IR Analisis Instrumen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak dipakai untuk

mengidentifikasi senyawa, baik alami maupun buatan. Dalam bidang fisika bahan, seperti bahan-
bahan polimer, inframerah juga dipakai untuk mengkarakterisasi sampel. Suatu kendala yang
menyulitkan dalam mengidentifikasi senyawa dengan inframerah adalah tidak adanya aturan yang
baku untuk melakukan interpretasi spektrum. Karena kompleksnya interaksi dalam vibrasi
molekul dalam suatu senyawa dan efek-efek eksternal yang sulit dikontrol seringkali prediksi
teoretik tidak lagi sesuai. Pengetahuan dalam hal ini sebagian besar diperoleh secara empiris dan
pengalaman (Basset, 1994).
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah sama dengan
Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistim optiknya
sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer FTIR
adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-
1830) seorang ahli matematika dari Perancis. Fourier mengemukakan deret persamaan gelombang
elektronik sebagai :
dimana :

 a dan b merupakan suatu tetapan

 t adalah waktu

 ω adalah frekuensi sudut (radian per detik)

( ω = 2 Π f dan f adalah frekuensi dalam Hertz)

(Giwangkara,2006)

Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu


senyawa yang belum diketahui,karena spektrum yang dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut.
Metode ini banyak digunakan karena:
 Cepat dan relatif murah
 Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul
 Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas dan oleh karena itu dapat
menyajikan sebuah fingerprint (sidik jari) untuk senyawa tersebut.
Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah
waktu atau daerah frekwensi. Perubahan gambaran intensitas gelobang radiasi elektromagnetik
dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier
Transform). Selanjutnya pada sistim optik peralatan instrumen FTIR dipakai dasar daerah waktu
yang non dispersif. Sebagai contoh aplikasi pemakaian gelombang radiasi elektromagnetik yang
berdasarkan daerah waktu adalah interferometer yang dikemukakan oleh Albert Abraham
Michelson (Harjadi, 1993).

Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan


utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu :
1. Dapat digunakan pada semua frekwensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis
dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.

2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab radiasi
yang masuk ke sistim detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah (slitless).

Sistem optik Spektrofotometer FTIR dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus
dan cermin yang diam. Dengan demikian radiasi infra merah akan menimbulkan perbedaan jarak
yang ditempuh menuju cermin yang bergerak (M) dan jarak cermin yang diam (F). Perbedaan
jarak tempuh radiasi tersebut adalah 2 yang selanjutnya disebut sebagai retardasi (δ). Hubungan
antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor terhadap retardasi disebut sebagai
interferogram. Sedangkan sistim optik dari Spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya
interferometer disebut sebagai sistem optik Fourier Transform Infra Red.
Pada sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated
Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi
infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra Glycerine
Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang
lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh
temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi infra merah (Rustina,
2006).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Spektrofotometer FTIR Spectrum One
Perkin Elmer, lumping agate dan alu, sel KBr “sealed cell” 0,05 mm, dan handy press.

B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, satu bungkus minuman
berenergi (kuku bima energi rasa anggur).

IV. PROSEDUR KERJA


A. Kalibrasi Alat Spektrofotometer Infra Merah
1. Dibuat spectrum dari baku pembanding film polistirena untuk kisaran panjang gelombang 4000
cm-1 sampai 650 cm-1.
2. Dibaca frekuensi dari puncak-puncak yang diperoleh dan bandingkan dengan frekuensi table.
3. Dibuat kurva kalibrasi antara kesalahan frekuensi dengan frekuensi eksperimental.
B. Pengukuran Spektra Zat Cair Sukar Menguap
1. Diteteskan 1 tetes paraffin liquid pada permukaan sel KBr.
2. Ditangkupkan sel yang satu lagi di atas sel tersebut sehinnga zat cair membentuk lapisan film
kapiler.
3. Diletakkan sel pada “cell holder”.
4. Direkam spectrum dari paraffin cair dengan resolusi 4 cm-1.
5. Diidentifikasi gugus fungsional yang ada.
6. Dibuatkan tabel yang menjelaskan spesifitas gugus kromofor dengan panjang gelombang yang
dihasilkan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
 Tabel Hasil Spektrofotometer FTIR dari Sampel Kuku Bima Energi

