Referat Klaudikasio
Referat Klaudikasio
Referat Klaudikasio
berat
Nyeri
IV
istirahat
Ulserasi/gangren
iskemik
Rutherford
Grade Kategori
0
0
I
1
I
2
saat I
Klinis
asimtomatik
Klaudikasio ringan
Klaudikasio sedang
Klaudikasio berat
Nyeri
III
istirahat
Kehilangan
IV
minor
Ulserasi / gangrene
II
iskemik
saat
jaringan
Klaudikasio vaskular juga harus dibedakan dengan penyakit lain yang menyebabkan nyeri
kaki dengan aktivitas, yang disebut pseudoklaudikasio. Penyebab lainnya adalah penyakit
obstruktif vena berat, sindrom kompartemen kronis, penyakit lumbar dan stenosis saraf tulang
belakang, osteoarthritis dan penyakit otot inflamasi. Perbedaan ini dapat terlihat dari tabel 5
berikut ini:
Tabel Diagnosis banding dari Klaudikasio Intermiten
Kondisi
Lokasi
Karakterist
Hubungan
Efek
nyeri
ik
dengan
istirahat posisi
Klaudika
Pantat,
olahraga
Kram, nyeri, Pada derajat Cepat
sio
paha
intermitte
betis.
kelelahan,
Jarang
nyeri
Kompresi
kaki.
Menjalar
pinggang
Tajam, nyeri Sesegera
akar saraf ke
dan kelemahan,
kaki, lancinating
olahraga
Efek
tubuh
Tidak ada
hilang
k lain
Dapat
berulang
tertentu
Tidak
Nyeri
Riwayat
mungkin
cepat
dapat
keluhan
punggung
(herniasi
terutama
setelah
hilang
berkurang
diskus)
di
onset
(serig
dengan
bag
Karakteristi
belakang
di
an
posisi
Stenosis
Pinggul,
istirahat)
Hilang
punggung
Berkurang Riwayat
saraf
pantat,
kelemahan
berjalan
hanya
dengan
keluhan
tulang
paha,
otot
fleksi
punggung,
belakang
mengikuti
dibandingka
dlm
dermatom
n nyeri
wkt
di
akibat
spine
peningkatan
(duduk,
tekanan
stooping
intra2
Arthritis,
Kaki
proses
Nyeri
Setelah
Tidak
ke depan)
Dapat
abdomen
Variabel,
aching
berolahraga
cepat
berkurang
tergantung
dgn
tingkat
tertentu
menguran
aktivitas
inflamasi
(serig
Setelah
saat
tubuh
istirahat)
Tidak
Lebih
Variabel,
cepat
nyaman
tergantung
tingkat
Arthritis
Pinggul,
Ketidaknya
pinggul
paha,
manan
pantat
duduk,
dan pantat
mengambi aktivitas,
di berolahraga
tertentu
(serig
tetap ada l
saat
beban
istirahat)
kaki
Tidak ada
Kista
Di
Bengkak,
Dengan
Muncul
Bakers
belakang
lunak,
olahraga
saat
simptoma
lutut, betis
tik
Klaudika
bawah
Seluruh
Nyeri
sio vena
kaki,
bursting
terutama
paha
kemaluan
Otot betis
Nyeri
komparte
bursting
men
paha
kronik
di udara
Tidak
intermitten
istirahat
Setelah
di berjalan
daerah
Sindrom
alih perubahan
Setelah
di berolahraga
berat
Menghil
Hilang
Riwayat
ang
lebih
DVT, tanda
pelan-
cepat
kongesti
pelan
dengan
vena
Menghil
elevasi
Hilang
Biasanya
ang
lebih
pada
sangat
cepat
berotot
perlahan
dengan
atlet
elevasi
Dikutip dari Hirsch dkk.
3
Pemeriksaan nadi
ABI
ABI >
0,9
Execise ABI
segmental,
Ultrasound)
Hasil
abnorm
al
(TBI,
tekanan
Duppleks
Hasil
normal
Penanganan klaudikasio
Penanganan klaudikasio
Dikutip dari Hirsch dkk.
