Kep. Anak Atresia Ani & Hisprung-1
Kep. Anak Atresia Ani & Hisprung-1
Kep. Anak Atresia Ani & Hisprung-1
Tingkat 2A
Disusun oleh:
Kelompok 8
1. Regita Andes S.MS (15.043 / 14)
2. Ukik Dwi Lestari (15.110 / 36)
3. Anjas Agesta P (15.000 / 35)
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-
Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “ Konsep dan Asuhan Keperawatan
Pada Bayi/Anak dengan Gangguan Kongenital Dan Tindakan Pembedahan : Atresia Ani Dan
Hisprung” makalah ini disusun untuk memenuhi tugas keperawatan anak. Dalam penyusunan
makalah ini tidak lepas dari segala bimbingan dan bantuan berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat.
1. Ibu Marfuah, S.Kep., Ners, M.Kep Selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Anak.
2. Karyawan perpustakaan Akademi Keperawatan Lumajang yang telah banyak membantu
dalam penyediaan literatur untuk penyusunan makalah ini.
3. Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga yang telah mendoakan dan meberikan motivasi untuk
terselesaikannya makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
BAB 2 ......................................................................................................................................... 4
2.1 Definisi......................................................................................................................... 4
2.2 Etiologi......................................................................................................................... 4
iii
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Hirschprung................................................ 8
BAB 3 ....................................................................................................................................... 26
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus
akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir,
tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum.
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang tergolong rendah angka kejadiannya
dibandingkan penyakit lain dalam saluran pencernaan. Kejadian di Amerika Serikat 600 anak
lahir dengan atresia ani. Data yang didapatkan kejadian atresia ani timbul dengan
perbandingan 1 dari 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit atresia ani. Kartono mencatat 20-40 persen penyakit atresia ani yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan rasio laki-laki : perempuan adalah
4 : 1. Insiden ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam
10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000
kelahiran. Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini
yakni ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga (Haryono, 2013)
Sebagaimana celah bibir dan celah palatum, hirschsprung merupakan masalah saluran
cerna yang dapat dialami anak semenjak lahir sampai masa kanak-kanak. Gejala yang timbul
dapat mulai diketahui semenjak lahir, dengan adanya keterlambatan pengeluaran meconium.
Pada tahun 1888, Hirschprung (1830-1916), ahli penyakit anak asal Denmark,
melaporkan dua kasus bayi meninggal yang disebabkan oleh perut kembung akibat kolon
1
yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit tersebut kemudian dinamakan penyakit
hirschsprung. Penyakit tersebut disebut juga megakolon kongenitum dan merupakan kelainan
yang sering ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada neonates. Pada anak
yang mengalami penyakit hirschsprung, tidak ditemukan pleksus mienterikus (Auerbach),
akibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat mengembang.
Setiap anak yang mengalami konstipasi sejak lahir, tanpa mempertimbangkan usia,
dapat menderita penyakit hirschsprung. Penyakit ini timbul pada neonatus baik sebagai
obstruksi usus besar maupun timbul kemudian sebagai konstipasi kronik. Penyakit ini
sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan bawaan tunggal.
Kelainan ini jarang sekali ditemukan pada bayi prematur atau disertai kelainan bawaan lain.
Namun, Behrman (1996) menyebutkan bahwa penyakit hirschprung mungkin muncul dengan
cacat bawaan lain, termasuk sindrom down, sindrom Laurence-Moon Bardet-Biedl, dan
sindrom Waardenbrug, dan kelainan kardiovaskuler. Prognosis penyakit hirschsprung yang
diterapi dengan bedah umumnya memuaskan, sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan
feses (kontinensia). Masalah setelah pembedahan yang dapat ditemukan adalah enterokolitis
berulang, striktur, prolapse, abses perianal, dan pengotoran feses (Sodikin, 2011).
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan
judul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada Bayi/Anak dengan Gangguan Kongenital Dan
Tindakan Pembedahan : Atresia Ani Dan Hirschsprung”.
2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan kongenital dan
tindakan pembedahan : atresia ani dan hirschsprung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui definisi penyakit atresia ani dan hirschsprung
2) Mengetahui etiologi penyakit atresia ani dan hirschsprung
3) Mengetahui patofisiologi penyakit atresia ani dan hirschsprung
4) Mengetahui manifestasi klinis penyakit atresia ani dan hirschsprung
5) Mengetahui pemeriksaan diagnostik/penunjang penyakit atresia ani dan
hirschsprung
6) Mengetahui penatalaksanaan dan tindakan pembedahan pada penyakit atresia
ani dan hirschsprung
7) Mengetahui prognosis penyakit atresia ani dan hirschsprung
8) Mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit atresia ani dan hirschsprung
mulai dari pengkajian, diagnosis, intervensi hingga evaluasi keperawatan.
