Referat CTS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

Referat

Ilmu Bedah

Carpal Tunnel Syndrome

Disusun Oleh:

Hans Jeffrey Kosasih – 01073 18 0136

Pembimbing:

dr. Rosa Omi, SpOT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE APRIL 2019 – JUNI 2019
CILANDAK
DAFTAR ISI

1. BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………1


2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………2
1. Definisi Carpal Tunnel Syndrome …………………………………2
2. Anatomi …………………………………………………………3
3. Epidemiologi …………………………………………………6
4. Etiologi …………………………………………………………7
5. Patofisiologi …………………………………………………………8
6. Manifestasi Klinis …………………………………………………12
7. Klasifikasi …………………………………………………………13
8. Pemeriksaan Fisik …………………………………………………14
9. Pemeriksaan Penunjang …………………………………………20
10. Diagnosis …………………………………………………………21
11. Diagnosis Banding …………………………………………………22
12. Terapi …………………………………………………………23
13. Komplikasi dan Prognosis …………………………………………24
3. BAB III. PENUTUP …………………………………………………25
4. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………27

i
BAB I
PENDAHULUAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah suatu neuropati kompresif saraf


medianus yang biasanya terjadi dibagian pergelangan tangan. Terowongan karpal
sendiri dikelilingi oleh beberapa tulang dan diatapi oleh ligamentum karpal
transversum. Di dalam terowongan karpal ini bisa ditemukan saraf medianus,
tendon-tendon fleksor dan selubung sinovialnya.
CTS merupakan jenis entrapment neuropathy yang paling umum dan
menyerang 1% penduduk. CTS sendiri lebih banyak menyerang wanita
dibandingkan pria dengan rasio 2:1 dengan usia rata-rata diatas 50 tahun untuk
pria dan 51 tahun untuk wanita. CTS juga merupakan jenis penyakit okupasional
yang paling sering terjadi. Pekerjaan-pekerjaan repetitif dalam waktu yang
panjang merupakan salah satu faktor risiko untuk terkena CTS. Beberapa
pekerjaan tertentu seperti tukang ketik, kasir dan lain sebagainya memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk mengidap CTS.
Patofisiologi dari CTS sendiri beragam, namun, prinsip dasar dari
mekanisme terjadinya CTS dapat disimpulkan dalam 2 proses yakni; kompresi
dan traksi. Semua mekanisme CTS berputar-putar disekitar kedua proses ini baik
karena adanya kompresi dari jaringan ikat, dari otot, dari mikrosirkulasi saraf dan
lain-lain.
Pasien dengan CTS biasanya datang dengan keluhan nyeri atau kebas pada
jari tangan pertama hingga keempat (ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan
sebagian jari manis). Untuk stadium awal, biasanya gejala hanya dirasakan pada
malam hari sedangkan untuk stadium kedua, gejala dirasakan juga pada siang
hari.. Utuk stadium terakhir, sudah mulai terlihat adanya atrofi dari eminence
thenar dan kelemahan genggaman juga dikeluhkan pasien di mana pasien merasa
lebih sering menjatuhkan barang.
Terapi untuk CTS terbagi menjadi terapi koservatif dan terapi bedah.
Terapi konservatif memiliki efek jangka pendek yang baik tetapi untuk terapi
jangka panjang atau terapi definitif, perlu dilakukan terapi bedah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi carpal tunnel syndrome


Istilah carpal tunnel syndrome (CTS) pertama kali diajukan oleh
Paget pada tahun 1854. CTS sendiri merupakan kondisi neuropati
kompresif atau bisa didefinisikan sebagai mononeuropati atau radikulopati
yang disebabkan dari distorsi mekanik karena adanya kompresi1.
Berdasarkan The American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS),
CTS didefinisikan sebagai neuropati kompresi pada saraf median pada
tingkat pergelangan tangan2.
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal
(STK) adalah salah satu gangguan pada tangan yang terjadi karena adanya
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus
dipergelangan tangan.
CTS adalah bentuk terjepitnya saraf median yang paling sering dan
paling terkenal. CTS sendiri merupakan 90% dari kasus entrapment
neuropati3. Entrapment neuropati adalah neuropati kronik fokal kompresif
yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan pada struktur anatomis yang
tidak fleksibel2. CTS disebabkan karena terjepitnya saraf median pada
bagian carpal tunnel yang dibatasi oleh tulang karpal dan ligamen karpal
transversum. Peningkatan tekanan pada carpal tunnel menyebabkan
menurunnya fungsi saraf median pada bagian tersebut.
Bentuk lain dari entrapment saraf median adalah sindrom pronator
dan sindrom saraf anterior interosseous2. Sindrom pronator didefinisikan
sebagai kompresi saraf median pada bagian lengan atas yang
menyebabkan gangguan sensoris pada distribusi saraf median ke telapak
tangan dan tonjolan tenar. Sindrom saraf anterior interosseous
dikarakteristikkan dengan hilangnya sebagian atau keseluruhan fungsi

2
gerak oleh otot yang diinervasi oleh saraf anterior interosseous atau
cabang motorik dari saraf median pada bagian lengan atas2.

Gambar 2.1 cross section pergelangan tangan3.

