Soal Jawaban Agama Islam
Soal Jawaban Agama Islam
Soal Jawaban Agama Islam
ILHAM MAULANA
D41114303
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
TUGAS MEMBUAT 5 SOAL DAN JAWABAN TIAP BAB
Jawab :
A. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan
apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah
B. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
C. Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden
tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang
mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah
kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul
tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
Jawab : Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang
terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua,
menggunakan kata basyar Dua kata ini, yakni basyar dan insaan, sudah cukup
menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an. Dari dua kata ini, kami
menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna,
yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga, jasmani dan
rohani, sehingga memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka bumi (khaliifah
Allah fii al-ardl).
Jawab: Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya.
Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam
ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam
sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun
yang diterima selain Islam.
Jawab :
3. Tunjukkan ayat yang menyebutkan bahwa hanya agama islam yang diridhoi dam
diterima disisi Allah !
Jawab :
4. Jelaskan bahwa agama islam merupakan agama akhir jaman dan penyempurna
agama-agama terdahulu!
Jawab : Agama islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang
diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih
istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa
diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun. Allah ta’ala
berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Maksud dari pernyataan Islam itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan
masyarakat adalah dengan berpegang teguh dengannya tidak akan pernah
bertentangan dengan kebaikan umat tersebut di masa kapan pun dan di tempat
manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi
bukanlah yang dimaksud dengan pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat
dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan
masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.
Jawab : Hukum-hukum yang terkandung dalam syariah Islam terbagi menjadi tiga
bagian utama yaitu aqidah, tahdzib dan amaliyah.
Hukum aqidah: yaitu hukum-hukum yang terkait dengan dzat Allah dan sifat-sifatnya
dan iman pada-Nya. Ini disebut dengan ilahiyah. Dari hukum ini terkait hukum-hukum
yang lain yang berkaitan dengan para Rasul dan beriman pada mereka; dengan kitab-
kitab suci yang diturunkan pada mereka yang dikenal dengan nubuwwah (kenabian).
Dari hukum akidah ini terkait juga perkara ghaib yaitu yang dikenal dengan samaiyat
(berdasarkan pendengaran). Hukum-hukum akidah ini terkumpul dalam satu bidang
ilmu yang disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam.
Hukum Tahdzib (penyucian diri): yaitu hukum yang mendorong untuk melakukan
nilai-nilai utama dengan menjauhkan diri dari nilai dan perilaku yang hina. Oleh
karena itu, terdapat juga hukum-hukum yang terkait dengan perilaku dan nilai
keburukan yang wajib dijauhi seperti dusta, khianat, menyalahi janji, dan lain-lain.
Hukum tahdzib ini disebut Ilmu Akhlak atau Ilmu Tasawuf.
Hukum Amaliyah: yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku atau perbuatan
manusia. Hukum-hukum ini masuk dalam kategori Ilmu Fiqih Islam.
Jawab : hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan Nabi Muhammad sebagai Rassul-
Nya melalui Sunnah yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits.
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan merupakan bagian dari ajaran Islam.
Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda
dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan manusia dan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lainnya dalam
masyarakat dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
Jawab :
Al-Qur’an
Berasal dari kata qira’ah, artinya bacaan. Menurut Imam Ghazali, kata Al-Qur’an adalah
nama, bukan kata bentukan. Dari pendapat tersebut, maka Al-Qur’an adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Muhammad, memiliki kemukjizatan lafal, membacanya
bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, tertulis dalam mushaf, dimulai dari
surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas.
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-Qur’an, yaitu : Mujmal,
Agak jelas dan terperinci, Jelas dan terperinci
Dalam menyimpulkan ayat Al-Qur’an berkembang beberapa metode penafsiran antara
lain : Tafsir Tahlili, Tafsir Ijmali, Tafsir Muqaran ,dan Tafsir Maudlu’i
• Sunnah
Secara etimologi sunnah berarti jalan yang biasa dilalui, cara yang senantiasa dilakukan,
kebiasaan yang selalu dilaksanakan. Menurut ulama ushul fiqih sunnah adalah seluruh
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan maupun
penetapan (taqrir). Istilah yang mempunyai kesamaan makna dengan sunnah antara lain :
Hadis, Khabar , Atsar.
Sebagai sumber hukum, sunnah memiliki tiga fungsi : Bayan ta’kid, ,Bayan tafsir, dan
Bayan tasyri’
Ijtihad
Ijtihad berarti mencurahkan segala kemampuan dan memikul beban. Secara terminologi
berarti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ tentang suatu
masalah. Beberapa metode ijtihad yang digunakan ulama dalam memutuskan suatu
hukum antara lain : Ijma’, Qiyas,Al-mashalah al-mursalah, Ihtisan, Urf, Sadd al-dzara’i,
Istishab, Madzhab Shahabi, dan Syar’u man qablana.
Jawab :
HAM dasar yang telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
HAM yang dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda
dalam situasi tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak
khusus bagi non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti
hak hidup, hak-hak milik, perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan
pribadi dan sebagainya.
Secara bahasa moral berasal dari kata Latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya
“Mores” yang berarti juga adat atau cara hidup. Moral dan etika sama artinya, tetapi
dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang ada. moral juga merupakan istilah yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau
salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral,
maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-
akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu
if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
2. Jelaskan Aktualisasi akhlak dalam kehidupan masyarakat!
Jawab : Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
Akhlak kepada Allah swt yaitu Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-
4),Beribadah kepada Allah swt(QS. Adz-Dzaariyat/51:56), Berdzikir kepada Allah
swt. (QS. Ar- Ra’d/13:28), dan Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123).
Akhlak terhadap diri sendiri yaitu Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153), Syukur (QS. An-
Nahl/16:14) , Tawaddu (QS. Luqman/31:18), Iffah, yaitu mensucikan diri dari
perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26), Amanah (QS. An-Nisa/14:58), yajaah (QS.
Al-Anfaal/18:15-16),dan Qanaah (QS. Al-Isra/17:26).
Akhlak terhadap orang lain yaitu Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-
Isra/17:23-24), Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang,
keadilan dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6), dan Akhlak
terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36) .
Akhlak terhadap lingkungan yaitu Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di
mana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam
sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi
dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta tidak dibenarkan
segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan baik
dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam yang dibiarkan merana
dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi manusia. (QS. Al-
Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61).
Jawab : Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki hubungan yang berdekatan.
Pengertian Ilmu Tasawuf adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal yang
terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa. Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan
yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Dengan demikian
dalam proses pencapaian tujuan bertasawuf seseorang harus terlebih dahulu berakhlak
mulia.Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan serangkaian ibadah seperti shalat,
puasa, zakat, haji, dan sebagainya. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tasawuf lebih lanjut dapat diuraikan sebagai berikut: Ketika mempelajari tasawuf
ternyata pula bahwa Al-Qur'an dan AI-Hadist mementingkan akhlak. AI-Qur'an dan
Al-Hadist menekankan mlai-nilai kejujuran, kesetiakawanan, persaudaraan, rasa
kesosialan, rasa keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi maaf, sabar,
baik sangka, berkata benar, pemurah, keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat,
menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir lurus. Nilai-nilai serupa ini yang
harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari semasa ia
kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa
akhlak merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah esensi dari akhlak
itu sendiri.
Jawab : Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat
dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
Kedua, akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk
menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas
akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula
kualitas kemanusiaannya.
Jawab : Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan
buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika
berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika
masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan
itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam,
akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak
yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus
ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul
sebagaimana disabdakannya : “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia.”(Hadits riwayat Ahmad). Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang
baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh
dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir
akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak
apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.
Jawab :
Argumen terhadap pluralism :
Dalam mengajarkan gagasan ini mereka sering mengumpamakan agama dengan tiga
orang buta yang menjelaskan tentang bentuk gajah. Ketiga orang buta itu diminta untuk
memegang gajah, ada yang memegang telinganya, ada yang memegang kakinya, dan
ada yang memegang belalainya. Setelah mereka semua memegang gajah, lalu mereka
bercerita satu sama lain; yang memegang belalai mengatakan bahwa gajah itu seperti
pipa, yang memegang telinganya berkata bahwa gajah seperti kipas yang lebar dan kaku.
Yang memegang kaki mengatakan bahwa gajah seperti pohon besar yang kokoh.
Dengan berpijak pada cerita tersebut lalu mereka mengatakan bahwa semua agama pada
dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya
“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali
Imron:85). Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti,
tidak ada satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al-qur’an dengan sangat tegas
menyebut orang ahlikitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir.
Jawab : masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, dan gerakan
masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari
dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Maka dapat dikatakan masyarakat madani
adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi serta menjunjung tinggi nilai-nilai
etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah.
Jawab : Masyarakat Islam memiliki konsep (doktrin) yang konkrit untuk menciptakan
kondisi masyarakat Islami. Islam bukan sekedar agama yang memiliki konsep ajaran
spiritualis (individual) semata, letaknya kemajemukan agama Islam karena menyandang
ajaran pada semua aspek kehidupan manusia baik vertikal maupun horizontal. Di dalam al
qur’an Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal, sebagai gambaran dari Masyarakat
madani dengan firmanNya dalam al qur’an yang artinya : (Negerimu) adalah negeri yang
baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun (Qs. Saba : 15).