1.4 Manfaat
Dari pembuatan makalah ini diharapkan memiliki manfaat :
a. Bagi penulis:
Diharapkan dapat menjadi acuan untuk standart operasional prosedur atau
meningkatkan mutu layanan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit atresia ani dan hirschsprung.
b. Bagi Pembaca:
Memberikan wawasan serta pengetahuan yang lebih luas tentang penyakit atresia ani
dan hirschsprung.
3
BAB 2
LITERATUR REVIEW
2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Atresia ani
Imperforata ani (atresia ani) adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada
distal (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal (Ridha, 2014).
Anus imperforata (atresia ani) merupakan suatu kelainan malformasi kongenital
dimana terjadi ketidaklengkapan perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya
anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus.
Lokasi terjadinya anus imperforata ini meliputi bagian anus, rectum, atau bagian diantara
keduanya (Hidayat, 2009).
Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang ditempat yang seharusnya berlubang
karena cacat bawaan (Nanny Lia Dewi, 2013).
2.1.2 Definisi Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus
yang dimulai dari sfingter ani internal kea rah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan
termasuk anus sampai rectum atau juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana
tidak terdapat sel ganglion parasimpatik dari pleksus auerbach di kolon (Hidayat, 2009).
Hirschprung / megacolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus,
tersering pada neonatus, kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang dari
3kg lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan (Ridha, 2014).
Hirschsprung (mengkolon atau aganglionik kongenital) adalah anomali kongenital
yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus
(Sodikin, 2011).
2.2 Etiologi
2.2.1 Etiologi Atrisia Ani
a. Secara pasti belum diketahui
b. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourinary (Ridha, 2014).
2.2.2 Etiologi Hirschprung
Penyakit ini disebabkan oleh aganglianosis meisner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proximal, 70% terbatas didaerah
voko sigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya , 5% dapat mengenai seluruh
usus dan pylorus (Ridha, 2014).
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Patofisiologi Atrisia Ani
ATRESIA ANI
Gang. Rasa
Iritasi mukosa resiko infeksi
nyaman
Resiko kerusakan
integritas kulit
5
2.3.1 Patofisiologi Hirschprung
Peristaltik abnormal
6
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Manifestasi Klinis Atrisia Ani
a. Kegagalan lewatnya mekonium saat atau setelah lahir
b. Tidak ada atau stenosis kanal
c. Adanya membran anal
d. Fistula eksternal pada perineum (Ridha, 2014).
7
2.5.2 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Hirschprung
1. Pada pemeriksaan foto pas abdomen terlihat tanda obstruksi usus letak rendah.
Pada pemeriksaan enema barium terlihat lumen rekto sigmoid kecil, bagian
proksimalnya terlihat daerah transisi dan kemudian melebar. Agar tidaak
mengaburkan hasil, 24 jam sebelum dilakukan colok dubur maupun pemasangan
pipa rektal. Bila foto enema barium tidak menunjukkan tanda khas hirschsprung
dilakukan colok dubur maupun pemasangan pipa rektal. Bila foto enema barium
tidak menunjukkan tanda khas Hirschsprung dilakukan foto notasi barium 24
sampai 48 jam setelah foto enema barium pertama. Barium tampak membaik
dengan feses kearah proksimal dalam kolon berganglion normal. Bial telah terjaadi
enterokolitis dapaat timbul gambaran penebaalan , mogulalis mukossa kolon
(Ridha, 2014).
2. Pemeriksaan patologi anatomis dengan biopsy isap mukosa dan sub mukosa
memiliki akurasi 100%. Tidak dijumpainya sel ganglion moisner disertai
penebalan serabut sara menegakkan diagnosis hirschprung, sedangkan ditemukan
sel ganglion, meskipun imatur menyingkirkan diagnosis hirschprung (Ridha,
2014).
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan Atrisia Ani
Jalan terbaik untuk klien dengan atresia ani adalah dengan dilakukan pembedahan:
a. Kolostomi
b. Transversokolostomi (kolostomi dikolon transversum)
c. Sigmoidostomi (kolostomi dikolon sigmoid)
d. Bentuk yang aman adalah daoudle barret atau laran ganda (Ridha, 2014).
