Referat Klaudikasio

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan, ketidaknyamanan atau nyeri yang terjadi


pada sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemi yang dipicu oleh aktivitas. Individu
dengan klaudikasio mempunyai aliran darah yang cukup saat istirahat sehingga tidak akan ada
keluhan. Dalam keadaan olahraga, akan terjadi peningkatan kebutuhan otot lokal untuk
mendukung metabolik, sehingga pada individu dengan PAD di ekstremitas bawah, kebutuhan ini
tidak akan tercapai sehingga akan timbul keluhan kelelahan otot dan nyeri.
Iskemi di tungkai bawah ini biasanya dikarenakan aterosklerosis, walaupun bisa juga
karena sebab lain yaitu emboli, arteritis radiasi, buergers disease (tromboangitis obliterans),
koarktasio, popliteal entrapment, penyakit kistik adventisia, FMD, dan trauma. Rasa nyeri yang
berkurang dengan istirahat ini sering disebut sebagai klaudikasio intermiten yang sebenarnya
cukup disebut klaudikasio saja.
Lokasi dari stenosis arteri berhubungan dengan keluhan di kaki yang spesifik. Oklusi di
arteri iliaka dapat mencetuskan nyeri di paha, pinggul dan pantat serta betis. Oklusi di arteri
femoralis dan poplitea dapat menyebabkan nyeri betis dan nyeri di kaki dan baal (walau lebih
jarang). Patofisiologi klaudikasio sangat kompleks, bukan hanya sekedar gangguan di aliran
darah, tetapi lebih luas lagi meliputi gangguan di otot skelet (karena metabolik), neurologis, efek
inflamasi. Iskemia tungkai kritis dapat menyebabkan nyeri saat istirahat, ulserasi dan gangren.
Beratnya gejala iskemi dapat diklasifikasikan berdasarkan tabel berikut:
Tabel Klasifikasi PAD: Tingkatan Fontaines dan kategori Rutherford
Fontaine
Stage
Klinis
I
asimtomatik
IIa
Klaudikasio ringan
IIb
Klaudikasio
sedangIII

berat
Nyeri

IV

istirahat
Ulserasi/gangren

iskemik

Rutherford
Grade Kategori
0
0
I
1
I
2

saat I

Klinis
asimtomatik
Klaudikasio ringan
Klaudikasio sedang

Klaudikasio berat

Nyeri

III

istirahat
Kehilangan

IV

minor
Ulserasi / gangrene

II

iskemik

saat

jaringan

Dikutip dari Dormandy dkk.


1

Klaudikasio vaskular juga harus dibedakan dengan penyakit lain yang menyebabkan nyeri
kaki dengan aktivitas, yang disebut pseudoklaudikasio. Penyebab lainnya adalah penyakit
obstruktif vena berat, sindrom kompartemen kronis, penyakit lumbar dan stenosis saraf tulang
belakang, osteoarthritis dan penyakit otot inflamasi. Perbedaan ini dapat terlihat dari tabel 5
berikut ini:
Tabel Diagnosis banding dari Klaudikasio Intermiten
Kondisi

Lokasi

Karakterist

Hubungan

Efek

nyeri

ik

dengan

istirahat posisi

Klaudika

Pantat,

olahraga
Kram, nyeri, Pada derajat Cepat

sio

paha

intermitte

betis.

kelelahan,

Jarang

nyeri

Kompresi

kaki.
Menjalar

pinggang
Tajam, nyeri Sesegera

akar saraf ke

dan kelemahan,

kaki, lancinating

olahraga

Efek
tubuh
Tidak ada

hilang

k lain
Dapat
berulang

tertentu

Tidak

Nyeri

Riwayat

mungkin

cepat

dapat

keluhan
punggung

(herniasi

terutama

setelah

hilang

berkurang

diskus)

