MAKALAH FARMAKOLOGI Ibu Nifas
MAKALAH FARMAKOLOGI Ibu Nifas
MAKALAH FARMAKOLOGI Ibu Nifas
DI SUSUN OLEH:
Kelompok 9:
Siska Fadhilah(183110194)
Lokal 1A
Dosen Pembimbing:
Ns.Hj.Elvia Metti,S.Kep.M.Kep.Sp.Mat
2019
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar isi
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………..
C. Tujuan………………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena
itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun
kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) merupakan masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Berlangsung selama
kira-kira enam minggu. Berbagai bentuk ketidaknyamanan dirasakan oleh ibu pada masa
nifas sebagai proses adaptasi adanya perubahan. Bila hal tersebut tidak mendapatkan
penanganan yang baik maka akan terjadi komplikasi pada masa nifas yang berdampak
pada gangguan proses involusi dan lochia serta gangguan pengeluaran ASI atau laktasi
(Mochtar, 1998).
Menurut WHO (World Health Organization) di seluruh dunia setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan.
Dengan kata lain, 1400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000
perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan (Riswandi, 2005).
Dengan penjelasan di atas obat yang lazim yang dikonsumsi saat ibu masa nifas yang
mengalami komplikasi seperti nyeri di perut,batuk,demam,alergi maka dari itu pada
makala ini membahas obat yang lazim yang dikonsumsi ketika ibu nifas mengalami
kompikasi tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud masa nifas?
2. Apa saja komplikasi yang dialami ibu pada masa nifas?
3. Apa saja jenis obat yang lazim dikonsumsi ibu jika mengalami kompikasi pada masa
nifas ?
4. Apa saja antibiotik yang aman bagi ibu masa nifas?
C. Tujuan
Untuk mengetahui jenis obat yang dapat dikonsumsi oleh ibu pada masa nifas
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Masa Nifas Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak disebut
puerperium, yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous artinya melahirkan. Puerperium
berarti masa setelah melahirkan bayi.
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-
alat kandungan kembali seperti pra hamil (Bahiyatun, 2009). Beberapa pengertian tentang masa
nifas antara lain:
a. Masa nifas (Puerperium) adalah periode dari lahirnya placenta sampai 6 minggu setelahnya
(Edmons, 2012).
b. Masa nifas adalah periode yang dimulai dengan berakhirnya tahap ketiga persalinan dan masih
berlangsung hingga organ genital diasumsikan telah kembali ke kondisi normal mereka
lagi.Durasi normal masa nifas ini adalah 6 minggu setelah kelahiran (Gopalan, 2005). 12
c. Masa nifas atau puerperium adalah masa setelah ibu melahirkan bayi, yang digunakan untuk
memulihkan kesehatannya (Syafrudin, 2009).
d. Masa nifas adalah waktu dimana tubuh ibu kembali normal seperti sebelum hamil. Sebagian
besar perubahan fisik akan komplet dalam 6 minggu (Norwitz dkk, 2007). Lama masa nifas yaitu
6-8 minggu.
1. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
3. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
(sumber:http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14202/2/T1_462011006_BAB%20%20
II.pdf)
B.Komplikasi yang dialami ibu pada masa nifas
Komplikasi yang sering terjadi pada masa nifas adalah seorang ibu bisa mengalami nyeri pada
perutnya pasca persalinan,demam,batuk,alergi,dan lain-lain.
1.Obat batuk
a.Kodein
Codeine adalah obat opioid (kadang disebut opiat) yang digunakan untuk mengobati rasa nyeri
sedang sampai berat, mengobati batuk, dan diare. Ini termasuk golongan obat narkotika sehingga
penggunaannya tidak sembarangan, alias harus berdasarkan resep dokter.
Mekanisme Kerja
Kodein merupakan analgesic agonis opnoid .Efek kodein terjadi apabila kodein berkaitan
secaraagonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat disusunan saraf pusat .efek analgesic
kodein tergantun afnitas kodein terhadap reseptor opioid tersebut .Kodein merupakan antitusif
yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat batuk
Kodein ditujukan untuk pasien yang berusia lebih dari 12 tahun untuk pengobatan nyeri
moderat akut yang tidak dapat disembuhkan oleh obat analgesik lainnya seperti
parasetamol atau ibuprofen.
Kontraindikasi
Harap berhati-hati! Codeine tidak boleh dikonsumsi oleh seseorang dengan kondisi seperti di
bawah ini:
Gagal hati.
Pecandu alkohol.
