalam
penggunaan kontrasepsi, media massa), karakteristik keluarga yang kurang harmonis
(hubungan antar keluarga), status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan,
ingin mencoba coba, kebutuhan akan perhatian, penggunaan dan penyalahgunaan obat-
obatan. Selain itu kurangnya pengetahuan yang lengkap dan benar tentang proses
terjadinya kehamilan dan metode pencegahannya, kegagalan alat kontrasepsi, serta dapat

17
juga terjadi akibat terjadi tindak perkosaan. KTD berdampak bukan hanya secara fisik,
psikis namun juga sosial. Siswi yang mengalami kehamilan biasanya mendapatkan
respon dari dua pihak. Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya jika terjadi kehamilan
pada siswi, maka yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah meresponnya dengan sangat
buruk dan berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Remaja menjadi
putus sekolah, kehilangan kesempatan bekerja dan berkarya dengan menjadi orang tua
tunggal dan menjalani pernikahan dini yang tidak terencana. Kedua yaitu dari lingkungan
di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan cenderung mencemooh dan mengucilkan
siswi tersebut. Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan
masyarakat kita. Akibatnya siswa akan kesulitan beradaptasi secara psikologis, kesulitan
berperan sebagai orang tua (tidak bisa mengurus kehamilan dan bayinya), akhirnya
berujung pada stress dan konflik, aborsi illegal yang lebih lanjut berisiko mengakibatkan
kematian ibu dan bayi.

Sumber: Google Images


Berikut merupakan dampak aborsi:

1. Infeksi Rahim
2. Kemandulan
3. Infeksi rongga panggul
4. Kanker leher Rahim
5. Kanker indung telur
6. Kerusakan leher Rahim
7. Kematian karena perdarahan hebat
8. Infeksi pada alat reproduksi
9. Anemia
10. Gangguan psikologi (Depresi)

18
Selain masalah kehamilan pada remaja masalah yang juga sangat menggelisahkan
berbagai kalangan dan juga banyak terjadi pada masa remaja adalah banyaknya remaja
yang mengidap HIV/AIDS. Dilihat dari jumlah pengidap dan peningkatan jumlahnya dari
waktu ke waktu, maka dewasa ini HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) sudah dapat dianggap sebagai ancaman hidup
bagi masyarakat Indonesia. Penularan virus HIV ternyata menyebar sangat cepat di
kalangan remaja dan kaum muda. Penularan HIV di Indonesia terutama terjadi melalui
hubungan seksual yang tidak aman. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa semakin
lama semakin banyak remaja di bawah usia 18 tahun yang sudah melakukan hubungan
seks. Cara penularan lainnya adalah melalui jarum suntik (pemakaian jarum suntik secara
bergantian pada pemakai narkoba. Beberapa penyebab rentannya remaja terhadap
HIV/AIDS adalah 1) kurangnya informasi yang benar mengenai perilaku seks yang aman
dan upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum muda, 2) perubahan
fisik dan emosional pada remaja yang mempengaruhi dorongan seksual dan mencoba-
coba sesuatu yang baru, termasuk melakukan hubungan seks dan penggunaan narkoba, 3)
adanya informasi yang menyuguhkan kenikmatan hidup yang diperoleh melalui seks,
alkohol, narkoba, dan sebagainya yang disampaikan melalui berbagai media cetak atau
elektronik, 4) adanya tekanan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks,
misalnya untuk membuktikan bahwa mereka adalah jantan, 5) resiko HIV/AIDS sukar
dimengerti oleh remaja, karena HIV/AIDS mempunyai periode inkubasi yang panjang,
gejala awalnya tidak segera terlihat, 6) informasi mengenai penularan dan pencegahan
HIV/AIDS rupanya juga belum cukup menyebar di kalangan remaja sehingga banyak
remaja masih mempunyai pandangan yang salah mengenai HIV/AIDS, 7) remaja pada
umumnya kurang mempunyai akses ke tempat pelayanan kesehatan reproduksi dibanding
orang dewasa sehingga banyak remaja yang terkena HIV/AIDS tidak menyadari bahwa
mereka terinfeksi, kemudian menyebar ke remaja lain, sehingga sulit dikontrol.
Berikut ini merupakan gejala yang ditimbulkan penderita HIV/AIDS:
Tahap Pertama:
 Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah terinfeksi,
selama satu hingga dua bulan.
 Dapat tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.

19
 Dapat timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah
bening, diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.
Tahap Kedua:
 Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.
 Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
 Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
 Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.
Tahap Ketiga:
 Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut menjadi AIDS.
 Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
 Merasa lelah setiap saat.
 Sulit bernapas.
 Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
 Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
 Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
 Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis.
Selain masalah seks bebas dan penyakit menular seksual terdapat masalah lain
yang sering dialami para remaja perempuan seperti keputihan dan menstruasi yang tidak
teratur. Menurut Ilmiawati (2016) dalam Herdalena (2003) Keputihan adalah salah satu
masalah kesehatan reproduksi remaja khususnya yang sering dikeluhkan oleh wanita.
Masalah keputihan yang terjadi pada remaja perlu mendapatkan perhatian khusus. Jika
keputihan pada saat remaja dibiarkan maka akan menimbulkan penyakit yang serius.
Keputihan adalah sesuatu hal yang wajar. Keputihan terjadi menjelang saat menstruasi.
Keputihan masih dalam batas normal selama berwarna bening atau jernih, selama tidak
berbau, menimbulkan keluhan seperti terasa gatal dan rasa terbakar pada daerah intim
serta dalam jumlah yang tidak berlebihan. Bila cairan berubah menjadi warna
kekuningan, hijau/keabu-abuan, berbau amis/busuk, dan disertai gatal maka telah menjadi
keputihan yang tidak normal. Penyebab utama keputihan patologis ialah infeksi (jamur,
kuman, parasit dan virus). Keputihan patologis dapat juga disebabkan karena kurangnya
perawatan remaja putri terhadap alat genetalia seperti mencuci vagina dengan air yang