Jenis Molekul Frekuensi cm-1 Hasil

C-H Alkana 3000-2850 Ada

-CH3 1450-1375 Tidak ada

-CH2- 1465 Tidak Ada

Alkena (stretch) 3100-3000 Tidak Ada

Alkena (bidang) 1000-650 Tidak Ada

Aromatik (stretch) 3150-3050 Tidak Ada

Aromatik (bidang) 900-690 Tidak Ada

Alkuna + 3300 Ada

Aldehida 2900-2700 Ada

C = C Alkena 1680-1600 Tidak Ada

Aromatik 1600-1475 Tidak Ada

Alkuna 2250-2100 Ada

C = O Aldehida 1740-1720 Tidak Ada

Keton 1725-1705 Tidak Ada

Asam Karboksilat 1725-1700 Tidak Ada

Ester 1750-1730 Tidak Ada

Amida 1670-1640 Tidak Ada


Anhidra 1810-1760 Tidak Ada

Asam klorida 1800 Tidak Ada

C–O Alkohol, 1300-1000 Tidak Ada


ester, ester, asam
karboksilat, anhidrida
C - H Alkohol, fenol 3650-3600 Tidak Ada
Asam karboksilat 3400-2400 Ada
N – H Amida primer dan 3500-3100 Ada
sekunder
C = N Amina 1690-1640 Tidak Ada
C = N Nitril 2260-2240 Tidak Ada
N = O Nitro (R-NO2) 1550 dan 1350 Tidak Ada
S – H Merkaptan 2550 Tidak Ada
S = O Sulfat,sulfonamid 1200-1140 Tidak Ada
C – X Florida 1400-1000 Tidak Ada
Klorida 800-600 Tidak Ada
Bromida 667 Tidak Ada
B. Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang analisis senyawa apasaja yang terdapat dalam
miinuman berenergi (Kuku Bima) dengan Spektrofotometer Fourier Transform Infra
Red (FTIR). Tujuan dari percobaan ini adalah mahasiswa mampu memahami prinsip kerja
spektrofotometer FTIR dan mahasiswa mengetahui tujuan kalibrasi alat FTIR sebagai dasar untuk
menjamin keakuratan pembacaan frekuensi/panjang gelombang yang diukur atau dihasilkan..
Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi atau secra
umum dapat di gambarkan sebagai berikut : sampel di scan, yang berarti sinar infra merah akan
dilewatkan ke sampel. Gelombang yang diteruskan oleh smpel akan ditangkap oleh detektor yang
terhubung ke komputer yang akan memberikan gambaran spektrum sampel yang diuji. Misalkan
dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang ditembak dengan energi dari
sumber sinar yang akan menyebabkan molekul tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang
digunakan adalah keramik, yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan
infrared. Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar infrared tidak cukup kuat untuk
menyebabkan terjadinya atomisasi ataupun eksitasi elektron pada molekul senyawa yang ditembak
dimana besarnya energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada atom-atom dan
kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga dihasilkan frekuaensi yang berbeda pula.
Prosedur kerja pada percobaan ini terdapat dua prosedur yaitu kalibrasi alat
spektrofotometer infra merah dan pengukuran spectra zat cair sukar larut. Untuk kalibrasi alat
sepektrofotometer infra merah langkah kerja sebagai berikut langkah pertama dibuat spectrum dari
baku pembanding film polistirena untuk kisaran panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 650 cm-1.
Langkah kedua dibaca frekuensi dari puncak-puncak yang diperoleh dan bandingkan dengan
frekuensi table. Langkah ketiga dibuat kurva kalibrasi antara kesalahan frekuensi dengan frekuensi
eksperimental. Untuk pengukuran spectra zat cair sukar larut langkah kerja sebagai berikut langkah
pertama diteteskan 1 tetes paraffin liquid pada permukaan sel KBr. Langkah kedua ditangkupkan
sel yang satu lagi di atas sel tersebut sehinnga zat cair membentuk lapisan film kapiler. Langkah
ketiga diletakkan sel pada “cell holder”. Langkah keempat direkam spectrum dari paraffin cair
dengan resolusi 4 cm-1. Langkah kelima diidentifikasi gugus fungsional yang ada. Langkah
keenam dibuatkan tabel yang menjelaskan spesifitas gugus kromofor dengan panjang gelombang
yang dihasilkan.
Salah satu tujuan utama dari kalibrasi alat adalah untuk menjamin hasil analisa agar
diperoleh data dengan presisi dan akurasi yang tinggi. Dalam analisa spektroskopi FTIR terdapat
berbagai macam factor yang memberikan kontribusi terhadap kesalahan pembacaan panjang
gelombang. Cara paling sederhana untuk membuat kurva ini adalah dengan menggunakan
spectrum baku pembanding. Spektrum yang biasanya digunakan yaitu spectrum dari film plastic
polistirena. Dengan mengetahui frekuensi dari baku pembanding maka dapat dibuat kurva
kalibrasi yang merupakan grafik hubungan antara frekuensi dengan kesalahan frekuensi.
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah mula-mula sampel (kuku bima energi) ditimbang
sebanyak 0,5 gram, dilarutkan dengan methanol secukupnya di dalam gelas beker. Kemudian
larutan sampel (kuku bima energi) di encerkan ad 25 ml di dalam labu ukur, lalu kocok. Setelah
itu sampel di baca pada alat spektrofotometer FTIR dengan bilangan gelombang 2000 sampai 4000
cm-1 dengan membandingkan sampel (kuku bima energi) dengan larutan baku atau larutan standar
kafein. Terakhir amati hasil yang didapat dengan membaca puncak gelombang yang didapat.
Dari hasil praktikum kali ini didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa senyawa yang
terdapat pada frekuensi tertentu dalam sampel serbuk kuku bima. Senyawa tersebut ialah : C-H
Alkana pada frekuensi 3000-2850 cm-1, Alkuna pada Frekuensi ± 3300 cm-1, Aldehida pada
Frekuensi 2900-2700 cm-1, Alkuna pada frekuensi 2250-2100 cm-1, Asam Karboksilat pada
frekuensi 3400-2400 cm-1, dan N-H Amida Primer dan Sekunder pada frekuensi 3500-3100 cm-1.
Tetapi ada pula senyawa yang tidak terbaca dalam frekuensi tertentu, seperti : -CH3 pada
frekuensi 1450-1537 cm-1, -CH2- Pada Frekuensi 1465 cm-1, Alkena (strech) dan Alkena (bidang)
pada frekuensi 3100-3000 cm-1 dan 1000-650 cm-1, Senyawa Aromatik (strech) dan Senyawa
aromati (bidang) pada frekuensi 3150-3050 cm-1 dan 900—690 cm-1, C=C Alkena pada frekuensi
1680-1600 cm-1, Senyawa Aromatik pada frekuensi 1600-1475 cm-1, C=O Aldehida pada
frekuensi 1740-1720 cm-1, Keton pada frekuensi 1725-1705 cm-1, Asam Karboksilat pada
frekuensi 1725-1700 cm-1, Ester pada frekuensi 1750-1730 cm-1, Amida pada frekuensi 1670-1640
cm-1, Anhidra pada frekuensi 1810-1760 cm-1, Asam Klorida pada frekuensi 1800 cm-1, C–
O (Alkohol, ester, ester, asam karboksilat, anhidrida) pada frekuensi 1300-1000 cm-1, C-H
Alkohol Fenol pada frekuensi 3650-3600 cm-1, C=N Amina pada frekuensi 1690-1640 cm-1, C=N
Nitril pada frekuensi 2260-2240 cm-1, N=O Nitro (R-NO2) pada frekuensi 1550 cm-1dan 1350 cm-
1
, S-H Merkaptan pada frekuensi 2550 cm-1, S=O Sulfat Sulfonamid 1200-1140 cm-1, C-X florida
pada frekuensi 1400-1000 cm-1, Klorida pada frekuensi 800-600 cm-1, dan Bromida pada
frekuensi 667 cm-1.
Dari hasil yang didapat untuk gambar spectra dari sampel (kuku bima energi) pada hasil
FTIR, larutan standar kafein hampir sama karena pada puncak gelombang, bilangan gelombang
sampel dengan larutan standar kafein tidak terlalu jauh sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung senyawa kafein.

VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Prinsip kerja spektroskopi FTIR adalah adanya interaksi energi dengan materi atau secra umum
dapat di gambarkan sebagai berikut : sampel di scan, yang berarti sinar infra merah akan
dilewatkan ke sampel. Gelombang yang diteruskan oleh smpel akan ditangkap oleh detektor yang
terhubung ke komputer yang akan memberikan gambaran spektrum sampel yang diuji.
2. Sampel yang diuji pada percobaan ini adalah minuman berenergi dengan merek kuku bima energi.
3. Dari hasil praktikum kali ini didapatkan hasil bahwa terdapat beberapa senyawa yang terdapat
pada frekuensi tertentu dalam sampel serbuk kuku bima. Senyawa tersebut ialah : C-H Alkana
pada frekuensi 3000-2850 cm-1, Alkuna pada Frekuensi ± 3300 cm-1, Aldehida pada
Frekuensi 2900-2700 cm-1, Alkuna pada frekuensi 2250-2100 cm-1, Asam Karboksilat pada
frekuensi 3400-2400 cm-1, dan N-H Amida Primer dan Sekunder pada frekuensi 3500-3100 cm-1.
4. Dari hasil yang didapat untuk gambar spectra dari sampel (kuku bima energi) pada hasil
FTIR, larutan standar kafein hampir sama karena pada puncak gelombang, bilangan gelombang
sampel dengan larutan standar kafein tidak terlalu jauh sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
mengandung senyawa kafein.

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Giwangkara S, EG., 2006, “Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy Pada Analisis Sidik Jari Minyak Bumi
Menggunakan Spetrofotometer Infra Merah – Transformasi Fourier (FT-IR)”, Sekolah Tinggi
Energi dan Mineral, Cepu – Jawa Tengah.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Dasar Analitik. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai