Tata Nama Senyawa Hidrokarbon
Tata Nama Senyawa Hidrokarbon
Tata Nama Senyawa Hidrokarbon
Oleh:
MIRZA MAULANA AHMAD (1811012210020)
Dosen :
NIP:196909291995021001
S-1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
Tata Nama Senyawa Hidrokarbon
Perbedaan rumus struktur alkana dengan jumlah C yang sama akan menyebabkan berbedaan sifat
alkana yang bersangkutan. Banyaknya kemungkinan struktur senyawa karbon, menyebabkan
perlunya pemberian nama yang dapat menunjukkan jumlah atom C dan rumus strukturnya. Aturan
pemberian nama hidrokarbon telah dikeluarkan oleh IUPAC agar dapat digunakan secara
internasional.
Jika nomor dari bawah, maka cabang ada di nomor 3. tetapi jika dari kanan, maka
cabang ada di nomor 4. Sehingga dipilih penomoran dari ujung bawah.
c. Tentukan cabang, yaitu atom C yang yang terikat pada rantai induk. Cabang merupakan
gugus alkil dan beri nama alkil sesuai struktur alkilnya. Perhatikan beberapa gugus alkil
berikut:
Tabel 3. Nama Alkil
Jika terdapat lebih dari satu alkil sejenis, maka tulis nonor-nonor cabang dari alkil sejenis dan
beri awalan alkil dengan di, tri, tetra, penta dan seterusnya sesuai dengan jumlah alkil
sejenis.
Jika terdapat dua atau lebih jenis alkil, maka nama-mana alkil disusun menurut abjad.
Jika terdapat beberapa pilihan rantai induk yang sama panjang, maka pilih rantai induk yang
mempunyai cabang lebih terbanyak.
b. Memberi nomor, dengan aturan penomoran dimulai dari salah satu ujung rantai induk,
sehingga ikatan rangkap mendapat nomor terkecil (bukan berdasarkan posisi cabang).
Contoh:
b. Penomoran alkuna dimulai dari salah satu ujung rantai induk, sehingga atom C yang
berikatan rangkap tiga mendapat nomor terkecil. Contoh:
c. Penamaan, dengan urutan:
Nomor C yang mengikat cabang
Nama cabang
Nomor C yang berikatan rangkap tiga
Nama rantai induk (alkuna)
Selain rantai lurus, salah satu keistimewaan senyawa hidrokarbon adalah dapat membentuk
senyawa dengan struktur melingkar. Senyawa ini disebut dengan senyhawa siklo. Ada dari golongan
alkana (hidrokarbon jenuh) sehingga disebut sikloalkana ataudari golongan alkena (hidrokarbon tak
jenuh) yang disebut dengan sikloalkena.
Untuk membentuk siklik/struktur melingkar, minimal diperlukan tiga buah rantai karbon. Tetapi
senyawa siklo hidrokarbon yang paling banyak ditemui adalah senyawa siklik dengan rantai karbon
6.
Untuk menamai senyawa siklik yang tidak bercabang/tersubtitusi cukup mudah yaitu dengan
aturan : siklo + nama alkana (dilihat dari jumlah karbonnya).
Contoh :
Setiap sudut pada senyawa diatas menandakan atom karbon. Karena jumlah atom C nya 5, maka
nama senyawa diatas adalah siklopentana.
Jika terdapat satu subtituen alkil yang jumlah C nya lebih pendek, maka senyawa siklikknya dianggap
sebagai rantai induk. Penamaannya mengikuti aturan : nama cabang(alkil) + nama rantai induk
(silik).
Contoh :
Nama : etilsikloheksana
Tetapi jika jumlah atom C satu subtituen itu lebih banyak dari senyawa sikliknya, maka yang menjadi
rantai induk adalah subtituennya. Untuk senyawa yang begini, maka rantai induknya diberi nomor
dengan atom C yang terikat ke senyawa siklik merupakan atom C no 1.Penamaannya mengikuti
aturan : nomor senyawa siklik + nama senyawa siklik (alkil) + nama rantai induk (alkana).
Contoh :
Nama : 1-sikloheksiloktana
Jika senyawa siklik terikat pada rantai karbon yang panjang darinya, tetapi tidak diposisi atom C
1, maka penomoran dimulai dari ujung yang dengan dengan senyawa siklik.
Contoh :
Nama : 3-sikloheksiloktana
Jika ada dua subtituen alkil yang sama, maka penomoran dimulai dari alkil sembarang ke arah
sehingga alkil yang lain mendapat nomor terendah.
Karena gugus alkil berada di sisi yang sama, kita juga mengikutkan tata nama cis dan transnya.
Senyawa diatas memiliki tata nama cis. Kemudian penomoran dimulai dari C 1(lihat gambar). Nah
arah penomoran adalah searah jaum jam sehingga alkil kedua mendapat nomor terendah yaitu no 2.
Bukan berlawanan arah jarum jam sehingga alkil ke dua mendapat nomor 4.
Untuk senyawa sikloalkena, aturan penamaannya sama dengan diatas, tetapi semua akihiran – ana
diganti dengan – ena. Karena mengandung ikatan rangkap, maka atom C diberi nomor sehingga
ikatan rangkapnya mendapat nomor terkecil. Dan jika terdapat subtituen, penomoran tetap dimulai
dari yang dekat dengan ikatan rangkap sehingga ikatan rangkap ini mendapat nomor terkecil.
Contoh :
Nama : 1-sikloheksena
(penomoran yang benar) (penomoran yang salah, karena ikatan rangkap kedua
mendapat posisi 5)
Penomoran bukan dimulai dari atom C yang dekat cabang, tetapi yang dekat ke ikatan rangkap
sehingga ikatan rangkapnya mendapat nomor terendah.
Nama senyawa diatas : 4-metil-1-sikloheksena
Jika ada dua buah ikatan rangkap dan satu subtituen, maka penomoran juga harus dimulai dari atom
C yang dekat ikatan rangkap kearah yang sesuai sehingga ikatan rangkap kedua mendapat nomor
terkecil.
Penomoran dimulai dari atom C pertama kearah searah jarum jam sehingga ikatan rangkap kedua
mendapat posisi 3. Bukan kearah berlawanan arah jarum jam sehingga ikatan rangkap kedua
mendapat nomor 5.
Semua senyawa yang mengandung cincin benzena digolongkan sebagai senyawa turunan benzena.
Penataan nama senyawa turunan benzena sama seperti pada senyawa alifatik, ada tata nama umum
(trivial) dan tata nama menurut IUPAC yang didasarkan pada sistem penomoran. Dengan tata nama
IUPAC, atom karbon dalam cincin yang mengikat substituen diberi nomor terkecil.
Menurut IUPAC, benzena dengan satu substituen diberi nama seperti pada senyawa alifatik, sebagai
gugus induknya adalah benzena. Contoh :
Benzena dengan gugus alkil sebagai substituen, diklasifikasikan sebagai golongan arena. Penataan
nama arena dibagi ke dalam dua golongan berdasarkan panjang rantai alkil. Jika gugus alkil
berukuran kecil (atom C < 6) maka gugus alkil diambil sebagai substituen dan benzena sebagai
induknya. Contoh :
Jika gugus alkil berukuran besar (atom C > 6) maka benzena dinyatakan sebagai substituen dan alkil
sebagai rantai induknya. Benzena sebagai substituen diberi nama fenil– (C6H5–, disingkat –ph).
Contoh:
Benzena dengan dua gugus substituen diberi nama dengan awalan: orto– (o–), meta– (m–), dan
para– (p–). Orto– diterapkan terhadap substituen berdampingan (posisi 1 dan 2), meta– untuk posisi
1 dan 3, dan para– untuk substituen dengan posisi 1 dan 4.
o–hidroksimetilbenzena 31 191
m–hidroksimetilbenzena 12 203
p–hidroksimetilbenzena 35 202
Jika gugus substituen sebanyak tiga atau lebih, penataan nama menggunakan penomoran dan ditulis
secara alfabet. Nomor terkecil diberikan kepada gugus fungsional (alkohol, aldehida, atau
karboksilat) atau gugus dengan nomor paling kecil.
Disamping tata nama menurut IUPAC, juga terdapat beberapa nama yang sudah umum (trivial),
misalnya:
Tata nama trivial sering kali dipakai sebagai nama induk dari benzena. Penomoran untuk senyawa
seperti ini dimulai dari gugus fungsional.
Contoh :
1. Benzena pada umumnya dipakai sebagai induk dan gugus yang terikat disebutkan lebih dulu
kemudian diikuti dengan benzena. Contoh :
Beberapa senyawa turunan benzena mempunyai nama khusus yang lebih lazim digunakan.
2. Untuk dua subtituen posisinya dapat diberi awalan : orto (o) untuk posisi 1 dan 2, meta (m)
untuk posisi 1 dan 3 dan para (p) untuk posisi 1 dan 4. Perhatikan contoh-contoh berikut:
3. Gugus bervalensi satu yang diturunkan dari benzena disebut fenil dan gugus yang
diturunkan dari toluena disebut benzil.
4. Untuk tiga substituen atau lebih, awalan orto, meta, dan para tidak diterapkan lagi, tetapi
posisi substituen yang dinyatakan dengan angka, urutan prioritas penomoran adalah sebagai
berikut.
– COOH, – SO3H, – CHO, – CN, – OH, – NH2, – R, – NO2, – X
Contoh :
5. Bila cincin benzena terikat pada rantai alkana bergugus fungsi atau rantai alkana dengan 7
atom karbon atau lebih maka rantai alkana tersebut sebagai induk, sedangkan cincin
benzena sebagai substituen.
Daftar Pustaka
Pangajuanto, T. (2009). Kimia 3 : Untuk SMA/ MA Kelas XII. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Sunarya, Y. d. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia 3 : Untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas /
Madrasah Aliyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.