Soal Jawaban Agama Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 76

TUGAS DAN LAPORAN

BACA AGAMA ISLAM

ILHAM MAULANA
D41114303

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
TUGAS MEMBUAT 5 SOAL DAN JAWABAN TIAP BAB

BAB I KETUHANAN DALAM ISLAM


1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan monotheisme hakiki dan nisbi ?
Jawab : monoteisme hakiki adalah monoteisme yang bersifat mutlak, abadi, berasaskan
wahyu, dan kebenarannya bersifat hakiki, tidak terbatasi oleh faktor geografis, ras, dan
waktu. Sedangkan monoteisme nisbi adalah monoteisme yang bersifat relatif,
kebenarannya terbatas pada aspek geografis, ras, dan faktor pembeda lainnya, selain itu
pada monoteisme nisbi juga tidak berlandaskan pada wahyu, dan tidak mempunyai kitab
suci, sehingga seringkali ada perbedaan dalam agama tersebut.
2. bagaimana konsep ketuhanan menurut Islam?
Jawab : Konsep ketuhanan menurut Islam adalah bagaimana seseorang menjadikan
sesuatu sebagai suatu sesembahan baginya (menjadikan sesuatu sebagai tuhan). Dalam
Islam, Ilah atau tuhan dapat bersifat apa saja, baik itu yang bersifat fisik (dapat disentuh
dengan panca indera) atau yang bersifat imateri (tidak dapat disentuh dengan panca
indera) yang dimana sesuatu tersebut dipertuhankan secara langsung ataupun dengna
seara tidak langsung seperti dengan pemujaan sepenuh hati, pengharapan, tunduk,
tawakkal, dan menganggapnya sebagai sumber kebaikan dan keburukan.
3. Bagaimana implementasi dari ketuhanan dan Tuhan yang Maha Esa?
Jawab : Implementasi ketuhanan dan tuhan yang maha esa yakni dengan keimanan dan
ketakwaan. Iman adalah membenarkan dengan hati (tashdiq bi qalb), menyatakan dengan
lisan (iqrar bi lisan), dan membuktikan dengan perbuatan (amal bi arkan) terhadap
kebenaran atau keyakinan tertentu.
4. Jelaskan pokok-pokok kenyakinan dalam islam ?
Jawab : Pokok-pokok keyakinan islam terangkum pada rukun iman yang 6 yaitu
keyakinan pada Allah, Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah, Nabi dan Rasul Allah, Hari
Kiamat, dan Takdir baik dan takdir buruk. Taqwa dapat diartikan sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan
konsisten (istiqomah).
5. Apa yang dimaksud dengan tuhan ?
Jawab : Tuhan adalah dzat yang menyiptakan alam semesta,yang maha kuasa dan
mengatur segalanya.tiada sesuatu yang menyerupainya dan dia tidak butuh kepada
makhluqnya.
Tuhan adalah dzat yang esa.esa disini sudah menyangkup  hal diatas,bukan hanya
tertumpu kepada dzatnya sendiri.Tuhan tidaklah merasakan sakit seperti apa yang
dirasakan makhluqnya,dan tidak lapar serta tidak mengantuk dan lelah,karena hal itu
semua ada karena diciptakan tuhan sebagai qadrat makhluq (Manusia.Jin dan Hewan)
Dzat yang sudah menyangkup hal hal diatas yang sudah disebutkan berarti pantas
dikatakan tuhan.

BAB II MANUSIA MENURUT ISLAM


1. Bagaimanakah manusia itu diciptakan berdasarkan pandangan agama Islam?
Jawab: Al-Qur’an menyatakan dengan ragam ungkapan terkait dengan penciptaan
manusia dan sumber kemunculannya. Sebagian ayat al-Qur’an memperkenalkan bahwa
bahan dasar pertama manusia adalah “tanah liat.” Sebagian lainnya menyebutkan bahwa
manusia Kami ciptakan dari “air.” Ayat-ayat lainnya menyatakan bahwa sumber
penciptaan manusia berasal dari “nutfah” (sperma) dan sebagian ayat lainnya
mengungkapkan “tanah dan sperma” sebagai bahan umum pertama penciptaan manusia.
Secara keseluruhan apa yang dapat disimpulkan dengan jelas dari ayat-ayat ini adalah
bahwa manusia pertama-tama adalah tanah[i] kemudian dicampur dengan air dan
kemudian menjadi tanah liat (lempung)[ii] dan lalu berbentuk “tanah liat yang berbau”,
[iii] setelah itu memiliki kondisi lekat dan rekat[iv] lalu menjadi tanah kering dan
berbentuk shalshal kalfakhar (tanah tembikar)[v] dan pada akhirnya ditiupkan ruh
kepadanya.
2. Apa pengertian  manusia dalam islam?
Jawab : Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-
insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang,
jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd
berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal
dari keturunan nabi Adam. Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa
manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta
memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
3. Apakah tujuan penciptaan manusia?
Jawab : Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian
penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan
sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Penyembahan
yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan  dirinya sebagai khalifah Allah
di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan alam dapat
terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia
tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain, inilah tujuan
penciptaan manusia di tengah-tengah alam.

4. Apa fungsi dan peranan manusia dalam islam?

Jawab :

A. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan
apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah

B. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.

C. Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden
tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang
mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah
kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.

5. Apakah hakikat manusia dalam islam ?

Jawab : Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang
terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua,
menggunakan kata basyar Dua kata ini, yakni basyar dan insaan, sudah cukup
menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini, kami
menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna,
yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga, jasmani dan
rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka bumi (khaliifah
Allah fii al-ardl).

BAB III AGAMA ISLAM

1. Apakah yang dimaksud agama islam?

Jawab: Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya.
Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam
ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam
sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun
yang diterima selain Islam.

2. Sebutkan perintah-perintah dalam agama islam !

Jawab :

 Islam memerintahkan untuk menauhidkan Allah ta’ala dan melarang kesyirikan.


 Islam memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang dusta.
 Islam memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang aniaya.
 Islam memerintahkan untuk menunaikan amanat dan melarang berkhianat.
 Islam memerintahkan untuk menepati janji dan melarang pelanggaran janji.
 Islam memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan melarang perbuatan
durhaka kepada mereka.
 Islam memerintahkan untuk menjalin silaturahim (hubungan kekerabatan yang
terputus) dengan sanak famili dan Islam melarang perbuatan memutuskan
silaturahim.
 Islam memerintahkan untuk berhubungan baik dengan tetangga dan melarang
bersikap buruk kepada mereka.

3. Tunjukkan ayat yang menyebutkan bahwa hanya agama islam yang diridhoi dam
diterima disisi Allah !
Jawab :

4. Jelaskan bahwa agama islam merupakan agama akhir jaman dan penyempurna
agama-agama terdahulu!
Jawab : Agama islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang
diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih
istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa
diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun. Allah ta’ala
berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Maksud dari pernyataan Islam itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan
masyarakat adalah dengan berpegang teguh dengannya tidak akan pernah
bertentangan dengan kebaikan umat tersebut di masa kapan pun dan di tempat
manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi
bukanlah yang dimaksud dengan pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat
dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan
masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.

5. Jelaskan syariah dalam agama islam !

Jawab : Hukum-hukum yang terkandung dalam syariah Islam terbagi menjadi tiga
bagian utama yaitu aqidah, tahdzib dan amaliyah.

Hukum aqidah: yaitu hukum-hukum yang terkait dengan dzat Allah dan sifat-sifatnya
dan iman pada-Nya. Ini disebut dengan ilahiyah. Dari hukum ini terkait hukum-hukum
yang lain yang berkaitan dengan para Rasul dan beriman pada mereka; dengan kitab-
kitab suci yang diturunkan pada mereka yang dikenal dengan nubuwwah (kenabian).
Dari hukum akidah ini terkait juga perkara ghaib yaitu yang dikenal dengan samaiyat
(berdasarkan pendengaran). Hukum-hukum akidah ini terkumpul dalam satu bidang
ilmu yang disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam.

Hukum Tahdzib (penyucian diri): yaitu hukum yang mendorong untuk melakukan
nilai-nilai utama dengan menjauhkan diri dari nilai dan perilaku yang hina. Oleh
karena itu, terdapat juga hukum-hukum yang terkait dengan perilaku dan nilai
keburukan yang wajib dijauhi seperti dusta, khianat, menyalahi janji, dan lain-lain.
Hukum tahdzib ini disebut Ilmu Akhlak atau Ilmu Tasawuf.

Hukum Amaliyah: yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku atau perbuatan
manusia. Hukum-hukum ini masuk dalam kategori Ilmu Fiqih Islam.

BAB IV KONSEP HUKUM DAN HAM

1. Jelaskan yang dimaksud dengan hukum islam ?

Jawab : hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan Nabi Muhammad sebagai Rassul-
Nya melalui Sunnah yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits.
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian dari ajaran Islam.
Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda
dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan manusia dan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya dalam
masyarakat dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.

2. Jelaskan sumber hukum dalam islam !

Jawab :

 Al-Qur’an

Berasal dari kata qira’ah, artinya bacaan. Menurut Imam Ghazali, kata Al-Qur’an adalah
nama, bukan kata bentukan. Dari pendapat tersebut, maka Al-Qur’an adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal, membacanya
bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf, dimulai dari
surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas.
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-Qur’an, yaitu : Mujmal,
Agak jelas dan terperinci, Jelas dan terperinci
Dalam menyimpulkan ayat Al-Qur’an berkembang beberapa metode penafsiran antara
lain : Tafsir Tahlili, Tafsir Ijmali, Tafsir Muqaran ,dan Tafsir Maudlu’i
• Sunnah
Secara etimologi sunnah berarti jalan yang biasa dilalui, cara yang senantiasa dilakukan,
kebiasaan yang selalu dilaksanakan. Menurut ulama ushul fiqih sunnah adalah seluruh
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan maupun
penetapan (taqrir). Istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan sunnah antara lain :
Hadis, Khabar , Atsar.
Sebagai sumber hukum, sunnah memiliki tiga fungsi : Bayan ta’kid, ,Bayan tafsir, dan
Bayan tasyri’

 Ijtihad
Ijtihad berarti mencurahkan segala kemampuan dan memikul beban. Secara terminologi
berarti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ tentang suatu
masalah. Beberapa metode ijtihad yang digunakan ulama dalam memutuskan suatu
hukum antara lain : Ijma’, Qiyas,Al-mashalah al-mursalah, Ihtisan, Urf, Sadd al-dzara’i,
Istishab, Madzhab Shahabi, dan Syar’u man qablana.

3. Jelaskan fungsi dan prinsip hukum islam !

Jawab :

Prinsip-prisip hukum islam sebagai berikut :


 Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia
ada di bawah satu ketetapan yang sama.
 Prinsip Keadilan
Keadilan adalah keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia
dengan kemampuan manusia untuk melaksanakan kewajiban itu.
 Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
 Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan
 Prinsip Persamaan
 Prinsip Ta’awun
 Prinsip Toleransi
Fungsi hukum Islam :
 Memelihara Kemaslahan Agama
Agama adalah sesuatu yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnyadapat
terangkat lebih tinggi dan martabat makhluk lain dan memenuhi hajat jiwanya.
 Memelihara Jiwa
Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya.
 Memelihara akal
karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan kehidupan manusia.
Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan baik dan benar tanpa
mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)
 Memelihara keturunan
Karena itu, meneruskan keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan
Yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan.
(Qs.4:23)

 Memelihara Harta Benda


Menurut ajaran islam harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk
kelangsungan hidup mereka. Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi
haknya untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan
benar menurut aturan moral.

4. Jelaskan perbedaan konsep HAM dalam pandangan barat dan islam !


Jawab : perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan
barat dan Islam. Hak Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat
dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam berisfat teosentris, artinya,
segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat dipentingkan.
5. Sebutkan Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia!
Jawab : Hak Asasi Manusia dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan
kedalam dua kategori yaitu :

 HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
 HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda
dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak
khusus bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti
hak hidup, hak-hak milik, perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan
pribadi dan sebagainya.

BAB V ETIKA, MORAL DAN AKHLAK


1. Jelaskan pengertian etika, moral, dan akhlak !
Jawab :
 Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi
ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan
keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
Tuhan, sesama manusia, dan alam.

 Secara bahasa moral berasal dari kata Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya
“Mores” yang berarti juga adat atau cara hidup. Moral dan etika sama artinya, tetapi
dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang ada. moral juga merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau
salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral,
maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
 akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu
if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
2. Jelaskan Aktualisasi akhlak dalam kehidupan masyarakat!

Jawab : Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

 Akhlak kepada Allah swt yaitu Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-
4),Beribadah kepada Allah swt(QS. Adz-Dzaariyat/51:56), Berdzikir kepada Allah
swt. (QS. Ar- Ra’d/13:28), dan Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123).
 Akhlak terhadap diri sendiri yaitu Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153), Syukur (QS. An-
Nahl/16:14) , Tawaddu (QS. Luqman/31:18), Iffah, yaitu mensucikan diri dari
perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26), Amanah (QS. An-Nisa/14:58), yajaah (QS.
Al-Anfaal/18:15-16),dan Qanaah (QS. Al-Isra/17:26).
 Akhlak terhadap orang lain yaitu Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-
Isra/17:23-24), Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang,
keadilan dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6), dan Akhlak
terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36) .
 Akhlak terhadap lingkungan yaitu Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di
mana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam
sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi
dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan
segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik
dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana
dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-
Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61).

3. Jelaskan Hubungan tasawuf dengan akhlak!

Jawab : Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan.
Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang
terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan
yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian
dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak
mulia.Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat,
puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tasawuf lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut: Ketika mempelajari tasawuf
ternyata pula bahwa Al-Qur'an dan AI-Hadist mementingkan akhlak. AI-Qur'an dan
Al-Hadist menekankan mlai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa
kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar,
baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat,
menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang
harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia
kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa
akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak
itu sendiri.

4. Jelaskan persamaan Antara Etika,Moral dan Akhlak !

Jawab : Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral  yang dapat
dipaparkan sebagai berikut:

 Pertama, akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.

 Kedua, akhlak, etika, moral  merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk
menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas
akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula
kualitas kemanusiaannya.

 Ketiga, akhlak, etika, moral  seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata


merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan
potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi
potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta
dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara
tersu menerus, berkesinambangan, dengan tingkat keajegan dan konsistensi yang
tinggi.
5. Jelaskan perbedaan antara Etika,Moral dan Akhlak !

Jawab : Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan
buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika
berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan
itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam,
akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak
yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul
sebagaimana disabdakannya : “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia.”(Hadits riwayat Ahmad). Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang
baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh
dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir
akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak
apabila syari’at Islam telah  dilaksanakan berdasarkan aqidah.

BAB VI IPTEKS DALAM ISLAM

1. Bagaimanakah Kontribusi Iptek dan Seni Bagi Dakwah Islam?


Jawab : Dalam kontribusi iptek dan seni dalam dakwah islam banyak memberikan
perkembangan di dalam dakwahnya, misalnya pada jaman dahulu ketika para ulama di
pulau jawa menyebarkan ajaran agama Islam mereka menyebarkan dakwahnya
melalui kesenian wayang yang isinya tentang ajaran-ajaran agama Islam. Maka dengan
adanya kesenian wayang ini digunakan sebagai media dakwah Islam dan daya tarik
masyarakat untuk menyaksikan kesenian wayang tersebut. Pada saat ini kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sangat maju, di buktikan dengan adanya
penemuan-penemuan baru yang fungsinya untuk memudahkan segala aktifias
manusia, begitu juga kemudahan dalam derdakwah bagi para ulama. Ada banyak hal
yang sudah dihasilkan oleh teknologi untuk dakwah Islam sebagai bagian dari
integrasi itu sendiri, Al Quran digital, akses hadist shahih yang bisa dilakukan dimana
saja,silahturahmi yang tidak pernah putus karena sudah ada HP, jejaring sosial dan
sebagainya. Bahkan media pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan
game untuk memperdalam ilmu Islam itu sendiri.