Jawab : Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan
ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Dengan demikian realitas dari
adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam Islam melainkan hanya milik Allah
saja, sedangkan manusia hanyalah memiliki hak milik nisbi atau relatif. Pernyataan dan
batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan sistem keadilan hak-hak semua pihak
yang terlibat di dalamnya. Islam mempunyai dua prinsip utama, yakni pertama, tidak
seorangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain; dan kedua, tidak ada sekelompok
orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan untuk membatasi
kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Sebagaimana dalam QS. al-Syu’ara
ayat 183, artinya: “Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”. Dalam
komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi
dan sosial. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta
konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus
mendapat upah yang sama tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam
mentoleransi ketidaksamaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang
tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya dalam masyarakat. Dalam Q.S. An-
Nahl ayat 71 disebutkan, yang artinya: “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari
sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu)
tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar
mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat
Allah.”
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam, Dalam kaidah fiqh
disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan
suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai
pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah
tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat,
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh,
umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-
100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena Islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita.
Menentukan bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia,
ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk Joglo.
Jawab : Islam sangat membenci umatnya yang lemah dan malas; tidak memiliki
kekuatan mental dalam mencari rezki, sebagai haknya yang telah diberikan Allah.
Dan malas, tidak memiliki gairah dan greget untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Perintah untuk bekerja dan berusaha ini dijelaskan secara gamblang oleh Allah swt.
di dalam Alquran; Dan katakanlah, bekerjalah kamu karena sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya dan orang-orang mumin akan menjadi saksi dari hasil kerja
kamu… (QS. At-Taubah (9): 105). Para sahabat Nabi saw. merupakan tokoh-tokoh
ahli kerja (ashb al-aml). Tidak ada satupun dari mereka yang tidak memiliki ladang
pekarjaan. Ada pula budaya islam berupa etos kerja. etos kerja dalam Islam adalah
terletak dalam jihad. Beliau mengatakan bahwa jihad atau mujahadah berasal dari
kata jhada, yujhidu, yang berarti bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh potensi
dirinya untuk mencapai sesuatu.
Jawab : Masjid biasanya dipahami oleh sebagian besar masyarakat merupakan rumah
ibadah, terutama untuk shalat, padahal sebenarnya masjid memiliki fungsi yang
demikian luas daripada sekedar untuk shalat. Masjid pada awal berdirinya belum
berpindah dari fungsi yang utama yaitu untuk melakukan shalat, namun perlu diketahui
bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dimanfaatkan sebagai pusat peradaban dan
kebudayaan Islam. Nabi Muhammad saw menumbuh kembangkan agama Islam
termasuk didalamnya mengajarkan Al Quran, Al Hadits, bermusyawarah untuk mufakat
dalam usaha menyelesaikan berbagai macam persoalan umat Islam, membina sikap
dasar umat Islam kepada orang-orang nonmuslim, sehingga segala macam ikhtiar untuk
mengembangkan kesejahteraan umat Islam justru berasal dari masjid (. Masjid
merupakan ajang untuk mengumumkan hal-hal penting terutama berkaitan dengan
hidup dan kehidupan umat Islam. Persoalan suka dan duka, peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sekitar masjid diberitahukan kepada masyarakat melalui masjid. Masjid juga
berfungsi dalam hal pendidikan dan penerangan untuk masyarakat serta merupakan
tempat belajar bagi semua orang yang akan belajar dan mendalami agama.Pada waktu
Nabi Muhammad saw masih hidup, semua pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan, agama maupun masalah hukum langsung dilontarkan dan dicarikan
jawabannya secara langsung oleh beliau, maka ketika itu belum diperlukan kepustakaan
Islam.
BAB X SISTEM POLITIK ISLAM DAN DEMOKRASI
Jawab : Asas politik dalam islam menurut Al-Qur’an bisa disimpulkan ada 4:
1. Asas amanat. Kekuasaan adalah amanat dari Allah dan amanat rakyat yang telah
memberikannya lewat bai’at. Asas ini menghendaki agar pemerintahan
melaksanakan tugas-tugasnya dengan memenuhi hak-hak yang diatur dan
dilindungi oleh hukum Allah, termasuk amanat yang dibebankan agama dan
masyarakat.
Jawab : Jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan
kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif sebagai sistem
terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat sebagai satu
kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan Undang-
Undang atau hukum didasarkan pada alQuran dan Hadist, ijma, atau ijtihad. Dengan
demikian, pembuatan UU terpisah dari Imam, bahkan kedudukannya lebih tinggi
dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya dan terikat UU. Pada hakikatnya,
Imamah (kepemimpinan) ada di kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan
independen karena pengambilan keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat
atau keputusan penguasa atau presiden, jelainkan berdasarka pada hukum-hukum
syariat atau perintah Allah Swt.
Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat
seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu
saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian
juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak
disukai oleh makmum di belakangnya. bn Usaha setiap rakyat untuk meluruskan
penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi
mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran
Islam.
5. Apakah demokrasi ada dalam islam ?
Jawab : Konsep demokrasi ini terlihat jelas dalam rukun islam yang kedua yaitu
mendirikan shalat. Dalam prakteknya, sholat menggambarkan dengan sangat
gamblang bagaimana konsep demokrasi. Dalam sholat seorang imam akan di tunjuk
oleh para makmum tanpa ada pemaksaan dari siapa pun. Kemudian seluruh
makmum wajib tunduk dan patuh terhadap imam yang telah mereka tunjuk tersebut
selagi sang imam tidak melenceng dari jalan yang telah di tentukan, jika sang imam
tersalah dalam melakukan tugasnya maka makmum mempunyai hak penuh untuk
memperingatkan imam secara langsung tanpa terkecuali seorang pun dan imam
harus dengan lapang dada menerima peringatan dan kritikan yang diberikan oleh
makmum dan langsung memperbaiki dan meluruskan kesalahannya tersebut.
Jawab Ilmu dalam Islam menempati posisi sangat penting. Salah satunya al-Qur’an
menyebut kata ‘ilm dan deravisanya sebanyak 750 kali. Sehingga orang berilmu
menempati posisi mulya. Allah Swt berfirman; “Allah Swt akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat, dan Allah Swt Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.
Al-Mujadalah: 11). Dalam satu hadis, mencari ilmu juga mendapatkan tempat yang
mulya; “Barang siapa yang mencari ilmu maka ia di jalan Allah Swt sampai ia
pulang” (HR. Tirmidzi).
2. jelaskan defenisi ilmu dalam islam!
Jawab : Definisi ilmu menurut para ulama umumnya mengacu pada satu hakikat dan
makna realitas yang tidak berubah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali mendefinisikan:
“Ilmu adalah pengenalan (ma’rifah) sesuatu atas dirinya[6]. Pengertian ini
mengandung pemahaman bahwa, seseorang dikatakan memiliki ilmu jika ia mengenal
sesuatu itu apa adanya, mengetahui esensi yang sebenarnya. Al-Raghib al-Isfahani
berpendapat, ilmu adalah persepsi suatu hal dalam hakikatnya[7]. Pengertian ini
hampir sama dengan apa yang telah didefinisikan Imam al-Ghazali bahwa ilmu
merupakan segala hal yang menyangkut hakikat yang tak berubah. Defini lebih
filosofis diberikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa ilmu adalah tibanya
makna dalam jiwa sekaligus tibanya jiwa pada makna[8]. Jika menurut al-Ghazali dan
al-Isfahani, ilmu merupakan hakikat, maka al-Attas mengatakan bahwa ilmu
merupakan makna sesuatu. Benda atau sesuatu apapun jika diketahui dan bermakna
bagi dirinya, maka itu disebut ilmu.
Jawab : Pendidikan Islam masuk dalam disiplin ilmu dikarenakan telah memenuhi
persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Pendidikan Islam mempunyai obyek material yaitu manusia sebagai peserta
didik, dan mempunyai obyak formal yaitu kegiatan manusia dalam usahanya
membimbing manusia lain kepada arah kedewasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.
2. Pendidikan Islam mempunyai metode, metode pengembangan yang kiranya
digunakan ilmu pengetahuan Islam adalah metode test, metode interview, metode
observasi, dan lain sebagainya.
3. Pendidikan Islam mempunyai sistematika, walaupun sistematika tersebut
kadang tidak tersurat. Sistematika pendidikan Islam dapat diketahui dengan adanya
penggolongan-penggolongan suatu masalah dan pembahasan masalah demi masalah
di dalam pendidikan Islam.
4. bagaimanakah peranan kita sebagai umat islam terhadap disiplin ilmu ?
Jawab : Menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan hidup karena
keduanya merupakan sumber ilmu yang paling utama.
2. Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna
bagi umat manusia.
3. Dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan dan
kemaslahatan umat manusia.
5. jelaskan keutamaan ilmu dalam islam !
Jawab : keutamaan menuntut ilmu ialah:
Pertama, ia akan mampu memilah serta memilih mana yang benar dan mana yang
salah, ia pun takkan terpengaruh dengan orang lain dalam menjalankan sebuah
perbuatan.
Kedua, seseorang yang memiliki ilmu maka berarti ia telah menyelamatkan dirinya
dengan amalan-amalan yang senantiasa mengiringi dirinya sekalipun ia telah wafat
ketiga, ilmu adalah jalan menuju surga, dan barangsiapa yang dengannya Allah
kehendaki kebaikan maka diantara tandanya tersebut ialah Allah Ta’ala mudahkan ia
untuk menjadikan baik segala urusannya.