2. Anatomi
Carpal tunnel adalah terowongan osteofribrosa yang berada
diantara flexor retinaculum dan tulang-tulang carpal. Rongga carpa
dibatasi oleh dinding kaku yang dibentuk oleh tulang dan sendi carpal
serta ligamentum carpal tranversum yang tebal4.
Kerangkanya dibentuk oleh 8 buah tulang karpal yang tersusun
dalam dua deret. Deretan proksimal terdiri dari tulang navikulare, lunatum,
triqetrum dan pisiformis (lateral ke medial) 4. Deretan distal terdiri dari
tulang trapesium (Multangulum mayus), trapezoidum (Mulatangulum
minus), kapitatum dan hamatum (lateral ke medial). Pada bagian
proksimal tulang-tulang karpal ini bersendi dengan bagian distal tulang
radius dan tulang ulna, sedangkan distal dari deretan distal bersendi
dengan tulang-tulang metakarpal5.

3
Gambar 2.2. Potongan transversal dari carpal tunnel1.

Pada orang dewasa ukuran terowongan ini dapat dilalui satu jari.
Luas penampang tersempit lebih kurang 2,5 cm dan panjangnya lebih
kurang 9-16 mm. Dalam terowongan ini terdapat 10 struktur yaitu fleksor
polisis longus untuk ibu jari dan 8 tendo fleksor digitorum (empat fleksor
digitorum superfisialis tendons, empat fleksor digitorum profundus
tendons, satu fleksor polisis longus tendon) dan saraf medianus1.
Saraf median berasal dari pleksus brakialis di lengan atas. Pleksus
brakialis dibentuk oleh rami anterior saraf servikal C5 - C8 dan T1. Akar
keluar dari intervertebral foramina antara otot-otot anterior dan middle
skalena di segitiga interscalene. Ketika mereka keluar dari segitiga yang
dibentuk oleh scaleni, C5 dan C6 bergabung membentuk trunkus superior,
C7 membentuk trunkus medial, dan C8 dan T1 bergabung membentuk
trunkus inferior. Akar C5 dan C6 memasok serabut sensor median yang
menyediakan sensasi ke eminence thenar dan tiga dan setengah digit
pertama dari tangan. Akar C8 dan T1 mensuplai serabut motorik ke otot
lengan bawah dan tangan yang dipersarafi oleh median saraf. Trunkus
berjalan melewati klavikula dan membentuk divisi anterior dan posterior.
Divisi posterior dari masing-masing trunkus tadi akan membentuk cord
posterior. Divisi anterior dari trunkus superior dan media akan membentuk
cord lateral. Divisi anterior dari trunkus inferior membentuk cord medial.
Serat-serat ini akan berlalu melalui lateral dan medial cords dari pleksus
brakialis dan bergabung untuk membentuk nervus medianus. Cabang-
cabang individu yang berasal dari cord menyediakan inervasi motorik dan

4
sensorik di ekstremitas atas. Saraf median tidak memiliki cabang di lengan
bagian atas. Ketika saraf median melewati daerah fossa antecubital,
lokasinya berdekatan dengan arteri brakialis di sisi medial sebelum
melewati lebih jauh di dalam lengan bagian bawah4.

Gambar 2.3. Pleksus Brakialis

Pada lengan bawah bagian atas, saraf median mempersarafi empat


otot (pronator teres, fleksor karpi radialis, palmaris longus, dan fleksor
digitorum superfisialis). Saraf median mengeluarkan cabang saraf perifer
yang membentuk saraf interoseus anterior, yang mempersarafi otot
pronator kuadratus proksimal ke pergelangan tangan. Saraf interoseus
anterior juga menginervasi otot fleksor pollicis longus4.
Saraf medianus berjalan sejajar dengan saraf interoseus anterior di
lengan bawah. Di wilayah proksimal pergelangan tangan, cabang sensori
kulit dari saraf median keluar untuk memberikan sensasi pada setengah
lateral telapak tangan. Karena cabang palmar saraf median melewati,
bukan melalui, terowongan karpal, perubahan sensasi (rasa nyeri atau mati
rasa) yang melibatkan eminence tenar biasanya tidak diamati dalam CTS.
Pola persarafan sensorik saraf median ditunjukkan dalam gambar 2.4.
Otot-otot tangan yang dipersarafi oleh saraf median adalah
abductor pollicis brevis, fleksor pollicis brevis, polisis opponens, dan
lumbricalis pertama dan kedua. Meskipun otot-otot ini dapat terpengaruh
5
pada pasien dengan CTS parah atau kronik, otot lumbar kadang-kadang
terhindar. Nervus medianus di daerah pergelangan tangan mendapat darah
dari cabang arteri sisi ulnar, proksimal ligamen karpal transversum, dan
cabang arteri arkus palmaris superfisialis distal ligamen karpal
transversum.

Gambar 2.4. Bagian sensoris yang dipersarafi oleh saraf median

3. Epidemiologi6
CTS merupakan penyakit neuropati kompresi perifer yang paling
sering dijumpai. Insidensi dan prevalensi kondisi ini sendiri bervariasi,
mulai dari 0.125% - 1% dan 5% - 16% diseluruh dunia. Kondisi ini sendiri
biasa menyerang individu dewasa dan lebih banyak menyerang perempuan
dibandingkan laki-laki. Sejak pertama kali dideskripsikan oleh Phalen
pada tahun 1950an, beberapa penelitian menemukan lebih banyaknya
penderita wanita dibandingkan pria dengan usia rata-rata diatas 51 tahun
untuk wanita dan 50 tauhn untuk laki-laki. Pada penelitian yang dilakukan
di Canterbury, Inggris ditemukan bahwa tiap tahunnya, insidensi CTS
adalah 139.4 kasus tiap 100.000 untuk wanita dan 67.2 kasus tiap 100.000
untuk pria, dengan rasio wanita pria 2.07 3. Menurut Einhorn dan Leddy,
terdapat insisdensi 1% pada populasi pada umunya dan 5% insidensi pada
pekerja pada industri tertentu di mana penggunaan tangan dan pergelangan
tangan yang lebih banyak.