2. Jelaskan IPTEK dalam islam !


Jawab : Peran Islam dalam perkembangan iptek adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
islam) wajib dijadikan tolok ukur dan pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
islam. Sedangkan Iptek yang tidak boleh dimanfaatkan adalah yang telah diharamkan.
Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT sumber
segala kebaikan, Keindahan, dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan
pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat
(manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya.

3. Jelaskan kelarasan antara IMTAQ dan IPTEK !


Jawab : Perkembangan IPTEK bukan hanya membawa dampak positif, namun juga
membawa dampak negative yang sangat besar jika tidak dibarengi dengan IMTAQ.
Sehingga IMTAQ sangatlah penting bagi terwujudnya IPTEK yang bermoral dan
berguna bagi kemaslahatan ummat manusia.

4. Jelaskan Pandangan Islam tentang seni!


Jawab : Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat
yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-
Qur’an mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian
dan keindahannya. Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit
yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan
tiada baginya sedikit pun retak-retak?” [QS 50: 6]. Allah itu indah dan menyukai
keindahan. Inilah prinsip yang didoktrinkan Nabi saw., kepada para sahabatnya.

5. Sebutkan tokoh islam dalam bidang IPTEKS!


Jawab :

a. AL Khowarismi, LOGARITMA (Alqorithm) Ciptaannya berasal dari namanya, ini


dianggap dasar asasi dari matematika. Beliau menemukan Aljabar, Hisabljabar wal
muqabalah (the matematic of integration an equation) karangannya, merupakan
buku pertama/terutama tentang aljabar yang sampai abad ke XVI, merupakan
referensi utama pada universitas-universitas di Eropa. Angka 0 (nol) adalah
penemuannya, yang merupakan penentu pesatnya perkembangan dari ilmu pasti
dewasa ini. Dua setengah abad setelah Islam/Arab menggunakan angka nol
barulah bangsa-bangsa barat menggunakannya.
b. Al Battani (858 - 929 M) adalah penemu Trigonometri (ilmu ukur segitiga).
Beliaulah yang pertama menggunakan istilah SINUS san COSINUS. Trigonometri
ini disempurnakan oleh Abul Wafa (940 - 998 M), beliau yang pertama
menemukan istilah dan rumus sinus, tangens, secans dan cosecans.
c. Jabir bin Hujan (221 - 782 M) di Eropa dikenal dengan nama GEBER, di dunia
diakui sebagai bapak ilmu kimia, penemu dan ahli metallurgi (memasak benda
logam). 6 abad kemudian barulah orang barat menemukan ilmunya (sekitar abad
XI - XIII), Karya-karya ilmiahnya banyak diterjemahkan oleh Eropa.

BAB VII ISLAM DAN PLURALITAS


1. Jelaskan Pengertian pluralitas !
Jawab : Kata pluralitas secara generik mengandung makna kejamakan atau
kemajemukan. Pluralitas merupakan salah satu tema diskursus intelektual yang sangat
intens diperbincangkan. Sebagian pandangan menunjukkan pluralitas dipahami
sebagai faktor yang dapat menimbulkan konflik konflik sosial, baik dilatarbelakangi
oleh pemahaman dan kepentingan keagamaan serta supermasi budaya kelompok
masyarakat tertentu. Pandangan inilah yang kemudian secara ekstrim menolah
pluralitas-pluralisme dan menitik beratkan pada keseragaman mutlak. Pandangan
yang demikian dapat dilihat pada totaliterisme Barat yang diwakili oleh Uni Soviet.
Pandangan lainnya adalah pandangan yang menerima secara mutlak gagasan
pluralitas-pluralisme.
2. Jelaskan Implikasi Tauhid Terhadap Pluralitas Agama
Jawab : Al-Qur’an berbicara tentang fenomena pluralitas agama-agama dan
multikultural. Al-Qur’an adalah kitab samawi yang diturunkan terakhir dan
diwahyukan kepada penutup para Nabi dan Rasul yaitu Muhammad SAW. Turunnya
al-Qur’an berfungsi sebagai mushaddiq (pembenaran) bagi kitab-kitab terdahulu.
Dengan demikian, kedatangan al-Qur’an bukan sebagai pembatal kitab-kitab
sebelumnya tetapi lebih sebagai pembenaran tentang inti ajaran Tuhan yang diturunkan
kepada para rasul dan nabi sebelumnya. Disisi lain al-Qur’an juga berfungsi sebagai
muhaimin (penguji) dan furqan (pengoreksi) atau penyimpangan yang terjadi dari
penganut kitab-kitab tersebut. Dari sini dapat ditegaskan bahwa esensi dan subtansi
ajaran al-Qur’an sama dengan ajaran kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi dan
rasul sebelumnya seperti Kitab Taurat, kitab Zabur, ktab Injil, dan suhul-suhul.
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pluralisme
agama!
Jawab :
1.      Faktor Internal
Faktor internal disini yaitu mengenai masalah teologis. Keyakinan
seseorang yang mutlak dan absolut terhadap apa yang diyakini dan
diimaninya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak
ada yang mempertantangkannya hingga muncul teori tentang
relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah
sikap pluralisme terhadap agama.
2.      Faktor Eksternal
a.       Faktor Sosio-Politik
Faktor ini berhubungan dengan munculnya pemikiran mengenai
masalah liberalisme yang menyuarakan kebebasan, toleransi,
kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi cikal
bakal pluralisme. Pada awalnya liberalisme hanya menyangkut
mengenai masalah politik belaka, namun pada akhirnya menyangkut
masalah keagamaan juga. Politik liberal atau proses demokratisasi
telah menciptakan perubahan yang sistematis dan luar biasa dalam
sikap dan pandangan manusia terhadapa agama secara umum.
Sehingga dari sikap ini timbullah pluralisme agama.
b.      Faktor Keilmuan
Pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan
dengan munculnya pluralisme. Namun yang berkaitan langsung
dengan pembahasan ini dalah maraknya studi-studi illmiah modern
terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal dengan
perbandingan agama. Diantara temuan dan kesimpulan penting yang
telah dicapai adalah bahwa agama-agama di dunia hanyalah
merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari suatu
hakikat metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain semua
agama adalah sama.

4. Jelaskan pandangan islam terhadap pluralism !


Jawab : Pada umumnya Islam mendefinisikan pluralitas sebagai bentuk
hidup bermasyarakat yang didalamnya terdapat berbagai
keanekaragaman seperti agama, adat, dan sebagainya. Dalam arti
lain Islam memandang pluralitas sebagai toleransi antar umat
beragama. Jika kita merujuk pada pendapat pada orientalis barat yang
mengartikan pluralitas dengan memandang semua agama sama,
maka definisi ini tidak sesuai dengan definisi Islam dalam memandang
sebuah pluralitas. Karena Islam adalah agama yang paling sempurna
dan universal. Islam berbeda dengan agama-agama lain. Islam adalah
penyempurna agama-agama samawi pendahulunya (yahudi dan
kristen).
5. Jelaskan argument dalam pluralism dan bantahannya dalam islam !

Jawab :
Argumen terhadap pluralism :

Dalam mengajarkan gagasan ini mereka sering mengumpamakan agama dengan tiga
orang buta yang menjelaskan tentang bentuk gajah. Ketiga orang buta itu diminta untuk
memegang gajah, ada yang memegang telinganya, ada yang memegang kakinya, dan
ada yang memegang belalainya. Setelah mereka semua memegang gajah, lalu mereka
bercerita satu sama lain; yang memegang belalai mengatakan bahwa gajah itu seperti
pipa, yang memegang telinganya berkata bahwa gajah seperti kipas yang lebar dan kaku.
Yang memegang kaki mengatakan bahwa gajah seperti pohon besar yang kokoh.

Dengan berpijak pada cerita tersebut lalu mereka mengatakan bahwa semua agama pada
dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya

Bantahan terhadap argument tersebut :

“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali
Imron:85). Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti,
tidak ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al-qur’an dengan sangat tegas
menyebut orang ahlikitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir.

BAB VIII MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT

1. Jelaskan pengertian dari masyarakat madani!

Jawab : masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, dan gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari
dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Maka dapat dikatakan masyarakat madani
adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai
etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.

2. Jelaskan konsep dari masyarakat madani!

Jawab : Masyarakat Islam memiliki konsep (doktrin) yang konkrit untuk menciptakan
kondisi masyarakat Islami. Islam bukan sekedar agama yang memiliki konsep ajaran
spiritualis (individual) semata, letaknya kemajemukan agama Islam karena menyandang
ajaran pada semua aspek kehidupan manusia baik vertikal maupun horizontal. Di dalam al
qur’an Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari Masyarakat
madani dengan firmanNya dalam al qur’an yang artinya : (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun (Qs. Saba : 15).

3. Jelaskan karakteristik masyarakat madani!


Jawab : Masyarakat madani mempunyai karakteristik,yaitu :

1.Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam


masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi


dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara
dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-
masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-
individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan
diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial
dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan
sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu
maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu
oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.

4. Jelaskan Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani!


Jawab : Mewujudkan masyarakat madani merupakan cita-cita yang amat mulia untuk
dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat. Model masyarakat madani pernah
dicontohkan pada masa Rasullullah SAW di Madinah. Pada masa itu kota Madinah
dipimpin oleh Rosullullah SAW setelah terjadi perjanjian yang disebut Piagam
Madinah. Piagam Madinah adalah kesepakatan antara Rosullullah SAW dan umat
muslim lainnya beserta penduduk Yahudi. Di dalam perjanjian tersebut berisi untuk
setiap masyarakat untuk saling tolong-menolong dan menciptakan kedamaian dalam
kehidupan social, menjadikan Al-Quran sebagai landasan konstitusi, mengangkat
Rosullullah menjadi peminpin, dan juga dalam piagam tersebut memberikan kebebasan
untuk memeluk agama dan beribadah dengan kepercayaan mereka masing-masing.
Dalam kepemimpinan Rosullullah SAW, masyarakat madinah yang sebelumnya sering
terjadi konflik berubah menjadi masyarakat yang damai dan saling tolong-menolong
satu sama lain.
5. Jelaskan system ekonomi islam dalam kesejahteraan umat!

Jawab : Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan
ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari
adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah
saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan
batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak
yang terlibat di dalamnya. Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak
seorangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok
orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi
kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana dalam QS. al-Syu’ara
ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”. Dalam
komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi
dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus
mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam
mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang
tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-
Nahl ayat 71 disebutkan, yang artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari
sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu)
tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat
Allah.”

BAB IX KEBUDAYAAN ISLAM

1. Jelaskan yang dimaksud kebudayaan islam!


Jawab : Kebudayaan islam adalah hasil olah, akal, budi, cipta, rasa, karsa, dan karya
manusia berladaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal untuk
terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang menjadi
sebuah peradaban.
2. Jelaskan hubungan antara islam dan kebudayaan !
Jawab : para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam
memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama
menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain
bahwa kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini
diwakili oleh Hegel. Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker,
menganggap bahwa kebudayaan tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama.
Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa agama merupakan bagian dari
kebudayaan itu sendiri. Allah telah memberikan kepada manusia sebuah
kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu
kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya
manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan
membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai
positif dan mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan
Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong
manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang meletakkan
kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa
kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat
dengan apa yang dinyatakan Hegel di atas.
3. Jelaskan sikap islam terhadap kebudayaan !

Jawab : Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :

Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, Dalam kaidah fiqh
disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan
suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai
pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah
tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat,
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh,
umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-
100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita.
Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia,
ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.

Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,


kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas,
adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang
bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan
kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi
budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya.
Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh
Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar
sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam, Seperti, budaya “ ngaben “


yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang
diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-
besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal
supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya
yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan
Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya,
dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung
lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali
lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak
penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang
besar , karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang
luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yan meninggal, juga
memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan
hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat
Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng Rosulan “, yaitu
berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang
dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat
merupakan penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).

4. Bagaimanakah Pengaruh budaya islam bagi umat manusia?

Jawab : Islam sangat membenci umatnya yang lemah dan malas; tidak memiliki
kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah diberikan Allah.
Dan malas, tidak memiliki gairah dan greget untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara gamblang oleh Allah swt.
di dalam Alquran; Dan katakanlah, bekerjalah kamu karena sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya dan orang-orang mumin akan menjadi saksi dari hasil kerja
kamu… (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw. merupakan tokoh-tokoh
ahli kerja (ashb al-aml). Tidak ada satupun dari mereka yang tidak memiliki ladang
pekarjaan. Ada pula budaya islam berupa etos kerja. etos kerja dalam Islam adalah
terletak dalam jihad. Beliau mengatakan bahwa jihad atau mujahadah berasal dari
kata jhada, yujhidu, yang berarti bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi
dirinya untuk mencapai sesuatu.

5. Apakah maksudnya Masjid Sebagai Pusat Peradaban Islam ? jelaskan!

Jawab : Masjid biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah
ibadah, terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang
demikian luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum
berpindah dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu diketahui
bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan
kebudayaan Islam. Nabi Muhammad saw menumbuh kembangkan agama Islam
termasuk didalamnya mengajarkan Al Quran, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat
dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat Islam, membina sikap
dasar umat Islam kepada orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam ikhtiar untuk
mengembangkan kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid (. Masjid
merupakan ajang untuk mengumumkan hal-hal penting terutama berkaitan dengan
hidup dan kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan duka, peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sekitar masjid diberitahukan kepada masyarakat melalui masjid. Masjid juga
berfungsi dalam hal pendidikan dan penerangan untuk masyarakat serta merupakan
tempat belajar bagi semua orang yang akan belajar dan mendalami agama.Pada waktu
Nabi Muhammad saw masih hidup, semua pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan, agama maupun masalah hukum langsung dilontarkan dan dicarikan
jawabannya secara langsung oleh beliau, maka ketika itu belum diperlukan kepustakaan
Islam.
BAB X SISTEM POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI

1. Sebutkan prinsip politik dalam islam!

Jawab : Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist


merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada.
Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut:
1. Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
2. Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali
Imran:159)
3. Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
4. Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5. Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6. Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al
Baqarah:190)
7. Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8. Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al
Anfal:60)
9. Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10. Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
11. Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12. Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum.

2. Jelaskan asas dalam system politik dalam islam!

Jawab : Asas politik dalam islam menurut Al-Qur’an bisa disimpulkan ada 4:

1. Asas amanat. Kekuasaan adalah amanat dari Allah dan amanat rakyat yang telah
memberikannya lewat bai’at. Asas ini menghendaki agar pemerintahan
melaksanakan tugas-tugasnya dengan memenuhi hak-hak yang diatur dan
dilindungi oleh hukum Allah, termasuk amanat yang dibebankan agama dan
masyarakat.

2. Asas keadilan. Pemerintah membuat aturan-aturan yang adil mengenai masalah-


masalah yang tidak diatur secara rinci oleh hukum Allah. Hukum itu agar sesuai
dengan fitrah dan kodrat manusia.
3. Asas disiplin. Wajib mentaati hukum Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kewajiban taat
ini bukan hanya pada rakyat tapi juga dibebankan pada pemerintah. Oleh karena
itu,hukum perundang-undangan dan kebijakan politik pemerintah harus sejalan dan
tidak boleh bertentangan dengan hukum agama. Jika tidak demikian, maka
kewajiban rakyat kepada hukum dan kebijakan yang bersangkutan telah gugur,
karena agama melarang ketaatan kepada kemaksiatan.