Terdiagnosis PAD
Tidak ada
disabilitas
fungsional
Tidak diperlukan
terapi untuk
klaudikasio
Check-up rutin
1x/tahun untuk
memantau adanya
gejala iskemik di
kaki,koroner dan
Keluhan (+)
keterbatasan gaya
hidup
Program
supervised
exercise
Percobaan 3 bulan
Farmakologi terapi :
Cilostazon
(Pentoxyfilline)
Pemeriksaan
diagnostik
non-invasif
lebih jauh
(angiografik)
Percobaan 3 bulan
Ada
perbaikan
klinis :
Follow up
min 1x/
tahun
Disabilitas yang
signifikan :
Walaupun sudah dengan
terapi medikal dan/atau
terapi endovaskular,
dengan adanya PAD
aliran outflow, dengan
anatomi memungkinkan
Terapi
endovaskular
atau bypass
(bedah)
Evaluasi endovaskular
tambahan atau
revaskularisasi bedah
Penyakit inflow : harus dicurigai pada individu dengan klaudikasio di pantat atau paha
dengan perlemahan nadi femoralis atau bruit dan harus dikonfirmasi dengan diagnostik
METODE DIAGNOSTIK
Pasien dengan kelainan vaskular dapat dinilai secara lebih akurat dengan teknik diagnosis
noninvasif yaitu dengan ankle-toe brachial indices (index), pengukuran tekanan segmental,
perekaman volume nadi, Duplex ultrasound imaging, Doppler waveform analysis dan test
olahraga (exercise test). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan MRA (Magnetic
Resonance Angiography) dan CTA (Computed Tomography Angiography) dan teknik yang lebih
invasif.
1. Ankle-Brachial Index (ABI)
Pengukuran ABI menyajikan data yang objektif yang merupakan standar diagnosis dalam
survei epidemiologi PAD ekstremitas bawah, di laboratorium atau dalam kepentingan kantor.
Data ABI menyediakan data prognostik yang berguna untuk memprediksikan kesintasan tungkai,
penyembuhan luka dan kesintasan pasien. ABI dapat digunakan sebagai screening untuk PAD
ekstremitas bawah atau untuk memonitor efikasi intervensi terapi.
ABI diukur dengan cara mengukur tekanan darah sistolik baik dari kedua arteri brakialis dan
dari arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis setelah pasien beristirahat pada posisi terlentang
selama 10 menit.
Pada orang normal, hanya boleh ada perbedaan minimal (dibawah 12 mmHg) diantara kedua
lengan dalam pemeriksaan rutin. Refleksi gelombang nadi pada individu sehat menyebabkan
tekanan di pergelangan kaki 10-15 mmHg lebih tinggi dibandingkan tekanan sistolik arterial di
brakialis, sehinggan angka normal indeks rasio tekanan darah sistolik lebih besar dari 1,0. ABI
harus dihitung dengan menggunakan dua angka desimal. Dalam sebuah penelitian oleh Lijmer et
al, bahwa dengan treshold ABI 0,91, sensitivitas dari ABI adalah 79% dengan spesifisitas 96%
untuk mendeteksi adanya stenosis sebesar 50% atau lebih dari diameter lumen.
2. Pengukuran tekanan segmental
Tekanan arteri dapat diukur juga dengan plethysmography cuff yang ditempatkan di beberapa
titik di sepanjang tungkai. Tidak seperti ABI, analisis tekanan segmental ini dapat menentukan
secara tepat lokasi terjadinya stenosis. Misalkan apabila terdapat perbedaan gradien antara arteri
brakhialis dengan di paha bagian atas, maka terdapat stenosis signifikan di aortoiliaka. Perbedaan
tekanan gradien sebesar 19% sudah cukup menunjukkan adanya stenosis fokal yang penting.
ABI kanan :
kaki kanan
lengan kiri
ABI kiri
Tekanan tertinggi di
Interpretasi ABI :
> 1,30
Tidak dapat terkompresi
Tekanan
sistolik
lengan kanan
Tekanan sistolik
pergelangan
kanan
Tekanan
sistolik
lengan kiri
Tekanan sistolik
pergelangan kiri
* Nyeri kaki yang atipikal didefinisikan sebagai ketidaknyamanan ekstremitas bawah, yang tidak
secara konsisten menghilang dengan istirahat, dan tidak secara konsisten membatasi olahraga
pada jarak berlipat atau memenuhi kriteria kuesioner Rose.
