Farmakokinetika Oral
Farmakokinetika Oral
Farmakokinetika Oral
PRAKTIKUM II
(PEMBERIAN PARASETAMOL TUNGGAL
DAN KOMBINASI DENGAN FENILPROPANOLAMIN)
NAMA DOSEN: I GUSTI NGURAH AGUNG WINDRA WARTANA PUTRA. S.FARM., M. Sc.,
Apt.
2020
II. FARMAKOKINETIKA ORAL KOMPARTEMEN TERBUKA
(PEMBERIAN PARASETAMOL TUNGGAL DAN KOMBINASI DENGAN
FENILPROPANOLAMIN)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui prinsip farmakokinetika oral kompartemen terbuka.
2. Mengetahui cara simulasi data klinis farmakokinetika oral kompartemen terbuka.
3. Mampu memberikan rekomendasi terapi terkait farmakokinetika obat yang diberikan
melalui rute oral kompartemen terbuka.
B. DASAR TEORI
Ilmu yang mempelajari kinetika, absorpsi, distribusi, dan eliminasi (yakni ekskresi dan
metabolisme obat), sehingga farmakokinetik dianggap sebagai aspek farmakologi yang mencakup
nasib obat dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya. Tubuh kita dapat
dianggap sebagai suatu ruangan besar yaitu terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisal oleh
membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi obat dari dalam tubuh
pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada
lintasan obat melalui membran tersebut. Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak
dan protein) yang mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus
dengan mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi
permeable. Zat zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalm lemak dan tanpa muatan listrik
umumnya lebih lancar melintasinya dibandingkan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan ion.
(Shargel & Yu, 1988).
Proses-proses dalam farmakokinetika yaitu terdapat proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi yang dapat dijabarkan sebagai berikut yaitu antara lain:
1. Absorpsi
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak
diabsorpsi tidak menimbulkan efek.Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi
terjadi di berbagai tempat pemberian obat , misalnya melalui alat cerna, otot rangka, paru-paru,
kulit dan sebagainya (Shargel & Yu, 1988).
Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Kelarutan obat.
b. Kemampuan difusi melintasi sel membrane
c. Konsentrasi obat.
d. Sirkulasi pada letak absorpsi.
e. Luas permukaan kontak obat.
f. Bentuk sediaan obat
g. Cara pemakaian obat.
(Katzung, 2004).
2. Distribusi.
Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh badan dan harus
melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi
membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang
sulit menembus membran sel maka penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel
(Shargel & Yu, 1988).
Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan
jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya
larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (yaitu protein
plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak) (Shargel & Yu, 1988).
Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang , organ tertentu, dan cairan transel yang
dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat
dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri.Obat yang mudah
larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya (Shargel & Yu, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses distribusi, yaitu :
a. Perfusi darah melalui jaringan
b. Kadar gradien, pH dan ikatan zat dengan makro molekul
c. Partisi ke dalam lemak
d. Transport aktif
e. Sawar, seperti sawar darah otak dan sawar plasenta, sawar darah cairan cerebrospinal
f. Ikatan obat dan protein plasma.
(Katzung, 2004).
3. Metabolisme
Tujuan metabolisme obat adalah pengubahannya yang sedemikian rupa hingga mudah
diekskresi ginjal,dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil. Pada umumnya obat dimetabolisme
oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat
dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak
larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari
obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama
aktifitasnya.Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek
obat(Shargel & Yu, 1988).
Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme (Katzung, 2004):
a. Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat
menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan.
b. Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat.
c. Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat
menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.
d. Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (inhibisi
enzim).
4. Ekskresi.
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air
seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.disamping ini ada pula
beberapa cara lain, yaitu (Katzung, 2004).:
Kulit, bersama keringat.
Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas
atau anestesi terbang.
Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.
Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus
diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
Usus, misalnya sulfa dan preparat besi.
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan
secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik
maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang
dijual bebas (Darsono, 2002).
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan
sejak tahun 1893.Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung. Hal ini
disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada
tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak
bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala,
mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2004).
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya
kerja antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagaiobat
antipiretika, dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Diantara ketigaobat
tersebut, Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak
(Katzung, 2004).
Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada
pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui
bahawa kombinasi Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam
daripada jika diberikan sendiri-sendiri (Sartono, 1996).
Paracetamol siap diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dengan konsentrasi puncak plasma
mencapai sekitar 10-60 menit dengan dosis per oral. Paracetamol didistribusikan ke hampir
semua jaringan tubuh. Melewati plasenta dan mengalir melalui air susu. Ikatan protein plasma
dapat diabaikan pada konsentrasi terapeutik normal, namun dapat meningkat dengan peningkatan
konsentrasi. Waktu paruh eliminasi dari paracetamol bervariasi antara 1 hingga 3 jam
(Sweetman, 2009). Paracetamol dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin sebagai
glukoronide dan sulfat konjugasi. Kurang dari 5% diekskresi sebagai paracetamol. Eliminasi
terjadi kira-kira 1-4 jam (Reynolds, 1989).
