Dita Latisha Savira - DR - Toni Referat Word

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

Referat

PENURUNAN KESADARAN

Oleh :

Dita Latisha Savira

Pembimbing :

dr. Toni Prasetya, Sp.PD, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RS PERTAMINA BINTANG AMIN

BANDAR LAMPUNG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran mempunyai arti yang luas sekali. Maka dari itu, tidak mungkin untuk

membuat definisi yang singkat dan tepat. Sebagai teori kerja dalam bidang ilmu kedokteran,

kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls

eferen dan aferen. Semua impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat

dinamakan output susunan saraf pusat.

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada dikedua hemisfer serebri

dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) dibatang otak. Jika terjadi kelainan pada

kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan

terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating

System rangkaian atau network system merupakan suatu yang dari kaudal berasal dari medulla

spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brainstem sehingga kelainan yang mengenai

lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,

hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter

yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmitter kolinergik, mono aminergik dan gamma

amino butyric acid (GABA).

Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang

berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitive yang merupakan manifestasi rangkaian

inti – inti dibatangotak dan serabut – serabut saraf pada susunan saraf. Korteks serebri

merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat dimana kedua korteks ini berperan

dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau input – input rangsangan sensoris, hal ini

1
disebut juga sebagai awareness. Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang

melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan

kesadaran dengan berbagai tingkatan.

Penurunan kesadaran merupakan suatu kegawatdaruratan neurologi akut dengan ciri khas

adanya gangguan otak yang bermakna yang memerlukan cara pendekatan diagnostik, evaluasi

serta penatalaksanaan yang cepat. Para klinisi yang menghadapi pasien seperti ini harus segera

melakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan yang serentak, menyeluruh, tetapi singkat yang

dimulai dari penilaian ABC (airway, breathing, corculation), dilanjutkan dengan penilaian tingkat

kesadaran pasien. Pemeriksaan fisik umum berguna sebagai petunjuk menemukan etiologi

tambahan, menjadi dasar diagnosis dan penatalaksanaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan

lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas

kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex

serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Pasien dengan

gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik

beberapa rangsangan - rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa

atau simbol, sehingga seringkali dikatakan bahwa penderita tampak bingung.

Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan

sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi

akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran

maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi

tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik

yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut

bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,

dengan menggunakan skala koma Glasgow.

1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif

 Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera (aware

atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar maupun

dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.

3
 Somnolen atau keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.

Somnolen disebut juga sebagai : latergi, obtudansi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh

mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis

rangsang nyeri.

 Sopor atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan

rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti

suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri

penderita tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten

dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerak motorik untuk

menangkis rangsang nyeri masih baik.

 Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal.

Reflex (kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai

respons terhadap rangsang nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”.

Penderita sama sekali tidak dapat dibangunkan.

 Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak ada jawaban sama sekali

terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

2. Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow

yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai

pada respons tersebut. Tanggapan/respons penderita yang perlu diperhatikan adalah:

4
Mata:

 E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri

 E2 membuka mata dengan rangsang nyeri

 E3 membuka mata dengan rangsangsuara

 E4 membuka mata spontan

Motorik:

 M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri

 M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri

 M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri

 M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran

 M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran

 M6 reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:

 V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)

 V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)

 V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)

 V4 bicaradengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)

 V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)

5
Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

1. GCS 15 : Compos Mentis (kesadaran baik atau normal)

2. GCS 12-14 : Somnolen (agak menurun atau apatis)

3. GCS 9-11 : Sopor (seperti mengantuk)

4. GCS 3-8 : Koma (tidak sadar)

Dua skala yang lebih sederhana ACDU (alert, confused, drowsy, unresponsive), dan AVPU

(alert, respon to voice, respon to pain, unresponsive). Skala AVPU adalah cara mudah dan cepat

untuk menilai tingkat kesadaran. Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian awal dan cepat, yaitu

terdiri dari:

 Alert

 Respon terhadap suara

 Respon terhadap nyeri

 Penurunan kesadaran

AVPU termasuk ke dalam beberapa sistem skor peringatan dini untuk pasien – pasien kritis,

sebagai cara yang lebih sederhana dibanding dengan GCS, tetapi tidak cocok untuk observasi

jangka panjang.