Gambar Ankle-Brachial Index
Dikutip dari Hirsch dkk.
3. Treadmill-Exercise testing
Tes ini dapat mengevaluasi signifikansi klinis dari stenosis arteri perifer dan dapat menyajikan
bukti objektif dari kapasitas berjalan pasien. Jarak paling awal terjadinya klaudikasio ialah saat
pasien tidak dapat melajutkan berjalan karena ketidaknyamanan di kaki yang berat. Protokol yang
digunakan adalah memakai treadmill dengan monitor yang sudah ditentukan kecepatan dan sudut
kemiringannya. Biasanya tes dimulai dengan tingkat kemiringan 12% dengan kecepatan 1,5-2
mil/jam. Tes treadmill ini dapat menyediakan data apakah stenosis yang terjadi berkontribusi
pada keluhan pasien terhadap nyeri kaki saat aktivitas.
4. Rekaman volume nadi (Pulse Volume Recording)
Rekaman volume nadi ini merekam ilustrasi perubahan volume dalam grafik pada suatu
segmen dari batang tubuh, yang terjadi di setiap denyutan. Kontur volume yang normal
dipengaruhi oleh tekanan arterial lokal dan distensibilitas dinding pembuluh darah sehingga
menyerupai bentuk gelombang tekanan darah, yaitu upstroke sistolik yang tajam, cepat menuju
puncak, a dicrotic notch dan a concave downslope hingga kembali ke baseline. Kontur dari
gelombang nadi ini akan berubah di distal dari stenosis.
Tabel Kontur gelombang nadi normal dibandingkan yang mengalami stenosis
Upstroke
Nadi normal
Stenosis
Cepat, upstroke sistolik yang Upstroke sistolik melambat
tajam
Dicrotic notch
+
Amplitudo
Normal
Pulse wave
Normal
Dikutip dari Creager dkk.
Menurun
Menurun (iskemi tungkai kritis)
Gambar
gambar berwarna dari arteri dimana ada heterogenitas dan desaturasi dari warna yang
mengindikasikan adanya aliran berkecepatan tinggi melewati stenosis. Gambar bawah adalah
rekaman pulsed doppler velocity dari arteri iliaka eksterna. Puncak kecepatan 350cm/detik
terlewati, yang konsisten menunjukkan stenosis yang signifikan. Dikutip dari Creager dkk.
10
Gambar
Gadolinium-enhanced MRA dari aorta dan kedua kaki, dari paha kiri sampai
pergelangan kaki.
A. Atherosklerosis aortoiliaka dengan stenosis arteri iliaka komunis kiri. B. Oklusi arteri
femoralis superfisial bilateral dengan rekonstitusi di porsi distal kanan dan arteri femoralis
superfisialis kiri. C. Arteri tibialis anterior, arteri tibialis posterior dan arteri peroneal yang paten
di masing-masing kaki. Dikutip dari Creager dkk.
7. Computed Tomographic Angiography (CTA)
CTA menggunakan kontras yang disuntikkan secara intra vena. CTA lebih baik dari MRA,
dikarenakan dapat digunakan pada pasien dengan stent, mental clips, pacu jantung, sedangkan
kerugiannya terdapat efek merugikan dari zat kontras dan radiasi.
PENATALAKSANAAN
klaudikasio adalah medis, dengan operasi dicadangkan untuk kasus yang parah.
Tujuan dari manajemen medis adalah untuk menghambat perkembangan penyakit oklusi
Pada pasien yang merokok, cara yang paling bijaksana untuk menghambat
kemajuan PAOD adalah menghentikan penggunaan tembakau.
11
Setelah berhenti merokok, ada peningkatan kemampuan berjalan kaki dan tekanan
Pasien mengurangi berjalan sehari-hari mereka karena nyeri klaudikasio dan takut
kerusakan lebih lanjut. Ini mengarah ke gaya hidup yang semakin menetap yang bahkan lebih
merugikan.