6
4. Etiologi5,7,8
Terdapat 2 variasi dari CTS, akut dan kronik. Bentuk akut dari
kondisi ini lebih jarang ditemukan dan biasanya terjadi karena peningkatan
tekanan yang terus menerus pada terowongan karpal. Biasanya disebabkan
karena fraktur radius, luka bakar, gangguan koagulasi, infeksi dan injeksi
lokal3. Bentuk kronik dari kondisi ini lebih sering ditemukan namun .
hanya 50% kasus memiliki sebab yang pasti. Penyebabnya sendiri bisa
dibedakan menjadi lokal, regional dan sistemik.
Untuk penyebab lokal, terdapat 4 kelompok besar yaitu:
- Inflamasi (tenosynovitis, infeksi jamur histoplasma dan
hypertrophic synovium)
- Trauma (Colles’ Fracture dan dislokasi salah satu tulang
karpal)
- Tumor (hemangioma, kista ganglion, lipoma, neuroma, dll.)
- Kelainan anatomi (penebalan ligamen karpal tranversum,
abnormalitas tulang, abnormal otot, persistent median artery
dll.)

Penyebab regional sendiri terdiri atas 4 penyebab yaitu; (1)


Osteoarthritis, (2) Rheumatoid Arthritis, (3) Amyloidosis dan (4) Gout
Arthritis. Untuk penyebab sistemis dari CTS, terdapat cukup banyak
penyebab seperti:

- Diabetes
- Obesitas
- Hipotiroidisme
- Kehamilan
- Menopause
- Systemic lupus erythematosus
- Scleroderma
- Dermatomyositis
- Gagal Ginjal

7
- Hemodialisis jangka panjang
- Acromegaly
- Multiple myeloma
- Sarcoidosis
- Leukemia
- Alkoholisme
- Haemophilia

CTS adalah jenis paling umum dari Repetitive Trauma Disorder


(RTD). Berdasarkan penelitian oleh Brain, pekerjaan yang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk terkena CTS adalah perkerjaan yang
biasanya berulang-ulang, bisa dari frekuensi dilakukannya suatu
perkerjaan atau lama waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan
tersebut (seperti kasir, tukang ketik, penjahit dll). Faktor fisikal yang dapat
menyebabkan CTS sendiri adalah repetisi, tekanan, postur tubuh dan
getaran.
CTS juga biasa terjadi pada wanita hamil dan biasanya didiagnosis
pada trimester ketiga kehamilan. Biasanya menyerang kedua tangan dan
biasanya gejala hilang setelah kelahiran. Untuk beberapa pasien,
dibutuhkan terapi konservatif setelah kelahiran untuk meringankan gejala.

5. Patofisiologi6
Entrapment Neuropathy bisa terjadi karena adanya kompresi dan
traksi. Kompresi dan traksi dari saraf menyebabkan gangguan dari
mikrosirkulasi intraneural, lesi pada selubung myelin dan axon serta
gangguan pada jaringan tulang dan kartilago. Jepitan yang terjadi pada
saraf perifer disebabkan karena saraf melalui kompartmen yang terlalu
sempit yang mana menyebabkan terjadinya gangguan saraf atau bahkan
kerusakan saraf mulai dari saraf di daerah kompresi dan setelahnya.
Ada beberapa mekanisme terjadinya CTS yang mana akan dibahas.
Mekanisme pertama penyebab CTS adala peningkatan tekanan
terowongan karpal. Secara anatomis, ada 2 lokasi terjadinya kompresi

8
saraf median, (1) di bagian proksimal dari terowongan karpal yang
disebabkan dari fleksi pergelangan tangan serta penebalan dan kakunya
fascia antebrakial dan bagian proksimal dari fleksor retinakulum dan (2)
dibagian tersempit dari hook of hamate.
Tekanan pada terowongan karpal biasanya 2 hingga 10 mmHg.
Perubahan dari tekanan pada terowongan karpal bisa terjadi karena
gerakan pergelangan tangan, dengan ekstensi pergelangan tangan
meningkatkan tekanan hingga 10 kali lipat dan fleksi pergelangan tangan
meningkatkan tekanan hingga 8 kali lipat. Tekanan juga dipengaruhi oleh
jumlah dan fleksibilitas jaringan ikat disekitar saraf.
Sembilan tendon fleksor, yang mana bisa menjadi meradang atau
menebal, dan melewati terowongan karpal bersamaan dengan saraf
median. Kompresi anatomi dapat terjadi akibat fibrosis noninflamasi yang
mempengaruhi jaringan konektif subsinovial yang mengelilingi tendon
fleksor. Kemungkinan lainnya penyebab kompresi termasuk ruang
anatomi kecil, lesi massa (seperti kista, neoplasma, atau arteri median
persisten) dan edema atau kondisi peradangan yang dihasilkan dari
penyakit sistemik seperti rheumatoid arthritis.
Peningkatan tekanan di terowongan karpal dapat melukai saraf
median secara langsung, mengganggu transportasi aksonal, atau
menyempitnya pembuluh di perineurium dan menyebabkan iskemia saraf
median.
Mekanisme berikutnya adalah kerusakan pada mikrosirkulasi dari
saraf median. Iskemia vaskuler dan kerusakan dari blood-nerve barrier
juga sudah teridentifikasi sebagai komponen penting penyebab CTS.
Blood-nerve barrier sendiri terbentuk dari sel perineurium dan sel endotel
dari kapiler endoneurial yang mengikuti saraf median melalui terowongan
karpal. Pembuluh mikro endoneurial ini merupakan percabangan dari
arteri radial dan ulnar yang terletak proksimal dari retinakulum fleksor.
Peningkatan tekanan pada terowongan karpal dapat menyebabkan
kerusakan vaskulatur dalam blood-nerve barrier yang mana menyebabkan
akumulasi protein dan sel inflamasi. Hal ini kemudian akan menyebabkan