di

onset

(serig

dengan

bag

Karakteristi

belakang

di

tetap ada penyesuai


saat

an

posisi

Stenosis

Pinggul,

Lebih utama Setelah

istirahat)
Hilang

punggung
Berkurang Riwayat

saraf

pantat,

kelemahan

berjalan

hanya

dengan

keluhan

tulang

paha,

otot

atau berdiri dengan

fleksi

punggung,

belakang

mengikuti

dibandingka

dlm

dermatom

n nyeri

wkt

bbrp perubaha lumbal


n posisi

di

akibat

spine

peningkatan

(duduk,

tekanan

stooping

intra2

Arthritis,

Kaki

proses

Nyeri

Setelah

Tidak

ke depan)
Dapat

abdomen
Variabel,

aching

berolahraga

cepat

berkurang

tergantung

dlm derajat hilang

dgn

tingkat

tertentu

menguran

aktivitas

inflamasi

(serig

tetap ada go beban

Setelah

saat

tubuh

istirahat)
Tidak

Lebih

Variabel,

cepat

nyaman

tergantung
tingkat

Arthritis

Pinggul,

Ketidaknya

pinggul

paha,

manan

pantat

regio piggul dlm derajat hilang

duduk,

dan pantat

mengambi aktivitas,

di berolahraga
tertentu

(serig

tetap ada l
saat

beban

istirahat)

kaki

Tidak ada

Kista

Di

Bengkak,

Dengan

Muncul

Bakers

belakang

lunak,

olahraga

saat

simptoma

lutut, betis

tik
Klaudika

bawah
Seluruh

Nyeri

sio vena

kaki,

bursting

terutama

paha

kemaluan
Otot betis

Nyeri

komparte

bursting

men

paha

kronik

di udara

Tidak
intermitten

istirahat
Setelah
di berjalan

daerah
Sindrom

alih perubahan

Setelah
di berolahraga
berat

Menghil

Hilang

Riwayat

ang

lebih

DVT, tanda

pelan-

cepat

kongesti

pelan

dengan

vena

Menghil

elevasi
Hilang

Biasanya

ang

lebih

pada

sangat

cepat

berotot

perlahan

dengan

atlet

elevasi
Dikutip dari Hirsch dkk.
3

Algoritma manajemen dari klaudikasio sesuai dengan gambar berikut :


Keluhan klaudikasio klasik :
Kelemahan otot, kram, nyeri
berhubungan dengan olahraga, hilang
dengan istirahat

Dokumentasi riwayat gangguan berjalan


(bebas nyeri dan jarak total berjalan) dan
keterbatasan gaya hidup spesifik

Pemeriksaan nadi

ABI

ABI >
0,9

Execise ABI
segmental,
Ultrasound)

Hasil
abnorm
al

(TBI,

tekanan
Duppleks

Hasil
normal

Tegakkan diagnosis PAD


Tidak ada PAD, atau
pertimbangkan adanya
arterial entrapment
syndrome
Normalisasi faktor risiko :

Hentikan merokok sesegera


mungkin

Atasi hipertensi sesuai JNC 7

Atasi dislipidemia sesuai NCEP


ATP III

Terapi DM target HbA1c < 7%


Reduksi risiko
(farmakologis) :
Antiplatelet, ACE inhibitor

Penanganan klaudikasio

Penanganan klaudikasio
Dikutip dari Hirsch dkk.
Terdiagnosis PAD

Tidak ada
disabilitas
fungsional

Tidak diperlukan
terapi untuk
klaudikasio
Check-up rutin
1x/tahun untuk
memantau adanya
gejala iskemik di
kaki,koroner dan

Keluhan (+)
keterbatasan gaya
hidup

Program
supervised
exercise

Percobaan 3 bulan

Keluhan (+) keterbatasan gaya


hidup ada bukti aliran
terhambat

Farmakologi terapi :
Cilostazon
(Pentoxyfilline)

Pemeriksaan
diagnostik
non-invasif
lebih jauh
(angiografik)

Percobaan 3 bulan

Test preprogram dan


postprogram exercise
testing untuk efikasi

Ada
perbaikan
klinis :
Follow up
min 1x/
tahun

Disabilitas yang
signifikan :
Walaupun sudah dengan
terapi medikal dan/atau
terapi endovaskular,
dengan adanya PAD
aliran outflow, dengan
anatomi memungkinkan

Terapi
endovaskular
atau bypass
(bedah)