20
tergenang di ember, menggunakan pembilas secara berlebihan, memakai celana dengan
bahan yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, penggunaan
tampon atau panty liner secara terus menerus, dan tak sering mengganti pembalut saat
menstruasi. Hal tersebut berpotensi membawa bakteri, virus, parasit dan jamur. Dalam
vagina wanita terdapat berbagai bakteri yang bersarang, 95% yang ada di dalamnya
adalah bakteri lactobacillus dan selebihnya merupakan bakteri yang merugikan (bakteri
yang bisa menyebabkan penyakit). Dalam kondisi lingkungan vagina yang berada dalam
kondisi seimbang, bakteri patogen yang ada didalamnya tidak akan bisa mengganggu.
Menjaga derajat keasaman (pH) agar selalu tetap pada level normal merupakan peran
penting dari bakteri dalam flora vaginal. Jika dilihat dari angka kejadian keputihan pada
remaja putri dari 50 responden semua remaja putri pernah mengalami keputihan.
Keputihan dapat terjadi sebelum dan setelah menstruasi. Pada saat masa subur
merupakan hal yang normal dan hampir sebagian besar perempuan di Indonesia pernah
mengalami keputihan. Selain itu Indonesia adalah negara yang beriklim tropis sehingga
berpotensi mengalami keputihan. Hasil ini menunjukkan bahwa kejadian keputihan pada
remaja putri masih cukup tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa sangat penting untuk
dilakukan penanganan terhadap keputihan yang dialami oleh remaja putri. Meskipun
keputihan merupakan penyakit yang sederhana, namun dalam kenyataannya keputihan
merupakan penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Populasi perempuan dan hampir
semua umur berisiko terserang penyakit keputihan ini hampir 50%. Hasil penelitian dari
Ilmiawati dan Kuntoro (2016) mengenai Pengetahuan Personal Hygiene Remaja Putri
pada Kasus Keputihan menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
berpengaruh terhadap kejadian keputihan. Pengetahuan yang dimiliki remaja putri
memengaruhi pola pikir yang akhirnya akan meningkatkan kesadaran untuk menjaga
kesehatan reproduksi sehingga kejadian keputihan dapat dihindari. Hal ini berimplikasi
bahwa sangat penting untuk memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja
yang dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan kesehatan, penyuluhan maupun
konseling tentang kesehatan reproduksi pada remaja putri. Orang tua juga memiliki peran
yang penting apalagi yang mempunyai anak perempuan maka perlu pendidikan serta
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Ilmiawati dan Kuntoro,2016).

21
Sumber: Google Images

Contoh penyakit yang ditandai dengan keputihan abnormal:

 Vulvovaginitis

Vulvovaginitis merupakan peradangan atau infeksi pada vulva dan vagina. Kondisi ini
umum dialami oleh wanita dan anak perempuan pada berbagai usia, dan mempunyai
penyebab yang bervariasi.

Tanda dan gejala vulvovaginitis

Gejala yang ditimbulkan oleh vulvovaginitis bervariasi, tergantung dari penyebabnya.


Secara umum, gejala yang ditimbulkan di antaranya:

 Tidak nyaman pada saat buang air kecil


 Terasa gatal pada area kelamin
 Iritasi pada daerah kelamin
 Keputihan pada vagina yang semakin lama semakin berbau tajam
 Terdapat peradangan sekitar labia dan daerah perineum

Penyebab vulvovaginitis

Penyebab dari vulvovaginitis dapat beraneka ragam, termasuk:

22
 Bakteri:
Bakteri merupakan penyebab paling umum dari kondisi ini, dengan gejala berupa
keluarnya keputihan berwarna putih keabu-abuan, disertai dengan bau yang amis.
Jenis bakteri yang menginfeksi adalah streptococcus, gardnerella,
dan staphylococcus
 Ragi/jamur:
Ragi atau jamur merupakan salah satu penyebab umum dari vulvovaginitis.
Kondisi ini menyebabkan gatal pada kelamin dan keputihan berwarna putih dan
kental dengan tekstur seperti keju.
 Virus yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti  herpes dan human
papillomavirus (HPV).
 Parasit seperti cacing kremi, kudis, dan kutu dapat menyebabkan radang vulva dan
vagina
 Faktor lingkungan yang buruk seperti kebersihan dan alergen yang buruk. Selain
itu, memakai pakaian yang ketat dapat menyebabkan iritasi dan membuat area
tersebut menjadi lembap. Kulit yang teriritasi lebih rentan terhadap vulvovaginitis
dan dapat menyebabkan penundaan pemulihan
 Infeksi menular seksual dapat menyebabkan gatal, ketidaknyamanan, keputihan
yang banyak dan dapat berwarna kuning, abu-abu, atau hijau, disertai dengan bau
yang sangat menyengat. Penyakit atau infeksi menular seksual di antaranya adalah
klamidia, gonorrhea dan herpes.
 Bahan kimia yang menyebabkan reaksi alergi sering ditemukan pada sabun,
parfum, kontrasepsi vaginal, cairan pembersih kewanitaan dan detergen.  

Diagnosis vulvovaginitis

Untuk mendiagnosis penyakit vulvovaginitis, dokter biasanya akan menanyakan riwayat


penyakit dan tanda serta gejala yang dialami pasien. Dokter juga akan mengumpulkan
sampel cairan dari vagina untuk pengujian di laboratorium.

Selain itu, Dokter juga akan melakukan pemeriksaan panggul untuk memantau vulva,
vagina dan serviks (leher rahim). Dalam kasus yang jarang, biopsi dari vulva akan

23
dilakukan untuk mengindentifikasi organisme, dengan mengambil sedikit jaringan dari
vulva. Biopsi biasanya dilakukan jika pengobatan secara tradisional tidak berhasil.

Cara mengobati vulvovaginitis 

Pengobatan dan perawatan dapat dilakukan berdasarkan penyebab vulvovaginitis, seperti:

 Alergi:

Tentukan dengan segera penyebab alergi lalu hentikan penggunaanya.

 Hormon

Dokter akan menggunakan krim estrogen untuk membantu meredakan gejala vulvitis.

 Infeksi ragi/jamur:

Dapat diobati dengan krim yang dioleskan pada vagina, terkadang juga dapat diobati oleh
pil yang diminum

 Vaginosis bakterial:

Diobati dengan antibiotik oral, krim, atau gel yang dimasukkan pada vagina  

Cara mencegah vulvovaginitis 

Terdapat beberapa cara untuk mengurangi risiko terhadap vulvovaginitis, termasuk:

 Tidak berganti pasangan seksual


 Memakain proteksi seperti kondom ketika melakukan hubungan seksual
 Hindari penggunaan cairan antiseptik atau cairan pembersih kewanitaan, karena
produk-produk tersebut akan mengganggu keseimbangan bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi
 Jaga kebersihan alat bantu seksual
 Hindari pakaian yang menahan panas, menahan kelembapan, celana ketat maupun
celana dalam yang bukan berbahan katun

24
Selain keputihan, remaja putri sering mengalami gangguan menstruasi terutama
pada tahun pertama setelah menarche. Menstruasi yang terjadi pada remaja maupun
wanita usia produktif sering kali menimbulkan keluhan atau gangguan. Salah satu
gangguan atau keluhan yang sering terjadi di kalangan remaja saat menstruasi adalah
dismenore atau nyeri saat menstruasi. Dismenorea ini bisa terjadi karena kadar hormon
prostaglandin yang tinggi saat hari pertama haid. Setelah beberapa hari, hormon ini akan
berkurang kadarnya hingga dapat membuat nyeri haid ikut mereda. Nyeri haid jenis ini
biasanya akan mulai berkurang seiring bertambahnya usia atau setelah melahirkan.
Gejalanya berupa nyeri atau kram di perut bagian bawah yang terus berlangsung, dan
terkadang menyebar hingga ke punggung bawah serta paha. Rasa nyeri tersebut juga bisa
disertai sakit kepala, mual, dan muntah. Selain karena hormon prostaglandin, dismenorea
juga bisa terjadi karena adanya kelainan sistem reproduksi wanita, seperti:

 Endometriosis
Menurut Suparman (2012) Endometriosis merupakan kondisi medis pada wanita yang
ditandai dengan tumbuhnya sel-sel endometrium di luar kavum uteri. Sel-sel
endometrium yang melapisi kavum uteri sangat dipengaruhi hormon wanita. Dalam
keadaan normal, sel-sel endometrium kavum uteri akan menebal selama siklus
menstruasi berlangsung agar nantinya siap menerima hasil pembuahan sel telur oleh
sperma. Bila sel telur tidak mengalami pembuahan, maka sel-sel endometrium yang
menebal akan meluruh dan keluar sebagai darah menstruasi. uar sebagai darah
menstruasi. Pada endometriosis, sel endometrium yang semula berada dalam kavum uteri
berpindah dan tumbuh di luar kavum uteri. Sel-sel dapat tumbuh dan berpindah ke
ovarium, tuba Falopii, belakang kavum uteri, ligamentum uterus, bahkan dapat sampai ke
usus dan vesika urinaria. Pada saat menstruasi berlangsung, sel-sel endometrium yang
berpindah ini akan mengelupas dan menimbulkan perasaan nyeri di sekitar panggul.
Gejala yang sering ditemukan ialah nyeri, pendarahan, serta keluhan pada saat buang air
besar dan kecil. Hebatnya nyeri tergantung pada lokasi endometriosis, dapat berupa nyeri
pada saat menstruasi (dismenorea), serta nyeri selama dan sesudah hubungan intim
(dispareunea). Pendarahan bisa banyak dan lama pada saat menstruasi, berupa spotting
sebelum menstruasi, menstruasi yang tidak teratur, dan darah menstruasi berwarna gelap

25
yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi. Keluhan buang air besar dan
kecil bisa berupa nyeri pada saat buang air besar, adanya darah pada feses, diare,
konstipasi dan kolik, serta infertilitas merupakan gejala yang umum terjadi. Pemeriksaan
laparoskopi sangat diperlukan untuk diagnosis pasti endometriosis agar dapat
menyingkirkan diagnosis banding antara radang pelvis dan keganasan di daerah pelvis.
Pengobatan Endometriosis:
Pengobatan endometriosis bertujuan untuk mengurangi gejala, memperlambat
pertumbuhan jaringan endometrium di luar rahim, meningkatkan kesuburan, dan
mencegah endometriosis kambuh. Metode pengobatan meliputi pemberian obat, terapi
hormon, dan prosedur bedah, tergantung kepada tingkat keparahan gejala dan apakah
masih ada keinginan untuk mempunyai keturunan.
Obat-obatan
Dokter akan memberikan obat pereda nyeri untuk mengurangi gejala nyeri pada
endometriosis, yaitu obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti diclofenac atau
ibuprofen.
Terapi hormon
Terapi hormon bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan jaringan endometriosis,
dengan membatasi atau menghentikan produksi hormon estrogen. Meskipun demikian,
terapi hormon tidak dapat meningkatkan kesuburan dan mencegah komplikasi seperti
adhesi atau perlengketan.
Terapi hormon yang digunakan untuk mengobati endometriosis, antara lain adalah:
- Kontrasepsi hormonal. Pil KB, KB implan, KB suntik, atau spiral (IUD) dapat
menghambat proses penebalan jaringan endometrium hingga menghentikan menstruasi,
sehingga nyeri yang dirasakan bisa berkurang.
- Obat penghambat aromatase. Misalnya anastrozole, exemestane, dan letrozole,
berfungsi untuk menurunkan kadar hormon estrogen dalam tubuh.
-  Analog hormon pelepas gonadotropin (Gn-RH). Obat ini memicu kondisi yang
menyerupai menopause, dengan menghambat produksi hormon estrogen. Akibatnya,
menstruasi menjadi terhenti dan ukuran endometriosis akan mengecil.
- Progestogen. Progestogen adalah hormon sintetis yang menyerupai progesteron. Obat
ini mencegah proses ovulasi, yaitu keluarnya sel telur dari ovarium ke tuba falopi,

26
sehingga memicu penyusutan endometriosis. Salah satu contoh obat dengan kandungan
progesteron sintetis adalah norethisterone.
- Danazol. Merupakan obat yang menyerupai testosteron, dan bekerja dengan
menurunkan produksi hormon yang dihasilkan indung telur, yaitu estrogen dan
progesteron, sehingga mewujudkan kondisi serupa menopause.
Prosedur Operasi
Operasi akan dilakukan bila metode di atas sudah tidak efektif dalam mengobati
endometriosis. Sejumlah prosedur untuk mengatasi endometriosis adalah:
Laparoskopi
Pada pasien endometriosis yang masih ingin memiliki keturunan namun merasakan nyeri
parah, dokter akan menyarankan prosedur laparoskopi atau operasi lubang kunci. Melalui
laparoskopi, dokter dapat mengangkat jaringan endometriosis, dan bisa juga membakar
jaringan tersebut menggunakan laser atau arus listrik.
Laparotomi
Laparotomi dilakukan bila endometriosis sudah sangat parah dan ukurannya cukup besar.
Prosedur ini dilakukan dengan membuat sayatan lebar di area perut, agar dokter dapat
mengakses organ yang terkena dan mengangkat jaringan endometriosis.
Histerektomi
Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim, serviks, dan kedua ovarium.
Pengangkatan ovarium akan memicu menopause dini. Namun demikian, histerektomi
juga tidak menjamin endometriosis tidak akan kambuh.

 Kista atau tumor di


Rahim
Tumor jinak atau kista
merupakan suatu struktur
abnormal dengan bentuk
seperti kantung yang
bisa berisi cairan, gas,
atau setengah