9
sindroma kompartmen mini karena meningkatnya permeabilitas yang
menyebabkan peningkatan tekanan endoneurial dan menyebabkan edema
intrafasikular. Pasien dengan gangguan vaskuler memiliki kemungkinan
lebih besar dalam mengalami kerusakan dari blood-nerve barrier.

Gambar 2.5. Anatomi pergelangan tangan

10
Gambar 2.6. Skema kerusakan mikrosirkulasi jaringan ikat6

Pada pasien diabetes, kompresi saraf median terjadi karena adanya


perubahan struktur mikrovaskuler pada saraf yang mana disebabkan oleh
gangguan biokimia yang mana menyebabkan kurangnya aliran darah
endoneurial dan tekanan oksigen. Hal ini kemudian akan menyebabkan
edema yang mana menyebabkan hipoksia karena bertambahnya jarak
difusi oksigen dari kapiler. Hipoksia ini menyebabkan degenerasi akson
dari saraf median dan neuritis.
Mekanisme ketiga adalah gangguan dari jaringan ikat saraf median.
Serat saraf memiliki beberapa lapisan jaringan ikat di sekitarnya. Lapisan-
lapisan ini adalah mesoneurium, epineurium, perineurium dan
endoneurium. Fleksibilitas lapisan-lapisan ini sangat penting untuk
terjadinya “nerve gliding” yang mana penting untuk mengakomodasi
pergerakan sendi. Apabila proses ini terganggu, saraf bisa tertarik dan
mengalami kerusakan.

11
Pada individu normal, saraf median bisa memanjang hingga 9.6
mm ketika melakukan fleksi atau ekstensi penuh. Tetapi, dengan
keberadaan jaringan ikat yang kaku disekitar saraf, fleksibilitas ini akan
berkurang dan bisa menyebabkan kerusakan pada saraf. Pada saat
terjadinya kompresi atau adhesi epineural, mobilitas saraf akan terganggu
dan menyebabkan lesi karena traksi berulang ketika pergelangan tangan
digerakkan.
Peningkatan tekanan yang kronik bisa menyebabkan edema,
terutama di bagian epineurium yang mana menyebabkan pembengkakan
saraf yang mana kemudian akan lebih menghambat pergerakan dari saraf.
Hal ini kemudian akan menyebabkan iritasi berulang yang mana akhirnya
menyebabkan peningkatan tekanan yang nantinya menyebabkan edema.
Mekanisme terakhir yang dapat menyebabkan CTS adalah
hipertrofi otot dan tendon. Hipertrofi tendon sendiri bisa menyebabkan
meningkatnya tekanan dalam terowongan karpal yang mana nantinya akan
menyeabkan terjadinya edema dan berujung pada kerusakan saraf.
Dari patofisiologi ini sendiri bisa disimpulkan bahwa CTS adalah
suatu kondisi dengan berbagai mekanisme. Walaupun demikian, juga
ditemukan bagaimana kompresi dan neuropati traksi berulang bisa
menyebabkan terjadinya CTS. Kompresi dan traksi menyebabkan
terjadinya obstruksi dari venous outflow, terjadinya edema yang mana
menyebabkan iskemia dan akhirnya kerusakan saraf.
Pada beberapa pasien, biasanya gejala muncul pada malam hari
dan hal ini bisa disebabkan karena beberapa faktor termasuk: distribusi
cairan lengan atas pada posisi supine, kebiasaan meletakkan pergelangan
angan dalam keadaan fleksi yang mana meningkatkan tekanan dalam
terowongan karpal, peningkatan tekanan darah pada malam hari dan
turunnya tingkat kortisol.

6. Manifestasi Klinis5,6,9–11
Gejala yang dialami pasien biasanya bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan penyakit. Pada stadium awal, pasien biasanya

12
mengeluhkan gejala-gejala yang berhubungan dengan gangguan sensoris
dari saraf median yang kadang semakin parah pada malam hari. Gejala
yang dialami biasanya rasa nyeri yang diasosiasikan dengan perasaan
kebas yang dirasakan pada bagian tangan yang dipersarafi oleh saraf
median distal dari pergelangan tangan. Biasanya bagian tangan yang
terpengaruh adalah bagian ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan sebagian
radial jari manis. Beberapa pasien juga akan mengaku menggoyang
pergelangan tangan mengurangi gejala dan fenomena ini disebut sebagai
“flick sign”. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dan kebas pada seluruh
jari tetapi dengan anamnesis yang tepat, biasanya jari kelingking tidak
memiliki gejala apapun karena jari kelingking yang dipersarai oleh saraf
ulnar. Keseluruh jari bisa saja memiliki gejala apabila saraf ulnar juga
terpengaruh oleh kompresi.
Gejala yang juga bisa dikeluhkan pasien adalah perasaan adanya
kelemahan dari tangan yang terkena CTS yang biasa diperparah dengan
aktivitas atau perkerjaan yang biasanya memerlukan fleksi dari
pergelangan tangan. Pasien juga terkadang mengeluhkan nyeri yang
menjalar ke daerah lengan bawah, lengan atas atau bahkan hingga bahu.
Beberapa pasien bahkan datang dengan nyeri bahu sebagai keluhan utama
namun tidak ditemukan gangguan sensoris di daerah proksimal dari
pergelangan tangan pasien.