Evaluasi endovaskular
tambahan atau
revaskularisasi bedah

Penyakit inflow : harus dicurigai pada individu dengan klaudikasio di pantat atau paha
dengan perlemahan nadi femoralis atau bruit dan harus dikonfirmasi dengan diagnostik

noninvasif adanya stenosis aortoiliaka


Penyakit outflow : stenosis femoropopliteal dan infrapopliteal (adanya lesi oklusif di
ekstremitas bawah dibawah lig. inguinale)

METODE DIAGNOSTIK
Pasien dengan kelainan vaskular dapat dinilai secara lebih akurat dengan teknik diagnosis
noninvasif yaitu dengan ankle-toe brachial indices (index), pengukuran tekanan segmental,
perekaman volume nadi, Duplex ultrasound imaging, Doppler waveform analysis dan test
olahraga (exercise test). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan MRA (Magnetic
Resonance Angiography) dan CTA (Computed Tomography Angiography) dan teknik yang lebih
invasif.
1. Ankle-Brachial Index (ABI)
Pengukuran ABI menyajikan data yang objektif yang merupakan standar diagnosis dalam
survei epidemiologi PAD ekstremitas bawah, di laboratorium atau dalam kepentingan kantor.
Data ABI menyediakan data prognostik yang berguna untuk memprediksikan kesintasan tungkai,
penyembuhan luka dan kesintasan pasien. ABI dapat digunakan sebagai screening untuk PAD
ekstremitas bawah atau untuk memonitor efikasi intervensi terapi.
ABI diukur dengan cara mengukur tekanan darah sistolik baik dari kedua arteri brakialis dan
dari arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis setelah pasien beristirahat pada posisi terlentang
selama 10 menit.
Pada orang normal, hanya boleh ada perbedaan minimal (dibawah 12 mmHg) diantara kedua
lengan dalam pemeriksaan rutin. Refleksi gelombang nadi pada individu sehat menyebabkan
tekanan di pergelangan kaki 10-15 mmHg lebih tinggi dibandingkan tekanan sistolik arterial di
brakialis, sehinggan angka normal indeks rasio tekanan darah sistolik lebih besar dari 1,0. ABI
harus dihitung dengan menggunakan dua angka desimal. Dalam sebuah penelitian oleh Lijmer et
al, bahwa dengan treshold ABI 0,91, sensitivitas dari ABI adalah 79% dengan spesifisitas 96%
untuk mendeteksi adanya stenosis sebesar 50% atau lebih dari diameter lumen.
2. Pengukuran tekanan segmental
Tekanan arteri dapat diukur juga dengan plethysmography cuff yang ditempatkan di beberapa
titik di sepanjang tungkai. Tidak seperti ABI, analisis tekanan segmental ini dapat menentukan
secara tepat lokasi terjadinya stenosis. Misalkan apabila terdapat perbedaan gradien antara arteri

brakhialis dengan di paha bagian atas, maka terdapat stenosis signifikan di aortoiliaka. Perbedaan
tekanan gradien sebesar 19% sudah cukup menunjukkan adanya stenosis fokal yang penting.

ABI kanan :
kaki kanan

Tekanan tertinggi di pergelangan


Tekanan tertinggi di

lengan kiri
ABI kiri

Tekanan tertinggi di

Interpretasi ABI :

> 1,30
Tidak dapat terkompresi

1,00 1,29 Normal

0,91 0,99 Borderline (ekuivokal)

0,41 0,90 PAD ringan-sedang

0,00 0,40 PAD berat

Tekanan
sistolik
lengan kanan

Tekanan sistolik
pergelangan
kanan

Tekanan
sistolik
lengan kiri

Tekanan sistolik
pergelangan kiri

* Nyeri kaki yang atipikal didefinisikan sebagai ketidaknyamanan ekstremitas bawah, yang tidak
secara konsisten menghilang dengan istirahat, dan tidak secara konsisten membatasi olahraga
pada jarak berlipat atau memenuhi kriteria kuesioner Rose.
Gambar Ankle-Brachial Index
Dikutip dari Hirsch dkk.