Keempat dari manfaat ilmu adalah, Allah Ta’ala akan mengangkat derajat bagi
mereka-mereka yang mau mencari, mengamalkan, mengajarkan, dan bersabar diatas
ilmu yang ia miliki.
Kelima dari keutamaan dan kegunaan menuntut ilmu ialah, pada salah satu riwayat
bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa seseorang yang
menuntut ilmu dan mengajarkannya lebih baik dibandingkan dengan shalat sunnah.
Ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan ini, setiap waktu manusia
membutuhkan ilmu untuk menjalani hidupnya, sebagaimana perkataan Imam Ahmad Bin
Hambal “Manusia sangat berhajat pada ilmu lebih daripada hajat mereka pada
makanan dan minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari
sekali atau dua kali akan tetapi manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan
nafasnya”. Keutamaan ilmu sangatlah banyak, bahkan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
kitabnya Buah Ilmu menguraikan sampai 129 sisi keutamaan ilmu, diantara keutamaan
ilmu yaitu :
Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan, sebagaimana yang
diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.
“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang duduk-duduk bersama
Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang mengenakan pakaian serba putih,
rambutnya hitam pekat, tidak berjejak, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya,
samppai dia duduk di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi
Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia. Kemudian ia berkata, Wahai
Muhammad, ajarilah aku tentang islam,
Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau mendirikan solat, mengelurkan zakat,
berpuasa ramadhan, dan menunaikan ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh
perjalanannya. Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai
Muhammad.” . . . . . . . . . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang
iman,
Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman pula kepada ketentuan (qadar)
baik ataupun buruk ,”Engkau benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku
tentang ihsan ,
Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya atau jika
engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat engkau.
Begitulah kalau jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang diajarkan jibril
adalah islam, agama juga disebut iman jika yang diamati adalah aspek batinnya. Kemudian
agama baru disebut ihsan jika aspek batin (iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara
utuh dan sempurna.
iman
Pengertian iman
Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara menurut istilah ialah
“membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatannya”. Sedang menurut istilah yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap
kedalam hati, dengan penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi
pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Kata iman dalam
Al-quran digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-
quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya
sebatas dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan
untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak
beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.
1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.
Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang
masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta
meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah
Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa.
Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala
laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha
mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang
dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu
cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut,
Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak
taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik
peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-
amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang
dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana
seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan
diterima oleh Allah Swt.
Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai
dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan
hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-
hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-
amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran,
sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan
Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa.
Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang
selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia
tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan
neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu
adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah
agar kalian beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu
berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami
dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .
Tingkat ihsan
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka
adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan
kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam
beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat
diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk
melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-
amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan atas dasar
mencari ridha Allah Swt.
1. Al Basyr, Istilah ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi Adam
as dan makhluk fisik yang juga membutuhkan makan serta minum. Kata 'basyar' sendiri
disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk 'mutsanna'
atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti
berkembang biak.
2. Al Insan, memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang
salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia
dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat
digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Al Nas, menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya, seorang
manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa manusia harus
hidup bersaudara dan saling membantu.
4. Bani Adam. Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan
untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan
sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Penggunaan kata 'Bani Adam' menunjuk pada arti
manusia secara umum. Terdapat tiga aspek yang perlu dikaji bila melihat manusia dengan istilah
ini. Pertama, berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, misalnya dengan berpakaian yang
menutup aurat. Kedua, saling mengingatkan dengan manusia lain agar tidak terjerumus dalam
perbuatan dosa. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam untuk beribadah.
5. Al Ins, meiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah al jins
atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat dirasakan
dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah al ins. manusia
adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, masing-masing dalam
17 ayat dan 9 surat.
Hakikat Manusia
Pengkajian tentang manusia dipandang dari berbagai aspek. Dari segi fisik disebut antropologi
fisik. Dari sudut pandang budaya disebut antropologi budaya, sedangkan yang memandang
manusia dari segi hakikatnya yaitu antropologi filsafat. Dari pandangan filsafat inilah yang
menyebabkan pengkajian tentang hakikat manusia itu tidak pernah berakhir. Sehingga ada 4
aliran yang berbicara apa itu manusia. Aliran tersebut yaitu aliran serba zat yang mengatakan
bahwa yang sungguh-sugguh ada itu adalah zat dan materi. Kedua, aliran serba ruh yang
mengatakan bahwa segala sesuatu hakikatnya adalah ruh, begitupun manusia. Sementara zat
hanyalah manfestasi dari ruh.
Ketiga, aliran dualisme yang merupakan gabungan dari zat dan ruh yang mengatakan bahwa
manusia itu terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Keempat, aliran
eeksistensialisme yang memandang manusia buakan dari zat dan ruh akan tetapi dari segi
eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.
Berdasarkan kenyataan bahwa manusia itu mempunyai jasmani dan roh, jiwa atau rohani. Maka
ada empat macam pandangan tentang hal tersebut yaitu:
Pengetahuan tentang hakikat manusia ini merupakan bagian yang sangat penting. Dengan
demikian kita dapat mengetahui hakikat manusia, kedudukan dan fungsinya di alam semesta ini.
karena manusia dalam pendidikan bukan saja sebagai objek namun juga sebagai subjek.
Sehingga pendekatan yang dilakukan dan aspek yang dilaksanakan dapat direncanakan secara
matang.
Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia sendiri
adalah sejarah yang hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah bangsa manusia. Pengamatan
terhadap pengalaman manusia merupakan rangkaian Antropological Constant yaitu dorongan-
dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. Ada enam Antropological Constant yang
dapat ditarik dari pengalaman sejarah umat manusia yaitu:
Salah satu pemikir di abad modern yang mangkaji tentang hakikat manusia yaitu Alaxis Carrel
yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat perpisahan
manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap
dunia yang ada diluar dirinya.
Ibn Arabi melukiskan hakikat manusia bahwa tidak ada makhluk Allah yang lebih bagus dari
pada manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa, berkehendak, berbicara,
mendengar, melihat dan memutuskan, yang merupakan sifat rabbaniyah.
Dalam Al-Qur’an banyak sekali gambaran yang membahas tentang manusia dan makna filosofis
dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang
dilengkapi dengan akal dan pikiran.
Murthada Mutahhari melukiskan gambaran Al-Qur’an tentang manusia yaitu manusia sebagai
suatu makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di bumi, serta sebagai makhluk semi samawi
dan semi duniawi yang didalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan, bebas terpecaya, rasa
tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta, langit dan bumi. Akan tetapi manusia
sering melupakan hakikat kedudukannya sebagai hamba Allah.
Kesulitan para ahli dalam mendefinisikan hakikat manusia, akhirnya menyebabkan gagalnya
usah-usaha ilmiah, ideologi dan tatanan sosial untuk memberikan kebahagian kepada manusia di
zaman modern ini. Itu semua disebabkan karena ketidak tahuan manusia untuk mengenal dirinya.
Di dalam Al-Qur’an ada tiga istilah yang biasa digunakan untuk menunjuk pengertian manusia.
Ketiga kata tersebut yaitu: al-basyar, al-insan, al-nas. Meskipun ketiga kata tersebut merujuk
kepada manusia, akan tetapi secara khusus memiliki makna yang berbeda, hal demikian dapat
dilihat dari pengertian dibawah ini yaitu:[3]
1. Al-Basyar
kata Al-Basyar ini dinyatakan dalam alqur’an sebanyak 36 kali yang tersebar dalam 26 surat.
Secara etimologi al-basyar merupakan bentuk jamak dari al-basyarat ( )البشرةyang berarti kulit
kepala, wajah dan tubuh menjadi tempat tumbuhnya rambut. Pemaknaan manusia dengan al-
basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat
yang ada di dalamnya, seperti makan, minum, perlu hiburan, sexs dan lain sebagainya.
Kata Al-Basyar ditujukan pada seluruh umat manusia tampa terkecuali. Ini berarti bahwa Rasul
pun memiliki dimensi Al-Basyar. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki persamaan
dengan ciri pokok dari makhluk Allah lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ciri pokok
tersebut diantaranya adalah persamaan dalam dunia ini memerlukan ruang dan waktu seta tunduk
terhadap sunatullah. Dengan demikian persamaan manusia dari aspek materi atau dimensi
alamiah saja.[4]
2. Al-Insan
Kata ini dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 73 kali yang tersebar dalam 43 surat.
Penggunaan kata Al-Insan pada umumnya digunakan menggambarkan pada keisimewaan
manusia penyandang predikat khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses
penciptaannya. Ini dikarenakan manusia memiliki potensi dasar yaitu fitrah akal dan kalbu.
Menempatkan manusia sebagai makhluk yang mulia dan tertinggi dibanding makluk lainnya.