7. Klasifikasi10
Berdasarkan gejala yang muncul, CTS dapat diklasifikasikan
dalam 3 stadium yaitu:
- Stadium I
o Pasien terbangun pada malam hari karena tangan terasa
kebas serta nyeri yang menjalar hingga bahu. Geala bisa
dikurangi dengan Flick sign dan pada beberapa pasien,
gejala menetap hingga pagi.

13
- Stadium II
o Gejala juga muncul pada siang hari dan biasanya terjadi
ketika pasien berada pada posisi yang sama untuk
waktu yang panjang atau menggunakan tangan dan
pergelangan tangan dalam jangka waktu yang panjang.
Pasien bisa mengeluhkan melemahnya tangan pasien
ketika mengangkat barang.
- Stadium III
o Stadium akhir di mana atrofi dari eminence thenar
terlihat dan biasanya saraf median tidak memiliki
respon yang baik setelah dekompresi bedah. Pada
stadium ini, gejala sensoris mungkin berkurang dan
adanya rasa ngilu pada daerah eminence thenar. Pada
kompresi parah, kelemahan dan atrofi bisa juga
memengaruhi abductor policis brevis dan opponens
pollicis.

8. Pemeriksaan Fisik2,3
Untuk membantu diagnosis CTS, sudah ditemukan beberapa
pemeriksaan. Pemeriksaan ini sendiri tidak bisa berdiri sendiri dan
kebanyakan pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan
lainnya. Gabungan dari gejala, tanda dan pemeriksaan harus dicermati
sebelum diagnosis CTS ditegakkan. Untuk pemeriksaan motorik, bisa
dilihat apakah ada atrofi pada eminence thenar. Hal ini juga bisa dinilai
dari ketidak mampuan untuk aduksi ibu jari dan berkurangnya kekuatan
oposisi. Pada CTS unilateral, eminence tenar bisa dibandingkan dengan
tangan kontralateral.

14
Gambar 2.7. Atrofi eminence thenar tangan kiri11

Pemeriksaan khusus untuk CTS sendiri terbagi atas:


- Tinel’s Sign
o Pada pemeriksaan ini, pemeriksa bisa mengetuk dengan
pelan pada saraf median dibagian pergelangan tangan
distal. Pemeriksaan positif apabila pasien merasakan
ada perasaan tidak nyaman pada jari yang disarafi oleh
saraf median. Pemeriksaan ini ditemukan pada tahun
1915 dan menandakan adanya degenerasi aksonal.
Walaupun demikian, pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan paling tidak akurat dibandingkan
pemeriksaan lainnya yang mana disebabkan karena
tidak adanya ketentuan untuk seberapa kuat tekanan
atau ketukan harus dilakukan untuk menunjukkan
pemeriksaan positif karena tekanan yang berlebih akan
menyebabkan perasaan tidak nyaman baik pada pasien
CTS atau tidak. Sensitivitas pemeriksaan ini sendiri
beragam, mulai dari 23% - 67% dengan spesifisitas
55% - 100%.

15
Gambar 2.8. Skema Pemeriksaan Tinel

- Phalen’s Test
o Pemeriksaan ini pertama kali dikemukakan pada tahun
1957. Fleksi pada pergelangan tangan akan
menyebabkan kompresi pada saraf medianus yang mana
menyebabkan paraesthesia pada bagian tangan yang
dipersarafi oleh saraf medianus degan tujuan
mereproduksi gejala pasien. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara pasien diminta untuk menahan lengan
bawah dalam keadaan vertikal dengan kedua siku
berada di meja dan menjatuhkan kedua telapak tangan
dalam keadaan fleksi selama kurang lebih satu menit.
Apabila perasaan tidak nyaman dirasakan kurang dari 1
menit, maka pemeriksaan dianggap positif. Pasien
dengan CTS biasanya mulai merasakan gejala dalam 20
detik. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 10% hingga
91% dengan spesifisitas 33% hingga 100%.

16
Gambar 2.9 Skema Pemeriksaan Phalen

- Katz Hand Diagram12,13


o Pada pemeriksaan ini, pasien akan ditunjukkan diagram
tangan dan diminta untuk menunjukkan dibagian mana
saja terasa nyeri, kebas, geli atau perasaan tidak
nyaman. Pasien diminta untuk memberikan tanda pada
bagian tangan yang memiliki gejala tersebut. Untuk rasa
nyeri, pasien diminta menaruh tanda silang di tiap
bagian dimana terasa nyeri. Untuk perasaan geli atau
tidak nyaman, tanda titik dan arsiran untuk perasaan
kebas. Untuk perasaan sensasi berkurang, pasien bisa
diminta untuk menggambarkan garis diagonal di
seluruh daerah yang menurut pasien mengalami
pengurangan sensasi. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas 80% dan spesifisitas 90%
o Pemeriksaan ini memiliki skoring tersendiri di mana
terdapat 4 hasil yaitu:
 Classic CTS (3)