1. Penatalaksanaan Prapembedahan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan atresia ani adalah sebagai berikut:
a. Memantau status hidrasi (tanda-tanda dehidrasi dan keseimbangan cairan).
b. Mempertahankan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan.
c. Memantau berat badan.
d. Penatalaksanaan medis dalam rencana pembedahan dengan persiapan sebagai
berikut: kaji adanya distensi abdomen dengan mengukur lingkar perut, observasi
tanda vital setiap 4 jam, pantau adanya komplikasi usus (seperti adanya perforasi),
pantau respon bayi terhadap evakuasi anus, gunakan nasograstrik tube untuk
8
dekompresi lambung, gunakan kateter untuk dekompresi kandung kemih,
pertahankan cairan (parenteral), dan pantau respons terhadap pemberian antibiotic
(Hidayat, 2009).
2. Penatalaksanaan Pascapembedahan
Penatalaksanaan pascapembedahan untuk klien ini adalah sebgai berikut:
a. Melakukan pemantauan bising usus, apabila sudah mulai terdengar suaranya,
berikan cairan.
b. Memberikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi.
c. Memantau asupan parenteral, enteral, atau oral.
d. Melakukan pemantauan berat badan.
e. Melakukan penggantian balutan dan perhatikan adanya drainase, kemerahan, serta
inflamasi.
f. Membrsihkan daerah anus untuk mencegah kontaminasi fekal.
g. Mengganti posisi bayi tiap 2 jam.
h. Memantau tanda-tanda infeksi sistemik dan local.
i. Melakukan pemberian antibiotic
j. Memberikan rendam duduk pascapembrdahan 1 minggu lebih
k. Memberikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasin
l. Memberikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi
m. Pemberian analgetic (Hidayat, 2009).
9
d. Ada 2 tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel
dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat
kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan. Terdapat 3 prosedur dalam
pembedahan diantaranya sebagai berikut:
Prosedur Duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik. Selanjutnya dibuat
dinding ganda, yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang telah ditarik.
Prosedur Swenson, yaitu membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan
saluran anal yang mengalami dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan
pada bagian posterior.
Prosedur soave, dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rectum
tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal yang ditarik sampai ke
anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan
otot rektosigmoid yang tersisa.
e. Pantau status hidrasi dengan cara mengukur intake dan output cairan tubuh
f. Mengobservasi membrana mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status
cairan.
g. Memantau perubahan status nutrisi, antara lain turgor kulit dan asupan nutrisi.
h. Melakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak
memungkinkan.
i. Melakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi
sisa (Hidayat, 2009).
2. Penatalaksanaan Pascapembedahan
Penatalaksanaan pascapembedahan pada klien ini adalah sebagai berikut:
a. Melakukan observasi atau pemantauan tanda nyeri
b. Melakukan teknik pengurangan nyeri, seperti teknik back rub (pijat punggung),
sentuhan.
c. Mempertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.
d. Memberikan analgesic apabila memungkinkan
e. Memantau tempat insisi
f. Mengganti popok dengan sering untuk menghindari kontaminasi feses
g. Melakukan perawatan pada kolostomi atau perianal
10
h. Kolaborasi pemberian antibiotic untuk pengobatan mikroorganisme
i. Memantau tanda adanya komplikasi, seperti obstruksi usus karena perlengketan,
volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis fistula, enterokolitis, frekuensi
defekasi, konstipasi, perdarahan dan lain-lain.
j. Memantau peristaltik usus
k. Memantau tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan
kepatenan pemasangan nasogastric (Hidayat, 2009).
2.6 Prognosis
2.6.1 Prognosis Atrisia Ani
Prognosis bergantung dari fungsi klinis. Dengan khusus dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam. Sensibilitas rektum dan kekuatan kontraksi otot
sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004). Fungsi kontineia tidak hanya
bergantung pada kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada
usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita (Hamami A.H, 2004). Hasil operasi
atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt
M, 2007).
11
2.7 Konsep Asuhan keperawatan
2.8.1 Pengkajian Keperawatan
2.8.1.1 Pengkajian Keperawatan Atrisia Ani
fokus pengkajian
1. Persepsi kesehatan - pola managemen kesehatan
2. Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan dirumah.
3. Pola nutrisi – metabolic
4. Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien dengan
atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu
oleh mual dan muntah dampak dari anestesi.
5. Pola eliminasi
6. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga
pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
7. Pola aktivitas dan latihan
8. Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.
9. Pola persepsi kognitif
10. Mengkaji tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan tanggapan dalam menjawab pertanyaan
11. Pola tidur dan istirahat
12. Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi.