Pada semua pasien anak-anak (0-18 tahun) yang menjalani tonsilektomi dan / atau
adenoidektomi untuk sindrom apnea tidur obstruktif karena
peningkatan risiko pengembangan reaksi merugikan serius dan mengancam jiwa.
Pada anak-anak di bawah usia 12 tahun yang sedang dalam pengobatan batuk
simtomatik. Karena dapat meningkatkan resiko pengembangan reaksi yang serius dan
dapat mengancam jiwa.
Dosis penggunaan codeine akan disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien secara umum dan
usia pasien, oleh sebab itu gunakanlah obat ini persis seperti anjuran dari dokter.
Dewasa: 30-60mg setiap empat jam sampai dosis maksimum 240 mg setiap hari.
Lansia: Dosis harus dikurangi pada orang tua dimana ada penurunan fungsi hati
atau ginjal.
Anak-anak diatas 12 tahun: 30 sampai 60 mg setiap 6 jam bila diperlukan sampai dosis
maksimal 240mg setiap hari. Dosis berdasarkan berat badan (0,5-1mg / kg).
Dewasa dan anak di atas 12 tahun: 15-30mg tiga sampai empat kali sehari.
Lansia: Dosis harus dikurangi pada orang tua dimana ada penurunan fungsi hati atau
ginjal.
Anak-anak berusia 12 tahun sampai 18 tahun: Codeine tidak disarankan untuk digunakan
pada anak-anak, mengingat bahwa depresi fungsi pernafasan yang terganggu ketika
mengalami batuk.
Sebaiknya minum obat ini bersama dengan makanan atau susu. Terutama jika ada
masalah lambung.
Minum 6 sampai 8 gelas air setiap hari untuk mencegah sembelit setelah menggunakan
obat ini. Jika terjadi sembelit, jangan gunakan pencahar tanpa terlebih dahulu bertanya
kepada dokter.
Codeine masuk dalam daftar obat terlarang, oleh karena itu, tidak dipergunakan oleh
siapa pun tanpa resep dari dokter.
Setelah Anda berhenti menggunakan obat ini, buang pil yang tidak terpakai ke toilet.
Pembuangan obat-obatan ini dianjurkan untuk mengurangi bahaya overdosis yang tidak
disengaja yang menyebabkan kematian. Saran ini berlaku untuk sejumlah kecil obat saja.
Seperti halnya dengan obat-obat lainnya, codeine juga berpotensi menyebabkan efek samping.
Efek samping yang umum terjadi diantaranya:
Sembelit.
Berkeringat.
Hubungi dokter Anda segera jika Anda mengalami gejala seperti berikut:
Denyut jantung lambat, denyut nadi lemah, pingsan, napas tersengal-sengal atau
sesak napas.
Kejang-kejang.
Kortisol rendah - mual, muntah, kehilangan nafsu makan, pusing, kelelahan atau
kelesuan.
Segera dapatkan bantuan medis jika Anda memiliki gejala sindrom serotonin, seperti: agitasi,
halusinasi, demam, berkeringat, menggigil, denyut jantung cepat, kekakuan otot, kedutan,
kehilangan koordinasi, mual, muntah, atau diare.
Beberapa obat kemungkinan tidak cocok untuk kondisi kesehatan tertentu, dan terkadang
penggunaannya harus dalam pengawasan ekstra. Untuk itu, sebelum Anda menggunakan obat
codeine ini, beritahukan dokter jika Anda:
Memiliki masalah pada organ hati, atau masalah pada cara kerja ginjal Anda.
Memiliki masalah pernapasan, seperti asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Memiliki tekanan darah rendah atau degup jantung yang tidak normal.
Memiliki epilepsi.
Mengalami konstipasi selama lebih dari seminggu atau mengalami masalah inflamasi
usus.
Memiliki kondisi yang menyebabkan kelemahan otot, yang disebut myasthenia gravis.
Baru saja mengalami cedera kepala parah.
Mengonsumsi obat lain (termasuk obat-obatan yang Anda beli tanpa resep, seperti obat
herbal dan komplementer).
Obat codeine (opioid) dapat berinteraksi dengan banyak obat lain dan menyebabkan efek
samping berbahaya atau bahkan kematian. Pastikan dokter Anda tahu jika Anda juga
menggunakan obat-obatan berikut:
Obat-obatan narkotika lainnya (obat pereda nyeri opioid atau obat batuk resep).
Obat yang membuat mengantuk atau memperlambat pernapasan (pil tidur, pelemas otot,
obat penenang, atau obat antipsikotik).
