Kelompok H - Pohon Multiguna (Tugas 5)
Kelompok H - Pohon Multiguna (Tugas 5)
Kelompok H - Pohon Multiguna (Tugas 5)
AGROFORESTRI
TEMA-5 : Peran Pohon Multiguna Agroforestri
KELOMPOK H.
Ketua : Vega Danar Adityo, 17-1059
Anggota : 1. Irma Sari Eka S., 17-1067
2. Qorinatul Ulya, 17-1110
I. PENDAHULUAN
Sistem agroforestri dilakukan dengan mengkombinasikan tanaman kayu, tanaman pertanian,
dan bahkan dengan peternakan. Tanaman kayu yang ditanam pada sistem agroforestri umunya
merupakan tanaman multiguna. Tanaman pohon multiguna yaitu tanaman pohon yang semua
bagiannya dapat dimanfaaatkan seperti batang, buah, maupun daunnya. Kombinasi tanaman kayu-
kayuan dan rumput selain meningkatkan nilai konservasi juga memberi manfaat ganda bagi
pemilik lahan (Hani dan Geraldine, 2019)
Batang dari kayu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang berupa papan. Papan
yang dimaksud adalah tempat tinggal, batang yang telah diolah dapat dijadikan sebagai bahan-
bahan bangunan. Buah, buah yang dihasilkan dari pohon tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan diantaranya, dapat dijual atau dimanfaatkan menjadi olahan khas lainnya. Daun-
daun dari pohon tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Pemanfaatan pohon multiguna tidak hanya untuk manusia saja, penanaman pohon-pohon ini
biasanya secara ekonomi tetapi juga terkadang termotivasi secara ekologis (Nair, 1993). Pohon
multiguna juga dapat bermanfaat untuk ekosistem yang ada seperti pemberi naungan alami.
Daunnya yang gugur dapat menjadi pupuk organik serta menyediakan habitat alami bagi hewan-
hewan tertentu.
II. PEMBAHASAN
Tanaman pohon yang dibudidayan pada sistem agroforestry pada umumnya memiliki tiga
fungsi utama, yaitu peran pohon sebagai pakan ternak, energy, dan buah. Berikut ini akan dibahas
mengenai peranan dari pohon-pohon dalam agroforestry tersebut.
2.1 Peran Pohon Multiguna Sebagai Pakan Ternak
Tanaman kayu selain dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kayu bakar, daunnya juga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pohon-pohon yang biasanya digunakan untuk pakan
ternak diantaranya randu, sengon, lamtoro, dan masih banyak lagi. Daun-daun pohon tersebut
dipangkas untuk mengurangi penguapan dan untuk peremajaan. Daun sisa pemangkasan kemudian
dimanfaatkan untuk pakan ternak, sedangkan kotoran ternak yang dihasilkan dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk untuk pohon tersebut. Konsep tersebut dinamakan konsep zero waste yaitu
penanganan limbah secara berkelanjutan yang umum diterapkan pada sistem agroforestri (Matheus
dkk, 2019).
Menurut Ngawit, dkk (2018) Iklim yang semakin tidak menentu, sehingga membuat
turunnya musim hujan dan periode bulan basah semakin berkurang dan tidak menentu pula.
Pemanfaatan pohon multiguna sebagai pakan ternak juga untuk mengantisipasi kekurangan pakan
ternak ketika musim kemarau. Kekeringan yang terjadi ketika musim kemarau mengakibatkan
rumput-rumput mati dan tidak dapat digunakan sebagai pakan, oleh karenanya pohon multiguna
dapat dimanfaatkan untuk menggantikan rumput pakan ternak yang sulit dicari selama musim
kemarau.
2.2 Peran Pohon Multiguna Sebagai Energi
Paradigma baru agroforestry dan pertanian terpadu harus memberdayakan segenap multi-
fungsi pertanian sebagai pemasok utama sandang, pangan, dan papan bagi kehidupan seluruh
makluk hidup; juga sebagai gatra lingkungan hidup yang berkelanjutan, penyedia keindahan
lingkungan (wisata-agro), penghasil bio-farmaka dan penghasil bio-energi (Agus et al, 2012).
Tinggi rendahnya biomassa ditentukan kemampuan tanaman menyerap energi (karbon) melalui
1
proses fotosintesis. Artinya biomassa tanaman menunjukkan jumlah energi yang disimpan oleh
tanaman. Berdasarkan persamaan yang digunakan, jumlah biomassa tanaman pada sistem
agroforestry sebesar 20.974,52 kg. Adanya simpanan biomassa tanaman menunjukkan bahwa
agroforestry mempunyai peranan yang baik dalam menjaga stabilitas, kadar dan perubahan emisi
gas rumah kaca. Hal ini sejalan dengan isu global dalam penurunan emisi gas rumah kaca (CO2,
CH4, N2O, CFC dan gas sejenis) yang menjadi amanat dalam Protocol Kyoto, Konferensi
Perubahan Iklim Bali, hingga kebijakan nasional pengurangan emisi GRK 26% di tahun 2020.