Kata Al-Insan juga menunjuk pada proses kejadian manusia, baik Adam amupun manusia setelah
Adam di alam rahim yang berlangsung secara utuh dan berproses. Dalam hal ini ada dua dimensi
yang terkandung yaitu pertama dimensi tanah (dengan berbagai unsurnya) yang mengisyaratkan
bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa lepas dari pengaruh kekuatan alam dan kebutuhan-
kebutuhan yang menyangkut dengannya dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang
lainnya. Dimensi kedua yaitu dimensi spiritual (ditiupkan-Nya ruh-Nya kepada manusia) yang
mengisyaratkan bahwa pada hakikatnya kehidupan manusia diarahkan kepada tujuan disamping
material dan non material, dengan kata lain kehidupan manusia hendaknya senantiasa diarahkan
kepada suatu realitas yang Maha Sempuna (Allah), tampa batas, tampa cacat, dan tampa akhir.
Dengan demikian kata Al-Insan mengandung makna tentang keunikan manusia yaitu agar
manusia hidup dengan nilai illahiyah, agar manusia senantiasa menggunakan akal dan potensi
yang dimilikinya secara optimal, dengan tetap berpedoman kepada ajaran Ilahi. Dengan inilah
manusia dapat mewujudkan dirinya sebagai makhluk Allah yang mulia jika tidak maka masnusia
akan terjerumus dan jatuh kejurang kenistaan dan kehancuran serta kehinaan.[5]
Al-Qur’an juga menjelaskan tentang sifat umum manusia, serta sisi kelebihan dan kelemahan
manusia yaitu:
– Tidak semua yang di inginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak
menginginkannya.
– Manusia sering bertindak bodoh dan zalim baik terhaap dirinya maupun makhluk Allah
lainnya
– Apabila mendapat kenikmatan materi sering lupa diri dan kikir
– Peringatan Allah agar manusia waspada terhadap bujukan rayuan orang-orang munafik
3. Al-Nas
Kata Al-Nas dalam Al-Qur’an dinyatakan sebanyak 240 kali yang tersebar dalam 53 surat. Kata
ini menunjukkan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan ditunjukkan kepada seluruh
manusia secara umum tampa melihat statusnya apakah beriman atau kafir. Kata ini juga
menunjukkan kepada karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil. Meskipun
telah dianugerahkan Allah SWT dengan berbagai potensi yang bisa digunakan untuk mengenal
Tuhannya, namun hanya sebagian manusia yang mau memmpergunakannya sesuai dengan
ajaran Tuhannya. Sedangkan sebagian yang lain menggunakan potensi tersebut untuk menentang
ke-Mahakuasaan Tuhan.
Kata Al-Nas juga dipergunakan Al-Qur’an yaitu untuk menunjukkan kepada makna lawan dari
binatang buas. Ia diasumsikan sebagai makhluk yang senantiasa tunduk pada alam di mana ia
berada.
Pendefinisian yang dinyatakan Allah SWT dalam Al-Qur’an dengan menyebut manusia dengan
istilah Kata Al-Nas juga dipergunakan Al-Qur’an yaitu untuk Al-Basyar, Al-Insan, Al-Nas
memberikan gambaran akan keunikan serta kesempurnaan manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT. Referensi ini menjelaskan bahwa manusia merupakan satu kesatuan yang utuh,
antara aspek material (fisik) im materil (psikis) yang dipandu oleh ruh illahiah. Antara aspek
fisik dan aspek psikis saling berhubungan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
kelengkapan fisik dan psikis. Dengan kelengkapan fisik, ia dapat melaksanakan tugasnya yang
memerlukan dukungan kekuatan fisik dan dengan kelengkapan psikis ia dapat melaksanakan
kegiatannya ynag memerlukan dukungan mental.[6]
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan
rupa yang seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psiko fisik yang istimewa seperti
panca indra dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi
keistimewaan-keistimewaan itu.
Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah SWT. menciptakan manusia bukan secara main-main
melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Kesatan wujud antara fisik dan psikis serta didukung
oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-taqwim dan
menempatkan manusia pada posisi yang strategis yaitu:
Konsep ’abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Dalam bentuk
pengabdian ritual kepada Allah SWT. Dengan penuh keikhlasan. Yang meliputi seluruh
aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh akifitas seorang
hamba selama ia hidup di alam semesta ini dapat dinilai sebagai ibadah manakalah aktivitas itu
memang ditujukan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan redho-Nya.[7]
Musa Asy’arie mengatakan bahwa esensi ‘abd adalah ketaatan, ketundukan, kepatuhan yang
kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada Tuhan. Ketundukan dan ketaatan pada kodrat
alamiah yang senantiasa belaku bagi-Nya. Ia terikat oleh hokum-hukum Tuhan yang menjadi
kodrat pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap ciptaa-Nya, ia tergantung pada
sesamanya, hidup dan matinya menjadi bagian dari segala yang hidup dan mati. Sebagai hamba
Allah manusia tidak bias terlepas dari kekuasaan-Nya, karena manusia mempunyai fitrah
(potensi) bergama. Yang mengakui adanya kekuatan diluar dirinya.
Pengakuan manusia akan adanya Tuhan secara naluriah menurut Al- Qur’an disebabkan karena
telah terjadi dialog antara Allah dan roh manusia tak kala ia berada di alam arwah. Dengan
demikian kepercayaan dan ketergantungan manusia dengan Tuhannya, tidak bisa dipisahan dari
kehidupan manusia itu sendiri. Karena manusia telah berikrar sejak alam mitsak bahwa Allah
SWT. adalah Tuhanya .
Kata khalifah berasal dari fiil madhi Khalafa yang berarti mengganti dan melanjutkan. Jadi
khalifah yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu yang lain. Sebagai
seorang khalifah ia berfungsi menggantikan orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-
Nya. Ia menggantikan orang lain menggantikan kedudukann kepemimpinannya atau
kekuasaanya.[8]
Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat. Diantara
amanat yang dibebankan kepada manusia memakmurkan kehidupan di bumi. Karena amat
mulianya manusia mengeban amanat Allah, maka manusia diberi kedudukan sebagai khalifah-
Nya di muka bumi.
Menurut Ahmad Musthafa Al Marghi, kata khalifah dalam ayat ini memiliki dua makna.
Pertama, pengganti yaitu pengganti Allah SWT dalam menjalankan titahnya di muka bumi.
Kedua, manusia adalah pemimpin yang kepadanya diserahi tugas untuk memimpin diri dan
mendayagunakan alam semesta bagi kepentingan manusia secara keseluruhan.
Salah satu aplikasi dari kekhalifahan manusia di muka bumi adalah pentingnya kemampuan
untuk memahami alam semesta tempat ia hidup dan menjalankan tugasnya. Tanggung jawab
moral manusia untuk mengelola dan memmfaatkan seluruh sumber yang tersedia di alam ini
untuk memenuhi keperluan hidupnya. Manusia diharapkan mampu mempertahankan
martabatnya sebagai Khalifah Allah yang hanya tunduk kepada-Nya dan tidak akan tunduk
kepada alam semesta.[9]
Fitrah
Dalam dimensi pedidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk alllah
lainnya, terangkum dalam kata “fitrah”. Secra bahasa fitrah berasal dari kata fathaha yang
berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kataal-fathr yang berarti belahan atau
pecahan.
Dalam Al-Qur’an kata-kata yang mengacu pada pemaknaan kata fitrah muncul sebanyak 20 kali
yang tersebar dalam 19 surat. Sehingga secara umum pemaknaan kata fitrah dapat
dikelompokkan kedalam empat yaitu:
Para pemikir muslim cendrung memaknai kata fitrah berdasarkan QS:30:30 sebagai potensi
manusia untuk beragama. Ada juga yang memaknai bahwa fitrah merupakan bawaan yang telah
diberikan Allah sejak manusia berada dalam alam rahim.
Hasan langgulung mengartikan fitrah tersebut sebagai potensi-potensi yang dimiliki manusia.
Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan yang tersimpul dalam Asma’ul Husna.
Batasan tersebut memberikn arti, misalnya sifat Allah Al-Ilmu “maha mengetahui” maka
manusia pun memiliki potensi untuk bersifat mengetahui dan begitu juga semuanya. Akan tetapi
kemampuan manusia tentu saja berbeda dengan Allah. Hal ini disebabkan karena berbeda
hakikat diantara keduanya. Allah memilki sifat kemaha sempurnaan sedangkan manusia
memiliki sifat keterbatasan. Keterbatasan itulah yang menyebabkan manusia membutuhkan
pertolongan dan bantuan untuk memenuhi segala kebutuhan. Keadaan ini menyadarkan manusia
tentang ke-Esaan Allah, sehingga inilah letak fitrah beragama manusia sebagai manifestasi
memenuhi kebutuhan rohaniahnya.
Abdurrahman Shaleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikan
Allah padanya disaat peciptaan manusia dialam rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, akan
tetapi merupakan proses. Ia juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim,
meskipun ia berasal dari keluarga muslim. Akan tetapi Allah SWT telah membekalinya dengan
potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi seorang Muslim.
Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab mendefinisikan fitrah manusia
kepada pengertian “fitrah (makhluk) adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada
setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan
Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”. Dari pengertian
tersebut dapat diartiakan bahwa fitrah merupakan potensi yang diberikan Allah kepada manusia
sehingga manusia mampu melaksanakan amanat yang diberiakan Allah kepadanya yang meliputi
potensi seluruh dimensi manusia.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “setiap anak manusia itu terlahir dalam fitrahnya,
kedua orang tuanyalah yang akan mewarnai (anak) nya, apakah menjadikannya seorang yahudi,
nasrani, atau majusi” (HR Aswad Bin Sari).