27
Sumber: Google Images
padat. Ukurannya pun berbeda-beda, ada yang sangat kecil hingga hanya bisa dilihat
melalui mikroskop dan berukuran sangat besar hingga membentuk benjolan. Kista bisa
tumbuh di semua bagian tubuh, termasuk juga ovarium. Diketahui juga salah satu hal
yang dapat menjadi penyebab kista ovarium pada remaja karena terdapat jenis sel yang
berbeda pada jaringan ovarium. Umumnya, kista pada rahim berkembang sebagai akibat
dari gangguan siklus menstruasi. Namun, kista yang jarang menyerang dapat terjadi
disebabkan oleh cara lainnya.
Jenis kista ovarium yang paling sering terjadi disebut dengan "kista fungsional". Hal ini
karena bagian tersebut seharusnya berfungsi dalam proses ovulasi normal dalam setiap
siklus menstruasi. Gangguan ini terjadi ketika kista tunggal terbentuk di sekitar telur yang
matang dan terus tumbuh sebelum melepaskan telurnya ke tuba fallopi.
Kista ovarium jenis lainnya yang dapat menyerang remaja adalah kista hemoragik corpus
luteum. Jenis kista ini terjadi dikarenakan kista fungsional yang umumnya hanya berisi
cairan bening ternyata juga mengandung darah. Pada beberapa kasus, kista tersebut
membuat khawatir dapat berkembang menjadi kanker, sehingga butuh perawatan yang
tepat.
Faktor risiko kista pada remaja:
1. Gangguan pada Siklus Menstruasi
Salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan kista ovarium pada remaja adalah
terjadinya gangguan pada siklus menstruasi. Memang, siklus menstruasi setiap wanita
dapat berbeda-beda. Namun, siklus yang sangat tidak teratur dapat menjadi salah satu
pemicu timbulnya kista pada rahim.
2. Gagalnya Folikel Berovulasi
Pada wanita, folikel atau kantung telur setiap bulannya pasti mengalami ovulasi. Apabila
folikel yang telah melepaskan sel telur mengalami kegagalan dalam proses ovulasi, maka
akan terjadi pertumbuhan kista.
3. Faktor Genetik
Faktor genetik atau keturunan juga dapat menjadi penyebab kista ovarium pada remaja.
Jika orangtua atau keluarga inti ada yang pernah terserang kista, risiko seorang remaja
untuk mengalami kista menjadi lebih besar.
4. Kurang Konsumsi Makanan Berserat

28
Makanan yang banyak mengandung serat sangat memberi manfaat bagi tubuh, karena
mampu mengikat air dan melarutkan racun-racun dalam tubuh. Namun, kebiasaan
mengonsumsi makanan cepat saji dapat memberi dampak buruk jika terlalu rutin.
Perubahan kebiasaan diperlukan untuk menghindari kista ovarium pada remaja.
 Radang panggul
Radang panggul adalah kondisi dimana organ reproduksi wanita mengalami infeksi.
Selain disebut sebagai radang panggul, penyakit ini memiliki nama lain, yaitu pelvic
inflammatory disease (PID). Penyakit ini biasanya disebabkan oleh bakteri dari suatu
infeksi menular seksual menyebar dari Miss V ke rahim (uterus), tuba falopi atau saluran
indung, serviks atau leher rahim, dan sel telur/ovarium.
Penyakit radang panggul disebabkan oleh bakteri yang ditularkan ketika berhubungan
intim dan lebih cepat menyebar ketika wanita mengalami menstruasi. Sebagian besar
radang ini menyerang perempuan dengan usia 15–24 tahun yang sudah aktif secara
seksual. Jika tidak segera mendapat penanganan, risiko nyeri panggul kronis, infertilitas,
sulit hamil karena kehamilan etopik dan berkembangnya fetus di tuba falopi bisa terjadi
karena radang panggul.
Seorang pengidap radang panggul yang akut akan menimbulkan gejala, seperti demam
tinggi, tidak nafsu makan, perut terasa sakit, menggigil, dan bermasalahnya pada sistem
pencernaan serta sistem urine. Selain itu, perempuan yang mengidap penyakit ini harus
waspada ketika masa menstruasi, karena haid dapat terjadi lebih lama dan juga
perdarahan ketika menstruasi atau setelah berhubungan intim.
Gejala Radang Panggul
Gejala dari radang panggul meliputi:
 Adanya nyeri di panggul dan perut bagian bawah;
 Terdapat keputihan dengan bau yang tidak sedap;
 Perdarahan abnormal yang keluar melalui Miss V, terutama saat melakukan hubungan
såeksual atau bisa juga terjadi diantara siklus menstruasi;
 Demam kadang sampai menggigil;
 Nyeri saat melakukan hubungan intim; dan
 Nyeri atau sulit dalam berkemih.
Pengobatan Radang Panggul

29
Langkah pengobatan dari kondisi radang panggul adalah mengobati sumber penyebab
infeksinya dengan antibiotik, kemudian pada proses pengobatan, dilarang untuk
melakukan hubungan intim. Jika pengidap radang panggul memiliki pasangan, maka
pasangannya juga perlu diperiksa dan diobati jika memiliki kondisi yang sama. Agar
infeksi benar-benar hilang, pengidap radang panggul akan diberikan antibiotik di rumah
sakit. Pengobatan pun harus dilakukan sampai selesai.