13. Konsep diri dan persepsi diri
14. Mengkaji konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
15. Peran dan pola hubungan
16. Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam bertanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik
untuk melaksanakan peran.
17. Pola reproduktif dak seksual
18. Pola ini bertujuan mengkaji sebatas fungsi sosial dari alat reproduksi.
19. Pola pertahanan diri, stress dan toleransi
12
20. Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, masalah
rumah
21. Pola keyakinan dan nilai
22. Untuk mengkaji sikap, keyakinan klien/keluarga dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan
perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien/keluarga
dalam upaya pelaksanaan ibadah.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus
tampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi, thermometer
yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik, tanpa meconium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine
dan vagina (Haryono, 2013)
a. Konstipasi
b. Feses berbau menyengat dan seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Massa fekal dapat teraba
e. Anak biasanya memiliki nafsu makan dan pertumbuhan buruk
7. Kolaborasi dalam prosedur diasnostik dan pengujian, misalnya
radiografi, biospsi rektal, manometri anorektal (Sodikin, 2011).
NIC :
a. Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
b. Gunakan pendekatan yang menenangkan
c. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
d. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
e. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
f. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
g. Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
h. Dorong keluarga untuk menemani anak
i. Lakukan back/neck rub
j. Dengarkan dengan penuh perhatian
k. Identifikasi tingkat kecemasan
l. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
m. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
n. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
o. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
15
NIC:
Bowel incontinence care
a. perkirakan penyebab fisik dan psikologi dari inkontinensia fekal
b. jelaskan penyebab masalah dan rasional dari tindakan
c. jelaskan tujuan dari managemen bowel pada pasien atau keluarga
d. diskusikan prosedur dan kriteria hasil yang diharapkan bersama pasien
e. instruksikan pasien atau keluarga untuk mencatat keluaran feses
f. cuci area perianal dengan sabun dan air lalu keringkan
g. jaga kebersihan baju dan tempat tidur
h. lakukan progam latihan BAB
i. monitor efek samping pengobatan
bowel training
a. rencanakan progam BAB dengan pasien dan pasien yang lain
b. konsultasikan ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria
c. ajarkan ke pasien atau keluarga tentang prinsip latian BAB
d. anjurkan pasien untuk cukup minum
e. dorong pasien untuk cukup latihan
f. jaga privasi klien
g. kolaborasi pemberian pemberian suppositoria jika memungkinkan
h. evaluasi status BAB secara rutin
i. modifikasi program BAB jika diperlukan
16
a. anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang longgar
b. hindari kerutan pada tempat tidur
c. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) tiap 2 jam sekali
e. monitor kulit akan adanya kemerahan
f. oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan
g. monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
h. monitor status nutrisi pasien
4. Kurang pengetahuan b.d perawatan dirumah dan pembedahan
Kriteria hasil:
a. pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
b. pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat atau tim kesehatan lain
NIC:
Teaching: Disease Process
a. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
b. jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
d. Gambarkan proses penyakit
e. Indentifikasi kemungkinan penyebab
f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
g. Hindari jaminan yang kosong
h. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses
pengontrola penyakit
j. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
17
k. Dukung pasien untuk mengeksplortasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l. Eksplorasi kemungkin sumber atau dukungan
m. Rujuk pasien pada grup atau agensi dikomunitas local
n. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
Kriteria hasil:
a. adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC:
Nutrition Management
a. kaji adanya alergi makanan
b. kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
c. anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. berikan substansi gula
f. yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
g. berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h. ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
i. monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
18
e. Jadwalkan pengobatandan tindakan tidak selama jam makan
f. Monitoring kulit kering dan perubahan pigmentasi
g. Monitor turgor kulit
h. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
i. Monitor mual dan muntah
j. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
k. Monitor makanan kesukaan
l. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
m. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
n. Monitor kalori dan intake nutrisi
o. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral
p. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. Resiko infeksi b.d pembedahan
kriteria hasil:
a. klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
c. menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. jumlah leukosit dalam batas normal
e. menunjukkan perilaku hidup sehat
NIC:
Infection Control (Kontrol infeksi)
a. bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b. pertahankan teknik isolasi
c. batasi pengunjung bila perlu
d. instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjun meninggalkan pasien
e. gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
f. cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
g. gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
h. pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
i. ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
j. gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
19
k. tingkatkan intake nutrisi
l. berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection protection (proteksi terhadap infeksi)
a. monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b. monitor hitung granulosit, WBC
c. monitor kerentanan terhadap infeksi
d. batasi pengunjung
e. sering pengunjung terhadap penyakit menular
f. pertahankan teknik asepsis pada pasien beresiko
g. pertahankan teknik isolasi k/p
h. berikan perawatan kulit pada area epidema
i. inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
j. inspeksi kondisi luka/insisi bedah
k. dorong masukan nutrisi yang cukup
l. dorong masukan cairan
m. dorong istirahat
n. instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
o. ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
p. ajarkan cara menghindari infeksi
q. laporkan kecurigaan infeksi
r. laporkan kultur positif
20
c. monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik), jika diperlukan
d. monitor vital sign
e. monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
f. kolaborasi pemberian cairan IV
g. monitor status nutrisi
h. kolaborasikan pemberian cairan
i. berikan cairan IV pada suhu ruangan
j. dorong masukan oral
k. berikan penggantian nesogatrik sesuai output
l. dorong keluarga untuk membantu pasien makan
m. tawarkan snack (jus buah, buah segar)
n. kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
o. atur kemungkinan tranfusi
p. persiapan untuk tranfusi
Kriteria hasil :
NIC:
Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
Gunakan pendekatan yg menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan terhaadap pelaku paasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
Pahami prespektif pasien terhadap dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Pahami prespektif pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
21
Berikan informasi actual mengenai diagnosis, tindakan
prognosiss
Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back/neck rub
Dengarkan dg penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yg menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mmenggunakann teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
NIC:
Pasca Bedah
NOC :
22
Immune status
Knowledge : infection control
Risk control
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yg
mempengaruhi penularaan serta penatalaksanaannya
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaaku hidup sehat
NIC :
NOC:
Pain level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaprkan bahwa nyeri berkurang dengaan menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vitaldalam rentang normal
NIC:
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas , dan factor pressipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
23
Gunakkan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri
‘kaji kultur yg mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kurangi factor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkaan tentaang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
Evaluasi keefektifan control nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dg dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status: Food and Fluid Intake
Kriteria hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dg usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidaak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidaak ada rasa haus yg berlebihan
NIC:
Fluid management
24
Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebihan muncul memburuk
Atur kemungkinan transfuse
Persiapan untuk transfuse
NOC:
Kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yg dijelaskan
perawat/tim kesehataan lainnya
NIC:
Teaching: disease process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yg tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yg biasa muncul pada penyakit, ddengan
cara yang tepat.
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yg tepat
Identifikasi kemungkinan pnyebab, dengan cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Diskussikan pilihan terapi / penanganan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan , dengan cara yang
tepat
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat.
25
BAB 3
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Imperforata ani (atresia ani) adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada
distal (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal (Ridha, 2014). Hirschsprung
(mengkolon atau aganglionik kongenital) adalah anomali kongenital yang mengakibatkan
obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian usus (Sodikin, 2011).
Etiologi Atrisia Ani : Secara pasti belum diketahui dan Merupakan anomali
gastrointestinal dan genitourinary (Ridha, 2014). Etiologi Hirschprung: Penyakit ini
disebabkan oleh aganglianosis meisner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus.
Manifestasi Klinis Atrisia Ani antara lain: Kegagalan lewatnya mekonium saat atau
setelah lahir, Tidak ada atau stenosis kanal, Adanya membran anal, Fistula eksternal pada
perineum (Ridha, 2014). Manifestasi Klinis Hirschprung antara lain: Obstruksi total saat
lahir, dengan muntah, distruksi abdomen dan ketiadaan evaluasi meconium,
Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun enema. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi, Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut, Konstipasi ringan, enterolitis dengan diare , distensi abdomen dan
demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala (Ridha, 2014).
26
3.2 SARAN
1. Bagi petugas
a. Membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan tentang cacat/
kelainan kongenital pada bayi baru lahir dengan atresia ani dan hirschsprung
b. Lebih komprehensif dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan mampu
memberikan pelayanan keperawatan dengan menggunakan asuhan sesuai
procedure
c. Dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
d. Dapat saling kerja sama antara petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu
pelayanan
2. Bagi ibu klien
a. Dapat lebih kooperatif dengan petugas kesehatan
b. Mendukung dan berperan aktif dalam asuhan kebidanan yang diberikan
27
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, R. (2013). Penanganan Kejadian Atresia Ani pada Anak. Jurnal Keperawatan
Notokusumo, 55-58.
Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita . Jakarta: Salemba
Medika.
28