2.2 Etiologi Penurunan Kesadaran

Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan

metabolik/fungsional dan gangguan struktural.

1. Gangguan metabolik/fungsional
6
Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik, gangguan fungsi hati,

gangguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat-obatan, intoksikasi

makanan serta bahan-bahan kimia, infeksi susunan saraf pusat.

2. Gangguan struktural dapat dibagi lagi menjadi, yaitu:

a. Lesi supratentorial

i. Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral

ii. Infark : emboli, thrombosis

iii. Tumor otak : Tumor primer, tumor sekunder, abses,

tuberkuloma

b. Lesi infratentorial

i. Perdarahan : serebelum pons

ii. Infark : batang otak

iii. Tumor : serebelum

iv. Abses : serebelum

2.3 Patofisiologi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer kiri

ataupun kanan atau struktur - struktur lain dari dalam otak atau keduanya. Penurunan kesadaran

disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik,

dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS dibatang otak, terhadap formasio retikularis di

thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon. Aktivasi Rektikuler Asendens (ARAS -

Ascendence Retricular Activating System). Sistem ini mencakup daerah-daerah di tengah batang

otak, meluas mulai dari otak tengah sampai hipotalamus dan ralamus, dan menjabarkan bahwa

7
struktur-struktur tersebut mengirimkan transmisi efek-efek fisiologis difus ke korteks baik secara

langsung maupun tidak langsung, dalam peranannya terhadap arousal kesadaran. Bilamana

ARAS binatang yang sedang tidur dirangsang secara langsung dengan elektrode maka akan

menampilkan desinkronlsasi gelombang EEG dan binatang ini segera akan menjadi bangun.

Sebaliknya bila ARAS digelombang EEG akan melambat dan terjadi koma (balikan walaupun

diberikan rangsangan yang kuat).

Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi

menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya pada

intoksikasi obat dan gangguan metabolik.

1. Koma diensefelik

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon

dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik. Secara anatomik, koma

diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi

infratentorial.

a. Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space occupying

process, misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO atau stroke) dalam bentuk perdarahan,

neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan

tekanan intrakranial meningkat dan kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon dan

diensefalon (herniasi otak).

b. Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa

kranii posterior).pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak sistem

retikularis, dan yang kedua merupakan proses di dalam batang otak yang secara langsung

mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:

8
i. penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio retikularis)

ii. herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli yang kemudian

menekan formasio retikularis di mesensefalon, dan

iii. herniasi tonsilo-serebelum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan

medula oblongata.

2. Koma kortikal-bihemisferik

Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada terkecukupinya penyediaan

oksigen. Pada individu sehat dengan konsumsi okesigan otak kurang lebih 3,5ml/100gr

otak/menit maka aliran darah otak kurang lebih 50ml/100gr otak/menit. Bila aliran darah otak

menurun menjadi 25-50ml/gr menit/otak, mungkin akan terjadi kompensasi dengan menaikkan

ekstraksi oksigen dari aliran darah. Apabila aliran darah turun lebih rendah lagi maka akan

terjadi penurunan konsumsi oksigen secara proporsional.

Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi

karbondioksida dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang

konstan untuk mengeluarkan ion natrium dari dalam sel dan mempertahankan ion kalium di

dalam sel. Apabila tidak ada oksigen maka terjadilah glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP.

Glukosa dapat berubah menjadi laktat dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkannya kecil.

Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan yang sangat penting dalam

memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun penyediaan oksigen dan glukosa

tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah,

elekrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.

a. Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnea, gagal jantung

kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang tidak efektif lagi. Dasar

9
mekanisme terjadinya gangguan kesadaran apda hipoventilasi belum diketahui secara jelas.