Gangguan pada siklus menstruasi juga sering terjadi pada remaja, Gangguan
siklus menstruasi terdiri dari 2 macam, yaitu polimenorea dan oligomenorea.
Polimenorea adalah siklus menstruasi dengan jumlah rentang hari kurang dari 21 hari dan
atau volume darah sama atau lebih banyak dari volume darahan menstruasi biasanya.
Gangguan ini mengindikasikan gangguan pada proses ovulasi, yaitu fase luteal yang
pendek. Polimenorea menyebabkan unovulasi pada wanita karena sel telur tidak dapat
matang sehingga pembuahan sulit terjadi. Oligomenorea adalah siklus menstruasi dengan
durasi lebih dari 35 hari. Volume perdarahan umumnya lebih sedikit dari volume
perdarahan menstruasi biasanya. Gangguan jenis ini berakibat ketidaksuburan dalam
jangka panjang karena sel telur jarang diproduksi sehingga tidak terjadi pembuahan.
Oligomenorea tidak berbahaya pada wanita, namun dapat berpotensi sulit hamil karena
tidak terjadi ovulasi (Sarwono, 2010 dalam Islamy dan farida, 2019).
Gangguan hormonal, status gizi, tinggi rendahnya IMT (Indeks Massa Tubuh),
dan tingkat stress adalah faktor-faktor yang mengakibatkan timbulnya gangguan siklus
menstruasi. Terdapat hubungan antara IMT dengan siklus menstruasi. Penurunan IMT
berakibat pada peningkatan durasi siklus menstruasi (Sinha et al., 2011). Seseorang
dengan status gizi overweight berisiko mengalami anovulatory chronic (Karyadi, 2007).
Wanita dengan kondisi ini, cenderung memiliki sel – sel lemak yang lebih banyak
sehingga produksi hormon estrogen juga menjadi berlebih. Adapun wanita dengan status
gizi underweight, cenderung kekurangan sel lemak sehingga produksi hormon estrogen
berkurang. Hal ini berdampak pada kejadian ketidakteraturan siklus menstruasi (Evan.,
2011). Tingkat stres berhubungan dengan siklus menstruasi karena stres berhubungan
dengan tingkat emosi, alur berpikir, dan kondisi batin seseorang. Faktor stres dapat
mempengaruhi produksi hormon kortisol yang berpengaruh pada produksi hormon

30
estrogen wanita (Sherwood, 2007). Hasil penelitian menyebutkan bahwa sekitar 22,1%
wanita dengan gangguan psikologis, mengalami siklus menstruasi tidak teratur (Barron et
al, 2008).
Tingkat stres menimbulkan ketidakteraturan siklus menstruasi.Stres merupakan
respon tubuh yang tidak dapat dijelaskan secara spesifik. Respon tersebut muncul akibat
adanya stressor atau rangsangan terhadap faktor-faktor yang mengancam sistem
pertahanan homeostatis (Sherwood, 2012 dalam Islamy dan farida, 2019). Stres berakibat
timbulnya perubahan sistemik tubuh, terutama sistem saraf dalam hipotalamus. Adanya
stres akan mempengaruhi produksi hormon prolaktin yang secara langsung berhubungan
dengan aktivitas elevasi kortisol basal dan menimbulkan penurunan hormon LH.
Selanjutnya hal ini berefek pada timbulnya gangguan siklus menstruasi (Kusmiran, 2014
dalam Islamy dan Farida, 2019). Ketidakteraturan siklus menstruasi tersebut harus segera
ditangani agar tidak terjadi berkepanjangan. Pada seseorang yang mengalami stres
disarankan untuk mengurangi faktor yang dapat menyebabkan stres dengan cara
mengontrol emosi. Dengan mengontrol emosi dapat mempengaruhi produksi hormon
kortisol menjadi normal. Dengan begitu seseorang tidak akan mengalami stres dan akan
mempengaruhi siklus menstruasinya menjadi teratur.
Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormonal.Terutama hormon estrogen dan
progesteron, kedua hormon tersebut dikeluarkan secara siklik oleh ovarium pada masa
reproduksi.Status gizi juga bersinergi dengan siklus menstruasi. Siklus ovulasi supaya
dapat berlangsung normal dan teratur, tubuh memerlukan 22% lemak dan IMT lebih dari
19kg/m2 . Sel – sel lemak berfungsi untuk membantu memproduksi estrogen yang
diperlukan bagi proses ovulasi dan berjalannya siklus menstruasi (Coad, 2007 dalam
Islamy dan Farida, 2019). Polimenorea dan oligomenorea mengindikasikan adanya
ketidaknormalan dalam sistem metabolisme tubuh. Efek jangka panjangnya adalah susah
untuk hamil. Jika terjadi siklus pendek, berisiko terjadi inovulasi sedangkan jika terjadi
siklus panjang, mengindikasikan sel telur jarang diproduksi. Keduanya mengindikasikan
gangguan kesuburan pada wanita.
Berikut Contoh penyakit yang menyebabkan gangguan pada menstruasi:

31
 PCOS atau sindrom polikistik ovarium merupakan gangguan reproduksi wanita
yang membuat sel telur tidak bisa dilepaskan, kadar hormon maskulin (androgen)
menjadi berlebih, dan kista muncul dalam jumlah yang banyak di dalam ovarium.
ampai saat ini, penyebab PCOS belum diketahui dengan pasti. Namun, penyakit
ini diduga disebabkan oleh gangguan fungsi insulin (hormon pengatur gula
darah), ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, serta faktor genetik.
PCOS sering muncul pada usia remaja. Tidak hanya mengakibatkan gangguan
menstruasi, PCOS pada remaja berisiko menimbulkan gangguan kesuburan,
gangguan kecemasan atau depresi, hingga penyakit jantung dan kanker rahim.
Gejala PCOS biasanya sudah muncul di masa pubertas, meskipun beberapa
penderita tidak mengalami gejala sampai dewasa. Gejala yang sering dialami oleh
penderita PCOS di usia remaja adalah gangguan menstruasi, seperti haid tidak
teratur atau bahkan tidak haid sama sekali (amenorrhea).
Berikut ini adalah beberapa contoh gangguan menstruasi yang bisa terjadi pada
penderita PCOS:
 Tidak menstruasi selama 3 bulan, padahal sebelumnya sudah mendapatkan
menstruasi.
 Siklus menstruasi yang panjang (oligomenorea), yaitu mendapatkan haid tiap 3
bulan pada tahun pertama setelah haid pertama kali, mendapatkan haid tiap 2
bulan sekali di tahun kedua setelah haid pertama, atau mendapatkan haid tiap 45
hari sekali.
 Jarak antara menstruasi kurang dari 3 minggu, atau menstruasi terjadi lebih dari
7 hari.
 Selain gangguan menstruasi, kenaikan hormon androgen pada penyakit PCOS
dapat menimbulkan jerawat yang parah serta tumbuhnya kumis, jenggot, atau
bulu dada pada wanita (hirsutisme).
Penderita PCOS pada remaja juga dapat mengalami obesitas dan kelainan
pigmen kulit yang disebut akantosis nigrikans.