3. Treadmill-Exercise testing

Tes ini dapat mengevaluasi signifikansi klinis dari stenosis arteri perifer dan dapat menyajikan
bukti objektif dari kapasitas berjalan pasien. Jarak paling awal terjadinya klaudikasio ialah saat
pasien tidak dapat melajutkan berjalan karena ketidaknyamanan di kaki yang berat. Protokol yang
digunakan adalah memakai treadmill dengan monitor yang sudah ditentukan kecepatan dan sudut
kemiringannya. Biasanya tes dimulai dengan tingkat kemiringan 12% dengan kecepatan 1,5-2
mil/jam. Tes treadmill ini dapat menyediakan data apakah stenosis yang terjadi berkontribusi
pada keluhan pasien terhadap nyeri kaki saat aktivitas.
4. Rekaman volume nadi (Pulse Volume Recording)
Rekaman volume nadi ini merekam ilustrasi perubahan volume dalam grafik pada suatu
segmen dari batang tubuh, yang terjadi di setiap denyutan. Kontur volume yang normal
dipengaruhi oleh tekanan arterial lokal dan distensibilitas dinding pembuluh darah sehingga
menyerupai bentuk gelombang tekanan darah, yaitu upstroke sistolik yang tajam, cepat menuju
puncak, a dicrotic notch dan a concave downslope hingga kembali ke baseline. Kontur dari
gelombang nadi ini akan berubah di distal dari stenosis.
Tabel Kontur gelombang nadi normal dibandingkan yang mengalami stenosis
Upstroke

Nadi normal
Stenosis
Cepat, upstroke sistolik yang Upstroke sistolik melambat

tajam
Dicrotic notch
+
Amplitudo
Normal
Pulse wave
Normal
Dikutip dari Creager dkk.

Menurun
Menurun (iskemi tungkai kritis)

5. Duplex Ultrasound Imaging


Pencitraan dengan Duplex ultrasound ini adalah metoda non-invasif untuk menilai baik
karakteristik anatomis dari arteri perifer dan juga fungsi akibat stenosis arteri.

Gambar Duplex ultrasonogram di bifurkasio arteri femoralis. Gambar atas menunjukkan


gambar normal gray-scale dari arteri dimana intima tidak menebal dan lumen paten dan lebar.
Gambar bawah adalah rekaman pulse Doppler velocity. Muncul profil trifasik, selubung yang
tipis dan peak systolic velocity nya dalam batas normal. Dikutip dari Creager dkk.
Color-assisted duplex ultrasound imaging dapat secara efektif menunjukkan lokasi stenosis
arteri. Arteri normal mempunyai aliran laminar, dengan bagian tengahnya mempunyai kecepatan
tertinggi. Warna biasanya homogen, dengan corak dan intensitas yang konstan. Pada arteri yang
mengalami stenosis, kecepatan aliran darah akan meningkat pada lumen yang menyempit. Karena
kecepatan yang meningkat ini, akan ada desaturasi progresif dari warna yang tampak, dan akan
ada gangguan aliran di distal stenosis, sehingga terdapat corak dan warna yang berbeda. Seperti
diperlihatkan di gambar 10, kenaikan 2 kali lipat atau lebih pada peak systolic velocity di tempat
plak aterosklerosis mengindikasikan adanya stenosis lebih besar dari 50%. Peningkatan tiga kali
lipat menggambarkan adanya 75%, sedangkan bila tidak ada aliran sama sekali mengindikasikan
adanya oklusi.

Gambar

Duplex ultrasonogram dari arteri iliaka eksterna. Gambar atas menunjukkan

gambar berwarna dari arteri dimana ada heterogenitas dan desaturasi dari warna yang
mengindikasikan adanya aliran berkecepatan tinggi melewati stenosis. Gambar bawah adalah
rekaman pulsed doppler velocity dari arteri iliaka eksterna. Puncak kecepatan 350cm/detik
terlewati, yang konsisten menunjukkan stenosis yang signifikan. Dikutip dari Creager dkk.

6. Magnetic Resonance Angiography (MRA)


MRA dapat secara non-invasif memvisualisasikan aorta dan arteri perifer. MRA memiliki
persetujuan antar pengamat yang sangat baik, dengan sensitivitas 93-100% dengan spesifisitas
96-100% untuk aorta, arteri iliaka, femoropoplieal dan tibioperoneal. Saat ini MRA adalah
modalitas terbaik untuk mengevaluasi pasien yang simtomatik untuk pembuatan keputusan untuk
dilaukan tindakan endovaskular dan intervensi bedah atau pada pasien penyakit ginjal, alergi dan
komplikasi lain selama angiografi konvensional.