17
 Perasaan geli, kebas atau nyeri pada
paling sedikit dua jari (ibu jari, telunjuk
atau jari tengah.). Harus memengaruhi
lebih dari setengah bagian telapak dari
jari tengah dan jari telunjuk
 Nyeri pada pergelangan tangan dan
penjalaran nyeri kedaerah proksimal dari
pergelangan tangan
 Gejala pada telapak dan punggung
tangan menandakan kondisi lain
 Probable CTS (2)
 Memiliki tanda yang sama dengan
Classic tetapi gejala bisa memengaruhi
telapak tangan
 Terkecuali apabila gejala hanya ada
dibagian ulnar dari telapak tangan
 Possible CTS (1)
 Perasaan geli atau tidak nyaman, nyeri,
kebas pada paling sedikit satu jari (ibu
jari, telunjuk atau jari tengah). Bisa juga
ada keluhan di punggung tangan
 Unlikely CTS (0)
 Tidak ada gejala di telapak ibu jari, jari
telunjuk atau jari tengah.

18
Gambar 2.10. Contoh pemeriksaan Katz Hand Diagram13

- Square Wrist sign


o Pemeriksaan dilakuan dengan mengukur tebal dan lebar
pergelangan tangan. Apabila rasio tebal : lebar lebih
dari 0.7 maka pemeriksaan bernilai positif. Pemeriksaan
ini memiliki sensitifitas 47% - 69% dengan spesifisitas
73% hingga 83%.
- The tethered Median Nerve stress test (TMNST)
o Pemeriksaan ini dikemukakan oleh LaBan pada tahun
1986. Dilakukan dengan hiper ekstensi pergelangan
tangan dan bagian distal dari jari telunjuk selama 1
menit. Pasien dengan CTS kronik akan merasakan nyeri
pada bagian volar dari lengan bawah proksimal.

19
Gambar 2.11. Skema pemeriksaan TMNST

- Diminished pinprick sensation (hypalgesia)


o Pemeriksaan pinprick sensation pada bagian distribusi
saraf median dibangingkan dengan jari kelingking
ipsilateral merupakan pemeriksaan paling sensitif dan
spesifik dibandingkan pemeriksaan sensoris lainnya.

9. Pemeriksaan penunjang10,11
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan
dalam membantu menegakkan diagnosis CTS. Pemeriksaan itu terbagi
atas Nerve Conduction Studies (NCS), X-ray, Ultrasound dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
NCS dilakukan untuk mengukur kecepatan konduksi saraf motorik
dan sensoris dari saraf median pada bagian pergelangan tangan. Biasanya
gejala pertama kali muncul pada aspek sensoris dari saraf median sehingga
biasa ditemukan keterlambatan pada kecepatan konduksi saraf sensoris.
Keterlambatan ini sendiri disebabkan karena adanya demyelinisasi pada

20
bagian yang terkompresi. Pemeriksaan ini sendiri memiliki sensitivitas
dari 49% - 84% dan spesifisitas 95% - 99%. Pemeriksaan ini juga bisa
dilakukan untuk mendiagnosis entrapment neuropathy lainnya seperti
radikulopati servikal, polineuropati dll. Walaupun pemeriksaan ini
merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis CTS, pemeriksaan
ini juga memiliki kemungkinan false positive dan false negative. Pada
salah satu studi yang dilakukan di Swedia, hanya 4.9% pasien yang
mengeluhkan gejala CTS memiliki hasil NCS abnormal. Bahkan, 18%
pasien normal juga memiliki hasil NCS abnormal. Dari studi ini, dapat
disimpulkan bahwa NCS dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis CTS tetapi tidak bisa digunakan sendiri dalam menegakkan
diagnosis CTS. Diagnosis harus diikuti dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang tepat.
Pemeriksaan Ultrasound dan MRI bisa dilakukan karena 13-27%
pasien CTS akan memiliki NCS normal. Pemeriksaan ultrasound dianggap
positif apabila ditemukan pembengkokan dari retinakulum fleksura dan
penebalan dari saraf median. MRI digunakan untuk mengetahui penyebab
dari CTS seperti ganglion, hemangioma, kista dll. Pada T2, dapat juga
ditemukan pembengkakan dari saraf median yang menandakan adanya
degenerasi selubung myelin dan edema. Pemeriksaan X-ray dapat
dilakukan untuk melihat apakah ada abnormalitas tulang apabila ada
suspek fraktur.

10. Diagnosis2
Berdasarkan American Association of Electrodiagnostic Medicine,
American Academy of Neurology dan American Academy of Physical
Medicine and Rehabilitation, anamnesis yang tepat sangat penting dalam
menegakkan diagnosa CTS. Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada
pasien mencakup:
- Onset
o Pada stadium awal, pasien biasanya mengeluhkan
paraesthesia nokturnal

21
- Faktor Penyebab
o Biasanya penggunaan berulang atau posisi tangan
menimbulkan gejala
- Pekerjaan
o Penggunaan alat-alat tertentu terutama yang bergetar
merupakan faktor risiko untuk CTS
- Lokasi Nyeri dan Penjalaran
o Biasanya nyeri berada di bagian yang disarafi oleh saraf
medianus dan bisa menjalar hingga bagian bahu.
- Flick Sign
o Berkurangnya gejala dengan menggoyang-goyangkan
tangan
- Faktor Risiko
o Diabetes, obesitas, polyarthritis, kehamilan dll.
- Aktivitas olahraga
o Baseball, angkat berat dll.