Dari makna hadis diatas memberikan pengertian secara teoritis bahwa semakin baik penempatan
fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula
sebaliknya, semakin buruk penempatan fitrah seseorang maka akan semakin buruk sifat dan
tingkah lakunya. Namun demikian, pendekatan tersebut hanya sebatas teoritis manusia,
sedangkan dosa balik itu dalam islam ada kemungkinan lain, yaitu hidayah dari Allah SWT
sebagai penentu yang Maha final.[10]
Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat diambil kata kunci bahwa fitrah adalah
potensi manusia. Potensi tersebut bukan saja potensi agama saja. Menurut Ibn Taimiyah
sebagaimana disitir Juhaja S. Praja pada diri manusia juga memiliki setidaknya tiga potensi fitrah
yaitu:
1. Daya intelektual (quwwat al-al-‘aql) yaitu potensi dasar yang memungkinkan manusia
dapat membedakan nilai intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan
Tuhannya.
2. Daya ofensif (quwwat al-syahwat) yaitu potensi yang dimiliki manusia yang mampu
menginduksi objek-objek yang menyenangkan dan bermamfaat bagi kehidupannya, baik
secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
3. Daya defensif (quwwat al-ghaddab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan
manusia dari perbuatan yang dapat membahayakan dirinya.
Diantara ketiga potensi tersebut, disamping potensi agama, potensi akal menduduki sentral
sebagai alat kendali dua potensi lainnya. Ada juga pendapat Ibn Taimiyah yang dikutip Nurchalis
Majdid yang membagi fitrah manusia kepada dua bentuk yaitu:
1. Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang dibawanya semenjak ia
lahir. Potensi tersebut antara lain nafsu, akal, hati nurani yang dapat dikembangkan
melalui jalur pendididkan.
2. Fitrat al-munaazalat merupakan potensi luar manusia. Adapun wujud dari fitrah ini yaitu
wahyu Allah yang diturunkan untuk membimbing dan mengarahkan fitrat al-gharizat
berkembang sesuai dengan fitrahnya yang hanif.
Semakin tinggi tingkat interaksi antara keduanya maka akan semakin tinggi kualitas manusia
(insan kamil). Akan tetapi sebaiknya, semakin rendah tidak mengalami keserasian, bahkan
berebenturan antara satu dengan yang lainnya maka manusia akan semakin tergelincir dari
fitrahnya yang hanif.
Muhammad Bin Asyur sebagamana disitir M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah
manusia ada beberpa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:
1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua
kaki.
2. Potensi akliyahnya, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu
kesimpulan dari sejumlah premis.
3. Potensi rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang,
nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang macam-macam potensi manusia, maka dapat diambil
kesimpualan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
1. Potensi agama
2. Potensi akal yang mencangkup spiritual
3. Potensi fisik atau jasadiah
4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.[11]
Dalam perspektif pendidikan Islam, fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang
menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan hidup, upaya
mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan rasional (akal), dan kekutan spiritual
(agama). Ketiga kekuatan ini bersifat dinamis dan terkait secara integral. Potensialitas manusia
inilah yang kemudian dikembangkan, diperkaya, dan diaktualisasikan secara nyata dalam
perbuatan amaliah manusia sehari-hari, baik secara vertikal maupun horizontal. Perpaduan
ketiganya merupakan kesatuan yang utuh.
Dalam pendidikan Islam harus mampu mengintegrasikan seluruh potensi yang dimiliki peserta
didiknya pada pola pendidikan yang ditawarkan, baik potensi yang ada pada aspek jasmani
maupun rohani, intelektual, emosional, serta moral etis religius dalam diri peserta didiknya.
Dengan ini, pendidikan Islam akan mampu membantu peserta didiknya untuk mewujudkan sosok
insan paripurna yang mampu melakukan dialektika aktif pada semua potensi yang dimiliknya.
Mampu teraktualisasikannya potensi yang dimiliki manusia sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah,
pada dasarnya pedidikan berfungsi sebagai media yang menstimuli bagi perkembangan dan
pertumbuhan potensi manusia seoptimal mungkin ke arah penyempurnaan dirinya, baik sebagai
‘abdillah maupun khalifah.
Fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki kebutuhan. Menurut Zakiyah Drajat ada dua
kebutuhan pesertadidik yaitu:
1. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, bebas,
mengenal, dan rasa sukses
2. Kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan, papan, dan pangan
Dalam pendidikan berupaya mengembangkan dan memenuhi kebutuahn tersebut secara integral
agar berkembang.[12]
Dalam perkembngannya manusia ingin selalu dipenuhi kebutuhan hidupnya, secara layak dan
dapat hidup sejahtera. Tetapi kehidupan sejahtera sifatnya relatif, karena selalu brubah dan
berkembang sesuia dengan perkembangan sosial budaya. Semakin maju suatu masyarakat, maka
akan semakin beraneka ragam kebutuhannya.[13]
Kebutuhan pokok manusia antara lain yaitu:
Kebutuhan biologis atau kebutuhan jasmaniah, yang merupakan kebutuhan hidup manusia yang
primer, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan kebutuhan sexsual. Setiap orang tentu akan
memenuhi kebutuhan biologis tersebut, namun cara pemenuhan kebutuhan tersebut berbeda satu
dengan yang lain, tergantung kemampuan dan kebutuhan masing-masing.
Kebutuhan Psikis yaitu kebutuhan rohaniah. Manusia membutuhkan rasa aman, dicintai dan
mencintai, bebas, dihargai, dan lainnya. Manusia adalah makhluk yang disebut “psycho-physik
netral” yaitu sebagai makhluk yang memiliki kemandirian jasmaniah dan rohaniah. Dalam
kemandirian itu manusia memiliki potensi untuk berkembang dan tumbuh, untuk itu diperlukan
adanya pendidikan, agar kebutuhan psikis dapat terpenuhi dengan seimbang.
Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan manusia bergaul dan berinteraksi dengan manusia lain. Karna
manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki keinginan untuk hidup bermasyarakat.
Sebagai makhluk sosial maka manusia memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembangkan
interaksi antara masyarakat.
Kebutuhan Agama (spiritual) yaitu kebutuhan manusia terhadap pedoman hidup yang dapat
menunjukkan jalan kearah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Semenjak lahir manusia sudah
membawa fitrah beragama dan akan berkembang degan adanya pendidikan. Dengan demikian
manusia disebut dengan makhluk berketuhanan atau disebut juga dengan makhluk beragama,
karena dengan adanya agama manusia akan dapat ketenangan lahir dan batin.
Kebutuhan Paedagogis (intelek) yaitu kebutuhan manusia terhadap pendidikan. Manusia disebut
homo-educandum, yaitu akhluk yang harus dididik, oleh karena manusia itu dikategorikan
sebagai animal educable, yakni sebagai makhuk sebangsa binatang yang dapat dididik. Karena
manusia mempunyai akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengeahuan, di samping
manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri (self-
formig).
Dengan demikian jelaslah bahwa manusia dalam hidunya memerlukan pendidikan. Namun
pendidikan yang bagaimanakah yang dapat mengembangkan potensi yang ada pada diri manusia
yang telah ia bawa semenjak lahir. Karena fitrah manusia pada umumnya sama, hanya saja yang
membedakan mereka adalah pendidikan yang mereka dapatkan, sehingga terjadilah beragam
agama dan kecerdasan setiap individu.
Ada tiga alasan penyebab awal kenapa manusia emerlukan pendidikan, yaitu: pertama, dalam
tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan antara generasi tua kepada
generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Nilai-
nilai tersebut meliputi nilai intelektual, seni, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kedua, alam
kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecendrungan untuk dapat mengembnagkan
potensi-potensi yang ada dalamdirinyaseoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut, manusia
perlu suatu sarana. Saran itu adalah pendidikan. Ketiga, konvergensi dari kedua tuntutan di atas
yang pengaplikasiannya adalah lewat pendidikan.[14]
Para ahli pendidikan Muslim pada umumnya sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan
Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Ada dua implikasi penting dalam
hubungannya dengan pendidikan Islam, yaitu:[15]
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi
dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu kearah
realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Sistim pendidikan Islam
harus dibangun diatas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan qalbiyah dan qaliyah
sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim yang pintar secara intelektual dan
terpuji secara moral.
2. Al-quran menjelakan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai
khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan tugas ini Allah membekali dengan seperagkat
potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan harus merupakan upaya yang ditujukan ke
arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti berkemampuan menciptakan sesuatu yang
bermamfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan
penciptaannya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd.
Kedua hal di atas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem
pedidikan Islam masa kini dan masa depan. Fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mencapai
tujuannya sangat bergantung pada sejauh mana kemampuan umat Islam menterjemahkan dan
merealisasikan konsep filsafat penciptaan manusia dan fungsivpenciptaannya dalam alam
semesta ini. Untuk menjawab hal itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana yang
kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan dan budaya Islami dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sebagai khalifah dan
‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya penguasaan ilmu
pengetahuan secara totalitas, agar manusia tegar sebagai khalifah dan taqwa sebagai substansi
dan aspek ‘abd.