Pemanfaatan energi potensial dari biomassa tanaman dengan baik dan benar dapat menghasilkan
manfaat yang besar bagi kelangsungan hidup manusia dan lingkungan. Namun apabila energi
potensial ini tidak dimanfaatkan dengan baik, tanpa terkendali, pembuangan biomassa tanaman
terutama ke badan-badan air akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan (Satriawan et al,
2012).
Menurut Hadi Purwanto, (2012), kawasan hutan yang dikelola dengan sistem alley cropping
mempunyai kontribusi terhadap program ketahan pangan dan energi dari pemerintah. Kontribusi
lahan hutan dalam menghasilkan ubi kayu sebesar 16,40 ton/ha/tahun, sedangkan untuk jagung,
padi, kacang tanah dan kedelei sebesar 2 × 2,37 = 4,74 ton/ha/tahun. Jenis-jenis tanaman pangan
tersebut juga sebagai sumber energi, misalnya di Brazil penanaman ubi kayu diperuntukan sebagai
pemasok Proyek Bahan Bakar Bioethanol, dalam hal ini 1 ton ubi kayu dapat menghasilkan 180
liter ethanol. Beberapa jenis tanaman pangan yang berupa kacang-kacangan dapat diekstraksi untuk
menghasilkan minyak tumbuhan (vegetable oil), dan limbah dari bahan organik (termasuk hasil
biomassa ikutan) apabila diproses melalui fermentasi anaerob juga dapat menghasilkan gas metana
(biogas). Sejumlah besar spesies kayu telah diidentifikasi sebagai tanaman kayu bakar. Dapat
dikatakan bahwa setiap bahan kayu dapat menjadi kayu bakar, dan karenanya tanaman kayu dapat
menjadi spesies kayu bakar. Kayu sebagai sumber energi disajikan dalam berbagai bentuk yang
sangat bervariasi dari kualitas sampai harga. Kayu bakar sebagian dijual dalam bentuk ikatan
dengan harga yang bervariasi dari Rp 3500 per ikat sampai Rp 15.000,00 per ikat. Variasi harga ini
terjadi karena variasi volume kayu bakar dalam ikatan serta variasi kualitas jenis kayu bakar yang
disajikan. Bentuk lain kayu sebagai sumber energi ialah dalam bentuk limbah kayu misalnya dalam
bentuk chips atau tatal serta serbuk gergajian yang diperjual belikan dalam karung. Sumber asal
kayu sebagai sumber energi terbarukan diperoleh dari kebun, limbah kayu serta dari hutan.
Menurut Nair (1993), pertimbangan khusus dalam penanaman tanaman mulltiguna sebagai
penghasil energi atau bahan bakar (kayu bakar) :
1. Memiliki kegunaan selain menyediakan kayu bakar
2. Mudah dibentuk dan membutuhkan sedikit perawatan
3. Beradaptasi dengan baik untuk kondisi ekologi yang berbeda, termasuk lingkungan
bermasalah seperti tanah yang kekurangan unsur hara atau beracun, daerah miring, zona
kering, dan dataran tinggi tropis
4. Memiliki karakteristik yang diinginkan seperti kemampuan memperbaiki nitrogen,
pertumbuhan yang cepat, kemampuan memotong, dan kayu yang memiliki nilai kalori tinggi
dan terbakar tanpa percikan api atau asap beracun.
2.3 Peran Pohon Multiguna Sebagai Buah
Salah satu peran dari pohon yang sudah secara umum kita ketahui adalah sebagai penghasil
buah-buahan. Pohon sebagai penghasil buah-buahan dinilai sebagai spesies agroforestry yang
paling menjanjikan. Sejak dahulu, peran pohon yang satu ini sudah sering dijadikan alasan untuk
memilih pohon berbuah karena selain bisa dikonsumsi sendiri juga bisa dijual. Pada sistem
pertanian zaman dahulu, orang-orang sudah biasa memilih untuk mengkombinasikan beberapa
pohon pengahasil buah dan non-buah (yang biasanya diambil kayunya saja). Hal ini juga bisa kita
ketahui dari sistem pekarangan yang bisa dianggap sebagai salah satu penerapan agroforestry,
didalam pekaranagn pada umumnya akan menanam pepohonan yang menghasilkan buah-buahan.