4. Asas musyawarah. Agar hukum-hukum perundang-undangan dan kebijakan


politik ditetapkan melalui musyawarah di antara mereka yang berhak. Masalah yang
diperselisihkan di antara para peserta musyawarah harus diselesaikan dengan
menggunakan ajaran-ajaran dan cara-cara yang terkandung dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.[9] . (Lihat Buku Hartono Ahmad
Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, dengan
sedikit tambahan keterangan). (bersambung, insya Allah).

3. Bagaimanakah politik dalam islam ?


Jawab : Politik Islam adalah politik yang syar‟i. Ia merupakan politik yang
berlandaskan konsepsi mendasar aqidah Islamiyyah, yaitu La Ilaha Illa Allah,
keyakinan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya tempat memuja, memuji,
memohon pertolongan, menyerahkan kepatuhan dan loyalitas total. Politik Islam
pasti akan menghantarkan masyarakat untuk membentuk diri menjadi masyarakat
Islam

4. Bagaimanakah pandangan islam melihat demokrasi ?

Jawab : Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan
kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem
terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu
kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-
Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan
demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi
dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya,
Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan
independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat
atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka pada hukum-hukum
syariat atau perintah Allah Swt.
Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu
saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian
juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak
disukai oleh makmum di belakangnya. bn Usaha setiap rakyat untuk meluruskan
penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi
mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran
Islam.
5. Apakah demokrasi ada dalam islam ?
Jawab : Konsep demokrasi ini terlihat jelas dalam rukun islam yang kedua yaitu
mendirikan shalat. Dalam prakteknya, sholat menggambarkan dengan sangat
gamblang bagaimana konsep demokrasi. Dalam sholat seorang imam akan di tunjuk
oleh para makmum tanpa ada pemaksaan dari siapa pun. Kemudian seluruh
makmum wajib tunduk dan patuh terhadap imam yang telah mereka tunjuk tersebut
selagi sang imam tidak melenceng dari jalan yang telah di tentukan, jika sang imam
tersalah dalam melakukan tugasnya maka makmum mempunyai hak penuh untuk
memperingatkan imam secara langsung tanpa terkecuali seorang pun dan imam
harus dengan lapang dada menerima peringatan dan kritikan yang diberikan oleh
makmum dan langsung memperbaiki dan meluruskan kesalahannya tersebut.

BAB XI ISLAM UNTUK DISIPLIN ILMU

1. Bagaimanakah islam memandang tentang ilmu ?

Jawab Ilmu dalam Islam menempati posisi sangat penting. Salah satunya al-Qur’an
menyebut kata ‘ilm dan deravisanya sebanyak 750 kali. Sehingga orang berilmu
menempati posisi mulya. Allah Swt berfirman; “Allah Swt akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat, dan Allah Swt Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.
Al-Mujadalah: 11). Dalam satu hadis, mencari ilmu juga mendapatkan tempat yang
mulya; “Barang siapa yang mencari ilmu maka ia di jalan Allah Swt sampai ia
pulang” (HR. Tirmidzi).
2. jelaskan defenisi ilmu dalam islam!

Jawab : Definisi ilmu menurut para ulama umumnya mengacu pada satu hakikat dan
makna realitas yang tidak berubah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali mendefinisikan:
“Ilmu adalah pengenalan (ma’rifah) sesuatu atas dirinya[6]. Pengertian ini
mengandung pemahaman bahwa, seseorang dikatakan memiliki ilmu jika ia mengenal
sesuatu itu apa adanya, mengetahui esensi yang sebenarnya. Al-Raghib al-Isfahani
berpendapat, ilmu adalah persepsi suatu hal dalam hakikatnya[7]. Pengertian ini
hampir sama dengan apa yang telah didefinisikan Imam al-Ghazali bahwa ilmu
merupakan segala hal yang menyangkut hakikat yang tak berubah. Defini lebih
filosofis diberikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa ilmu adalah tibanya
makna dalam jiwa sekaligus tibanya jiwa pada makna[8]. Jika menurut al-Ghazali dan
al-Isfahani, ilmu merupakan hakikat, maka al-Attas mengatakan bahwa ilmu
merupakan makna sesuatu. Benda atau sesuatu apapun jika diketahui dan bermakna
bagi dirinya, maka itu disebut ilmu.

3. Mengapa pendidikan islam masuk dalam disiplin ilmu ?

Jawab : Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi
persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:

1.      Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta
didik, dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya
membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.
2.      Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranya
digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode
observasi, dan lain sebagainya.
3.      Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut
kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan adanya
penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah
di dalam pendidikan Islam.
4. bagaimanakah peranan kita sebagai umat islam terhadap disiplin ilmu ?
Jawab : Menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena
keduanya merupakan sumber ilmu yang paling utama.
2.    Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna
bagi umat manusia.
3.    Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.
5. jelaskan keutamaan ilmu dalam islam !
Jawab : keutamaan menuntut ilmu ialah:

Pertama, ia akan mampu memilah serta memilih mana yang benar dan mana yang
salah, ia pun takkan terpengaruh dengan orang lain dalam menjalankan sebuah
perbuatan.

Kedua, seseorang yang memiliki ilmu maka berarti ia telah menyelamatkan dirinya
dengan amalan-amalan yang senantiasa mengiringi dirinya sekalipun ia telah wafat
ketiga, ilmu adalah jalan menuju surga, dan barangsiapa yang dengannya Allah
kehendaki kebaikan maka diantara tandanya tersebut ialah Allah Ta’ala mudahkan ia
untuk menjadikan baik segala urusannya.
Keempat dari manfaat ilmu adalah, Allah Ta’ala akan mengangkat derajat bagi
mereka-mereka yang mau mencari, mengamalkan, mengajarkan, dan bersabar diatas
ilmu yang ia miliki.
Kelima dari keutamaan dan kegunaan menuntut ilmu ialah, pada salah satu riwayat
bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa seseorang yang
menuntut ilmu dan mengajarkannya lebih baik dibandingkan dengan shalat sunnah.

PENTINGNYA MENUNTUT ILMU

Ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan ini, setiap waktu manusia
membutuhkan ilmu untuk menjalani hidupnya, sebagaimana perkataan Imam Ahmad Bin
Hambal “Manusia sangat berhajat pada ilmu lebih daripada hajat mereka pada
makanan dan minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari
sekali atau dua kali akan tetapi manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan
nafasnya”. Keutamaan ilmu sangatlah banyak, bahkan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
kitabnya Buah Ilmu menguraikan sampai 129 sisi keutamaan ilmu, diantara keutamaan
ilmu yaitu :

1.   Setiap Muslim Wajib Menuntut Ilmu


Telah bersabda Rasulullah SAW “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim” (HR. Ibnu
Majah, Baihaqi, dll) Hadits Shahih ini menjelaskan dengan tegas kewajiban menuntut
ilmu bagi setiap muslim yang telah baligh. Ilmu yang dimaksud disini ialah ilmu din
(ilmu agama), ilmu-ilmu agama yang wajib dituntut oleh setiap muslim yaitu ilmu
aqidah, ibadah, pengetahuan tentang halal dan haram, akhlak dan hal-hal yang berkaitan
dengan apa saja yang dia kerjakan di dunia ini. Ilmu inilah yang diminta oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam do’anya.: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu
yang bermanfaat, dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat”.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 3843).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Risalah Nabi meliputi dua hal yaitu ilmu
yang bermanfaat dan amal shalih, sebagaimana terdapat dalam firman Allah: “Dialah
Allah yang telah mengutus rasul-Nya (dengan membawa) al Huda (petunjuk) dan dienul
haq (agama yang benar) untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-
orang musyrik tidak menyukainya” (at Taubah:33). Al Huda pada ayat di atas ialah ilmu
yang bermanfaat sedangkan Dienul Haq ialah amal shalih yang terdiri dari ikhlas karena
Allah dan ittiba’ kepada Rasulullah. Dengan ilmu inilah bakal tegak dienullah baik secara
keyakinan, perkataan maupun  perbuatan.

2.   Menuntut Ilmu Merupakan Ibadah


Menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan merupakan Ibadah yang paling agung dan paling
utama, sehingga Allah  menjadikannya sebagai bagian dari jihad fisabilillah, sebagaimana
firmanNya dalam surat At Taubah 122. Rosulullah bersabda “Barang siapa keluar dalam
rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga
kembali.” (HR. Tirmizi). Imam Ahmad berkata : “Ilmu itu sesuatu yang tiada bandingnya
bagi orang yang niatnya benar”. Bagaimanakah benarnya niat itu wahai Abu Abdillah?”
tanya orang-orang kepada beliau. Maka beliau menjawab “yaitu berniat untuk
menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain”.

3.   Ilmu Merupakan Syarat Sahnya Amal


Allah memerintahkan manusia agar mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan
beramal. Firman Allah: “Maka ketahuilah bahwa sesung-guhnya tidak ada Illah selain
Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin,
laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat
tinggalmu” (QS.Muhammad:19). Sehubungan dengan ini Allah memerintahkan Nabi-
Nya dengan dua hal yaitu berilmu lalu beramal, atau berilmu sebelum beramal. Hal ini
dapat kita lihat dari susunan ayat diatas, yaitu : “Maka ketahuilah bahwa sesung-guhnya
tidak ada ilah melainkan Allah…” Ayat ini menunjukkan perintah untuk berilmu.
Selanjutnya perintah ini diikuti perintah beramal, yaitu : “…Dan mohonlah ampunan
bagi dosamu…” . Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa urutan ilmu mendahului
urutan amal. Ilmu merupakan syarat keabsahan perkataan dan perbuatan.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman : “Dan janganlah engkau mengucapkan sesuatu
yang engkau tidak memiliki ilmu tentangnya. (Karena) sesungguhnya pendengaran dan
penglihatan dan hati (akal pikiran) semuanya itu akan ditanya” (Al Israa’ : 36). Dalam
tafsirnya Imam Syaukani mengatakan “Sesungguhnya ayat-ayat ini menunjukkan atas
tidak bolehnya beramal dengan tanpa ilmu”. Dari sini dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Islam mewajibkan ilmu terlebih dahulu sebelum berkata dan berbuat. Inilah
pendidikan yang sangat tinggi dalam Islam yang mendasari segala sesuatunya dengan
ilmu.
Allah Subhanahu Wata’ala juga memerintahkan agar kita bertanya kepada ahli ilmu jika
kita tidak mengetahui, sebaimana firmanNya “Tanyalah ahli ilmu jika memang kamu
tidak tahu” (An Nahl 43 dan Al Anbiyaa’ 7). Al Imam Ibnul Qoyyim di kitabnya miftahu
daaris sa’aadah menafsirkan ahludz dzikri dengan ahli ilmu. Dan dari ayat yang mulia ini
Allah SWT mewajibkan dua golongan manusia yaitu Ahli ilmu yang wajib bagi mereka
menyebarkan ilmu dan tidak menyembunyikannya serta orang-orang jahil (bodoh) yang
wajib bagi mereka bertanya kepada ahli ilmu bukan kepada orang-orang yang jahil
(bodoh) juga. Sebagaimana sabda Rasulullah “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu
dengan serta merta dari hamba-Nya, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan dicabutnya
nyawa para ulama, hingga manakala Dia tidak menyisakan satu orang alimpun (dalam
riwayat lain: Hingga manakala tidak tertinggal satu orang alim pun), manusia akan
menjadikan pemimpin-pemimpin dari orang-orang yang bodoh, maka tatkala mereka
akan ditanya (tentang masalah agama), lalu mereka akan ber-fatwa tanpa ilmu,
akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Bukhari dalam al Ilmu 1/234 dan Muslim
dalam al-Ilmu 16/223).

4. Ilmu merupakan ciri kebaikan seseorang


Dalam sebuah hadits dari Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu, Rosulullah bersabda : “Barang
siapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia adalam
(masalah) din (agama).” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no.71 dan Muslim no.
1037). Hadits ini menunjukkan tentang tanda-tanda Allah hendak memberikan kebaikan
pada seorang hamba yaitu dengan memberikan pemahaman dalam masalah agama. Hal
itu karena dengan paham tentang masalah agama, maka dirinya akan menyembah Allah
dengan ilmu dan juga akan menyeru orang lain dengan ilmu juga.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda : ”Yang terbaik di antara kalian adalah orang
yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya” (HR. Al-Bukhari no. 5027). Imam Ali
berkata “nilai seseorang sesuai dengan apa yang dikuasainya”. Imam Syafii mengatakan
“Apabila engkau menghendaki dunia hendaklah dengan ilmu, apabila engkau
menghendaki akhirat hendaklah dengan ilmu dan apabila engkau menghendaki
keduanya hendaklah dengan ilmu”
5. Ilmu yang bermanfaat memiliki pahala yang sangat besar
Rasulullah bersabda : “Apabila seorang manusia meninggal maka terputuslah pahala
segala amalannya kecuali dari tiga perkara ; yaitu sadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya [HR. Muslim no. 1631]. Dalam hadits
lain Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka ia akan
mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia
akan menanggung dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya itu tanpa mengurangi
sedikitpun dari dosa mereka” (HR. Muslim no. 2674)
6. Ilmu akan mengangkat derajat manusia
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman : “Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antara kamu, sedangkan orang-orang yang diberi ilmu (Allah angkat)
beberepa derajat ”(Al Mujaadilah 11). Dalam ayat lain Allah berfirman : “Katakanlah!
apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui” (Az Zumar: 
9).

7. Ilmu akan memudahkan seseorang masuk surga


Rosulullah bersabda :”Barang siap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim). Imam Al Bukhari dalam Kitab
Shahihnya no. 6412 meriwayatkan bahwa Rosulallah bersabda : “Barangsiapa yang
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memasukkan orang tersebut pada
salah satu jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengatupkan sayapanya karena
ridha kepada seluruh penuntut ilmu. Penghuni langit dan bumi, sampai ikan sekalipun
yang ada di dalam air memohonkan ampun untuk seorang alim. Keutamaan seorang
alim dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan cahaya bulan purnama
dibandingkan cahaya bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, namun
mereka tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambil ilmu tersebut sungguh ia telah mendapatkan bagian yang
banyak dari warisan tersebut”

8. Ilmu akan menghidupkan hati


Ibnu Qoyim mengatakan bahwa sesungguhnya hati itu terancam mendapatkan dua
penyakit yaitu syubhat dan syahwat, jika hati itu menjangkitinya maka hati mati
karenanya. Semua penyakit ini penyebabnya adalah kebodohan dan obatnya adalah ilmu.
Di dalam Al Muwaththo karya Imam Malik disebutkan bahwa Lukman berkata kepada
anaknya:”Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka
dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka). Maka sesungguhnya Allah Subhanahu
wa Ta ‘ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana
menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang deras (Kitab Al llmu Fadluhu wa
Syarfuhu hal 228)
Oleh karena itu kebutuhan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan kebutuhan
yang mendesak. Sebagaimana kebutuhan bumi terhadap turunnya hujan tatkala terjadi
kekeringan dan paceklik. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat berharga bagi setiap
muslim. Karena dengan ilmu jiwa jiwa manusia akan hidup dan sebaliknya jiwa-jiwa
mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.
Sebagian orang-orang yang arif berkata “Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala
tercegah dari makanan , minuman dan obat¬-obatan? maka dijawab “Tentu saja, ”
Mereka mengatakan “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu dan
hikmah maka akan mati.”
Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta
penyembuh jiwa. karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah
sirna dari hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi dia tidak
merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk
yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan ) (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa
Syarfuhu hal 144¬-145).