Agar pendidikan umat berhasil dalam prosesnya, maka konsep penciptaan manusia dan fungsi
penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-
teori pendidikan Islam melalui pendekatan kewahyuan, empirik keilmuwan dan rasional
filosofis. Yang harus dipahami bahwa pendekatan keilmuwan dan filosofis hanyalah sebuah
media untuk menalar pesan-pesan Tuhan, baik melalui ayat-ayat-Nya yang bersifat tekstual
(Qur’aniyah), maupun ayat-ayat-Nya yang bersifat kontekstual (kauniyah) yang telah dijabarkan-
Nya melalui sunnatullah.
Dalam buku lain ditemukan bahwa pendidikan merupakan gejala dan kebutuhan manusia. Dalam
artian bahwa bilamana anak tidak mendapatkan pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi
manusia sesungguhnya, dalam artian tidak sempurna hidupnya dan tidak akan dapat memenuhi
fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya. Hanya pendidikanlah
yang dapat memnusiakan dan membudayakan manusia.[16]
Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam, seperti keadaan geografis, iklim dan lainnya.
Sedangkan lingkunagan sosial ialah lingkungan yang berupa manusia-manusia yang ada disekitar
anak, yang berinteraksi dengan mereka, seperti orang tua, saudara, tetangga dan lainnya.
Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa fitrah yang dibawa oleh setiap
manusia semenjak ia lahir harus dikembangkan dengan pendidikan. Karena sifata manusia yang
yang selalu membutuhkan orang lain untuk perubahan dan perbaikan dirinya. Dan juga
perkembangan fitrah manusia itu akan di pengaruhi oleh lingkungan. Di dalamfitrah manusia
terdapatnya suatu kebutuhan-kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu
adanya bantuan dari orang laian tersebut. Sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi.
Dari penjelasan yang panjang lebar tentang fitrah dan potensi manusia dalam pendidikan islam,
ada beberpa poin pokok yang sangat penting, yaitu manusia (hakikat manusia, manusia dalam al-
quran, dan kedudukan manusia), fitrah (konsep fitrah manusia, macam-macam fitrah manusia),
dan hubungan manusia dengan pendidikan islam.
Akhirnya, dari beberapa penjelasan yang telah penulis coba paparkan tentang fitrah dan dan
potensi manusia dalam pendidikan islam semoga dapat dipahami dan dimengerti. Penulis
menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis berharap kritik
dan saran yang membnagun untuk pembuatan artikel kedepannya. Semoga artikel yang penulis
buat ini dapat diajukan sebagai salah satu tugas akhir dari filsafat pendidikan dalam hal
pengganti ujian semester.
MUSYRIK, KAFIR, MUNAFIK, DAN MURTAD
MUSYRIK
Pengertian Musyrik
Musyrik adalah orang yang mempersekutukan Allah, mengaku akan adanya Tuhan selain Allah
atau menyamakan sesuatu dengan Allah. Perbuatan itu disebut musyrik.
Firman Allah ; “Ingatlah Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran
kepadanya:’Hai anakku!janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar’ “ [Qs Luqman:13]
Dengan demikian org musyrik disamping menyembah Allah mengabdikan kepada Allah, juga
mengabdikan dirinya kepada yang selain Allah.JAdi org musyrik itu ialah mereka yg
mempersekutukan Allah baik dalam bentuk I’tikad (kepercayaan), ucapan mahupun dalam
bentuk amal perbuatan. Mereka (org musyrik) menjadikan mahkluk yang diciptakan Allah ini
baik yang berupa benda mahupun manusia sebagai Tuhan dan menjadikan sebagai An dad,
Alihah, Thoughut dan Arbab…..
i. Alihah ialah suatu kepercayaan terhadap benda dan binatang yang menurut keyakinannya
dapat memberikan manfaat serta dapat menolak bahaya. Misalnya kita memakai cincin merah
delima, dan kita yakin bahawa dengan memakainya dapat menghindarkan bahaya. Adapun
kepercayaan memelihara burung Terkukur dapat memberikan kemajuan dalam bidang
perniagaannya. Dan itulah dinamakan Alihah, yakni menyekutukan Allah dengan binatang dan
benda (Kepada Makhluk).
ii. Andad, sesuatu perkara yang dicintai dan dihormati melebihi daripada cintanya kepada Allah,
sehingga dapat memalingkan seseorang dari melaksanakan ketaatan terhadap Allah dan
RasulNya. Misalnya saja seorang yang senang mencintai kepada benda, keluarga, rumah dan
sebagainya, dimana cintanya melebihi cintai terhadap Allah dan RasulNya, sehingga mereka
melalaikan dalam melaksanakan kewajiban agama, kerana terlalu cintanya terhadap benda
tersebut (makhluk tersebut).
iii. Thoghut ialah orang yang ditakuti dan ditaati seperti takut kepada Allah, bahkan melebihi
rasa takut dan taatnya kepada Allah, walaupun keinginan dan perintahnya itu harus berbuat
derhaka kepadaNya.
iv. Arbab, ialah para pemuka agama (ulama,ustad) yang suka memberikan fatwa, nasihat yang
menyalahi ketentuan (perintah dan Larangan) Allah dan RasulNya, kemudian ditaati oleh para
pengikutnya tanpa diteliti dulu seperti mentaati terhadap Allah dan RasulNya. Para pemuka
agama itu telah menjadikan dirinya dan dijadikan para pengikutnya Arbab (Tuhan selain Allah).
Bentuk musyrik ini menyesatkan terhadap perilaku manusia. Dan dengan memiliki aqidah seperti
itu dapat menghilangkan Keimanan.
Syirik
Pengertian Syirik
Syirik adalah perbuatan menyembah atau menyekutukan sesuatu selai Allah dan ini adalah dosa
besar. Dan berikut ini contoh - contoh Syirik:
a.Menyembah sesuatu selain Allah
Menyembah sesuatu selain Allah adalah termasuk syrik yang paling berat dan tinggi. Mereka ini
menyembah benda-benda, patung, batu, kayu, kubur bahkan manusia dan lain-lainnya. Mereka
percaya bahawa benda-benda (makhluk) tersebut adalah tuhan-tuhan yang dapat mendatangkan
kebaikan dan keburukan. Termasuk dalam tahap syrik seperti ini adalah mengadakan pemujaan
seseorang tokoh pepimpin.
b.Mempersekutukan Allah.
Artinya mempercayai bahawa makhluk selain Allah itu mempunyai sifat-sifat seperti yang ada
pada Allah.
Dalam kategori mempersekutukan Allah ini adalah faham Trinti menurut kepercayaan Kristian,
begitu faham Trimurti menurut kepercayaan agama Hindu, yang mempercayai bahawa Tuhan itu
ada tiga, iaitu Brahman (tuhan menciptakan alam seisinya),Wisnu(Tuhan yang memelihara
Alam) dan Syiwa (Tuhan yang menghancurkan alam).
c.Mempertuhankan Manusia.
Mempertuhankan manusia atau menjadikan manusia sebagai tuhannya adalah termasuk syrik
atau mempersekutukan Allah. Termasuk didalam mengtuhankan manusia itu adalah pemuka-
pemuka agama,ulama, pendita, para auliya’,para solehin dan sebagainya.
Dalam ajaran ilmu Tauhid terlalu mengagungkan, mendewakan seseorang itu dinamakan
Ghuluwwun. Ertinya keterlaluan dalam mengagungkan dan meninggikan darjat makhluk
sehingga ditempatkan pada kedudukan yang bukan sepatutnya menempati kedudukan itu kecuali
Allah.
Bahaya Syrik
Firman Allah:
“Maka apakah orang kafir (musyrik) menyangka bahawa mereka (dapat) mengambil hamba-
hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka
jahanam tempat tinggal bagi orang-orang kafir(musyrik)” [Qs Al Kahfi:102]
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan dosa syrik, dan Dia mengampuni dosa-dosa
selain dari syrik itu bagi siapa yang dikehendakiNya. BArangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” [Qs At
Taubah:113]
Sabda Rasulullah:
“Sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kamu sekalian ialah syrik yang paling kecil. Ketika
Nabi SAW ditanya:’Apa syrik kecil itu?’,Nabi SAW bersabda:”Ri’yak”
Imam Muslim meriwayatkan, yang datangnya dari Nabi SAW baginda bersabda:”Barangsiapa
yang menjumpai Allah (meninggal dunia) dalam keadaan tidak mempersekutukanNya dengan
sesuatu apapun, dimasuk syurga dan barangsiapa menjumpai Allah keadaan
mempersekutukanNya dengan sesuatu, dia masuk neraka”
MUNAFIK
Pengertian Munafik
Munafik adalah orang yang termasuk golongan orang yang tidak mendapat hidayah atau
petunjuk dari Allah, sehingga jalan hidupnya yang ditempuhi tidaklah mengandungi nilai-nilai
ibadah dan segala amal yang dikerjakan tidak mencari keredhaan Allah.
Orang munafik adalah orang yang bermuka dua, mengaku beriman padahal hatinya ingkar.
Perbuatan orang munafik disebut Nifaq. Mereka ini hanya pada mulutnya saja, kemudian dalam
perbuatannya sehari-hari tampak baik, tapi hanya tipu belaka saja.