Pepohonan buah pada zaman dahulu umumnya hanya dikenal sebagai buah-buah khusus dari daerah
tertentu saja sehingga masyarakat dari daerah lain belum tentu mengetahui keberadaan buah lokal
daerah lain (Nair, 1993). Hal ini tentu tidak terjadi lagi pada masa globalilsasi saat ini dikarenakan
2
sudah banyak teknologi informasi dan jangkauan pasar yang semakin luas, dan bahkan dengan
berkembangnya berbagai teknologi mampu membuat suatu pepohonan yang biasanya hanya tahan
hidup di suatu daerah bisa diintroduksi dan diadaptasi untuk ditanam di daerah lain meskipun
dengan kondisi lingkungan yang cukup berbeda.
Salah satu contoh kasus dari penerapan agroforestry yang banyak menanam pepohonan buah
adalah pada salah satu Desa Telaga Langsat, Kabupaten Banjar disana masyarakat menerapkan
sistem agroforestry yang disebut sebagai kebun buah campuran yang terdapat pohon durian,
cempedak, langsat, asam mangga, kopi, pisang, jahe, kencur, kunir, padi gunung, dan ketela pohon.
Sistem kebun disana membudidayakan pohon berkayu, aka tetapi sebagian besar dari yang ditanam
adalah pepohonan dari suku penghasil buah-buahan, dicampur juga dengan tanaman bermanfaat
lainnya atau tanaman untuk pakan ternak (Firiani dan Fauzi, 2011).
III. KESIMPULAN
Sistem agroforestri dilakukan dengan mengkombinasikan tanaman kayu, tanaman pertanian,
dan bahkan dengan peternakan. Tanaman kayu yang ditanam pada sistem agroforestri umunya
merupakan tanaman multiguna. Tanaman pohon multiguna yaitu tanaman pohon yang semua
bagiannya dapat dimanfaaatkan seperti batang, buah, maupun daunnya. Terdapat tiga guna utama
pada pohon yang ada di sistem agroforestri, yaitu peran pohon sebagai pakan ternak, energy, dan
buah. Pohon sebagai pakan ternak biasanya yang dimanfaatkan adalah daunnya, pohon sebagai
energy biasanya digunakan sebagai bahan bakar yang memiliki karakteristik mampu memperbaiki
nitrogen, pertumbuhan yang cepat, kemampuan memotong, dan kayu yang memiliki nilai kalori
tinggi dan terbakar tanpa percikan api atau asap beracun, sedangkan pohon sebagai buah dinilai
sebagai fungsi paling umum dan dinilai sebagai spesies agroforestry yang paling menjanjikan.
Agus Cahyono, Bambang Suhartanto, Bambang Hendro, dan Ali Agus. 2012. Sistem Pertanian
Siklus-Bio Terpadu Sebagai Paradigma Baru Agroforestry Bergatra Ekonomi, Lingkungan
Dan Sosial Budaya. Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4).
Seminar Nasional Agroforestri III : 497-504.
Fitriani, A dan H. Fauzi. 2011. Performansi Sistem Agroforestri Tradisional di Desa Telaga
Langsat, Kabupaten Banjar. Hutan Tropis, 12(32):175-185.
Hadi Ris Purwanto. 2012. Biomassa Total Ubi Kayu, Jagung, Padi, Kacang Tanah dan Kedelai
Pada Sistem Alley Cropping Di Tegakan Jati (Tectona Grandis Linn. F.) Di Kawasan Hutan
Kph Madiun, Perum Perhutani Unit Ii Jawa Timur. Faculty of Forestry, Gadjah Mada
University, Yogyakarta. Seminar Nasional Agroforestri III:64-67.
Hani, A., dan Geraldine, L.P. 2019. Pertumbuhan Awal Tanaman Penyusun Agroforestri Sengon
(Falcataria mollucana) + Manglid (Magnolia champaca) Rumput Pakan Ternak pada Umur
Sembilan Bulan. Ilmu Pertanian Indonesia. 24(4): 343-349
Nair, P.K.R. 1993. An Itroduction to Agroforestry. The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Ngawit, I.K., Ernawati, N.M.L., dan Farida, N. 2018. Peningkatan Produktivitas Petani Lahan
Kering Melalui Optimalisasi Penerapan Sistem Usahatani Ekologis Terpadu di Lombok
Utara. Teknologi Tepat Guna. 1: 631-644
Satriawan H, Zahrul Fuady, Cut Eka F. 2012. Potensi Agroforestry Dalam Pengendalian Erosi dan
Perbaikan Kualitas Tanah. Seminar Nasional Agroforestri III:142-146.
3
LAMPIRAN
4
5
6
7
8
9
10