ISLAM, IMAM, IHSAN, DAN TAQWA

Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.
“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih,
rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya,
samppai dia duduk di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi
Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia. Kemudian ia berkata, Wahai
Muhammad, ajarilah aku tentang islam,
Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan solat, mengelurkan zakat,
berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh
perjalanannya. Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai
Muhammad.” . . . . . . . . . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang
iman,
Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada ketentuan (qadar)
baik ataupun buruk ,”Engkau benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku
tentang ihsan ,
Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya atau jika
engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat engkau.
Begitulah kalau jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan jibril
adalah islam, agama juga disebut iman jika yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian
agama baru disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara
utuh dan sempurna.
iman
Pengertian iman
Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara menurut istilah ialah
“membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatannya”. Sedang menurut istilah yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap
kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi
pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Kata iman dalam
Al-quran digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-
quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya
sebatas dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan
untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak
beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.

Rukun (pilar-pilar) iman dalam islam


Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, diatas sudah dijelas bahwasanya ada enam rukun
iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang sempurna dan menjadi seorang
hamba Allah yang ihsan nantinya, enam rukun iman tersebut nadalah:
Beriman kepada Allah Swt
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah adalah Tuhan,
Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan, Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt,
maksudnya: Allah sajalah tuhan yang berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya
adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt,
memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna serta agung sesuai yang ada
dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
Beriman kepada malaikat
Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah
kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah telah membebankan kepada mereka
berbagai tugas, Diantaranya adalah : Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi
hujan dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut),
Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga,
dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.
Beriman kepada kitab-kitab
Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya kitab-
kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab taurat diturunkan kepada Nabi
Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi
Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw,
Dengannya Allah telah menasakh (menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah
menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua
makhluk, sampai hari kiamat.
Beriman kepada para rasul
Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh dan
yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak memiliki
sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan
kerasulan. Dan Allah telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi sesudahnya.
Beriman kepada hari akhirat
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan manusia
dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang
amat pedih. Beriman kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah
itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.

Beriman kepada (taqdir) ketentuan Allah


Taqdir artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua yang ada dan
menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahalu, dan menurut
kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah diketahui oleh Allah, serta telah pula tertulis
disisi-Nya, dan Dialah yang telah menghendaki dan menciptakannya.
Islam
Pengertian islam
kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa arab aslama, yaitu
bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk” Dengan demikian islam berarti
penerimaan dari dan penundukan kepada tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan
menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas islam sebagai
kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain
menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai “Agama”) .” Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai islam jadi agama bagimu”.
Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salam yang berarti
“Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama islam) juga berhubungan dengan kata
islam, kata tersebut berarti ”Orang yang berserah diri kepada Allah”.
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di galakan untuk
memegang lima rukun islam, yaitu lima pilar yang menyatukan muslim sebagai sebuah
komunitas. Islam adalah syari’at Allah terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi
dan Rasul-Nya, Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar.
Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah menjadikannya sebagai agama
yang mudah, tidak ada kesulitan dan kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak
pula membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak sanggup melakukunnya.
Islam adalah agama yang dasarnya tauhid, syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya
kebeenaran, ruhnya kasih sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada
seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang membahayakan bagi agama dan
kehidupan mereka didunia .

Rukun (pilar-pilar) islam


Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi muslim yang sebenarnya
hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu:
Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah,
dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat ini merupakan kunci islam dan pondasi
bangunannya. Makna syahadat la ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali
Allah saja,dilah ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya
sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu adalah Rasulullah
ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya srta
menjauhi semua yang dilarang dan dicegahnya.
Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari sebagai hubungana
antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-
Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah
telah menyiapkan bagi yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta
ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan
ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki harta sampai
nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak menerimanya seperti kaum fakir dan
lainya,diantara yang berhak menerima zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang
tidak memiliki nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan agama dan
islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak segala balak dari mereka dan
harta mereka,mensuccikan mereka dari dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang
membutuhkan dan fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian
mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah harta dan rizki yang
diberikan Allah kepada mereka.
Rukun keempat: Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada bulan ramadhan yang
mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan
serempak meninggalkan kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang
hari mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti oleh Allah bagi
mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan penyempurnaan agama dan iman
mereka,serta peningkatan kesempurnaan diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik
di dunia maupun di akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.
Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah tertentu. Allah
mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari
segala penjuru berkumpul di tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang
satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang
dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih dan berkulit hitam.Mereka
semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf
di padang arafah,tawaf di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan
marwah.
Ihsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba
Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan darin-Nya.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan
yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun
sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu
hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang
muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan
harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya karena, islam
di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman, islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan
oleh Rasulullah Saw.dalam haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw.
Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang manusia – mengenai
islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “
inilah jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut
ketiga hal diatas sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan
pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat
baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . . . .”(Qs. An-nahl :
90 )
Pengertan ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan
bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an
mengenai hal ini.
” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri . . .”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu . . “(Qs AL-
Qashash: 77).
Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam
ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk Allah Swt.
Landasan syar’I ihsan
Pertama Al- qur’anul karim
Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini
kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga
mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang
menjadi landasan akan hal ini.
“ Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orang-orang yang berbuat
baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.” (Qs.An-nahl:90)
“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Al-baqarah:83)
“Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba
sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)
Kedua, As-sunnah
Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab,ini merupakan
puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadits-hadits mengenai ihsan
tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah
Saw. menerangkan mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang
ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan mengatakan ,” Engkua
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-
Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
(HR. Muslim).
Aspek pokok dalam ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut ibadah, muamalah, dan
ahklak.
Ibadah
kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan semua jenis ibadah,
seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan
syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh
seorang hamba, kecuali jika saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi dengan cita rasa
yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal
seorang hamba harus merasa bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah
tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari perkataan Rasulullah Saw. yang
berbunyi,
“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka
selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga seperti ibadah lainnya
seperti jihad, menghormati sesame mukmin, mendidik anak, membahagiakan istri, dan
menjalankan yang mubah semata-mata demi mencari dan mendapatkan Ridho Allah Swt. dan
masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki umatnya dalam keadan seperti itu, yaitu senantiasa
sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam setiap ibadahnya.
Tingkat ibadah dan derajatnya
Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah mempunyai tiga
tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang hamba tidak akan dapat mengukurnya.
Karena itulah kita berlomba-lomba untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri
dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul firdaus,
derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah akan memandangi penghunu
surga surga tingkat atas, laksana penduduk bumi memandangi bintang-bintang di langit yang
menandakan betapa jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:

1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.
Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang
masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta
meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah
Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa.
Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala
laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha
mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang
dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu
cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut,
Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak
taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik
peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-
amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang
dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana
seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan
diterima oleh Allah Swt.
Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai
dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan
hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-
hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-
amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran,
sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan
Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa.
Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang
selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia
tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan
neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu
adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah
agar kalian beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu
berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .

Tingkat ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka
adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan
kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam
beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat
diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk
melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-
amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan atas dasar
mencari ridha Allah Swt.

Konsep Manusia dalam Al-Quran


Asal usul manusia dalam pandangan Islam tidak lepas dari figur nabi Adam as. sebagai
manusia pertama. Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama yang memiliki
kemampuan akal yang sempurna. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Adam adalah
manusia pertama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kesempurnaannya. Manusia diberi akal
pikiran sehingga dengan akal tersebut mereka dapat berpikir. Dengan berpikir, manusia mampu
mengajukan pertanyaan serta memecahkan masalah. Dengan adanya akal pula, manusia berbeda
dari makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain. Islam mendorong manusia agar menggunakan
potensi yang dimiliki secara seimbang. Akal yang berlebihan mendorong manusia pada
kemajuan materiil yang hebat, namun mengalami kekosongan dalam hal ruhaniyah, sehingga
manusia terjebak dalam segala kesombongan yang merusak dirinya sendiri.
Dalam menggunakan potensi-potensinya, manusia harus menjadi makhluk psiko-fisik,
berbudaya, dan beragama untuk tetap mempertahankan kapasitas dirinya sebagai makhluk yang
paling mulia. Al-Quran menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga
macam istilah yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu al-insan, an-nas, al-basyar, dan
bani Adam.
Kata al-insan berasal dari kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan adanya hubungan
dengan kesadaran diri. Manusia disebut al-insan karena kecenderungannya akan sifat pelupa
sehingga memerlukan teguran dan peringatan. Kata al-insan digunakan Al-Quran untuk
menunjukkan kepada manusia secara keseluruhan dari totalitas, jiwa, serta raganya. Kata al-
insan untuk penyebutan manusia diambil dari asal kata al-uns atau anisa yang artinya jinak dan
harmonis, karena pada dasarnya manusia dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan
lingkungannya. Sedangkan kata an-nas merupakan jamak dari kata al-insan, kata ini digunakan
untuk menunjukkan sekelompok manusia, baik dalam arti jenis manusia maupun sekelompok
tertentu dari manusia.
Kata al-basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun
perempuan, baik satu maupun banyak. Kata al-basyar adalah jamak dari kata basyarah yang
artinya kulit. Al-Quran menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan satu
kali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya. Ayat Al-Quran yang lain mengisyaratkan bahwa
proses kejadian manusia sebagai basyar (manusia) melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai
tahapan kedewasaan, dimana tahapan kedewasaan ini menjadikannya mampu memikul tanggung
jawabnya sebagai khalifah di bumi. Al-basyar dipakai untuk menunjukkan dimensi alamiahnya,
yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, seperti makan, minum, dan mati sehingga
manusia disebut al-basyar karena manusia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu
disabarkan dan didamaikan.
Manusia disebut sebagai bani Adam karena dia menunjukkan asal usul yang bermula dari
nabi Adam as sehingga dia tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, darimana ia berasal, untuk
apa ia hidup, dan kemana dia akan kembali. Penggunaan istilah bani Adam menunjukkan bahwa
manusia bukan hasil dari evolusi makhluk anthropus (sejenis kera).
Manusia dalam pandangan Al-Quran bukan makhluk anthropomorfisme, yaitu makhluk
penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Quran menggambarkan manusia
sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Di samping itu
manusia dianugerahi akal yang dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa ia
pada kualitas tertinggi sebagai makhluk yang bertakwa. Al-Quran memandang manusia sebagai
makhluk yang suci dan mulia, bukan sebagai makhluk yang kotor dan penuh dengan dosa,
sebagaimana pandangan mereka bahwa nabi Adam dan Hawa yang diturunkan dari surga karena
melanggar larangan Allah merupakan asal mula hakikat manusia sebagai pembawa dosa bawaan
(turunan).
Al-Quran memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi, yang sedang dalaam perjalanan
menuju kehidupan spiritual yang suci dan abadi di akhirat kelak, meskipun ia harus melewati
rintangan dan cobaan dengan beban dosa ketika melakukan kesalahan di dalam kehidupan dunia.
Bahkan, dalam Al-Quran manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya
adalah berpembawaan baik (hanif). Oleh karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, dan kesejatian
manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kemuliaan
seperti yang dimiliki manusia. Sebaliknya, kualitas yang buruk, salah, dan jelek selalu menjadi
batu sandungan bagi manusia untuk meraih predikat berkualitas tersebut.
Manusia dapat dikatakan berkualitas apabila ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan
berkehendak. Kebebasan yang dimaksud adalah kesadaran untuk mewujudkan kualitas dan nilai
dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi secara bertanggung jawab. Kualitas dan nilai
manusia dapat diraih apabila manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan naluri bebasnya
berdasarkan pertimbangan aqliyah yang dikaruniakan Allah kepadanya dan dibimbing oleh
cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling murni.
Istilah Manusia di Dalam Al-Quran - Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Itu terbukti, Di dalam kitab suci Alquran sebagai kitab
penghulu dari segala kitab,  di dalamnya, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada
dasarnya ayat Al-Quran tersebut menjelaskan tentang apa saja konsep manusia, bahkan istilah-
istilah itu disebutkan lebih dari satu kali. Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti
yang berbeda-beda. Berikut 5 istilah 'manusia' dalam Alquran, Sebaaimana dihimpun oleh
coretan binder hijau dari berbagai sumber :

1. Al Basyr, Istilah ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi Adam
as dan makhluk fisik yang juga membutuhkan makan serta minum. Kata 'basyar' sendiri
disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk 'mutsanna'
atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti
berkembang biak.

2. Al Insan, memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang
salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia
dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat
digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. 

3. Al Nas, menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya, seorang
manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa manusia harus
hidup bersaudara dan saling membantu.

4. Bani Adam. Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan
untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan
sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Penggunaan kata 'Bani Adam' menunjuk pada arti
manusia secara umum. Terdapat tiga aspek yang perlu dikaji bila melihat manusia dengan istilah
ini. Pertama, berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, misalnya dengan berpakaian yang
menutup aurat. Kedua, saling mengingatkan dengan manusia lain agar tidak terjerumus dalam
perbuatan dosa. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam untuk beribadah.

5. Al Ins, meiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah al jins
atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat dirasakan
dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah al ins. manusia
adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, masing-masing dalam
17 ayat dan 9 surat.
Hakikat Manusia

Pengkajian tentang manusia dipandang dari berbagai aspek. Dari segi fisik disebut antropologi
fisik. Dari sudut pandang budaya disebut antropologi budaya, sedangkan yang memandang
manusia dari segi hakikatnya yaitu antropologi filsafat. Dari pandangan filsafat inilah yang
menyebabkan pengkajian tentang hakikat manusia itu tidak pernah berakhir. Sehingga ada 4
aliran yang berbicara apa itu manusia. Aliran tersebut yaitu aliran serba zat yang mengatakan
bahwa yang sungguh-sugguh ada itu adalah zat dan materi. Kedua, aliran serba ruh yang
mengatakan bahwa segala sesuatu hakikatnya adalah ruh, begitupun manusia. Sementara zat
hanyalah manfestasi dari ruh.

Ketiga, aliran dualisme yang merupakan gabungan dari zat dan ruh yang mengatakan bahwa
manusia itu terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Keempat, aliran
eeksistensialisme yang memandang manusia buakan dari zat dan ruh akan tetapi dari segi
eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.

Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu mempunyai jasmani dan roh, jiwa atau rohani. Maka
ada empat macam pandangan tentang hal tersebut yaitu:

1. Pandangan idealistis tentang badan manusia


2. Pandangan materialistis tentang badan manusia
3. Pandangan bahwa badan adalah musuh dari roh
4. Pandangan bahwa badan manusia adalah jasmani yang di rohanikan ataupun sebaliknya.
[1]

Pengetahuan tentang hakikat manusia ini merupakan bagian yang sangat penting. Dengan
demikian kita dapat mengetahui hakikat manusia, kedudukan dan fungsinya di alam semesta ini.
karena manusia dalam pendidikan bukan saja sebagai objek namun juga sebagai subjek.
Sehingga pendekatan yang dilakukan dan aspek yang dilaksanakan dapat direncanakan secara
matang.

Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia sendiri
adalah sejarah yang hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah bangsa manusia. Pengamatan
terhadap pengalaman manusia merupakan rangkaian Antropological Constant yaitu dorongan-
dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. Ada enam Antropological Constant yang
dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia yaitu:

1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam dan lingkungan ekologis


2. Ketertiban dengan sesama
3. Keterikatan dengan struktur sosial dan institusional
4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat
5. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek
6. Kesadaran religius dan pemeluk agama[2]

Salah satu pemikir di abad modern yang mangkaji tentang hakikat manusia yaitu Alaxis Carrel
yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat perpisahan
manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap
dunia yang ada diluar dirinya.

Ibn Arabi melukiskan hakikat manusia bahwa tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari
pada manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara,
mendengar, melihat dan memutuskan, yang merupakan sifat rabbaniyah.

b.       Manusia Dalam Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an banyak sekali gambaran yang membahas tentang manusia dan makna filosofis
dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang
dilengkapi dengan akal dan pikiran.