Hipoksia merupakan faktor potensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan faktor tunggal

karena gagal jantung kongestif masih mempunyai toleransi terhadap hipoksemia dan pada

kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 malahan berhubungan erat dengan

gejala neurologik. Sementara itu, munculnya gejala neurologiuk bergantung pula pada lamanya

kondisi hipoventilasi. Sebagai contoh, penderita dengan hiperkarbia kronis tidak menunjukkan

gejala neurologik kronis dan penderita yang mengalami hiperkarbia akut akan segera mengalami

gangguan kesadaran sampai koma.

b. Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat pula kurang

cukup membwa oksigen tetapi aliran darah otak tak cukup untuk memberi darah ke otak.

Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah jantung, misalnya: infark jantung, aritmia,

renjatan dan refleks vasofagal, atau penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral

misalnya oklusi arterial atau spasme. Iskemia pada umumnya lebih berbahaya daripada hipoksia

karena asam laktat tidak dapat dikeluarkan.

c. Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk kedalam darah.

Dengan demikian baik isi maupun tekanan ioksigen dalam darah menurun. Keadaan demikian ini

terdapat pada tekanan oksigen lingkungan yang rendah (tempat yang tinggi atau adanya gas

nitrogen) atau oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler

alveoli.

d. Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan membawa

oksigen dalam darah menurrun. Sementara oksigen yang m,asuk ke dalam darah cukup. Keadaan

ini terdapat pada anemia maupun keracunan karbonmonoksida.

10
e. Hipoksi atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar oksigen dalam

darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun secara mendadak. Penyebab

utamanya antara lain: obstruksi jalan napas, obstruksi serebral secara masif, dan keadaan yang

menyebabkan menurunnya curah jantung secara mendadak. Trombosis atau emboli termasuk

purpura trombositopeni trombotika, koagulasi intravaskularis diseminata, endokarditis bakterial

akut, malaria falsiparum, dan emboli lemak, semuanya mampu menimbulkan iskemia multifokal

yang luas dan secara klinis akan memberi gambaran iskemia serebral difus akut.

f. Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan asidosis

laktat. Diabetes melitus tidak mengangggu otak secara langsung. Stupor dan koma biasanya

merupakan gejala DM pada tahap tertentu.

g. Gangguan keseimbangan asam basa meliputi asidosis metabolik dan respoiratorik serta

alkalosis respiratorik dan metabolik. Dari 4 jenis gangguan asam basa tadi, hanya asidosis

respiratorik yang bertindak sebagai penyebab langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis

metabolik lebih sering menimbulkan obtundasi. Alkalosis respiratorik hanya menimbulkan

bingung dan perasaan tidak enak di kepala. Satu alasan mengapa gangguan keseimbangan asam

basa sistemik sering tidak mengganggu otak, ialah karena adanya mekanisme fisiologik dan

biokimiawi yang melindungi keseimbangan asam-basa di otak terhadap perubahan pH serum

yang cukup besar.

h. Uremia sering kali mengganggu kesadaran penderita. Namun demikian, walaupun telah

dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi otak pada uremia belum

diketahui. Urea itu sendiri bukan bahan toksik untuk otak, karena infus dengan urea tidak

menimbulkan gejala-gejala uremia; sementara itu hemodialisis mampu memperbaiki gejala

klinik uremia justru kedalam cairan dialisis ditembahkan urea.

11
i. Koma hepatik sering dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik diperkirakan

sebagai penyebab potensial koma hepatik, tetapi tidak satupun yang memberi kejelasan tentang

patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia dalam darah di otak dianggap sebagai faktor

utama terjadinya koma hepatik. Amonia, dalam kadara yang tinggi dapat bersifat toksik langsung

terhadap otak.

j. Defisiensi vit. B sering kali mengakibatkan demensia dan mungkin pula stupor.

Defisiensi tiamin dianggap yang paling serius dalam diagnosis banding koma. Defisiensi tiamin

menimbulkan penyakit Wernicke, suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron

dan vaskular di substanta grisea, daerah sekitar ventrikulus, dan akuaduktus.