Pengobatan PCOS pada Remaja

32
Tujuan pengobatan PCOS pada remaja adalah untuk meredakan gejalanya. Oleh
karena itu, metode pengobatannya tergantung pada gejala yang muncul.

Untuk mengurangi gejala, pasien dianjurkan mengubah gaya hidup menjadi lebih
sehat, seperti berolahraga rutin sebanyak 150 menit per minggu, mengurangi
konsumsi makanan dan minuman manis, serta menghindari konsumsi makanan
cepat saji. Gaya hidup tersebut dapat membuat fungsi insulin dalam tubuh
menjadi lebih efektif.
Sedangkan metode pengobatan yang umum diberikan oleh dokter untuk
mengatasi PCOS pada remaja berdasarkan gejalanya adalah:
 Pengobatan gangguan menstruasi
Untuk mengatasi gangguan menstruasi pada penderita PCOS, dokter dapat
memberikan pil KB kombinasi yang mengandung hormon estrogen dan
progesteron. Pilihan obat lainnya adalah pil hormon yang mengandung
progesteron saja atau patch (koyo) yang mengandung hormon estrogen dan
progesteron.
 Pengobatan hirsutisme
Hirsutisme dapat dikurangi dengan pil KB kombinasi atau obat spironolactone.
Selain menggunakan obat, penderita PCOS dapat mencukur bulu, mengoleskan
krim perontok bulu, melakukan waxing, atau menjalani terapi laser untuk
menghilangkan rambut-rambut yang tidak diinginkan.
 Pengobatan jerawat
Dokter dapat memberikan pil hormon kombinasi estrogen dan progesteron atau
pil spironolactone untuk menghambat hormon androgen yang dapat merangsang
timbulnya jerawat. Selain pil hormon, dokter juga dapat memberikan krim
antibiotik untuk mengobati jerawat.

Upaya mencapai kesehatan reproduksi bagi remaja


Menurut Hasanah (2016) Setiap remaja mempunyai hak untuk mendapatkan akses
dan informasi tentang kesehatan reproduksi berupa pendidikan reproduksi dan seks.
Pendidikan seks tidak ditujukan untuk mengajarkan mereka tentang hubungan seks,
namun memberi pengetahuan tentang upaya yang perlu mereka tempuh untuk menjaga
33
kesehatan organ reproduksi. Kesehatan reproduksi bagi remaja berarti memiliki informasi
yang benar dan tepat mengenai fungsi, peran, dan proses reproduksi. Pendidikan
kesehatan reproduksi juga mengarahkan pada remaja untuk memiliki sikap serta
tingkahlaku bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Prinsip dasar dalam
mencapai kesehatan reproduksi secara fisik berkaitan dengan usaha menjaga kebersihan.
Ada dua jenis menjaga kebersihan yaitu menjaga kebersihan diri dan menjaga kebersihan
organ reproduksi. Menjaga kebersihan diri adalah proses membersihkan dan menjaga diri
untuk tetap bersih, tidak kotor, dan terhindar dari penyakit. Ini dapat dilakukan dengan
mandi rutin dua kali sehari, mencukupi kebutuhan gizi dan asupan makanan, menjaga
berat badan ideal, membersihkan hati dan berusaha hidup bahagia. Menjaga kebersihan
organ reproduksi dilakukan dengan cara (1) menjaga kesehatan vagina dimulai dari
memperhatikan kebersihan diri. Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis. Udara
panas dan cenderung lembab sering membuat banyak berkeringat. Terutama dibagian
tubuh yang tertutup dan lipatan-lipatan kulit, seperti daerah alat kelamin. Kondisi ini
dapat menyebabkan mikroorganisme jahat, terutama jamur mudah berkembang biak,
yang akhirnya bisa menimbulkan infeksi; (2) mengganti celana dalam minimal dua kali
sehari; (3) Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin atau anus dengan
menggunakan air bersih atau kertas pembersih (tisu); (4) gerakkan cara membersihkan
alat kelamin adalah dari arah vagina kearah anus, untuk mencegah kotoran anus masuk ke
vagina; (5) tidak menggunakan air yang kotor untuk membersihkan vagina; (6)
dianjurkan untuk mencukur atau merapikan rambut kemaluan karena bisa ditumbuhi
jamur atau kutu yang dapat menimbulkan rasa gatal dan tidak nyaman; (7) pada siklus
menstruasi, remaja perempuan mengganti pembalut setiap tiga hingga empat jam sekali.