Artinya segala amal perbuatan yang dikerjakan itu bukan ditegakkan di atas dasar keimanan dan
ketaqwaan terhadap Allah, akan tetapi hanya didasarkan pada perasaan dan hawa nafsunya
semata-mata untuk mencari muka, penampilan, mengambil hati dalam masyarakat dan
pandangan orang belaka. Segala perbuatan baiknya itu hanya dijadikan tempat berlindung untuk
menutupi segala keburukan I’tikad dan niatnya.
Tanda-tanda munafik.
a. Ingin menipu daya Allah.
Firman Allah: “Dan diantara manusia ada yang mengatakan,’aku beriman kepada Allah dan
kepada hari kemudian,’padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang yang beriman.Mereka itu
hendak menipu Allah berserta orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri,sedang mereka tidak sedar” [Qs Al Baqarah: 8-9]
“Mereka (orang munafik) hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan)
mereka. Dan Allah telah menyempurkan cahayaNya, meskipun orang kafir membenci.” [Qs Asy-
Shaf;8]
KAFIR
Pengertian Kafir
Kafir bermakna orang yang ingkar,yang tidak beriman (tidak percaya) atau tidak beragama
Islam. Dengan kata lain orang kafir adalah orang yang tidak mahu memperhatikan serta menolak
terhadap segala hukum Allah atau hukum Islam disampaikan melalui para Rasul (Muhammad
SAW) atau para penyampai dakwah/risalah. Perbuatan yang semacam ini disebut dengan kufur.
Kufur pula bermaksud menutupi dan menyamarkan sesuatu perkara. Sedangkan menurut istilah
ialah menolak terhadap sesuatu perkara yang telah diperjelaskan adanya perkara yang tersebut
dalam Al Quran. Penolakan tersebut baik langsung terhadap kitabnya ataupun menolak terhadap
rasul sebagai pembawanya.
‘Sesungguhnya orang kafir kepada Allah dan RasulNya, dan bermaksud memperbezakan antara
Allah dan RasulNya seraya (sambil) mengatakan:’Kami beriman kepada yang sebahagian (dari
Rasul itu / ayat Al Quran) dan kami kafir (ingkar) terhadap sebahagian yang lain. Serta
bermaksud (dengan perkataanya itu) mengambil jalan lain diantara yang demikian itu (iman dan
kafir). Merekalah orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk mereka itu
seksaan yang menghinakan” [Qs An Nisa, 150-151]
Pembahagian Kafir.
i. Kafir yang sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik dari segi zahir dan batin seperti
Raja Namrud dan Firaun.
ii. Kafir jumud (ertinya membantah). Orang kafir jumud ini pada hatinya (pemikirannya)
mengakui akan adanya Allah TAPI tidak mengakui dengan lisannya, seperti Iblis dan
sebagainya.
iii. Kafir ‘Inad .Orang kafir ‘Inad ini, adalah mereka pada hati (pemikiran) dan lisannya
(sebutannya) mengakui terhadap kebenaran Allah, TAPI tidak mahu mengamalkannya ,
mengikuti atau mengerjakannya seperti Abu Talib.
iv. Kafir Nifaq yaitu orang yang munafik. Yang mengakui diluarnya,pada lisannya saja terhadap
adanya Allah dan Hukum Allah, bahkan suka mengerjakannya Perintah Allah, TAPI hatinya
(pemikirannya) atau batinnya TIDAK mempercayainya.
MURTAD
Pengertian Murtad,
Ialah orang Islam yang keluar dari Islam yakni mengingkari semua ajaran Islam, baik dari segi
Keyakinan, ucapan dan/atau perbuatannya Semua amalan orang murtad akan dimusnahkan dan
tidak nilai pada hari akhirat nanti. Apabila ia tidak segera kembali kepada Islam serta bertaubat
bersungguh-sungguh.
NAMIMAH
Akal adalah daya fikir atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan,
daya akal budi, kecerdasan berfikir, atau boleh juga berarti terpelajar . Kata lain yang
menunjukkan akal (aql) dalam Al-Quran ada lebih dari 10 macam ungkapan, seperti:
· Ya’qiluun artinya mereka yang berakal
· Yatafakkaruun artinya mereka yang berfikir
· Yatadabbaruun artinya mereka yang mempelajari
· Yarauna artinya mereka yang memberi perhatian
· Yanzhuruun artinya mereka yang memperhatikan,
· Yabhatsuun artinya mereka yang membahas
· Yazkuruun artinya mereka yang mengingat
· Yata ammaluun artinya yang menginginkannya
· Ya’lamuna artinya mereka yang mengetahuinya
· Yudrikuna artinya mereka yang mengerti
· Ya’rifuna artinya mereka yang mengenalnya
· Yaqrauuna artinya mereka yang membaca
Demikian pentingnya pengaruh akal bagi manusia. Dan atas kasih sayang Allah-lah manusia
diberi akal, sehingga menjadi makhluk yang mulia dan sebaik-baik makhluk, seperti yang
disebutkan Allah dengan firman-Nya dalam Quran surat At Tin ayat 4 yang artinya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya tapi
kemudian Kami kembalikan ia ke tempat yang serendah-rendahnya. (QS At-Tin ayat 4 dan 5).
Akal itu didukung dan dilengkapi pula dengan sarana penunjang yakni pendengaran,
penglihatan, dan hati supaya mereka bersyukur. Kalimat yang terkandung pada Quran surat Al
Mukminun ayat 78 yang artinya : “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian
pendengaran, penglihatan, dan hati. Amat sedikitlah kamu yang bersyukur”.
Orang yang tidak mau menggunakan kemampuan akalnya, maka dia akan menjadi rugi di dunia
apalagi di akhirat, sesuai dengan firman Allah dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 22 yang artinya:
“Sesungguhnya makhluk yang paling buruk di sisi Allah adalah orang-orang yang pekak ,bisu
tuli yang tidak mengerti apa-apa”. Yusuf Qardhawi menulis bahwa orang-orang yang demikian
itu mendengarkan dengan telinga dan memahaminya dengan akal yang kosong karena pada
hakikatnya tuli. Sementara Hamka menyatakan bahwa diantara segala binatang yang paling hina
adalah binatang yang pekak bisu tuli karena tidak memakai akalnya . Yang dimaksud dengan
binatang itu adalah manusia sebagai binatang merayap berkaki dua. Manusia kalau tidak
menggunakan akalnya nilainya lebih hina dari binatang merayap dengan perut dan melangkah
dengan kaki empat. Manusia yang pekak buta bisu itu adalah jika telinganya tidak digunakan
untuk mendengar hal-hal yang disuruh Allah disangka bisu kalau mulutnya tidak untuk
mengatakan yang benar; dan seterusnya.
Sayyed Hossein Nasr menyebut akal sebagai proyeksi atau cermin dari hati (qalb), tempat
keyakinan dan kepercayaan manusia. Akal bukan hanya instrumen untuk mengetahui, melainkan
juga sebagai wadah bagi "penyatuan" Tuhan dan manusia.
Ibnu Sina dan Alkindi maupun hierarki ilmu dari Al-Farabi dalam Teori Akal Aktif-nya
menjelaskan bahwa dalam diri manusia, akal bersifat potent yang kemudian mewujud dalam
bentuk jiwa (spirit).
Menurut Rhenis Meister Echart ; "Di dalam jiwa seseorang terdapat sesuatu yang tidak
diciptakan dan tidak mungkin dibentuk (oleh manusia). Sesuatu itu adalah intellect
Taufik Pasiak mengatakan: "Dalam Al-Qur'an, akal (aql) mendapat kualifikasi religius sebagai
keyakinan dan intelektualitas.
Akal, menurut Abi al-Baqa 'Ayyub Ibn Musa al-Kufi memiliki banyak nama. Tercatat ada 4
(empat) nama yang menonjol yaitu:
· Al-Lub, karena ia merupakan cerminan kesucian dan kemurnian Tuhan. Aktivitasnya adalah
berdzikir dan berfikir.
· Al-Hujah, karena akal ini dapat menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan menguraikan hal-hal
yang abstrak.
· Al-Hijr, karena akal mampu mengikatkan keinginan seseorang hingga membuatnya dapat
menahan diri, dan
· Al-Nuba, karena akal merupakan puncak kecerdasan, pengetahuan dan penalaran.
Umar bin Khathab ra pernah berkomentar mengenai akal : "Mahkota seseorang adalah akalnya,
derajat seseorang adalah agamanya, dan harga diri seseorang adalah akhlaknya”.
Seorang sastrawan menggambarkan akal sebagai berikut : "Teman setiap orang adalah akalnya,
dan musuhnya adalah kebodohannya. Allah sungguh telah menjadikan akal sebagai pangkal
agama dan tiangnya.
Dari Sa'id bin al-Musayyab bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab Abu Huraerah ra pernah menghadap
Rasulullah SAW, lalu mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mengerti
itu?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi, "Siapakah orang yang
paling ahli ibadah?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi, "Siapakah
orang yang paling utama?" Beliau menjawab: "Orang yang berakal." Mereka bertanya lagi:
"Bukankah orang yang berakal itu orang yang sempurna dalam menjaga harga dirinya, jelas
kefasihannya, yang pemurah tangannya, dan mulia kedudukannya? Lalu Beliau membaca QS
Az-Zukhruf ayat 35 yang artinya: "Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan
dunia, dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. Dan
sesungguhnya orang-orang yang berakal itu ialah orang yang bertakwa, walaupun dalam
kehidupan dunia ini ia tergolong rendah dan hina." (H.R. Al-Harits bin Usamah).
Disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip Imam al-Ghazali dalam kitabnya
Ihya’ Ulum al-Din , artinya: “Oleh karena itu Nabi s.a.w. bersabda, “Syaikh di kaumnya seperti
seorang nabi pada umatnya. Kedudukan itu bukan berdasarkan banyak hartanya, atau tua
usianya, bukan juga karena tenaganya yang kuat, akan tetapi karena pengalamannya yang banyak
yang merupakan buah dari akalnya. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Setiap sesuatu punya ciri khas,
dan ciri khas seorang mukmin adalah akalnya. Beliau Juga bersabda, “Seseorang dapat dinilai
baik dari puasa dan qiyamullailnya dan seseorang tidak sempurna akhlaknya kalau tidak
sempurna akalnya.”
Dengan demikian, jelas bahwa salah satu visi Islam adalah memberdayakan manusia sehingga
mereka mengasah otak dan mempergunakan akalnya untuk mensejahterakan diri yang berujung
pada ketundukan (kepasrahan) pada Allah, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur dan
pertanggung jawaban atas karunia Allah berupa akal.
F. Pandangan Islam tentang Perkembangan Akal (Kecerdasan Intelektual)
Setiap manusia pasti mengalami pertumbuhan dan perkembangan, baik tubuh maupun
kemampuan berpikirnya (kecerdasan intelektualnya). Akal manusia berkembang dari tidak bisa
menalar menjadi bisa ketika dewasa. Oleh karena itu, kecerdasan akal seseorang itu bisa
dipersiapkan dan dikembangkan. Pembinaan ini harus dilakukan sejak kecil.
Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa akal manusia itu mengalami perkembangan dari tidak
sempurna menjadi sempurna. Hal ini dapat dilihat pada QS An-Nisa (4) ayat 5 – 6, yang artinya:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik. Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim
itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-
saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu)”.
Menurut para ahli, otak manusia atau kecerdasan intelektualitas itu bisa diperbaiki.. Karena
memang kemampuan akal dan potensi itu berkembang akibat pergaulan. Pernah Imam Syafi'i
ditanya: "Apakah kemampuan akal itu merupakan potensi yang dibawa sejak lahir?" Jawabnya:
"Tidak, tapi akal itu adalah hasil dari pergaulan dengan banyak orang dan berdiskusi dengan
mereka."
Ibnu Sina pernah menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan pada anaknya teman
bermain dengan perkataannya: "Hendaklah ada bersama anak-anak di mejanya anak-anak lain
yang baik adabnya dan diridhai adat kebiasaannya, karena anak dengan anak itu saling mengerti,
mengambil dan mengasihi."
Imam Syafi'i pernah menganjurkan kepada barang siapa yang ingin akalnya menjadi jenius agar
belajar matematika dengan perkataannya: "Siapa yang mempelajari matematika maka jeniuslah
akalnya”.
Otak manusia tidak pernah berhenti tumbuh. Sepanjang usia manusia, sejauh ia mengisi otaknya
dengan informasi-informasi baru, maka otaknya tidak akan aus dan rusak. Dan, ini senada
dengan hadits Rasulullah SAW sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam
Nawadirnya: "Gerak, gairah dan kekuatan berkumpul anak bersama teman-temannya yang lain
pada masa kecilnya akan memberikan tambahan pada akalnya ketika dewasa."
Oleh karena itu, bila kita menginginkan akal itu dapat berkembang dengan baik, maka harus
menyediakan media yang baik yang mendukung perkembangan akal itu sendiri. Media itu
misalnya makanan, lingkungan dan pendidikan agama.
Ada beberapa cara yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam membina dan memperbaiki
serta menyempurnakan akal seseorang, yaitu :
1. Perintah menyusui anak selama dua tahun.
Manakala penyusuan itu dilakukan dengan sempurna, maka akan mempunyai pengaruh yang
lebih baik bagi pertumbuhan sang bayi, sebagaimana fiman Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat
Al-Baqarah Ayat 233 yang artinya: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya
dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada
dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi merupakan salah satu upaya untuk menyempurnakan
kecerdasan akal, karena air susu ibu mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik untuk
menumbuhkan sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang dengan baik.
2. Larangan menikah dengan saudara ( orang-orang yang terlalu dekat hubungan
kekerabatannya).
Firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 23 yang artinya: “Diharamkan atas kamu
(menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan ) mengumpulkan
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”.
Seseorang pernah memberi nasehat yang baik: "Barangsiapa meninggalkan haram untuk makan
yang halal, maka jernihlah pikirannya." Berkaitan dengan itu, Rasulullah SAW bersabda:
"Semua jasad (tubuh) yang tumbuh dari penghasilan yang haram, maka nerakalah yang lebih
cocok untuknya." (H.R. Tirmidzi). Makanan halalan thayyiban inilah yang senantiasa
dikonsumsi oleh para utusan-Nya, maka wajar jika mereka adalah orang-orang yang pikirannya
jernih sehingga bisa berpikir secara sehat.
4. Larangan mabuk-mabukkan dan berjudi.
Minum-minuman keras dan berjudi adalah dua hal yang sangat dilarang dalam Islam, karena
keduanya dapat merusak akal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah Ayat 90-
91: "Wahai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan shalat Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
5. Larangan berzina, sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran surat Al-Isra ayat 32 yang
artinya: "Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan
Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
Tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan
barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini
wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang
kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut
yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan
(pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah
menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas
mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan
mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri
(dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
6. Larangan bertaklid. Allah SWT befirman : "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (Q.S. Al-Isrâ [17] : 36).
H. Pandangan Islam tentang Pendayagunaan Akal (Intelektual)
Islam mengharuskan manusia untuk menghargai dan mendayagunakan akalnya. Dalam Al-Quran
dijelaskan bahwa: “ Dia-lah yang menurunkan kitab (al-Quran) kepadamu (Muhammad).
Diantaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab (al-Quran) dan yang lain
mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka
mengikuti yang mutasyabihat untuk men- cari-cari fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam
berkata, “Kami beriman kepadanya (al-Quran), semuanya dari sisi Tuhan kami.”Tidak ada yang
mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”(QS Ali Imran : 7)
Dengan daya fikirnya, manusia berusaha untuk mensejahterakan diri dan meningkatkan kualitas
hidupnya. Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan untuk mendayagunakan kecerdasan akal
(intelektual) yang dimiliki oleh setiap individu. Konsep Al-Qur’an sebagai pedoman hidup,
demikian serasi dengan konsep kenabian Muhammad Saw. Al-Qur’an membuka jalan ke arah
lingkungan ilmiah melalui perkataan "iqra" (bacalah). Salah satu cara untuk mendayagunakan
akal yaitu dengan cara mengisi akal dengan ilmu pengetahuan (belajar dan berfikir).
Karena pentingnya aktivitas berfikir, para sahabat sampai mengaitkannya dengan keimanan.
Mereka berkata : "Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir." (Ad-Durrul Mantsur). Hal ini
mendorong kaum muslimin untuk mempelajari, memahami, dan mempraktikkan ilmu-ilmu yang
mereka tuntut. Baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian
sudah seharusnya setiap individu muslim mempergunakan akalnya untuk kemaslahatan umat
manusia.
Aktivitas berfikir dapat menghilangkan kelupaan dan hati menjadi takut pada Allah SWT., “
Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang dapat menghantarkan pemiliknya untuk lebih takut kepada
Allah SWT”.
Terdapat banyak ayat Qur’an dan Hadist yang menggambarkan peran dan pentingnya memahami
ilmu pengetahuan. Keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu salah satunya dijelaskan
dalam Quran surat Az-Zumar ayat 9, yang artinya: “(Apakah kamu orang musyrik yang lebih
beruntung), ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya
orang yang berakal sehat yang dapat menerima pel;ajaran. Dan dalam Quran surat Al-Mujadilah
ayat 11 dijelaskan: “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah
kelapangan di dalam majlis-majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah
akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.”
"Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan,sesuai dengan perkataan Allah (ketahuilah tiada Tuhan
selain Allah) Ia memulainya dengan Ilmu sesungghunya ulama adalah pewaris para nabi, mereka
mewarisi ilmu dengan sangat lengkap, barang siapa yang menempuh jalan (proses belajar dan
mengajar) untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."
(HR Bukhori Muslim)
"Barang siapa yang akan diberikan kebaikan oleh Allah maka ia akan diberikan pemahaman,
cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan belajar."(HR Bukhori Muslim)
"Tidak boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, seorang yang diberikan Allah kepadanya
harta dan ia menggunakannya untuk menegakkan kebenaran, dan seseorang yang diberikan Allah
kepadanya hikmah (ilmu pengetahuan yang luas) dan ia menerapkan ilmu tersebut dalam
kehidupannya dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR Bukhori Muslim)
”Tanda-tanda hari Kiamat diangkatnya ilmu, dan kebodohan bersemayam, khamar menyebar dan
diminum begitu pula perbuatan zina."
Dalam konteks Islam, proses berfikir (mendayagunakan akal) akan mengantarkan manusia
kepada kesadaran akan ke-Maha Kuasaan Sang Pencipta (Allah SWT). Dari pemahaman inilah
tumbuhnya Tauhid yang murni, karena "Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang
tidak berakal".
Dimensi-Dimensi Manusia