Sedangkan untuk pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang paling


sering digunakan adalah pemeriksaan Tinel dan Phalen. Untuk
pemeriksaan penunjang, gold standard dalam penegakan diagnosis CTS
adalah melalui Nerve Conduction Studies.

11. Diagnosis Banding1–3


a. Radikulopati servikal
i. Radikulopati Servikal, khususnya dengan keterlibatan akar
saraf C6 atau C7, adalah gangguan yang paling umum
mirip CTS. Gejala-gejalanya termasuk nyeri lengan dan
parestesia yang menyerupai gejala CTS. Namun, untuk
membedakan kondisi ini dengan CTS, bisa ditemukan
adanya nyeri leher, eksaserbasi gejala dengan gerakan
leher, radiasi rasa sakit dari leher ke bahu dan lengan,
berkurangnya refleks yang dimediasi oleh akar saraf C6 /

22
C7 (yaitu, bisep, brakioradialis, dan trisep), kelemahan otot
lengan proksimal yang melibatkan fleksi siku, ekstensi, dan
pronasi lengan, dan kehilangan sensorik di telapak tangan
atau lengan di luar wilayah kelainan sensorik yang
disebabkan oleh CTS. Biasanya keluhannya berkurang bila
leher diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak.
Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya.
b. Sindrom Pronator Teres
i. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak
tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke
kulit telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
c. De Quervain’s Syndrome
i. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis
longus dan ekstensor pollicis brevis yang biasanya
disebabkan oleh gerakan tangan yang repetitif. Gejalanya
adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan
di dekat ibu jari. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor
ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.

12. Terapi2,5,9,10
Terapi untuk CTS jatuh kedalam dua kategori, terapi konservatif
dan terapi bedah. Terapi konservatif biasanya diberikan kepada pasien
yang memiliki gejala mild dan moderate. Terapi konservatif terdiri dari
steroid oral, kortikosteroid, vitamin B6 dan B12, nonsteroidal anti-
inflammatory drug (NSAID) dan pemasangan splint. Terapi injeksi steroid
merupakan salah satu pilihan dari terapi konservatif dan memang
walaupun dalam sebulan gejala dapat diperbaiki lebih baik apabila
dibandingkan dengan terapi konservatif lainnya, perbaikan ini hanya
bertahan dalam 1 bulan sehingga diperlukan terapi berulang.
Pemasangan splint bisa dilakukan apabila pasien mengaku bahwa
gejala berkurang dengan adanya istirahat. Splint bertujuan untuk

23
mempertahankan keadaan istirahat dari pergelangan tangan sehingga
menyebabkan berkurangnya tekanan didalam terowongan karpal. Terapi
kortikosteroid memiliki efek samping yang harus diperhatikan ketika
diberikan kepada pasien CTS karena efek samping utama dari
kortikosteroid adalah berkurangnya sintesis kolagen dan proteoglikan yang
mana menyebabkan berkurangnya kekuatan mekanik dari tendon yang
mana bisa menyebabkan degenerasi lanjutan. Terapi bedah untuk CTS
sendiri adalah Carpal tunnel release (CTR) dimana ligamen karpal
transversum dipotong sehingga memperluas ruang dalam terowongan
karpal sehingga mengurangi tekanan interstisial. 70% - 90% pasien
memiliki prognosis yang baik setelah menjalani CTR.
CTR sendiri terbagi menjadi 2 jenis yaitu Open Carpal Tunnel
Release (OCTR) dan Endoscopic Carpal Tunnel Release (ECTR). ECTR
sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri apabila
dibandingkan dengan OCTR. Kelebihanya adalah :
- Nyeri yang lebih sedikit
- Mobilitas kembali normal dalam waktu yang lebih singkat
- Penyembuhan yang cepat
- Kurangnya kemungkinan rusaknya saraf

Sedangkan untuk kekurangan dari ECTR adalah:

- Biaya tambahan untuk perlengkapan endoskopis


- Dibutuhkan kemampuan lebih untuk menggunakan
perlengkapan endoskopis.

13. Komplikasi dan Prognosis3


Komplikasi biasanya muncul dari terapi bedah yang mana bisa
menyebabkan terjadinya kerusakan tendon, kerusakan saraf atau bahkan
kerusakan dari arteri ulnar. Untuk prognosis dari kondisi ini cukup baik
melihat bagaimana 70% hingga 90% pasien bisa kembali sehat setelah
melakukan terapi bedah. Namun keadaan fungsional bisa saja tidak

24
kembali normal pada pasien CTS yang disebabkan karena diabetes
dikarenakan penyebab CTS yang bukan hanya karena terjadinya kompresi.