Program berjalan secara teratur menghasilkan peningkatan substansial pada
untuk berjalan sampai nyeri klaudikasio terjadi, beristirahat sampai rasa sakit reda, dan ulangi
siklus.
Sedangkan mekanisme yang tepat untuk perbaikan dalam jarak berjalan kaki
dengan olahraga tetap tidak diketahui, Olahraga teratur diperkirakan untuk membuat kondisi
otot-otot bekerja lebih efisien (lebih banyak darah tersuplai) dan meningkatkan pembentukan
pembuluh kolateral
Perawatan medis tambahan termasuk kontrol dari profil lipid, diabetes, dan hipertensi.
Berhenti merokok
Penggunaan terapi trombolitik dalam pengobatan penyakit Buerger telah diusulkan, tetapi data
untuk pengobatan ini tetap tidak meyakinkan dan pengobatan yang demikian dianggap
eksperimental. Baru-baru ini, Isner dan rekan melaporkan peningkatan kesembuhan ulkus
iskemik dan nyeri istirahat dalam serangkaian kecil pasien dengan penyakit Buerger
menggunakan transfer gen intramuskular faktor pertumbuhan endotel vaskular. [10]
ROKOK
Strategi berikut adalah penting dalam pencegahan komplikasi dari penyakit Buerger:
Penggunaan pelindung (alas kaki) yg baik dan pas untuk mencegah trauma dan cedera
termal kaki atau kimia
12
Omental transfer
Sympathectomy
amputasi ekstremitas distal untuk ulkus nonhealing (tidak bisa sembuh), gangren, atau sakit
keras. Hindari amputasi bila mungkin, namun, jika diperlukan, lakukan operasi dengan cara
yang mempertahankan ekstremitas sebanyak mungkin
Obat
Selain penggunaan eksperimental dari iloprost dan trombolitik (seperti dibahas sebelumnya),
penggunaan antibiotik untuk mengobati bisul yang terinfeksi, dan pengobatan paliatif nyeri
iskemik dengan analgesik nonsteroid dan narkotik, Semua bentuk lain dari perawatan
13
farmakologis umumnya telah tidak efektif dalam pengobatan Penyakit Buerger, termasuk
Calsium Channel Blocker, steroid, reserpin, pentoxifylline, vasodilator, obat antiplatelet, dan
antikoagulan.
Trombolitik:
Melarutkan thrombus yang sudah terbentuk.
1. Streptokinase
Streptokinase mengaktivasi plasminogen dgn cara tdk langsung yaitu dgn bergabung terlebih
dahulu dgn plasminogen u/ membentuk kompleks aktivator selanjutnya akan mengkatalisis
perubahan plasminogen bebas mjd plasmin
2. Urokinase
Urokinase diisolasi dari urin manusia. Urokinase langsung mengaktifkan plasminogen. Selain
terhadap emboli paru, juga digunakan untuk tromboemboli pada arteri dan vena. Obat ini tidak
bekerja spesifik terhadap fibrin sehingga menimbulkan lisis sistemik (fibrinogenesis dan
destruksi faktor pembekuan darah lainnya).
Anti Agregasi Trombosit
ASPIRIN
Merupakan anti trombotik (menghambat agregasi trombosit sehingga menghambat pembentukan
thrombus)
Indikasi: IMA, TIA, stroke iskemik
Kontraindikasi: tukak peptikum, hemophilia, hipoprotrombinemia, kehamilan
Farmakodinamik (mekanisme kerja):
Menghambat sintesis tromboksan A2 dengan mengasetilasi secara irreversible enzim
siklooksigenase dimana tromboksan A2 adalah produk arakhidonat yang menyebabkan trombosit
mengubah bentuknya, melepas granulnya, dan beragregasi.
Farmakokinetik:
14
A : oral baik, cepat diserap lambung & usus kecil bagian atas
D : menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan transelular
M : dihidrolisis jadi asam salisilat di hati
E : ginjal, sebagian kecil keringat & empedu
Efek samping: rasa tidak enak di perut, mual, perdarahan saluran cerna
Vasodilator
NA NITROPRUSID I.V.