10

Gambar

Gadolinium-enhanced MRA dari aorta dan kedua kaki, dari paha kiri sampai

pergelangan kaki.
A. Atherosklerosis aortoiliaka dengan stenosis arteri iliaka komunis kiri. B. Oklusi arteri
femoralis superfisial bilateral dengan rekonstitusi di porsi distal kanan dan arteri femoralis
superfisialis kiri. C. Arteri tibialis anterior, arteri tibialis posterior dan arteri peroneal yang paten
di masing-masing kaki. Dikutip dari Creager dkk.
7. Computed Tomographic Angiography (CTA)
CTA menggunakan kontras yang disuntikkan secara intra vena. CTA lebih baik dari MRA,
dikarenakan dapat digunakan pada pasien dengan stent, mental clips, pacu jantung, sedangkan
kerugiannya terdapat efek merugikan dari zat kontras dan radiasi.

PENATALAKSANAAN
klaudikasio adalah medis, dengan operasi dicadangkan untuk kasus yang parah.
Tujuan dari manajemen medis adalah untuk menghambat perkembangan penyakit oklusi

arteri perifer (PAOD).


o

Pada pasien yang merokok, cara yang paling bijaksana untuk menghambat
kemajuan PAOD adalah menghentikan penggunaan tembakau.

Bukti ekstensif menunjukkan bahwa berhenti merokok meningkatkan prognosis.

11

Setelah berhenti merokok, ada peningkatan kemampuan berjalan kaki dan tekanan

pada pergelangan kaki teratasi.


Latihan memainkan peran penting dalam pengobatan klaudikasio.

Pasien mengurangi berjalan sehari-hari mereka karena nyeri klaudikasio dan takut

kerusakan lebih lanjut. Ini mengarah ke gaya hidup yang semakin menetap yang bahkan lebih
merugikan.
Program berjalan secara teratur menghasilkan peningkatan substansial pada

kebanyakan pasien dengan klaudikasio.Perbaikan telah berkisar 80-234% dalam studi


terkontrol.
Sebuah program berjalan harian 45-60 menit dianjurkan. Pasien diinstruksikan

untuk berjalan sampai nyeri klaudikasio terjadi, beristirahat sampai rasa sakit reda, dan ulangi
siklus.
Sedangkan mekanisme yang tepat untuk perbaikan dalam jarak berjalan kaki

dengan olahraga tetap tidak diketahui, Olahraga teratur diperkirakan untuk membuat kondisi
otot-otot bekerja lebih efisien (lebih banyak darah tersuplai) dan meningkatkan pembentukan
pembuluh kolateral
Perawatan medis tambahan termasuk kontrol dari profil lipid, diabetes, dan hipertensi.

Berhenti merokok
Penggunaan terapi trombolitik dalam pengobatan penyakit Buerger telah diusulkan, tetapi data
untuk pengobatan ini tetap tidak meyakinkan dan pengobatan yang demikian dianggap
eksperimental. Baru-baru ini, Isner dan rekan melaporkan peningkatan kesembuhan ulkus
iskemik dan nyeri istirahat dalam serangkaian kecil pasien dengan penyakit Buerger
menggunakan transfer gen intramuskular faktor pertumbuhan endotel vaskular. [10]
ROKOK

Strategi berikut adalah penting dalam pencegahan komplikasi dari penyakit Buerger:

Penggunaan pelindung (alas kaki) yg baik dan pas untuk mencegah trauma dan cedera
termal kaki atau kimia

12

Pengobatan dini terhadap cedera ekstremitas untuk melindungi terhadap infeksi

Menghindari lingkungan yang dingin

Menghindari obat yang menyebabkan vasokonstriksi


Perawatan Bedah
Mengingat sifat segmental difus thromboangiitis obliterans dan fakta bahwa penyakit ini terutama
mempengaruhi arteri kecil dan menengah, revaskularisasi bedah untuk penyakit Buerger biasanya
tidak layak dan sangat langka di Amerika Serikat.
However, make every effort to improve distal arterial flow in patients with Buerger disease, and
consider autologous vein bypass of coexistent large-vessel atherosclerotic stenoses in patients
with severe ischemia who have an acceptable distal target vessel.
Namun, upayakan untuk meningkatkan aliran arteri distal pada pasien dengan penyakit Buerger,
dan mempertimbangkan autolog vena bypass dari pembuluh yang berdampingan dengan yang
stenosis aterosklerotik pada pasien dengan iskemia berat yang memiliki pembuluh target yang
diterima distal.
Perawatan bedah lain yang diusulkan untuk penyakit Buerger adalah sebagai berikut:

Omental transfer

Sympathectomy

Implantasi stimulator spinal cord


Terapi bedah untuk penyakit Buerger refrakter (pada pasien yang terus merokok) adalah

amputasi ekstremitas distal untuk ulkus nonhealing (tidak bisa sembuh), gangren, atau sakit
keras. Hindari amputasi bila mungkin, namun, jika diperlukan, lakukan operasi dengan cara
yang mempertahankan ekstremitas sebanyak mungkin
Obat
Selain penggunaan eksperimental dari iloprost dan trombolitik (seperti dibahas sebelumnya),
penggunaan antibiotik untuk mengobati bisul yang terinfeksi, dan pengobatan paliatif nyeri
iskemik dengan analgesik nonsteroid dan narkotik, Semua bentuk lain dari perawatan
13

farmakologis umumnya telah tidak efektif dalam pengobatan Penyakit Buerger, termasuk
Calsium Channel Blocker, steroid, reserpin, pentoxifylline, vasodilator, obat antiplatelet, dan
antikoagulan.
Trombolitik:
Melarutkan thrombus yang sudah terbentuk.
1. Streptokinase
Streptokinase mengaktivasi plasminogen dgn cara tdk langsung yaitu dgn bergabung terlebih
dahulu dgn plasminogen u/ membentuk kompleks aktivator selanjutnya akan mengkatalisis
perubahan plasminogen bebas mjd plasmin
2. Urokinase
Urokinase diisolasi dari urin manusia. Urokinase langsung mengaktifkan plasminogen. Selain
terhadap emboli paru, juga digunakan untuk tromboemboli pada arteri dan vena. Obat ini tidak
bekerja spesifik terhadap fibrin sehingga menimbulkan lisis sistemik (fibrinogenesis dan
destruksi faktor pembekuan darah lainnya).
Anti Agregasi Trombosit
ASPIRIN
Merupakan anti trombotik (menghambat agregasi trombosit sehingga menghambat pembentukan
thrombus)
Indikasi: IMA, TIA, stroke iskemik
Kontraindikasi: tukak peptikum, hemophilia, hipoprotrombinemia, kehamilan
Farmakodinamik (mekanisme kerja):
Menghambat sintesis tromboksan A2 dengan mengasetilasi secara irreversible enzim
siklooksigenase dimana tromboksan A2 adalah produk arakhidonat yang menyebabkan trombosit
mengubah bentuknya, melepas granulnya, dan beragregasi.
Farmakokinetik:
14

A : oral baik, cepat diserap lambung & usus kecil bagian atas
D : menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan transelular
M : dihidrolisis jadi asam salisilat di hati
E : ginjal, sebagian kecil keringat & empedu
Efek samping: rasa tidak enak di perut, mual, perdarahan saluran cerna
Vasodilator
NA NITROPRUSID I.V.
Merupakan prodrug dari Nitric Oxide (NO), suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun
vena.
Mula kerjanya cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme membentuk NO aktif. Masa
kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat dititrasi dengan cepat untuk mencapai efek
hemodinamik yang diinginkan.
AMPUTASI EKSTREMITAS
a. Definisi
Amputasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas karena trauma atau
pembedahan. Dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat
mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada
beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua
struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Pada sarkoma jaringan lunak
ekstremitas bawah dari tulang, sekitar 20-40% rytembutuhkan amputasi.
Pada ekstremitas bawah, amputasi dapat dilakukan diatas atau dibawah lutut. Pemilihan jenis
amputasi ini tergantung dari lokasi tumor. Jika tumor berada dekat dengan lutut, maka margin
eksisi luas harus mencapai atas lutut, sehingga dilakukan amputasi diatas lutut. Jika tumor
terletak pada ankle atau kaki, dilakukan amputasi di bawah lutut.
b. Ruang lingkup