Murthada Mutahhari melukiskan gambaran Al-Qur’an tentang manusia yaitu manusia sebagai
suatu makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di bumi, serta sebagai makhluk semi samawi
dan semi duniawi yang didalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas terpecaya, rasa
tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta, langit dan bumi. Akan tetapi manusia
sering melupakan hakikat kedudukannya sebagai hamba Allah.

Kesulitan para ahli dalam mendefinisikan hakikat manusia, akhirnya menyebabkan gagalnya
usah-usaha ilmiah, ideologi dan tatanan sosial untuk memberikan kebahagian kepada manusia di
zaman modern ini. Itu semua disebabkan karena ketidak tahuan manusia untuk mengenal dirinya.

Di dalam Al-Qur’an ada tiga istilah yang biasa digunakan untuk menunjuk pengertian manusia.
Ketiga kata tersebut yaitu: al-basyar, al-insan, al-nas. Meskipun ketiga kata tersebut merujuk
kepada manusia, akan tetapi secara khusus memiliki makna yang berbeda, hal demikian dapat
dilihat dari pengertian dibawah ini yaitu:[3]

1.  Al-Basyar

kata Al-Basyar ini dinyatakan dalam alqur’an sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat.
Secara etimologi al-basyar merupakan bentuk jamak dari al-basyarat  (‫ )البشرة‬yang berarti kulit
kepala, wajah dan tubuh menjadi tempat tumbuhnya rambut. Pemaknaan manusia dengan al-
basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat
yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan, sexs dan lain sebagainya.

Kata Al-Basyar ditujukan pada seluruh umat manusia tampa terkecuali. Ini berarti bahwa Rasul
pun memiliki dimensi Al-Basyar. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki persamaan
dengan ciri pokok dari makhluk Allah lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ciri pokok
tersebut diantaranya adalah persamaan dalam dunia ini memerlukan ruang dan waktu seta tunduk
terhadap sunatullah. Dengan demikian persamaan manusia dari aspek materi atau dimensi
alamiah saja.[4]

2. Al-Insan
Kata ini dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 73 kali yang tersebar dalam 43 surat.
Penggunaan kata Al-Insan pada umumnya digunakan menggambarkan pada keisimewaan
manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses
penciptaannya. Ini dikarenakan manusia memiliki potensi dasar yaitu fitrah akal dan kalbu.
Menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia dan tertinggi dibanding makluk lainnya.

Kata Al-Insan juga menunjuk pada proses kejadian manusia, baik Adam amupun manusia setelah
Adam di alam rahim yang berlangsung secara utuh dan berproses. Dalam hal ini ada dua dimensi
yang terkandung yaitu pertama dimensi tanah (dengan berbagai unsurnya) yang mengisyaratkan
bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa lepas dari pengaruh kekuatan alam dan kebutuhan-
kebutuhan yang menyangkut dengannya dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang
lainnya. Dimensi kedua yaitu dimensi spiritual (ditiupkan-Nya ruh-Nya kepada manusia) yang
mengisyaratkan bahwa pada hakikatnya kehidupan manusia diarahkan kepada tujuan disamping
material dan non material, dengan kata lain kehidupan manusia hendaknya senantiasa diarahkan
kepada suatu realitas yang Maha Sempuna (Allah), tampa batas, tampa cacat, dan tampa akhir.

Dengan demikian kata Al-Insan mengandung makna tentang keunikan manusia yaitu agar
manusia hidup dengan nilai illahiyah, agar manusia senantiasa menggunakan akal dan potensi
yang dimilikinya secara optimal, dengan tetap berpedoman kepada ajaran Ilahi. Dengan inilah
manusia dapat mewujudkan dirinya sebagai makhluk Allah yang mulia jika tidak maka masnusia
akan terjerumus dan jatuh kejurang kenistaan dan kehancuran serta kehinaan.[5]

Al-Qur’an juga menjelaskan tentang sifat umum manusia, serta sisi kelebihan dan kelemahan
manusia yaitu:

–          Tidak semua yang di inginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak
menginginkannya.

–          Gembira bila ada nikmat, susah bila dapat cobaan

–          Manusia sering bertindak bodoh dan zalim baik terhaap dirinya maupun makhluk Allah
lainnya

–          Manusia seringkali ragu dalam memutuskan persoalan

–          Apabila mendapat kenikmatan materi sering lupa diri dan kikir

–          Manusia adalah makhluk yang lemah

–          Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua

–          Peringatan Allah agar manusia waspada terhadap bujukan rayuan orang-orang munafik  

3. Al-Nas
Kata Al-Nas dalam Al-Qur’an dinyatakan sebanyak 240 kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata
ini menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan ditunjukkan kepada seluruh
manusia secara umum tampa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Kata ini juga
menunjukkan kepada karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun
telah dianugerahkan Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan untuk mengenal
Tuhannya, namun hanya sebagian manusia yang mau memmpergunakannya sesuai dengan
ajaran Tuhannya. Sedangkan sebagian yang lain menggunakan potensi tersebut untuk menentang
ke-Mahakuasaan Tuhan.

Kata Al-Nas juga dipergunakan Al-Qur’an yaitu untuk menunjukkan kepada makna lawan dari
binatang buas. Ia diasumsikan sebagai makhluk yang senantiasa tunduk pada alam di mana ia
berada.

Pendefinisian yang dinyatakan Allah SWT dalam Al-Qur’an dengan menyebut manusia dengan
istilah Kata Al-Nas juga dipergunakan Al-Qur’an yaitu untuk Al-Basyar, Al-Insan, Al-Nas
memberikan gambaran akan keunikan serta kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT. Referensi ini menjelaskan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh,
antara aspek material (fisik) im materil (psikis) yang dipandu oleh ruh illahiah. Antara aspek
fisik dan aspek psikis saling berhubungan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
kelengkapan fisik dan psikis. Dengan kelengkapan fisik, ia dapat melaksanakan tugasnya yang
memerlukan dukungan kekuatan fisik dan dengan kelengkapan psikis ia dapat melaksanakan
kegiatannya ynag memerlukan dukungan  mental.[6]

c.        Kedudukan Manusia

Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan
rupa yang seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psiko fisik yang istimewa seperti
panca indra dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi
keistimewaan-keistimewaan itu.

Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah SWT. menciptakan manusia bukan secara main-main
melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Kesatan wujud antara fisik dan psikis serta didukung
oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim dan
menempatkan manusia pada posisi yang strategis yaitu:

1. Manusia sebagai hamba Allah (‘abd Allah)

Konsep ’abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Dalam bentuk
pengabdian ritual kepada Allah SWT. Dengan penuh keikhlasan. Yang  meliputi seluruh
aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh akifitas seorang
hamba selama ia hidup di alam semesta ini dapat dinilai sebagai ibadah manakalah aktivitas itu
memang ditujukan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan redho-Nya.[7]
Musa Asy’arie mengatakan bahwa esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, kepatuhan yang
kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada Tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat
alamiah yang senantiasa belaku bagi-Nya. Ia terikat oleh hokum-hukum Tuhan yang menjadi
kodrat pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap ciptaa-Nya, ia tergantung pada
sesamanya, hidup dan matinya menjadi bagian dari segala yang hidup dan mati. Sebagai hamba
Allah manusia tidak bias terlepas dari kekuasaan-Nya, karena manusia mempunyai fitrah
(potensi) bergama. Yang mengakui adanya kekuatan diluar dirinya.

Pengakuan manusia akan adanya Tuhan secara naluriah menurut Al- Qur’an disebabkan karena
telah terjadi dialog antara Allah dan roh manusia tak kala ia berada di alam arwah. Dengan
demikian kepercayaan dan ketergantungan manusia dengan Tuhannya, tidak bisa dipisahan dari
kehidupan manusia itu sendiri. Karena manusia telah berikrar sejak alam mitsak bahwa Allah
SWT. adalah Tuhanya .

2. Manusia sebagai khalifah Allah fi al-ardh

Kata khalifah berasal dari fiil madhi Khalafa yang berarti mengganti dan melanjutkan. Jadi
khalifah yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain. Sebagai
seorang khalifah ia berfungsi menggantikan orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-
Nya. Ia menggantikan orang lain menggantikan kedudukann kepemimpinannya atau
kekuasaanya.[8]

Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat. Diantara
amanat yang dibebankan kepada manusia memakmurkan kehidupan di bumi. Karena amat
mulianya manusia mengeban amanat Allah, maka manusia diberi kedudukan sebagai khalifah-
Nya di muka bumi.

Menurut Ahmad Musthafa Al Marghi, kata khalifah dalam ayat ini memiliki dua makna.
Pertama, pengganti yaitu pengganti Allah SWT dalam menjalankan titahnya di muka bumi.
Kedua, manusia adalah pemimpin yang kepadanya diserahi tugas untuk memimpin diri dan
mendayagunakan alam semesta bagi kepentingan manusia secara keseluruhan.

Salah satu aplikasi dari kekhalifahan manusia di muka bumi adalah pentingnya kemampuan
untuk memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Tanggung jawab
moral manusia untuk mengelola dan memmfaatkan seluruh sumber yang tersedia di alam ini
untuk memenuhi keperluan hidupnya. Manusia diharapkan mampu mempertahankan
martabatnya sebagai Khalifah Allah yang hanya tunduk kepada-Nya dan tidak akan tunduk
kepada alam semesta.[9]

  Fitrah

a.       Konsep Fitrah Manusia

Dalam dimensi pedidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk alllah
lainnya, terangkum dalam kata “fitrah”. Secra bahasa fitrah berasal  dari kata fathaha yang
berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kataal-fathr yang berarti belahan atau
pecahan.

Dalam Al-Qur’an kata-kata yang mengacu pada pemaknaan kata fitrah muncul sebanyak 20 kali
yang tersebar dalam 19 surat. Sehingga secara umum pemaknaan kata fitrah dapat
dikelompokkan kedalam empat yaitu:

1. Proses penciptaan langit dan bumi


2. Proses penciptaan manusia
3. Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
4. Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam
menjalankan tugas dan fungsinya (ma’rifat al-iman)

Para pemikir muslim cendrung memaknai kata fitrah berdasarkan QS:30:30 sebagai potensi
manusia untuk beragama. Ada juga yang memaknai bahwa fitrah merupakan bawaan yang telah
diberikan Allah sejak manusia berada dalam alam rahim.

Hasan langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia.
Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam Asma’ul Husna.
Batasan tersebut memberikn arti, misalnya sifat Allah Al-Ilmu “maha mengetahui” maka
manusia pun memiliki potensi untuk bersifat mengetahui dan begitu juga semuanya. Akan tetapi
kemampuan manusia tentu saja berbeda dengan Allah. Hal ini disebabkan karena berbeda
hakikat diantara keduanya. Allah memilki sifat kemaha sempurnaan sedangkan manusia
memiliki sifat keterbatasan. Keterbatasan itulah yang menyebabkan manusia membutuhkan
pertolongan dan bantuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Keadaan ini menyadarkan manusia
tentang ke-Esaan Allah, sehingga inilah letak fitrah beragama manusia sebagai manifestasi
memenuhi kebutuhan rohaniahnya.

Abdurrahman Shaleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikan
Allah padanya disaat peciptaan manusia dialam rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, akan
tetapi merupakan proses. Ia juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim,
meskipun ia berasal dari keluarga muslim. Akan tetapi Allah SWT telah membekalinya dengan
potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi seorang Muslim.

Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab mendefinisikan fitrah manusia
kepada pengertian “fitrah (makhluk) adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada
setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan
Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”. Dari pengertian
tersebut dapat diartiakan bahwa fitrah merupakan potensi yang diberikan Allah kepada manusia
sehingga manusia mampu melaksanakan amanat yang diberiakan Allah kepadanya yang meliputi
potensi seluruh dimensi manusia.

Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya,
kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi,
nasrani, atau majusi” (HR Aswad Bin Sari).
Dari makna hadis diatas memberikan pengertian secara teoritis bahwa semakin baik penempatan
fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula
sebaliknya, semakin buruk penempatan fitrah seseorang maka akan semakin buruk sifat dan
tingkah lakunya. Namun demikian, pendekatan tersebut hanya sebatas teoritis manusia,
sedangkan dosa balik itu dalam islam ada kemungkinan lain, yaitu hidayah dari Allah SWT
sebagai penentu yang Maha final.[10]

b.       Macam-Macam Fitrah Manusia

Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat diambil kata kunci bahwa fitrah adalah
potensi manusia. Potensi tersebut bukan saja potensi agama saja. Menurut Ibn Taimiyah
sebagaimana disitir Juhaja S. Praja pada diri manusia juga memiliki setidaknya tiga potensi fitrah
yaitu:

1. Daya intelektual (quwwat al-al-‘aql) yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia
dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan
Tuhannya.
2. Daya ofensif (quwwat al-syahwat) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang mampu
menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermamfaat bagi kehidupannya, baik
secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
3. Daya defensif (quwwat al-ghaddab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan
manusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya.

Diantara ketiga potensi tersebut, disamping potensi agama, potensi akal menduduki sentral
sebagai alat kendali dua potensi lainnya. Ada juga pendapat Ibn Taimiyah yang dikutip Nurchalis
Majdid yang membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:

1. Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak ia
lahir. Potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkan
melalui jalur pendididkan.
2. Fitrat al-munaazalat merupakan potensi luar manusia. Adapun wujud dari fitrah ini yaitu
wahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrat al-gharizat
berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.

Semakin tinggi tingkat interaksi antara keduanya maka akan semakin tinggi kualitas manusia
(insan kamil). Akan tetapi sebaiknya, semakin rendah tidak mengalami keserasian, bahkan
berebenturan antara satu dengan yang lainnya maka manusia akan semakin tergelincir dari
fitrahnya yang hanif.

Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah
manusia ada beberpa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:

1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua
kaki.
2. Potensi akliyahnya, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu
kesimpulan dari sejumlah premis.
3. Potensi rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang,
nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil
kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:

1. Potensi agama
2. Potensi akal yang mencangkup spiritual
3. Potensi fisik atau jasadiah
4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.[11]

Hubungan Fitrah Manusia Dengan Dunia Pendidikan

Dalam perspektif pendidikan Islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang
menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan hidup, upaya
mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional (akal), dan kekutan spiritual
(agama). Ketiga kekuatan ini bersifat dinamis dan terkait secara integral. Potensialitas manusia
inilah yang kemudian dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam
perbuatan amaliah manusia sehari-hari, baik secara vertikal maupun horizontal. Perpaduan
ketiganya merupakan kesatuan yang utuh.

Dalam pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki peserta
didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada aspek jasmani
maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis religius dalam diri peserta didiknya.
Dengan ini, pendidikan Islam akan mampu membantu peserta didiknya untuk mewujudkan sosok
insan paripurna yang mampu melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimiliknya.
Mampu teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah,
pada dasarnya pedidikan berfungsi sebagai media yang menstimuli bagi perkembangan dan
pertumbuhan potensi manusia seoptimal mungkin ke arah penyempurnaan dirinya, baik sebagai
‘abdillah maupun khalifah.

Fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki kebutuhan. Menurut Zakiyah Drajat ada dua
kebutuhan pesertadidik yaitu:

1. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, bebas,
mengenal, dan rasa sukses
2. Kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan, papan, dan pangan

Dalam pendidikan berupaya mengembangkan dan memenuhi kebutuahn tersebut secara integral
agar berkembang.[12]

Dalam perkembngannya manusia ingin selalu dipenuhi kebutuhan hidupnya, secara layak dan
dapat hidup sejahtera. Tetapi kehidupan sejahtera sifatnya relatif, karena selalu brubah dan
berkembang sesuia dengan perkembangan sosial budaya. Semakin maju suatu masyarakat, maka
akan semakin beraneka ragam kebutuhannya.[13]
Kebutuhan pokok manusia antara lain yaitu:

1.       Kebutuhan biologis

Kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah, yang merupakan kebutuhan hidup manusia yang
primer, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan kebutuhan sexsual. Setiap orang tentu akan
memenuhi kebutuhan biologis tersebut, namun cara pemenuhan kebutuhan tersebut berbeda satu
dengan yang lain, tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing.

2.       Kebutuhan Psikis

Kebutuhan Psikis yaitu kebutuhan rohaniah. Manusia membutuhkan rasa aman, dicintai dan
mencintai, bebas, dihargai, dan lainnya. Manusia adalah makhluk yang disebut “psycho-physik
netral” yaitu sebagai makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Dalam
kemandirian itu manusia memiliki potensi untuk berkembang dan tumbuh, untuk itu diperlukan
adanya pendidikan, agar kebutuhan psikis dapat terpenuhi dengan seimbang.

3.       Kebutuhan Sosial

Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan manusia bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Karna
manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk hidup bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial maka manusia memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembangkan
interaksi antara masyarakat.

4.       Kebutuhan Agama (spiritual)

Kebutuhan Agama (spiritual) yaitu kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat
menunjukkan jalan kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahir manusia sudah
membawa fitrah beragama dan akan berkembang degan adanya pendidikan. Dengan demikian
manusia disebut dengan makhluk berketuhanan atau disebut juga dengan makhluk beragama,
karena dengan adanya agama manusia akan dapat ketenangan lahir dan batin.

5.       Kebutuhan Paedagogis (intelek)

Kebutuhan Paedagogis (intelek) yaitu kebutuhan manusia terhadap pendidikan. Manusia disebut
homo-educandum, yaitu akhluk yang harus dididik, oleh karena manusia itu dikategorikan
sebagai animal educable, yakni sebagai makhuk sebangsa binatang yang dapat dididik. Karena
manusia mempunyai akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengeahuan, di samping
manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri (self-
formig).

Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidunya memerlukan pendidikan. Namun
pendidikan yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia
yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja yang
membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga terjadilah beragam
agama dan kecerdasan setiap individu.
Ada tiga alasan penyebab awal kenapa manusia emerlukan pendidikan, yaitu: pertama, dalam
tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada
generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Nilai-
nilai tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kedua, alam
kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecendrungan untuk dapat mengembnagkan
potensi-potensi yang ada dalamdirinyaseoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut, manusia
perlu suatu sarana. Saran itu adalah pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan di atas
yang pengaplikasiannya adalah lewat pendidikan.[14]

Para ahli pendidikan Muslim pada umumnya sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan
Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Ada dua implikasi penting dalam
hubungannya dengan pendidikan Islam, yaitu:[15]

1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi
dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu kearah
realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Sistim pendidikan Islam
harus dibangun diatas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan qalbiyah dan qaliyah
sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim yang pintar secara intelektual dan
terpuji secara moral.
2. Al-quran menjelakan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai
khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan tugas ini Allah membekali dengan seperagkat
potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan harus merupakan upaya yang ditujukan ke
arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang
bermamfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd.

Kedua hal di atas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem
pedidikan Islam masa kini dan masa depan. Fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mencapai
tujuannya sangat bergantung pada sejauh mana kemampuan umat Islam menterjemahkan dan
merealisasikan konsep filsafat penciptaan manusia dan fungsivpenciptaannya dalam alam
semesta ini. Untuk menjawab hal itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana yang
kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan dan budaya Islami dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sebagai khalifah dan
‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya penguasaan ilmu
pengetahuan secara totalitas, agar manusia tegar sebagai khalifah dan taqwa sebagai substansi
dan aspek ‘abd.

Agar pendidikan umat berhasil dalam prosesnya, maka konsep penciptaan manusia dan fungsi
penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-
teori pendidikan Islam melalui pendekatan kewahyuan, empirik keilmuwan dan rasional
filosofis. Yang harus dipahami bahwa pendekatan keilmuwan dan filosofis hanyalah sebuah
media untuk menalar pesan-pesan Tuhan, baik melalui ayat-ayat-Nya yang bersifat tekstual
(Qur’aniyah), maupun ayat-ayat-Nya yang bersifat kontekstual (kauniyah) yang telah dijabarkan-
Nya melalui sunnatullah.
Dalam buku lain ditemukan bahwa pendidikan merupakan gejala dan kebutuhan manusia. Dalam
artian bahwa bilamana anak tidak mendapatkan pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi
manusia sesungguhnya, dalam artian tidak sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi
fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya. Hanya pendidikanlah
yang dapat memnusiakan dan membudayakan manusia.[16]

Untuk mengembangkan potensi/kemampuan dasar, maka manusia membutuhkan adanya bantuan


dari orang lain untuk membimbing, mendorong, dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut
dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal, sehingga kehidupannya kelak
dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dengan begitu mereka akan dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial.

Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam, seperti keadaan geografis, iklim dan lainnya.
Sedangkan lingkunagan sosial ialah lingkungan yang berupa manusia-manusia yang ada disekitar
anak, yang berinteraksi dengan mereka, seperti orang tua, saudara, tetangga dan lainnya.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa fitrah yang dibawa oleh setiap
manusia semenjak ia lahir harus dikembangkan dengan pendidikan. Karena sifata manusia yang
yang selalu membutuhkan orang lain untuk perubahan dan perbaikan dirinya. Dan juga
perkembangan fitrah manusia itu akan di pengaruhi oleh lingkungan. Di dalamfitrah manusia
terdapatnya suatu kebutuhan-kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu
adanya bantuan dari orang laian tersebut. Sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi.

Dari penjelasan yang panjang lebar tentang fitrah dan potensi manusia dalam pendidikan islam,
ada beberpa poin pokok yang sangat penting, yaitu manusia (hakikat manusia, manusia dalam al-
quran, dan kedudukan manusia), fitrah (konsep fitrah manusia, macam-macam fitrah manusia),
dan hubungan manusia dengan pendidikan islam.

Akhirnya, dari beberapa penjelasan yang telah penulis coba paparkan tentang fitrah dan dan
potensi manusia dalam pendidikan islam semoga dapat dipahami dan dimengerti. Penulis
menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis berharap kritik
dan saran yang membnagun untuk pembuatan artikel kedepannya. Semoga artikel yang penulis
buat ini dapat diajukan sebagai salah satu tugas akhir dari filsafat pendidikan dalam hal
pengganti ujian semester.
MUSYRIK, KAFIR, MUNAFIK, DAN MURTAD

MUSYRIK
Pengertian Musyrik
Musyrik adalah orang yang mempersekutukan Allah, mengaku akan adanya Tuhan selain Allah
atau menyamakan sesuatu dengan Allah. Perbuatan itu disebut musyrik.
Firman Allah ; “Ingatlah Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya:’Hai anakku!janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar’ “ [Qs Luqman:13]

Dengan demikian org musyrik disamping menyembah Allah mengabdikan kepada Allah, juga
mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah.JAdi org musyrik itu ialah mereka yg
mempersekutukan Allah baik dalam bentuk I’tikad (kepercayaan), ucapan mahupun dalam
bentuk amal perbuatan. Mereka (org musyrik) menjadikan mahkluk yang diciptakan Allah ini
baik yang berupa benda mahupun manusia sebagai Tuhan dan menjadikan sebagai An dad,
Alihah, Thoughut dan Arbab…..

i. Alihah ialah suatu kepercayaan terhadap benda dan binatang yang menurut keyakinannya
dapat memberikan manfaat serta dapat menolak bahaya. Misalnya kita memakai cincin merah
delima, dan kita yakin bahawa dengan memakainya dapat menghindarkan bahaya. Adapun
kepercayaan memelihara burung Terkukur dapat memberikan kemajuan dalam bidang
perniagaannya. Dan itulah dinamakan Alihah, yakni menyekutukan Allah dengan binatang dan
benda (Kepada Makhluk).

ii. Andad, sesuatu perkara yang dicintai dan dihormati melebihi daripada cintanya kepada Allah,
sehingga dapat memalingkan seseorang dari melaksanakan ketaatan terhadap Allah dan
RasulNya. Misalnya saja seorang yang senang mencintai kepada benda, keluarga, rumah dan
sebagainya, dimana cintanya melebihi cintai terhadap Allah dan RasulNya, sehingga mereka
melalaikan dalam melaksanakan kewajiban agama, kerana terlalu cintanya terhadap benda
tersebut (makhluk tersebut).

iii. Thoghut ialah orang yang ditakuti dan ditaati seperti takut kepada Allah, bahkan melebihi
rasa takut dan taatnya kepada Allah, walaupun keinginan dan perintahnya itu harus berbuat
derhaka kepadaNya.

iv. Arbab, ialah para pemuka agama (ulama,ustad) yang suka memberikan fatwa, nasihat yang
menyalahi ketentuan (perintah dan Larangan) Allah dan RasulNya, kemudian ditaati oleh para
pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti mentaati terhadap Allah dan RasulNya. Para pemuka
agama itu telah menjadikan dirinya dan dijadikan para pengikutnya Arbab (Tuhan selain Allah).

Bentuk musyrik ini menyesatkan terhadap perilaku manusia. Dan dengan memiliki aqidah seperti
itu dapat menghilangkan Keimanan.
Syirik

Pengertian Syirik

Syirik adalah perbuatan menyembah atau menyekutukan sesuatu selai Allah dan ini adalah dosa
besar. Dan berikut ini contoh - contoh Syirik:
a.Menyembah sesuatu selain Allah
Menyembah sesuatu selain Allah adalah termasuk syrik yang paling berat dan tinggi. Mereka ini
menyembah benda-benda, patung, batu, kayu, kubur bahkan manusia dan lain-lainnya. Mereka
percaya bahawa benda-benda (makhluk) tersebut adalah tuhan-tuhan yang dapat mendatangkan
kebaikan dan keburukan. Termasuk dalam tahap syrik seperti ini adalah mengadakan pemujaan
seseorang tokoh pepimpin.

b.Mempersekutukan Allah.
Artinya mempercayai bahawa makhluk selain Allah itu mempunyai sifat-sifat seperti yang ada
pada Allah.
Dalam kategori mempersekutukan Allah ini adalah faham Trinti menurut kepercayaan Kristian,
begitu faham Trimurti menurut kepercayaan agama Hindu, yang mempercayai bahawa Tuhan itu
ada tiga, iaitu Brahman (tuhan menciptakan alam seisinya),Wisnu(Tuhan yang memelihara
Alam) dan Syiwa (Tuhan yang menghancurkan alam).

c.Mempertuhankan Manusia.
Mempertuhankan manusia atau menjadikan manusia sebagai tuhannya adalah termasuk syrik
atau mempersekutukan Allah. Termasuk didalam mengtuhankan manusia itu adalah pemuka-
pemuka agama,ulama, pendita, para auliya’,para solehin dan sebagainya.
Dalam ajaran ilmu Tauhid terlalu mengagungkan, mendewakan seseorang itu dinamakan
Ghuluwwun. Ertinya keterlaluan dalam mengagungkan dan meninggikan darjat makhluk
sehingga ditempatkan pada kedudukan yang bukan sepatutnya menempati kedudukan itu kecuali
Allah.

Bahaya Syrik
Firman Allah:
“Maka apakah orang kafir (musyrik) menyangka bahawa mereka (dapat) mengambil hamba-
hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka
jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir(musyrik)” [Qs Al Kahfi:102]

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan dosa syrik, dan Dia mengampuni dosa-dosa
selain dari syrik itu bagi siapa yang dikehendakiNya. BArangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” [Qs At
Taubah:113]
Sabda Rasulullah:
“Sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kamu sekalian ialah syrik yang paling kecil. Ketika
Nabi SAW ditanya:’Apa syrik kecil itu?’,Nabi SAW bersabda:”Ri’yak”
Imam Muslim meriwayatkan, yang datangnya dari Nabi SAW baginda bersabda:”Barangsiapa
yang menjumpai Allah (meninggal dunia) dalam keadaan tidak mempersekutukanNya dengan
sesuatu apapun, dimasuk syurga dan barangsiapa menjumpai Allah keadaan
mempersekutukanNya dengan sesuatu, dia masuk neraka”

MUNAFIK
Pengertian Munafik
Munafik adalah orang yang termasuk golongan orang yang tidak mendapat hidayah atau
petunjuk dari Allah, sehingga jalan hidupnya yang ditempuhi tidaklah mengandungi nilai-nilai
ibadah dan segala amal yang dikerjakan tidak mencari keredhaan Allah.
Orang munafik adalah orang yang bermuka dua, mengaku beriman padahal hatinya ingkar.
Perbuatan orang munafik disebut Nifaq. Mereka ini hanya pada mulutnya saja, kemudian dalam
perbuatannya sehari-hari tampak baik, tapi hanya tipu belaka saja.
Artinya segala amal perbuatan yang dikerjakan itu bukan ditegakkan di atas dasar keimanan dan
ketaqwaan terhadap Allah, akan tetapi hanya didasarkan pada perasaan dan hawa nafsunya
semata-mata untuk mencari muka, penampilan, mengambil hati dalam masyarakat dan
pandangan orang belaka. Segala perbuatan baiknya itu hanya dijadikan tempat berlindung untuk
menutupi segala keburukan I’tikad dan niatnya.

Tanda-tanda munafik.
a. Ingin menipu daya Allah.
Firman Allah: “Dan diantara manusia ada yang mengatakan,’aku beriman kepada Allah dan
kepada hari kemudian,’padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang yang beriman.Mereka itu
hendak menipu Allah berserta orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri,sedang mereka tidak sedar” [Qs Al Baqarah: 8-9]

b. Lebih suka memilih orang kafir sebagai pepimpinnya.


Firman Allah maksudnya:
“…..(iaitu) orang yang mengambil orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan
meninggalkan orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir itu? Maka
sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah” [Qs An Nisa’ :139]

c. Tidak ingin diajak berhukum dengan hukum Allah dan RasulNya.


Firman Allah:
“Apabila dikatakan kepada mereka (org munafik):”Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang
Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,” niscaya kamu lihat orang-orang munafik
menghalangi (manusia ) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu” [Qs An Nisa:61]
d. Malas menegakkan solat, tapi kalau solat suka menunjuk-nunjuk (riyak)
Firman Allah: “Dan bila mereka berdiri untuk melaksanakan solat, mereka berdiri dengan malas.
Mereka bermaksud riyak dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka itu menyebut asma Allah,
kecuali sedikit sekali [Qs An Nisa:142]

e. Berdusta apabila berkata, menyalahi janji dan khinat (pecah amanah)


“Tanda-tanda orang munafik itu ada 3 macam, apabila berkata suka berdusta,apabila berjanji
selalu menyalahi dan apabila diberi kepercayaan (amanah) suka khinat”
[Hr muslim dan bukhari]

Pengaruh munafik bagi kehidupan bermasyarakat.


Dalam sejarah telah banyak membuktikan bahawa umat Islam zaman dulu sering diperdaya oleh
orang munafik dan hal itu akan berterus sampai zaman sekarang bahkan zaman yang akan datang
dari generasi ke generasi. Oleh kerana itu kita umat Islam dimana saja berada hendaknya berhati-
hati terhadap orang munafik yang berhasrat mematahkan semangat juang kita umat Islam,
memporak-perandakan kekuatan Islam, memadamkan cahaya Allah ditengah-tengah orang Islam
dan selalu kerosakan dan kekacauan dimana-mana.

“Mereka (orang munafik) hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan)
mereka. Dan Allah telah menyempurkan cahayaNya, meskipun orang kafir membenci.” [Qs Asy-
Shaf;8]

KAFIR
Pengertian Kafir
Kafir bermakna orang yang ingkar,yang tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama
Islam. Dengan kata lain orang kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak
terhadap segala hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad
SAW) atau para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.

Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah
ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut
dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap
rasul sebagai pembawanya.

