Etika Dalam Obstetri Dan Ginekologi Sosial
Etika Dalam Obstetri Dan Ginekologi Sosial
Etika Dalam Obstetri Dan Ginekologi Sosial
A. Pendahuluan
Pada abad ini profesi kedokteran sadar bahwa ilmu kedokteran dan pelayanan kesehatan
dalam arti yang sempit tidak mungkin memecahkan masalah kesehatan dan tidak akan mampu
meningkatkan derajat kesehatan secara bermakna. Telah disadari bahwa factor social seperti
lingkungan hidup, gaya hidup, tingkat Pendidikan dan keadaan ekonomi secara fundamental
mempengaruhi tingkat kesehatan penduduk.
Oleh karena itu, dokter hari depan perlu lebih memperhitungkan aspek social tersebut diatas
baik dalam upaya diagnostic prevensi maupun terapi masalah kesehatan baik dalam kegiatannya
di rumah sakit maupun dilapangan. Paradigma ini harus tertanam dalam paradigma seorang dokter
dan tenaga kesehatan secara umum dimanapun mereka bekerja karena pola fikir ini sangat
menentukan keberhasilan upaya kesehatan, khususnya di negara berkembang.
Konsekuensinya, seorang dokter waji mempelajari dan menghayati keadaan social di wilayah
kerjanya seperti mengetahui pola penyakit yang menggangu kesehatan penduduk. Selanjutnya, ia
harus mampu memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat dan pemerintah sebagai
landasan untuk memperjuangkan perbaikan social (advokasi).
Dalam upaya ini ia harus menjalin kerja sama dengan profesi lain seperti ahli social dan
pimpinan pemerintahan dan tidak kurang penting dengan kaum politik untuk mencapai tujuannya,
yaitu meningkatkan derajat kesehatan.
Semboyan kerjasama yang luas ini berbunyi health for all and all for health sedangkan
Virchow berdalil medicine is a social science and politics nothing but medicine on a grand scale.
Oleh karena itu, sebaiknya mahasiswa kedokteran disaring atas kependidikan social dan
interesnya terhadap orang dan masalah mereka.
Obstetri dan Ginekologi social adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
(interaksi) antara kesehatan reproduksi dan lingkungan (WHO). Interaksi antara kesehatan dan
lingkungan paling mencolok dalam bidang obgin. Hal ini disebabkan seorang ahli obgin mengasuh
dan mengobati kaum perempuan dan pada perempuan melekat stigma social yang merugikan
kaumnya.
Perempuan pada umunya, secara khusus dinegara berkembang tidak diberi nilai yang
semestinya (underevaluated) walaupun beberapa budaya seperti di China dan dalam agama islam
secara filosofis nilai yang tinggi diberikan pada kaum perempuan.
Penilaian yang rendah untuk perempuan disebabkan oleh pemikiran androsentis yang
menenpatkan perempuan subordinat terhadap laki-laki. Sementara itu untuk kaum laki-laki
perempuat dilihat sebagai kaum yang mempunyai sifat gantung, pasif dan nurut.
Dari sudut pandang laki-laki, perempuan dinilai dari kemampuan reproduksi, perempuan
dinilai dari kemampuan reproduksinya, sedangkan penghargaan terhadap kemampuan produksi
kaum perempuan masih terpendam.
Kedudukan perempuan yang rendah ini menimbulkan diskriminasi sebagai perempuan kurang
berpeluang untuk mendapatkan Pendidikan, pekerjaan di luar rumah, dan akses pada pelayanan
kesehatan.
Dengan demikian, tidak mengherankan kalua perempuan relative miskin, sering menderita
malnutrisi, dan menjadi korban kekerasan termasuk perkosaan.
Banyak masalah kesehatan perempuan mengandung factor social yang kuat seperti pelayanan
reproduksi termasuk kontrasepsi dan sterilisasi, histerktomi, masektomi dan menopause.
Safe Motherhood. Masalah kematian ibu di Indonesia masih merupakan amslaha yang besar
yang perlu ditanggulangin dengan serius oleh pemerintah, masyarakat dan profesi.
Intervensi yang dianut oleh Safe Motherhood dinyatakan sebagai 4 penyangga, ialah :
a. KB
b. Pelayanan antenatal
c. Persalinan aman
d. Pelayanan obstetric esensial
Walaupun program Safe Motherhood sudah diimplemetntasikan selama lebih dari 15 tahun,
kematian ibu belum turun secara nyata. Padahal Depkes RI menentukan sasaran untuk menurunkan
AKI. Kegagalan ini menurut kami antara lain karena belum dibarengi dengan perhatian terhadap
perbaikan social.
Justru hal ini hendaknya menjadi salah satu program obginsos yang penting, diharapkan
bahwa para dokter obginsos dapat menggerakkan seluruh SDM ialah tenaga kesehatan, social dan
pemerintahan, sarana dan seluruh masyarakat untuk mencapai sasaran Safe Motherhood.
Pelayanan KB perlu dipertahankan, karena program KB baik secara langsung maupun tidak
langsung meningkatkan kesejahteraan perempuan. Sayangnya ada tanda-tanda bahwa program KB
yang sudah kita banggakan, malahan dipuji secara internasional, sekarang kurang mendapat
perhatian.
Syarat pelayanan KB berikut ini harus dipandang dengan teguh :
1. Pelayanan KB tidak boleh membahayakan konsumen karena monsumen harus tetap
menikmati kehidupannya.
2. Konsumen harus bebas memilih cara KB
3. Program KB harus senantiasa bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mutu kehidupan.
4. Manfaat dan mudarat KB harus tersebar secara adil
5. Informasi tentang metode KB harus benar dan akurat.
Abortus
Pertentangan moral dan agama tetap merupakan masalah yang besar yang mempersulit
kesepakatan tentang kebijaksanaan untuk menanggulangi masalah abortus.
Oleh karena itu, abrtus yang tidak aman (Unsafe Abortion) terus merupakan masalah yang
mengancam perempuan dalam masa reproduksi. Menurut WHO, definisi Unsafe Abortion adalah
prosedur melakukan terminasi (penghentian) kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted
pregnancy) oleh tenaga yang kurang terampil (medis/non medis) alat tidak memenuhi syarat
kesehatan dan lingkungan tidak memenuhi.
Angka kejadian abortus masih tinggi, maka kita harus lenih terpanggil untuk memecahkan
problem ini. Infeksi traktur urogenetalis pada perempuan, diantaranya penyakit menular seksual
(PMS), menimbulkan kesengsaraan yang bermakna, tapi yang paling besar dampaknya ialah HIV.
Golongan ini menyebabkan kematian, sakit perut yang hebat atau kronis, infertilitas, dan lekore.
Perempuan penderita infeksi alat reproduksi yang hamil terancam mortalitas dan morbiditas
baik pada dirinya maupun bayi yang dikandungnya