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan The American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS),


CTS didefinisikan sebagai neuropati kompresi pada saraf median pada tingkat
pergelangan tangan. Terowongan carpal adalah terowongan osteofribrosa yang
berada diantara flexor retinaculum dan tulang-tulang carpal. Rongga carpa
dibatasi oleh dinding kaku yang dibentuk oleh tulang dan sendi carpal serta
ligamentum carpal tranversum yang tebal. Dalam terowongan ini terdapat 10
struktur yaitu fleksor polisis longus untuk ibu jari dan 8 tendo fleksor digitorum
(empat fleksor digitorum superfisialis tendons, empat fleksor digitorum profundus
tendons, satu fleksor polisis longus tendon) dan saraf medianus.
CTS merupakan jenis entrapment neuropathy yang paling umum dan
menyerang 1% penduduk. CTS sendiri lebih banyak menyerang wanita
dibandingkan pria dengan rasio 2:1 dengan usia rata-rata diatas 50 tahun untuk
pria dan 51 tahun untuk wanita. CTS juga merupakan jenis penyakit okupasional
yang paling sering terjadi. Pekerjaan-pekerjaan repetitif dalam waktu yang
panjang merupakan salah satu faktor risiko untuk terkena CTS. Beberapa
pekerjaan tertentu seperti tukang ketik, kasir dan lain sebagainya memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk mengidap CTS.
Penyebab dari CTS dapat dikategorikan dalam 3 kelompok besar yakni;
lokal (inflamasi, tumor, trauma dan kelainan anatomi); regional (Osteoarthritis,
Rheumatoid Arthritis, Gout dan amyloidosis) serta sistemik (diabetes, obesitas
dan lain-lain). CTS adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh berbagai
mekanisme. Walaupun demikian, juga ditemukan bagaimana kompresi dan
neuropati traksi berulang bisa menyebabkan terjadinya CTS. Kompresi dan traksi
menyebabkan terjadinya obstruksi dari venous outflow, terjadinya edema yang
mana menyebabkan iskemia dan akhirnya kerusakan saraf.

25
Pasien dengan CTS biasanya datang dengan keluhan nyeri atau kebas pada
jari tangan pertama hingga keempat (ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan
sebagian jari manis). Untuk stadium awal, biasanya gejala hanya dirasakan pada
malam hari sedangkan untuk stadium kedua, gejala dirasakan juga pada siang
hari.. Utuk stadium terakhir, sudah mulai terlihat adanya atrofi dari eminence
thenar dan kelemahan genggaman juga dikeluhkan pasien di mana pasien merasa
lebih sering menjatuhkan barang.
Terapi untuk CTS terbagi menjadi terapi koservatif dan terapi bedah. Terapi
konservatif memiliki efek jangka pendek yang baik tetapi untuk terapi jangka
panjang atau terapi definitif, perlu dilakukan terapi bedah. Terapi konservatif
terdiri dari steroid oral, kortikosteroid, vitamin B6 dan B12, nonsteroidal anti-
inflammatory drug (NSAID), yoga dan pemasangan splint. Terapi bedah untuk
CTS sendiri adalah Carpal tunnel release (CTR) dimana ligamen karpal
transversum dipotong sehingga memperluas ruang dalam terowongan karpal
sehingga mengurangi tekanan interstisial.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Thurston A. Carpal Tunnel Syndrome. Encycl Neurol Sci. 2014;27(5):602-


605. doi:10.1016/B978-0-12-385157-4.00652-7
2. Ibrahim I, Khan W., Goddard N, Smitham P. Carpal Tunnel Syndrome: A
Review of the Recent Literature. Open Orthop J. 2012;6(1):69-76.
doi:10.2174/1874325001206010069
3. Aroori S, Spence RAJ. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J.
2008;77(1):6-17. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18269111.
Accessed May 13, 2019.
4. Murphy KA, Morrisonponce D. Anatomy, Shoulder and Upper Limb,
Median Nerve. StatPearls Publishing; 2019.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28846302. Accessed May 21, 2019.
5. Carlson H, Colbert A, Frydl J, Arnall E, Elliot M, Carlson N. Current
options for nonsurgical management of carpal tunnel syndrome. Int J Clin
Rheumtol. 2010;5(1):129. doi:10.2217/IJR.09.63
6. Aboonq MS. Pathophysiology of carpal tunnel syndrome. Neurosciences
(Riyadh). 2015;20(1):4-9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25630774.
Accessed May 13, 2019.
7. Gutmann L, Nance C. The illusion of severe carpal tunnel syndrome (CTS).
Muscle Nerve. 2009;41(2):NA-NA. doi:10.1002/mus.21547
8. Karne SS, Bhalerao NS. Carpal Tunnel Syndrome in Hypothyroidism. J
Clin Diagn Res. 2016;10(2):OC36-8. doi:10.7860/JCDR/2016/16464.7316
9. Kim P-T, Lee H-J, Kim T-G, Jeon I-H. Current Approaches for Carpal
Tunnel Syndrome. Clin Orthop Surg. 2014;6(3):253.
doi:10.4055/CIOS.2014.6.3.253
10. Wipperman J, Goerl K. Carpal Tunnel Syndrome: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2016;94(12):993-999.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28075090. Accessed May 21, 2019.
11. Ibrahim I, Khan WS, Goddard N, Smitham P. Carpal tunnel syndrome: a
review of the recent literature. Open Orthop J. 2012;6:69-76.
doi:10.2174/1874325001206010069

27
12. Calfee RP, Dale AM, Ryan D, Descatha A, Franzblau A, Evanoff B.
Performance of simplified scoring systems for hand diagrams in carpal
tunnel syndrome screening. J Hand Surg Am. 2012;37(1):10-17.
doi:10.1016/j.jhsa.2011.08.016
13. Katz JN, Stirrat CR. A self-administered hand diagram for the diagnosis of
carpal tunnel syndrome. J Hand Surg Am. 1990;15(2):360-363.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2324471. Accessed May 21, 2019.

28

Anda mungkin juga menyukai