‘Sesungguhnya orang kafir kepada Allah dan RasulNya, dan bermaksud memperbezakan antara
Allah dan RasulNya seraya (sambil) mengatakan:’Kami beriman kepada yang sebahagian (dari
Rasul itu / ayat Al Quran) dan kami kafir (ingkar) terhadap sebahagian yang lain. Serta
bermaksud (dengan perkataanya itu) mengambil jalan lain diantara yang demikian itu (iman dan
kafir). Merekalah orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk mereka itu
seksaan yang menghinakan” [Qs An Nisa, 150-151]

Pembahagian Kafir.
i. Kafir yang sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik dari segi zahir dan batin seperti
Raja Namrud dan Firaun.

ii. Kafir jumud (ertinya membantah). Orang kafir jumud ini pada hatinya (pemikirannya)
mengakui akan adanya Allah TAPI tidak mengakui dengan lisannya, seperti Iblis dan
sebagainya.

iii. Kafir ‘Inad .Orang kafir ‘Inad ini, adalah mereka pada hati (pemikiran) dan lisannya
(sebutannya) mengakui terhadap kebenaran Allah, TAPI tidak mahu mengamalkannya ,
mengikuti atau mengerjakannya seperti Abu Talib.

iv. Kafir Nifaq yaitu orang yang munafik. Yang mengakui diluarnya,pada lisannya saja terhadap
adanya Allah dan Hukum Allah, bahkan suka mengerjakannya Perintah Allah, TAPI hatinya
(pemikirannya) atau batinnya TIDAK mempercayainya.

Tanda Orang Kafir.


a.Suka pecah belahkan antara perintah dan larangan Allah dengan RasulNya.
b.Kafir (ingkar) perintah dan larangan Allah dan RasulNya.
c.Iman kepada sebahagian perintah dan larangan Allah (dari Ayat Al Quran),tapi menolak
sebahagian daripadanya.
d.Suka berperang dijalan Syaitan (Thoghut).
e.Mengatakan Nabi Isa AL Masihi adalah anak Tuhan.
f.Agama menjadi bahan senda gurau atau permainan .
g.Lebih suka kehidupan duniawi sehingga aktiviti yang dikerjakan hanya mengikut hawa nafsu
mereka, tanpa menghiraukan hukum Allah yang telah diturunkan.
h.Mengingkari adanya hari Akhirat, hari pembalasan dan syurga dan neraka.
i.Menghalangi manusia ke jalan Allah.

Hubungan Orang Kafir.


Berhubungan Muslim dengan Orang kafir adalah tidak dilarang, dicegah bahkan dibolehkan oleh
Islam, KECUALI adanya perhubungan (bertujuan) yang memusuhi Allah dan RasulNya (Hukum
Allah), termasuk merosakkan aqidah Islam.

MURTAD
Pengertian Murtad,
Ialah orang Islam yang keluar dari Islam yakni mengingkari semua ajaran Islam, baik dari segi
Keyakinan, ucapan dan/atau perbuatannya Semua amalan orang murtad akan dimusnahkan dan
tidak nilai pada hari akhirat nanti. Apabila ia tidak segera kembali kepada Islam serta bertaubat
bersungguh-sungguh.

NAMIMAH

Pengertian An-Namimah (menebar fitnah)


Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan,
menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang
banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya
tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A
dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat
dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
pandangan Islam tentang Kecerdasan Intelektual (Kecerdasan Akal/Dzaka
Fikry)
Kecerdasan intelektual merupakan konsep yang sangat penting dan perlu diterapkan dalam
pendidikan Islam, karena manusia dibekali Allah SWT intelektual yang cerdas, diantaranya daya
ingat yang tajam, sistematika dalam berfikir, menyikapi setiap permasalahan dan sebagainya.
Rasul SAW memberikan indikator orang yang cerdas intelektualnya adalah konsentrasi pada satu
titik yang jelas, berfikir yang cerdas sehingga tidak mudah tertipu dan selalu dalam keadaan siap
siaga.
Kecerdasan intelektual atau kecerdasan akal adalah kemampuan seorang manusia mendaya
gunakan akal fikirannya untuk memahami dan mengerti sesuatu. Sirajuddin Zar dalam bukunya
Filsafat Islam mengutip pendapat Ibnu Bajjah tentang akal. Menurut Ibnu Bajjah akal terdiri dari
dua jenis yaitu akal teoritis atau akal yang diperoleh berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu
yang kongkrit dan abstrak; dan akal praktis, yaitu pemahaman yang diperoleh melalui
penyelidikan (eksperimen) sehingga menemukan ilmu pengetahuan .
Dari wahyu pertama yang disabdakan kepada Nabi, yaitu, iqra` bismi rabbikal ladzi khalaq,
sudah jelas bahwa Islam mengajurkan, lebih tepatnya memerintahkan, manusia untuk
mengeksplorasi kemampuan berpikirnya dimulai dengan membaca (dalam pengertian yang luas).
Kemampuan intelektual inilah yang membedakan eksistensi manusia dari makhluk lain, sehingga
manusia menjadi makhluk paling unggul bahkan di atas malaikat sekalipun; seperti tercermin
dalam kisah Nabi Adam yang mengalahkan para Malaikat sehingga mereka bersujud
menghormati Adam. Ini dapat dipahami dari firman Allah surah Al-Baqarah ayat33 dan 34
tentang eksistensi manusia. Dalam ayat ini berisi perintah Allah supaya semua Malaikat dan Iblis
serta Jin bersujud kepada Adam karena ia dapat menggunakan akalnya mengetahui nama-nama
benda (ilmu pengetahuan). Semuanya bersujud mengakui kelebihan Adam kecuali Iblis.
Allah berfirman: ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama benda-benda ini. Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu Allah berfirman bukankah sudah
Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan. Dan ingatlah ketika Allah
berfirman kepada para Malaikat sujudlah kamu kepada Adam maka sujudlah mereka kecuali
Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir’ (QS Al-
Baqarah ayat 33 dan 34).
Kebanyakan manusia menganggurkan anugerah akal yang dimilikinya. Mempunyai mata hanya
untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, mempunyai perasaan hanya untuk merasakan
tetapi tidak untuk menyadari, atau mempunyai telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk
mendengarkan. Kondisi ini yang tidak dianjurkan oleh Islam terhadap umatnya. Justru Islam
memerintahkan manusia untuk menghargai akalnya. Salah satunya dengan menggunakan akal
dalam mengimani keberadaan Al-Khalik, tidak dibangun atas dasar taklid (asal mengikuti saja).
Perhatikan firman Allah yang artinya: “Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah), mereka itu sebagai binatang
ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’raf :
179)
Faktor utama yang menyebabkan manusia menjadi makhluk paling mulia adalah potensi akalnya.
Apabila syara’ dapat dianalogikan dengan sinar matahari, maka akal adalah cahaya bintang-
bintang. Ia dapat menunjukkan dan mengantarkan manusia kepada kemaslahatan duniawi dan
kebahagiaan ukhrawi. Amanat kekhalifahan yang dibebankan Allah kepada Adam adalah bukti
penghormatan terhadap potensi intelek manusia, yang secara fungsional menentukan masa depan
dan nasibnya. Dengan akalnya, manusia dapat qurb (dekat) dengan Allah.
Akal merupakan media bagi ilmu pengetahuan dan ilham. Akal ini pula yang diberi kepercayaan
(amanah) untuk memimpin aspek-aspek hewani agar bisa menyadari misi kehidupannya di dunia
ini. Akal jenis ini, oleh al-Ghazali, disebut akal muktasab atau akal mustafad, seperti
dimaksudkan hadits Nabi SAW yang berbunyi :
Konsepsi keberadaan dan keesaan Allah dapat dicapai melalui akal.Keistimewaan akal bila
dibandingkan dengan penglihatan lahiriah (mata kepala) adalah:
1. Akal dapat mengetahui sesuatu selain dirinya.
2. Sesuatu yang dekat dan jauh bagi akal adalah sama saja.
3. Akal dapat mengetahui kehidupan di ‘arasy, kursi, ‘alam samawi serta alam malakut (alam
yang dapat dicapai dengan kekuatan akal).
4. Akal dapat mengetahui bagian luar dan bagian dalam serta hakikat sesuatu.
5. Akal dapat mengetahui hal-hal yang bersifat indrawi dan juga non indrawiseperti suara, bau,
rasa, panas, dingin, rasa senang dan bahagia, rasa sedih dan gelisah, rasa rindu, kehendak, dan
lain-lain.
6. Akal dapat mengetahui sesuatu yang tidak memiliki batas akhir
7. Akal dapat mengetahui pergerakan dan perubahan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Akal adalah daya fikir atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan,
daya akal budi, kecerdasan berfikir, atau boleh juga berarti terpelajar . Kata lain yang
menunjukkan akal (aql) dalam Al-Quran ada lebih dari 10 macam ungkapan, seperti:
· Ya’qiluun artinya mereka yang berakal
· Yatafakkaruun artinya mereka yang berfikir
· Yatadabbaruun artinya mereka yang mempelajari
· Yarauna artinya mereka yang memberi perhatian
· Yanzhuruun artinya mereka yang memperhatikan,
· Yabhatsuun artinya mereka yang membahas
· Yazkuruun artinya mereka yang mengingat
· Yata ammaluun artinya yang menginginkannya
· Ya’lamuna artinya mereka yang mengetahuinya
· Yudrikuna artinya mereka yang mengerti
· Ya’rifuna artinya mereka yang mengenalnya
· Yaqrauuna artinya mereka yang membaca

Demikian pentingnya pengaruh akal bagi manusia. Dan atas kasih sayang Allah-lah manusia
diberi akal, sehingga menjadi makhluk yang mulia dan sebaik-baik makhluk, seperti yang
disebutkan Allah dengan firman-Nya dalam Quran surat At Tin ayat 4 yang artinya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya tapi
kemudian Kami kembalikan ia ke tempat yang serendah-rendahnya. (QS At-Tin ayat 4 dan 5).
Akal itu didukung dan dilengkapi pula dengan sarana penunjang yakni pendengaran,
penglihatan, dan hati supaya mereka bersyukur. Kalimat yang terkandung pada Quran surat Al
Mukminun ayat 78 yang artinya : “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian
pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kamu yang bersyukur”.
Orang yang tidak mau menggunakan kemampuan akalnya, maka dia akan menjadi rugi di dunia
apalagi di akhirat, sesuai dengan firman Allah dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 22 yang artinya:
“Sesungguhnya makhluk yang paling buruk di sisi Allah adalah orang-orang yang pekak ,bisu
tuli yang tidak mengerti apa-apa”. Yusuf Qardhawi menulis bahwa orang-orang yang demikian
itu mendengarkan dengan telinga dan memahaminya dengan akal yang kosong karena pada
hakikatnya tuli. Sementara Hamka menyatakan bahwa diantara segala binatang yang paling hina
adalah binatang yang pekak bisu tuli karena tidak memakai akalnya . Yang dimaksud dengan
binatang itu adalah manusia sebagai binatang merayap berkaki dua. Manusia kalau tidak
menggunakan akalnya nilainya lebih hina dari binatang merayap dengan perut dan melangkah
dengan kaki empat. Manusia yang pekak buta bisu itu adalah jika telinganya tidak digunakan
untuk mendengar hal-hal yang disuruh Allah disangka bisu kalau mulutnya tidak untuk
mengatakan yang benar; dan seterusnya.

Sayyed Hossein Nasr menyebut akal sebagai proyeksi atau cermin dari hati (qalb), tempat
keyakinan dan kepercayaan manusia. Akal bukan hanya instrumen untuk mengetahui, melainkan
juga sebagai wadah bagi "penyatuan" Tuhan dan manusia.
Ibnu Sina dan Alkindi maupun hierarki ilmu dari Al-Farabi dalam Teori Akal Aktif-nya
menjelaskan bahwa dalam diri manusia, akal bersifat potent yang kemudian mewujud dalam
bentuk jiwa (spirit).
Menurut Rhenis Meister Echart ; "Di dalam jiwa seseorang terdapat sesuatu yang tidak
diciptakan dan tidak mungkin dibentuk (oleh manusia). Sesuatu itu adalah intellect
Taufik Pasiak mengatakan: "Dalam Al-Qur'an, akal (aql) mendapat kualifikasi religius sebagai
keyakinan dan intelektualitas.
Akal, menurut Abi al-Baqa 'Ayyub Ibn Musa al-Kufi memiliki banyak nama. Tercatat ada 4
(empat) nama yang menonjol yaitu:
· Al-Lub, karena ia merupakan cerminan kesucian dan kemurnian Tuhan. Aktivitasnya adalah
berdzikir dan berfikir.
· Al-Hujah, karena akal ini dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan menguraikan hal-hal
yang abstrak.
· Al-Hijr, karena akal mampu mengikatkan keinginan seseorang hingga membuatnya dapat
menahan diri, dan
· Al-Nuba, karena akal merupakan puncak kecerdasan, pengetahuan dan penalaran.

Umar bin Khathab ra pernah berkomentar mengenai akal : "Mahkota seseorang adalah akalnya,
derajat seseorang adalah agamanya, dan harga diri seseorang adalah akhlaknya”.
Seorang sastrawan menggambarkan akal sebagai berikut : "Teman setiap orang adalah akalnya,
dan musuhnya adalah kebodohannya. Allah sungguh telah menjadikan akal sebagai pangkal
agama dan tiangnya.
Dari Sa'id bin al-Musayyab bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab Abu Huraerah ra pernah menghadap
Rasulullah SAW, lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mengerti
itu?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang
paling ahli ibadah?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi, "Siapakah
orang yang paling utama?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi:
"Bukankah orang yang berakal itu orang yang sempurna dalam menjaga harga dirinya, jelas
kefasihannya, yang pemurah tangannya, dan mulia kedudukannya? Lalu Beliau membaca QS
Az-Zukhruf ayat 35 yang artinya: "Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan
dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. Dan
sesungguhnya orang-orang yang berakal itu ialah orang yang bertakwa, walaupun dalam
kehidupan dunia ini ia tergolong rendah dan hina." (H.R. Al-Harits bin Usamah).
Disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip Imam al-Ghazali dalam kitabnya
Ihya’ Ulum al-Din , artinya: “Oleh karena itu Nabi s.a.w. bersabda, “Syaikh di kaumnya seperti
seorang nabi pada umatnya. Kedudukan itu bukan berdasarkan banyak hartanya, atau tua
usianya, bukan juga karena tenaganya yang kuat, akan tetapi karena pengalamannya yang banyak
yang merupakan buah dari akalnya. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Setiap sesuatu punya ciri khas,
dan ciri khas seorang mukmin adalah akalnya. Beliau Juga bersabda, “Seseorang dapat dinilai
baik dari puasa dan qiyamullailnya dan seseorang tidak sempurna akhlaknya kalau tidak
sempurna akalnya.”

Dengan demikian, jelas bahwa salah satu visi Islam adalah memberdayakan manusia sehingga
mereka mengasah otak dan mempergunakan akalnya untuk mensejahterakan diri yang berujung
pada ketundukan (kepasrahan) pada Allah, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur dan
pertanggung jawaban atas karunia Allah berupa akal.
F. Pandangan Islam tentang Perkembangan Akal (Kecerdasan Intelektual)

Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik tubuh maupun
kemampuan berpikirnya (kecerdasan intelektualnya). Akal manusia berkembang dari tidak bisa
menalar menjadi bisa ketika dewasa. Oleh karena itu, kecerdasan akal seseorang itu bisa
dipersiapkan dan dikembangkan. Pembinaan ini harus dilakukan sejak kecil.

Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa akal manusia itu mengalami perkembangan dari tidak
sempurna menjadi sempurna. Hal ini dapat dilihat pada QS An-Nisa (4) ayat 5 – 6, yang artinya:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim
itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-
saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu)”.
Menurut para ahli, otak manusia atau kecerdasan intelektualitas itu bisa diperbaiki.. Karena
memang kemampuan akal dan potensi itu berkembang akibat pergaulan. Pernah Imam Syafi'i
ditanya: "Apakah kemampuan akal itu merupakan potensi yang dibawa sejak lahir?" Jawabnya:
"Tidak, tapi akal itu adalah hasil dari pergaulan dengan banyak orang dan berdiskusi dengan
mereka."
Ibnu Sina pernah menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan pada anaknya teman
bermain dengan perkataannya: "Hendaklah ada bersama anak-anak di mejanya anak-anak lain
yang baik adabnya dan diridhai adat kebiasaannya, karena anak dengan anak itu saling mengerti,
mengambil dan mengasihi."
Imam Syafi'i pernah menganjurkan kepada barang siapa yang ingin akalnya menjadi jenius agar
belajar matematika dengan perkataannya: "Siapa yang mempelajari matematika maka jeniuslah
akalnya”.
Otak manusia tidak pernah berhenti tumbuh. Sepanjang usia manusia, sejauh ia mengisi otaknya
dengan informasi-informasi baru, maka otaknya tidak akan aus dan rusak. Dan, ini senada
dengan hadits Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam
Nawadirnya: "Gerak, gairah dan kekuatan berkumpul anak bersama teman-temannya yang lain
pada masa kecilnya akan memberikan tambahan pada akalnya ketika dewasa."
Oleh karena itu, bila kita menginginkan akal itu dapat berkembang dengan baik, maka harus
menyediakan media yang baik yang mendukung perkembangan akal itu sendiri. Media itu
misalnya makanan, lingkungan dan pendidikan agama.

G. Pandangan Islam tentang Pembinaan dan Penyempurnaan Akal (Kecerdasan Intelektual)

Ada beberapa cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam membina dan memperbaiki
serta menyempurnakan akal seseorang, yaitu :
1. Perintah menyusui anak selama dua tahun.
Manakala penyusuan itu dilakukan dengan sempurna, maka akan mempunyai pengaruh yang
lebih baik bagi pertumbuhan sang bayi, sebagaimana fiman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat
Al-Baqarah Ayat 233 yang artinya: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya
dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada
dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi merupakan salah satu upaya untuk menyempurnakan
kecerdasan akal, karena air susu ibu mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik untuk
menumbuhkan sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang dengan baik.
2. Larangan menikah dengan saudara ( orang-orang yang terlalu dekat hubungan
kekerabatannya).
Firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 23 yang artinya: “Diharamkan atas kamu
(menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan ) mengumpulkan
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

3. Memakan makanan yang halal dan bergizi.


Allah SWT memerintahkan kepada seluruh manusia agar mengkonsumsi makanan yang halal
lagi baik (halalan thayyiban). Seperti firman-Nya yang : "Hai sekalian manusia, makanlah yang
halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah:
168). "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah." (Q.S.Al-Baqarah: 172).

Seseorang pernah memberi nasehat yang baik: "Barangsiapa meninggalkan haram untuk makan
yang halal, maka jernihlah pikirannya." Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Semua jasad (tubuh) yang tumbuh dari penghasilan yang haram, maka nerakalah yang lebih
cocok untuknya." (H.R. Tirmidzi). Makanan halalan thayyiban inilah yang senantiasa
dikonsumsi oleh para utusan-Nya, maka wajar jika mereka adalah orang-orang yang pikirannya
jernih sehingga bisa berpikir secara sehat.
4. Larangan mabuk-mabukkan dan berjudi.
Minum-minuman keras dan berjudi adalah dua hal yang sangat dilarang dalam Islam, karena
keduanya dapat merusak akal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 90-
91: "Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan shalat Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
5. Larangan berzina, sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran surat Al-Isra ayat 32 yang
artinya: "Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan
Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan
barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini
wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang
kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut
yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan
(pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah
menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas
mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan
mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri
(dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
6. Larangan bertaklid. Allah SWT befirman : "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Q.S. Al-Isrâ [17] : 36).
H. Pandangan Islam tentang Pendayagunaan Akal (Intelektual)

Islam mengharuskan manusia untuk menghargai dan mendayagunakan akalnya. Dalam Al-Quran
dijelaskan bahwa: “ Dia-lah yang menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu (Muhammad).
Diantaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (al-Quran) dan yang lain
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka
mengikuti yang mutasyabihat untuk men- cari-cari fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam
berkata, “Kami beriman kepadanya (al-Quran), semuanya dari sisi Tuhan kami.”Tidak ada yang
mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”(QS Ali Imran : 7)

Dengan daya fikirnya, manusia berusaha untuk mensejahterakan diri dan meningkatkan kualitas
hidupnya. Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan untuk mendayagunakan kecerdasan akal
(intelektual) yang dimiliki oleh setiap individu. Konsep Al-Qur’an sebagai pedoman hidup,
demikian serasi dengan konsep kenabian Muhammad Saw. Al-Qur’an membuka jalan ke arah
lingkungan ilmiah melalui perkataan "iqra" (bacalah). Salah satu cara untuk mendayagunakan
akal yaitu dengan cara mengisi akal dengan ilmu pengetahuan (belajar dan berfikir).

Karena pentingnya aktivitas berfikir, para sahabat sampai mengaitkannya dengan keimanan.
Mereka berkata : "Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir." (Ad-Durrul Mantsur). Hal ini
mendorong kaum muslimin untuk mempelajari, memahami, dan mempraktikkan ilmu-ilmu yang
mereka tuntut. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian
sudah seharusnya setiap individu muslim mempergunakan akalnya untuk kemaslahatan umat
manusia.

Aktivitas berfikir dapat menghilangkan kelupaan dan hati menjadi takut pada Allah SWT., “
Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang dapat menghantarkan pemiliknya untuk lebih takut kepada
Allah SWT”.

Terdapat banyak ayat Qur’an dan Hadist yang menggambarkan peran dan pentingnya memahami
ilmu pengetahuan. Keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu salah satunya dijelaskan
dalam Quran surat Az-Zumar ayat 9, yang artinya: “(Apakah kamu orang musyrik yang lebih
beruntung), ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya
orang yang berakal sehat yang dapat menerima pel;ajaran. Dan dalam Quran surat Al-Mujadilah
ayat 11 dijelaskan: “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah
kelapangan di dalam majlis-majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.”

"Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan,sesuai dengan perkataan Allah (ketahuilah tiada Tuhan
selain Allah) Ia memulainya dengan Ilmu sesungghunya ulama adalah pewaris para nabi, mereka
mewarisi ilmu dengan sangat lengkap, barang siapa yang menempuh jalan (proses belajar dan
mengajar) untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR Bukhori Muslim)
"Barang siapa yang akan diberikan kebaikan oleh Allah maka ia akan diberikan pemahaman,
cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan belajar."(HR Bukhori Muslim)

"Tidak boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, seorang yang diberikan Allah kepadanya
harta dan ia menggunakannya untuk menegakkan kebenaran, dan seseorang yang diberikan Allah
kepadanya hikmah (ilmu pengetahuan yang luas) dan ia menerapkan ilmu tersebut dalam
kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR Bukhori Muslim)
”Tanda-tanda hari Kiamat diangkatnya ilmu, dan kebodohan bersemayam, khamar menyebar dan
diminum begitu pula perbuatan zina."
Dalam konteks Islam, proses berfikir (mendayagunakan akal) akan mengantarkan manusia
kepada kesadaran akan ke-Maha Kuasaan Sang Pencipta (Allah SWT). Dari pemahaman inilah
tumbuhnya Tauhid yang murni, karena "Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang
tidak berakal".
Dimensi-Dimensi Manusia

1). Dimensi Keindividuan


Menurut M. J Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di Negeri Belanda) Bahwa :
Setiap anak manusia, manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari
yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka
bumi, bahkan dua anak kembar yang berasal daru satu telur pun yang lazim di katakana seperti
pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan suatu dari yang lain, hanya serupa tetapi tidka
sama, apalagi identik .
Manusia sebagai makhluk keindividualan di maksudkan sebagai orang yang utuh,yang terdiri
dari kesatuan pisik dan psikis . Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik
(unique),artinya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Setiap manusia sama mempunyai
mata,telinga,kaki,dan anggota tubuh lainnya,namun tidak ada yang sama persis bentuknya,
karena setiap orang kelak akan diminta pertangungjawaban atas sikap prilakunya.
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perujudan individualitas manusia,ini
mencakup pengertian yang sangat luas,antaranya kesadaran akan diri antara
realitas,selfrespect,self narcisme,egoisme dll.
Manusia sebagai individu memiliki hak sebagai kodrat alami / anugerah tuhan kepadanya. Hak
asasi sebagai pribadi terutama hak hidup,hak kemerdekaan,dan hak memiliki konsekuensi dari
adanya hak,maka mausia menyadari kewajiban-kewajiban dan tangung jawab moral
Manusia memerlukan perawatan dan pendidikan dari manusia lain
dilingkungannya.ketergantungannya terhadap orang lain yang disebut sebagai pendidik adalah
dalam proses pembinaannya untuk dapat madiri,sehubungan dengan ini langeveld menyatakan
bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat.
Fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya/
menemukan dirinya sendiri.
Pemahaman pendidik yang tepat terhadap karekteristik peserta didiknya secara individual sangat
diperlukan dalam proses pendidikan,sebab setiap individu memiliki latar belakang dan
kebutuhan yan berbeda,
Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingnya)
- Secara fisik mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya.
- Secara kerohanian mungkin kapasitas intelegensinya sama, tetapi kecendrungan dan
perhatiannya terhadpa sesuatu berbeda.

2). Dimensi Kesosialan


Seseorang akan menemukan “ akunya”,manakala berada ditengah aku yang lain.Artinya manusia
tidak akan mengenali dirinya dan dapat mewujudkan potersinya sebelum dia berinteraksi dengan
manusia lainnya.Manusia adalah makhluk sosial sekaligus juga makhluk idividu.
Perujudan manusia sebagai makhluk sosial dampak dalam kenyataan bahwa tidak ada yang
mampu hidup sebagai manusia tanpa bantuan orang lain.Manusia hidup dalam suasana
interdependensi ,dalam antar hubungan dan antaraksi.
Hidup dalam antar hubungan , antaraksi dan interdependensi mengandung konsekuensi sosial
baik yang bersifat positif maupun negatif.iealnya dala kehidupan sosial itu tercipta suasana yang
harmonis,rukun dan damai,namun suasana sebaliknya dapat pula terjadi.
Keadaan tersebut terjadi merupakan perujudan dari nilai-nilai dan sekaligus watak individualitas
manusia.
Untuk menghindari dampak negatif antar hubungan antar manusia maka tiap individu harus
merelakan hak individualitasnya untuk kepentingan bersama.
Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tidak menonjolkan identitasnya,dalam hal ini
bukan berarti bahwa identitas hilang.hal ini dapat di lihat pada mulai bayi dan kanak-kanak
bersifat egosentris,namunmemasuki masa kanak-kanak tersebut mulai berkurang,diganti dengan
kebutuhan diterima dan menerima orang lain bagian dari kehidupan.
3). Dimensi Kesusilaan
Susila berasal dari akta Su dan Sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, di
dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat pantas jika did alma yang
antas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung, karena itu maka pengertian
Susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi “kebaikan yang lebih”
Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda
yaitu: etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan).
Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat:
a. Golongan yang menanggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakna dari etika, karena masing-masing
mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan.
Prijarkara mengartikan manusia Susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai menghayati
dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman
dalam hidup.
Dilihat dari asalnya dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam yaitu:
1. Nilai Otonom yang bersifat Individual (kebaikan menurut pendapat seseorang)
2. Nilai Heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok)
3. Nilai Keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan
Pemahaman dan Pelaksanaan Nilai
Dalam kenyataan hidu ada 2 hal yang muncul dari persoalan nilai yaitu: kesadaran dan
pemahaman nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai.
Idealnya keduanya harus Sinkron, artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus
dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai.
Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan
kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak dari peserta didik.
4). Dimensi Kebergamaan
Manusia adalah :makhluk yang religius, yang mengakui bahwa ada suatu zat yang menguasai
alam beserta isinya, yang di puja dan di sembah yaitu Allah.
“Allah berfirman ; bahwa tidak lah di akui seorang itu beriman,sebelum keimanannya di uji
selama berada di muka bumi”.
Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidup yang kini dan masa yang akan
datang.Agama merupakan sandaran vertikal dalam kehidupan manusia,agar manusia menjadi
makhluk yang tunduk dan patuh.
Penangung jawab yang utama dalam pendidikan agama adalah orang tua.
Pengembangan Dimensi Kemanusiaan
Manusia secara individual terlahir di muka bumi dengan segenap potensi untuk berkembang,
potensi itu tidak akan sendirinya terwujud , artinya : memerlukan upaya dari manusia lain untuk
merangsang, agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia agar menjadi manusia yang baik.
Individualitas manusia dapat di wujudkan melalui interaksi sosialnya dengan manusia yang ada
dalam lingkungan. Dalam berinteraksi ada sejumlah nilai-nilai yang harus diperhatikan dan di
patuhi, sehingga tidak terjadi benturan antara kepentingan hidup manusia sebagai makhluk
individual maupun makhluk sosial.
P endidikan yang diberikan harus dapat mengembangkan keempat dimensi kemanusiaan itu
secara seimbang. Potensi jasmaniah dan rohaniah manusia harus mendapatkan pelayanan yang
seimbang. Sebaliknya fisik yang sehat saja belum cukup untuk dapat dikatakan manusia itu
berkualitas karena tidak menunjukkan kemampuan dan prilaku yang diharapkan.
Jika salah satu dimensi tersebut di abaikan dalam proses pengembangannya, maka diyakini
bahwa hal tersebut akan menimbulkan masalah baik dalam kehidupan manusia secara individual
maupun sosial ,baik horizotal maupun vertikal.
Sosok Manusia Seutuhnya
Manusia indonesia yang utuh merupakan tujuan pembangunan seperti digambarkan oleh GBHN
bahwa pembanguan yang dilaksanakan adalah dalam rangka membangun manusia indonesia
seutuhnya .
Hal ini berarti pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya memacu kemajuan yang bersifat
fisik , tetapi juga mengejar kepuasan bathiniah yang dilandasi oleh nilai- nilai yang dianut oleh
bangsa indonesia
Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti
sandang, pangan , papan , perumahan , kesehatan dan sebagainya / kepuasan bathiniah ,seperti :
pendidikan , rasa aman , bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab dan rasa
keadilan dan sebagainya.
Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah atau pun
batiniah, melainkan keserasian dan keselarasan antar keduanya. Sehingga manusia seutuhnya
adalah manusia yang memilikipanca indra yang baik, sehat jasmani dan rohani, mental spiritual
dan mampu menggunakannya secara positif.
Dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam coraknya, perlu kemauan dan kemampuan
mengendalikan diri dan kepentingan yang ada sehingga menimbulkan keseimbangan dan
stabilitas. Oleh karena itu, sikaf hidup manusia Indonesia adalah :
Kepentingan pribadinya tetap terletak dalam kerangka kesadarannyadan kewajiban sebagai
makhluk sosialnya.
Kewajiban terhadap masyarakat tetap di rasakan lebih besar dari kepentingan pribadi.
Raka Joni (1989:10)menyatakan peranan kunci dari pendidikan dalam interaksi pendidikan atas
pengendalian yang pada dasarnnya dilakukan dengan 3 cara :
a. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk memutuskan dan
berbuat.
b. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan berbuat dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan.
c. Menyediakan system dukungan yang menawarkan kesempatan serta memudahkan belajar.
Undang-undang tentang system pendidikan (UUSPN) no. 20 th.2003 merumuskan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional sbb :
“pendidikan nasional berfungsi menggembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk berkembangnya potensipeserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokrasi serta tanggng jawab”

Anda mungkin juga menyukai