Merupakan prodrug dari Nitric Oxide (NO), suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun
vena.
Mula kerjanya cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme membentuk NO aktif. Masa
kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat dititrasi dengan cepat untuk mencapai efek
hemodinamik yang diinginkan.
AMPUTASI EKSTREMITAS
a. Definisi
Amputasi adalah penghilangan sebagian atau keseluruhan ekstremitas karena trauma atau
pembedahan. Dalam konteks pembedahan, amputasi bertujuan untuk menyelamatkan hidup.
Secara umum, amputasi merupakan pilihan pembedahan yang terakhir, dimana sedapat
mungkin dilakukan prosedur bedah yang mempertahankan ekstremitas. Namun pada
beberapa kondisi, antara lain pada sarkoma jaringan lunak yang sudah menginfiltrasi semua
struktur lokal di ekstremitas, amputasi merupakan pilihan. Pada sarkoma jaringan lunak
ekstremitas bawah dari tulang, sekitar 20-40% rytembutuhkan amputasi.
Pada ekstremitas bawah, amputasi dapat dilakukan diatas atau dibawah lutut. Pemilihan jenis
amputasi ini tergantung dari lokasi tumor. Jika tumor berada dekat dengan lutut, maka margin
eksisi luas harus mencapai atas lutut, sehingga dilakukan amputasi diatas lutut. Jika tumor
terletak pada ankle atau kaki, dilakukan amputasi di bawah lutut.
b. Ruang lingkup
15
16
sekitarnya kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable
dan dipotong dengan pisau serta dibiarkan masuk kembali ke jaringan sekitarnya.
4. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan osteotomi dengan
gergaji Gigh, dan tepi tulang di kikir untuk menghilangkan tepi tajam.
5. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi ujung tulang.
Quadriseps dan hamstring dijahitkan satu sama lain untuk menutupi tulang. Adduktor
ditendodesis dengan otot di ujung femur. Tahap ini penting agar kekuatan dan kestabilan
femur tetap terjaga.
6. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
7. Dilakukan balutan ketat dan dipasang sarung stump diujung stump
Amputasi Bawah Lutut
1. Pasien terlentang
2. Kulit ditandai dengan marker untuk garis insisi dan pemotongan tulang dibawah lutut.
Garis insisi berbentuk mulut ikan dengan puncak pada sisi medial dan lateral paha. Batas
osteotomi juga ditandai sebelum insisi. Semakin panjang stump yang ditinggalkan,
semakin baik hasil fungsionalnya
3. Dilakukan diseksi dan pemotongan kulit, fasia superfisal dan jaringan subkutan secara
vertikal dari tepi insisi. Kemudian bergerak miring sesuai arch garis insisi menuju puncak
irisan sampai tulang.Pembuluh darah besar diligasi . Nervus ditarik keluar dari jaringan
sekitarnya kira-kira 2 cm, diligasi dua kali dengan benang monofilamen nonabsorbable
dan dipotong dengan pisau Bertadibiarkan masuk kembali ke jaringan sekitarnya.
4. Kauter digunakan untuk membuka periosteum, kemudian dilakukan osteotomi dengan
gergaji Gigli, dan tepi tulang di kikir untuk menghilangkan tepi tajam. . Minimal 5 cm
tibia diperlukan untuk fungsi dan pemasangan prostesis. Fibula selalu dipotong lebih
pendek dari tibia
5. Dilakukan myodesis dua lapis dengan menjahitkan otot-otot menutupi ujung tulang.
6. Subkutis dan kulit ditutup lapos demi lapis dan dipasang drain.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, Bakal CW, Creager MA, Halperin JL,et al. ACC/AHA 2005
Practice Guidelines for the management of patients with peripheral arterial disease (Lower
extremity, renal, mesenteric, anda abdominal aortic). Circulation. 2006;113:463-654.
Creager MA, Libby P. Peripheral arterial disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP,
editors. Branunwalds heart disease. A textbook of cardiovascular medicine. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2008. P.1591-611.
19