Obat yang mempengaruhi kadar serotonin di tubuh (obat untuk depresi, penyakit
Parkinson, sakit kepala migrain, infeksi serius, atau pencegahan mual dan muntah).
b. Ambroxol
Ambroxol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan mukolitik, yaitu obat yang
berfungsi untuk mengencerkan dahak. Ambroxol umumnya digunakan untuk mengatasi
gangguan pernapasan akibat produksi dahak yang berlebihan pada kondisi seperti bronkiektasis
dan emfisema. Dengan obat mukolitik, dahak yang diproduksi akan lebih encer sehingga lebih
mudah dikeluarkan dari tenggorokan saat batuk. Dengan demikian, pipa saluran pernapasan pun
lebih terbuka dan terasa lega.
Merek dagang: Brommer 30, Cystelis, Epexol, Epexol Forte, Galpect, Lapimuc, Mucera,
Mucopect, Mucopect Retard, Mucos, Promuxol, Propect, Roverton, Silopect, Silopect Forte,
Transbroncho, Berea, Limoxin, Mosapec, Ambril, Betalitik, Broncozol, Broxal, Molapec,
Mucoxol, Sohopec, Ambroxol Indo Farma, Bronchopront, Broxal, Interpec, Mucolica,
Nufanibrox, Transmuco
Tentang Ambroxol
Peringatan:
Bagi wanita hamil dan menyusui, sesuaikan dengan anjuran dokter. Wanita hamil dengan
janin yang berada dalam usia dua belas minggu pertama, disarankan untuk tidak
mengonsumsi obat ini.
Dosis Ambroxol
Untuk dewasa, dosis biasanya diberikan sebanyak 30 hingga 120 mg perhari. Dosis akan
disesuaikan dengan kondisi pasien, tingkat keparahannya dan respons tubuh terhadap obat. Pada
pasien anak-anak, dosis juga akan disesuaikan dengan berat badan mereka.
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan ambroxol sebelum mulai
mengonsumsinya. Konsumsi ambroxol pada saat makan atau setelah makan.
Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan untuk
mengonsumsi ambroxol pada jam yang sama tiap hari untuk memaksimalisasi efeknya.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi ambroxol, disarankan segera melakukannya jika jeda
dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan
menggandakan dosis ambroxol.
Konsumsilah ambroxol sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan oleh dokter. Obat ini
tidak disarankan untuk penggunaan dalam jangka waktu lama.
Interaksi Obat
Penggunaan ambroxol bersamaan dengan antibiotik, seperti cefuroxime, amoxicillin, doxycyclin,
dan erythromycin, dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik di dalam jaringan paru-paru.
Penggunaan ambroxol bersamaan dengan obat penekan refleks batuk, tidak disarankan.
Ambroxol kadang dapat menyebabkan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan,
seperti rasa mual, muntah dan nyeri ulu hati. Namun efek samping ini umumnya tergolong
ringan.
a.Paracetamol
Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan
antipiretik (penurun demam). Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga
menengah, serta menurunkan demam. Untuk orang dewasa, dianjurkan untuk mengonsumsi
paracetamol 1-2 tablet sebanyak 500 miligram hingga 1 gram tiap 4-6 jam sekali dalam 24 jam.
Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan cara menurunkan produksi zat dalam tubuh yang
disebut prostaglandin. Prostaglandin adalah unsur yang dilepaskan tubuh sebagai reaksi terhadap
kerusakan jaringan atau infeksi, yang memicu terjadinya peradangan, demam, dan rasa nyeri.
Paracetamol menghalangi produksi prostaglandin, sehingga rasa sakit dan demam berkurang.
Merek dagang: Biogesic, Cetapain, Eterfix, Farmadol, Fevrin, Ikacetamol, Kamolas, Moretic,
Naprex, Nofebril, Ottopan, Pamol, Panadol, Pehamol, Praxion, Pyrexin, Pyridol, Sanmol,
Sumagesic, Tamoliv, Tempra
Tentang Paracetamol
Untuk orang dewasa, jangan mengonsumsi lebih dari 4 gram per 24 jam.
Dosis Paracetamol
Usia (tahun) Takaran (minimal – maksimal dosis tiap 4-6 jam) per miligram
(mg)
>16 500 – 1000
12-16 480 – 750
10-12 480– 500
8-10 360-375
6-8 240-250
4-6 240
2-4 180
6 – 24 bulan 120
3 – 6 bulan 60
2 – 3 bulan 60
setelah imunisasi
Umumnya, paracetamol tidak menimbulkan efek samping. Walau demikian, pastikan obat ini
cocok untuk gejala-gejala yang dialami dan tidak berlawanan dengan kondisi kesehatan fisik.
Paracetamol bisa dikonsumsi orang dewasa sebanyak 500 mg tiap empat hingga enam jam.