Fenilpropanolamin hidroklorida adalah senyawa yang termasuk dalam obat simpatomimetis
yang secara struktur berkaitan dengan efedrin hidroklorida. Nama kimia dari Fenilpropanolamin
hidroklorida (dl- norefedrin) adalah α-(1-aminoetil) benzyl alkohol hidroklorida atau 1-fenil-1-
amino-1-propanol hidroklorida. Senyawa ini mempunyai berat molekul 187,67 g/mol.
fenilpropanolamin hidroklorida memiliki waktu paruh eliminasi antara 3–6 jam (Rusdiana dkk).
Penelitian pengaruh pemberian kombinasi obat parasetamol 500mg dan fenilpropanolamin
HCl 50 mg secara oral terhadap profil farmakokinetik masing-masing obat tersebut dalam
plasma menunjukkan hasil bahwa nilai tetapan absorbsi (Ka), laju eliminasi dari kompartemen
sentral (Ke), dan waktu tercapainya konsentrasi puncak (tmaks) masing-masing obat tidak berbeda
secara bermakna baik pemberian tunggal maupun kombinasi. Perbedaan waktu paruh eliminasi
dari seluruh tubuh (t½β) untuk parasetamol antara pemberian tunggal dan kombinasi, tidak
bermakna secara statistik. Akan tetapi untuk nilai t½β dari fenilpropanolamin hidroklorida.
berbeda secara bermakna antara nilai t½β fenilpropanolamin hidroklorida yang diberikan secara
tunggal (rata-rata 6,99 jam) dan yang diberikan secara kombinasi dengan pemberian parasetamol
(rata-rata 10,60 jam). Nilai AUC0-∞ (luas daerah di bawah kurva) dan Cmaks (konsentrasi
puncak) dari kedua obat memiliki perbedaan bermakna baik nilai AUC0-∞dan Cmaks untuk
parasetamol maupun fenilpropanolamin hidroklorida antara obat yang diberikan secara tunggal
dan kombinasi (Rusdiana dkk).
1. Model Farmakokinetika Peroral
a. Model absorpsi orde kesatu.
Pada model ini obat dalam saluran cerna D GI diabsorpsi secara sistemik pada suatu
tetapan laju reaksi, K0. Obat dieliminasi dari tubuh oleh suatu proses orde kesatu dengan
suatu tetapan laju orde kesatu, K. model ini analog dengan pemberian obat secara infuse
intravena. Model farmakokinetik yang mengangga absorpsi orde nol digambarkan dalam
Gambar 1 (Shargel and Yu, 2005).
Ka DB . Vd K
DGI
Gambar 1. Model farmakokinetik kompartemen-satu untuk absorpsi obat orde nol dan
eliminasi obat orde kesatu.
Laju eliminasi pada setiap waktu, dengan proses orde kesatu adalah sama dengan D BK.
laju masukan adalah K0. Oleh karena itu, perubahan per satuan waktu dalam tubuh dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Laju absorpsi obat adalah konstan dan berlanjut sampai jumlah obat dalam dinding usus,
DGI habis. Waktu dimana absorpsi obat berlangsung sama dengan D GI/K0. Setelah waktu ini
obat tidak, tersedia lagi untuk absorpsi dari dinding usus dan persamaan 7.7 tidak, lagi
berlaku. Konsentrasi obat dalam plasma akan menurun menurut suatu proses laju eliminasi
orde kesatu (Gambar 2) (Shargel and Yu, 2005)
F adalah fraksi obat terabsopsi secara sistemik. Oleh karena obat dalam saluran
cerna juga mengikuti suatu proses penurunan orde kesatu (yakni absorpsi melintasi dinding
saluran cerna), jumlah obat dalam saluran cerna sama dengan D0e -Kat
Gambar yang khas dari konsentrasi obat dalam tubuh setelah dosis oral disajikan
dalam Gambar 4
Ka DB . Vd K
DGI
Gambar 3. Model farmakokinetik kompartemen-satu untuk absorpsi obat orde kesatu dan
eliminasi obat orde kesatu.
Gambar 4 Jenis kurva kadar dalam plasma-waktu untuk obat yang diberikan secara oral
dosis tunggal (Shargel and Yu, 2005).
C. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
Kalulator Scientific
Laptop
Kertas Semilogaritmik
Alat Tulis
Penggaris
2. BAHAN
Text Book
3. KASUS
Kadar parasetamol dalam plasma darah sukarelawan setelah pemberian dosis tunggal 500 mg
parasetamol secara oral.
Kadar parasetamol dalam plasma darah enam sukarelawan setelah pemberian kombinasi
parasetamol 500 mg dan fenilpropanolamin hidroklorida 50 mg secara oral.
DAFTAR PUSTAKA
Darsono. 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol Jurnal KimiaVol. 2,
No. 1. Surabaya: Airlangga Press.
Katzung. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Surabaya: Salemba Medika.
Rusdiana Taofik, Fauzi Sjuib, Sukmadjaja Asyarie. Interaksi Farmakokinetik Kombinasi Obat
Parasetamol dan Fenilpropanolamin Hidroklorida Sebagai Komponen Obat Flu.
Reynolds. 1989. Obat-obat Penting edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sartono .1996. Obat-obat Bebas Dan Bebas Terbatas. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Shargel & Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi kedua. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Sixth edition.
London: Pharmaceutical Press.