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa remaja ialah periode waktu individual beralih dari fase anak ke fase dewasa. Tugas-
tugas perkembangan remaja terdiri dari; menerima citra tubuh,menerima identitas
seksual, mengembangkan sistem nilai personal,membuat persiapan untuk hidup
mandiri,menjadi mandiri/bebas dari orang tua,mengembangkan keterampilan,mengambil
keputusan dan mengembangkan identitas seorang yang dewasa; Identitas status kesehatan
anak remaja terdiri dari ;identitas seksual, identitas kelompok,identitas pekerjaan,
identitas moral, dan identitasa kesehatan. Masa remaja ada dua aspek perubahan yaitu
perubahan Fisik dan perubahan psikologis. Keluarga, sekolah, dan tetangga merupakan
aspek yang secara langsung mempengaruhi kehidupan remaja. Bagi remaja perempuan
terjadinya menstruasi/haid merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang
terjadi secara berkala dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang terjadi setiap bulan
sebelum menopause. Pentingnya memelihara organ reproduksi khususnya remaja
perempuan seperti membersihkan vagina dengan benar, mengganti celana dalam teratur,
mencukur rambut kemaluan, dan mengganti pembalut setiap tiga sampai empat jam
sekali agar terhindar dari keputihan.

35
3.2 Saran
Saran yang ingin kami sampaikan kepada pada pembaca bahwa hal yang paling penting
bagi remaja yaitu memelihara kesehatan organ reproduksi remaja mengingat pentingnya
kesehatan. Di samping itu kita perlu mengingat pergaulan remaja saat ini tidak terbatas
sehingga pengetahuan tentang tentang alat reproduksi remaja sangat bermanfaat untuk
mencegah dan menghindari terjadinya hal-hal yang merugikan remaja. Mahasiswa
diharapkan dapat melaksanakan program yang mengajarkan perilaku sehat kepada
remaja. Pembaca diharapkan bisa memahami pembahasan terkait kesehatan reproduksi
remaja khusunya remaja perempuan tentang siklus menstruasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Endang Triyanto,2010.Pengalaman Masa Pubertas Remaja Studi Fenomenologi Di Purwokerto.


Jurnal Ners Vol. 5 No. 2 Oktober 2010

Hasanah, Hasyim. 2016. Pemahaman Kesehatan Reproduksi Bagi Perempuan: Sebuah Strategi
Mencegah Berbagai Resiko Masalah Reproduksi Remaja: Universitas Islam Negeri (UIN)
Walisongo Semarang

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptunimus-gdl-trimutfika-6017-2-babii.pdf

Ilmiawati, Hemly., Kuntoro. 2016. Pengetahuan Personal Hygiene Remaja Putri pada Kasus
Keputihan. Jurnal Biometrika dan Kependudukan: Departemen Biostatistika dan
Kependudukan FKM UNAIR, Surabaya.

Islamy, Aesthetica., Farida. 2019. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Siklus Menstruasi Pada
Remaja Putri Tingkat III. Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 7: Jawa Tengah.

Jose RL Batubara,2010.Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Departemen Ilmu


Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 1, Juni 2010

36
Kusumawati P. Dewi,Sepda Ragilia, Nur Widya Trisnawati, Nindya Cahya Larasati,Aning
Laorani, Sergio Rodrigues Soares.2018.Edukasi Masa Pubertas pada Remaja.Dosen
STIKes Surya Mitra Husada Kediri Mahasiswa STIKes Surya Mitra Husada Kediri.Journal
of Community Engagement in Health Vol. 1 No. 1 March 2018

Pertiwi, Kartika Ratna. 2016. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Permasalahannya: Jurnal
Pendidikan biologi FMIPA UNY

Respati, Winanti Siwi. 2010. Problematika Remaja Akibat Kurangnya Informasi Kesehatan
Reproduksi. Forum Ilmiah Vol.7 No.1, Universitas Esa Unggul.

Setyawati, Sriadi., Suparmini., Mawanti Widyastuti. 2016. Fenomena Kesehatan Reproduksi


Pada Pelajar Putri Di Sma Kota Yogyakarta: Geomedia, Yogyakarta.

Sherwood, L. 2009. Human Physiologi From Cells To Cells To System. West Virginia Thomsan.
Publishing inc 2009.

Situasi kesehatan reproduksi remaja. 2016. Pusat data dan informasi Kementerian Kesehatan
RI: Jakarta selatan

Suparma, Erna. 2012. Penatalaksanaan Endometriosis. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Wijayanti, Daru. 2009. Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta:
Bookmarks

Wiknjosastro H. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirodihardjo.

Wiyono, Dessy Kurnia Setyawati dan Trisetiyono, Yuli dan Pramono, Dodik. 2015. Pengaruh


Penyuluhan Tentang Dismenorea Terhadap Tingkat Pengetahuan Gangguan Haid Pada
Siswi Sma Di Kecamatan Semarang Barat. Undergraduate thesis.

Wulanda, A. Febri. 2011. Biologi Reproduksi. Jakarta: Salemba medika.

37

Anda mungkin juga menyukai