Sedangkan untuk anak-anak, sesuaikan dosisnya dengan anjuran dokter. Obat ini bisa diminum
sebelum atau sesudah makan.
Jangan mengonsumsi paracetamol melebihi dosis yang ditentukan, terlalu banyak mengonsumsi
obat ini bisa merusak organ hati.
Apabila melewatkan waktu mengonsumsi paracetamol, jangan minum dua dosis sekaligus
dengan maksud menggantikannya.
Interaksi Obat
Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan lain, paracetamol bisa menimbulkan reaksi
berupa peningkatan efek samping atau justru mengurangi efektivitas paracetamol itu sendiri.
Untuk menghindarinya, jangan mengonsumsi paracetamol dengan obat-obatan di bawah ini:
Colestyramine (obat yang biasanya digunakan untuk mengurangi rasa gatal pada
gangguan ginjal).
Metoclopramide (obat yang biasanya digunakan untuk meredakan rasa mual dan
muntah).
Imatinib atau busulfan (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengobati kanker
jenis tertentu.
Lixisenatide (obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi diabetes tipe 2).
Paracetamol jarang menyebabkan efek samping, namun ada beberapa yang mungkin terjadi, di
antaranya:
Penurunan jumlah sel-sel darah, seperti sel darah putih atau trombosit.
Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara berlebihan.
Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10
gram, dalam 24 jam
3.Obat alergi
a. Loratadine
Loratadine adalah obat yang dapat mengobati gejala alergi, seperti bersin-bersin, ruam kulit,
pilek, hidung tersumbat, dan mata berair akibat paparan alergen (misalnya debu, bulu hewan,
atau gigitan serangga).
Pada sebagian orang, paparan alergen tersebut menyebabkan tubuh mereka memproduksi dan
melepaskan zat histamin. Zat inilah yang memicu terjadinya reaksi alergi. Untuk mengatasi
gejala-gejala alergi, diperlukan senyawa antihistamin.
Loratadine adalah salah satu jenis obat antihistamin yang tidak menimbulkan rasa kantuk. Meski
demikian, ada juga beberapa orang yang mengalami efek samping mengantuk setelah
menggunakan obat ini.
Oleh karena itu, disarankan agar memberikan jeda waktu setelah Anda menggunakan loratadine
jika ingin melakukan aktivitas yang membutuhkan kewaspadaan, seperti mengemudi atau
mengoperasikan mesin, untuk memastikan bahwa reaksi obat ini normal dan tidak menimbulkan
kantuk agar Anda terhindar dari bahaya.
Merk dagang: Alernitis, Alloris, Clarihis, Claritin, Dayhist, Imunex, Logista, Pylor, Rahistin,
Rihest
Tentang Loratadine
Golongan Antihistamin
Kategori Obat resep
Manfaat Meredakan gejala alergi
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan
kehamilan dan adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada
menyusui wanita hamil.
Bentuk obat Tablet dan sirup
Peringatan:
Harap berhati-hati dalam menggunakan obat ini jika Anda merupakan penderita
gangguan hati dan gangguan darah porfiria.
Dosis Loratadine
Untuk mengatasi reaksi alergi pada pasien dewasa, dosis loratadine yang biasanya
direkomendasikan oleh dokter adalah 10 mg satu kali sehari, atau 5 mg dua kali sehari.
Sedangkan pada anak-anak usia 2-5 tahun, dosisnya adalah 5 mg satu kali sehari.
Mengonsumsi Loratadine dengan Benar
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan obat sebelum menggunakan
loratadine. Obat ini dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Jika diresepkan loratadine
tablet, konsumsilah dengan air putih.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi loratadine, disarankan untuk segera melakukannya jika jeda
dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan
menggandakan dosis.
Interaksi Obat
Jika digunakan bersamaan dengan obat-obatan tertentu, loratadine bisa menimbulkan reaksi
berupa peningkatan efek samping atau justru mengurangi efektivitas obat itu sendiri.
Sama seperti obat-obatan lainnya, loratadine juga berpotensi menyebabkan efek samping. Walau
jarang, efek samping yang dapat terjadi setelah mengonsumsi antihistamin ini adalah merasa
lelah atau mengantuk.
4.Antibiotik
a.Amoxicillin
Amoxicillin adalah salah satu jenis antibiotik golongan penisilin yang digunakan untuk
mengatasi infeksi berbagai jenis bakteri, seperti infeksi pada saluran pernapasan, saluran kemih,
dan telinga. Amoxicillin hanya berfungsi untuk mengobati infeksi bakteri dan tidak bisa
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh virus, misalnya flu. Obat ini membunuh bakteri dengan
cara menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
Tentang Amoxicillin
Golongan Penisilin
Kategori Obat resep
Manfaat Mengatasi infeksi akibat bakteri, terutama pada gigi, saluran kemih,
telinga, hidung, tenggorokan, saluran pernapasan, saluran pencernaan,
dan kelamin (misalnya gonore).
Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak
Bentuk Kapsul, tablet, sirup, sirup kering, suntik
Kategori kehamilan Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan
adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada
wanita hamil.
Peringatan:
Berhati-hatilah jika Anda alergi terhadap obat, seperti penisilin atau bahan tertentu.
Jika Anda akan menjalani vaksinasi apa pun, pastikan memberi tahu dokter bahwa Anda
sedang mengonsumsi amoxicillin karena obat ini dapat menghambat kerja vaksin,
terutama vaksin tifoid.
Jika Anda sedang mengonsumsi pil kontrasepsi dan mengalami muntah-muntah akibat
amoxicillin, gunakan alat pengaman tambahan seperti kondom.
Kosultasikan pada dokter jika menderita gangguan ginjal atau dicurigai menderita demam
kelenjar (glandular fever).
Beri tahu dokter jika mengonsumsi obat lain, termasuk suplemen atau herba.
Dosis Amoxicillin
Berikut ini adalah dosis penggunaan amoxicillin yang telah disesuaikan dengan sejumlah
kondisi:
Kondisi Dosis
Abses gigi Dewasa: 3 gram, diulang sesudah 8 jam
Infeksi saluran kemih Dewasa : 3 gram diulang setelah 10-12 jam
Infeksi saluran pernapasan parah atau Dewasa: 3 gram
berulang
Infeksi H. pylori Dewasa: 750 atau 1000 mg
Infeksi gonore Dewasa: 3 gram
Aktinomikosis, infeksi saluran empedu, Dewasa: 250-500 mg setiap 8 jam atau 500-
bronkitis, endokarditis, gastroenteritis, 875 mg setiap 12 jamAnak: di bawah 40 kg:
infeksi mulut, otitis media, pneumonia, 40-90 mg/kg berat badan setiap hari, dibagi
gangguan limpa, demam tifoid dan dalam 2-3 dosis. Masimal: 3 gram/hari
paratifoid, infeksi saluran kemih
Faringitis dan tonsilitis Dewasa: 775 mg untuk 10 hari
Pasien hemodialisis (cuci darah) 250-500 mg setiap 24 jam
Bacalah petunjuk pada bungkus obat dan ikuti anjuran dokter dalam mengonsumsi amoxicillin.
Jangan mengubah dosis amoxicillin kecuali disarankan oleh dokter.
Pastikan Anda menghabiskan dosis dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh dokter. Hal
ini dilakukan untuk mencegah munculnya kembali infeksi. Jika infeksi masih belum sembuh
setelah mengonsumsi semua dosis yang diresepkan, kembali temui dokter.
Jika tidak sengaja melewatkan dosis amoxicillin, segera minum jika jadwal dosis berikutnya
tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat, jangan menggandakan dosis.
Pada beberapa pasien anak-anak, konsumsi obat ini dapat mengakibatkan perubahan warna gigi
menjadi kuning, coklat, atau abu-abu. Berkonsultasilah dengan dokter gigi untuk mencegah dan
mengatasi perubahan warna gigi.
Interaksi Obat
Walau jarang terjadi, amoxicillin dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi adalah:
Sakit kepala
Ruam
Segera hentikan penggunaan amoxicillin lalu temui dokter atau pergi ke rumah sakit terdekat
apabila timbul ruam, pembengkakan pada wajah atau mulut, atau kesulitan bernapas setelah
mengonsumsi obat ini. Gejala tersebut menandakan adanya alergi terhadap obat.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Masa nifas adalah periode yang dimulai dengan berakhirnya tahap ketiga persalinan dan masih
berlangsung hingga organ genital diasumsikan telah kembali ke kondisi normal mereka
lagi.Durasi normal masa nifas ini adalah 6 minggu setelah kelahiran (Gopalan, 2005). 12.
Obat yang lazim dikonsumsi ibu masa nifas ketika batuk adalah kodein dan ambroxol.Ketika ibu
nifas mengalami nyeri ia bisa mengkonsumsi paracetamol untuk mengurangi nyeri.Dan ketika
alergi ia bisa mengkonsumsi loratadin.Antibiotik yang aman bagi ibu masa nifas seperti
amoxicillin
B.Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembelajaran kami kedepannya
Daftar Pustaka
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14202/2/T1_462011006_BAB%20%20II.pdf
(21 April 2019 16:55)