15

Ekstrimitas atas dan bawah yang menyengkut kelainan keganasan


c. Indikasi operasi
Rekuren lokal dari tumor primer high grade tanpa tanda metastasis
Keterlibatan vaskular utama
Keterlibatan saraf utama
Kontaminasi jaringan lunak yang luas saat eksisi dengan perdarahan yang banyak
Fraktur patologis
Infeksi
Sarkoma high grade
d. Kontra indikasi operasi
Kondisi umum yang buruk, Sarkoma dengan metastasis (relatif)
e. Pemeriksaan Penunjang
- Darah lengkap, faal hemostasis fungsi hati, fungsi ginjal, rontgen thorax, USG abdomen,
foto tulang, CT Scan/MRI, hasil patologi anatomi biopsi/Menjar limfe regional dengan
atau tanpa immunohistokimia
Teknik Operasi
Amputasi Atas Lutut
1. Pasien terlentang
2. Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang diatas lutut. Garis
insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi medial dan lateral paha. Batas
osteotomi juga ditandai sebelum insisi.
3. Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal (tan jaringan subkutan secara
vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai arch garis insisi menuju puncak
irisan sampai tulang.Pembuluh darah besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan

16

sekitarnya kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable
dan dipotong dengan pisau serta dibiarkan masuk kembali ke jaringan sekitarnya.
4. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan osteotomi dengan
gergaji Gigh, dan tepi tulang di kikir untuk menghilangkan tepi tajam.
5. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi ujung tulang.
Quadriseps dan hamstring dijahitkan satu sama lain untuk menutupi tulang. Adduktor
ditendodesis dengan otot di ujung femur. Tahap ini penting agar kekuatan dan kestabilan
femur tetap terjaga.
6. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
7. Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump
Amputasi Bawah Lutut
1. Pasien terlentang
2. Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang dibawah lutut.
Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi medial dan lateral paha. Batas
osteotomi juga ditandai sebelum insisi. Semakin panjang stump yang ditinggalkan,
semakin baik hasil fungsionalnya
3. Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal dan jaringan subkutan secara
vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai arch garis insisi menuju puncak
irisan sampai tulang.Pembuluh darah besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan
sekitarnya kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable
dan dipotong dengan pisau Bertadibiarkan masuk kembali ke jaringan sekitarnya.
4. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan osteotomi dengan
gergaji Gigli, dan tepi tulang di kikir untuk menghilangkan tepi tajam. . Minimal 5 cm
tibia diperlukan untuk fungsi dan pemasangan prostesis. Fibula selalu dipotong lebih
pendek dari tibia
5. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi ujung tulang.
6. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
17

7. Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump


Komplikasi operasi
a. Perdarahan
Bila hemostasis tidak baik, dapat terjadi perdarahan di daerah operasi. Pada insisional biopsi
tumor, mudah terjadi perdarahan. Bila perdarahan merembes dan tidak dapat dijahit (jaringan
rapuh), dilakukan penekanan dan balut tekan diatas titik perdarahan
b.Infeksi
Infeksi dapat muncul bila tehnik aseptik tidak dilaksanakan dengan tepat, atau sudah ada
infeksi di daerah yang di biopsy
Mortalitas
Rendah
Perawatan Pasca Bedah
Elevasi tungkai selama 3 sampai 5 hari ilntuk mencegah edema post operasi
Drain diangkat kira-kira pada hari ke 5 bila produsi minimal
Antibiotika diberikan selama 3 sampai 5 hari sampai drain diangkat
Isometrik exercise esok harinya setelah operasi
Follow-Up
Evaluasi atas basil pemeriksaan patologi anatomi

18

DAFTAR PUSTAKA

Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, Bakal CW, Creager MA, Halperin JL,et al. ACC/AHA 2005
Practice Guidelines for the management of patients with peripheral arterial disease (Lower
extremity, renal, mesenteric, anda abdominal aortic). Circulation. 2006;113:463-654.
Creager MA, Libby P. Peripheral arterial disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP,
editors. Branunwalds heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2008. P.1591-611.

19

Anda mungkin juga menyukai