2. 4 Penegakan Diagnostik Penurunan Kesadaran

Untuk mendiagnosis penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah apa yang

menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang

12
dihadapinya (tenang, herniasi otak). Pendekatan diagnostik tidak berbeda dengan kasus-kasus

yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan fisik neurologik, dan pemeriksaan

penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan kecepatan berpikir dan bertindak.

1. Anamnesis (riwayat penyakit)

Tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang lingkungan sekeliling saat awitan terjadi serta

perjalanan penyakitnya. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:

a. Awitan: waktu, lingkungan sekeliling.

Usia pasien merupakan bagian penting dari anamnesis. Pada pasien yang sebelumnya sehat, usia

muda, penurunan kesadarannya terjadi tida-tiba, kemungkinan penyebabnya bisa keracunan obat,

perdarahan subarachnoid, atau trauma kepala. Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran

yang tiba-tiba lebih mungkin disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.

b. Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala, kelemahan,

pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit bicara, tidak bisa membaca,

perubahan memori, disorientasi, baal atau nyeri, kelemahan motorik, berkurangnya enciuman,

perubahan penglihatan, sulit menelan, gangguan pendengaran, gangguan melangkah atau

keseimbangan, tremor.

c. Pemakaian obat-obatan atau alkohol.

d. Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya

2. Pemeriksaan fisik

a. Tanda vital

13
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan tentang

sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.

b. Bau nafas dan pola pernapasan

Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya uremia,

ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sedang berlangsung.

Pemeriksaan pola pernafasan berupa:

 Cheyne-Stokes (pernapasan apnea, kemudian berangsur bertambah besar

amplitudonya)→gangguan hemisfer dan atau batang otak bagian atas

 Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) →gangguan di tegmentum (antara

mesensephalon & pons)

 Apneustik (inspirasi dalam diikuti penghentian ekspirasi selama waktu yang

lama) → gangguan di pons

 Ataksik (pernapasan dangkal, cepat, tak teratur) →gangguan di

fomartioretikularis bagian dorsomedial & medula Oblongata

c. Pemeriksaan kulit

Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda – tanda trauma, stigmata kelainan hati dan stigmata

lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita dengan trauma, kepala pemeriksaan

leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati – hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga

adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk

dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.

d. Kepala

Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.

14
e. Leher

Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas, kelumpuhan

4 ekstremitas, trauma di daerah muka).

f. Toraks/abdomen dan ekstremitas.

Perhatikan ada tidaknya fraktur.

Pemeriksaan fisik neurologis

Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif dan

kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi derajat

kesadaran dan pemeriksaan motorik.

1). Umum

• Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma

• Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral

• Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas

• seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).

2). Level kesadaran

• Kualitatif (apatis, somnolen, soporo dan koma)

• Kuantitatif (menggunakan GCS)

3). Pupil

 Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya

15
 Simetris/reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas mesensefalon baik.Pupil

reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik(-), dicurigai suatu koma metabolik

 Midposisi(2-5mm),ƒixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.

 Pupil reaktif point-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiate kolinergik.

 Dilatasi unilateral danƒixed,terjadi herniasi.

 Pupil bilateral ƒixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik – iskemi global, keracunan

barbiturat.

 Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopik perhatikanlah keadaan papi: apakah ada edema,

perdarahan, dan eksudasi, serta bagaimana keadaan pembuluh darah Tekanan intrakranlal yang

meninggi dapat menyebabkan terjadinya edema papli. Pada perdarahan subarakhnoid dapat

dijumpai perdarahan subhiaMd. Pada retinopati diabetik dapat dijumpai mikro-anerisma di

pembuluh darah retina

• Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)

Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh nervus

okulomotorius. Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari cortical, tectal, dan

tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan vestibule

cerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan menolehkan kepala pasien, namun harus

hati-hati pada pasien trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical.

Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori. Respon normal dari gerakan

yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem okulomotor dan membuat mata

berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada pasien sadar, refleks

16
memfokuskan pandangan menutupi reflex tesebut, sehingga pemeriksaan doll’s eye tidak

dilakukan pada pasien sadar, namun pada pasien dengan penurunan kesadaran.

Refleks okuloauditori, bila dirangsang suara keras penderita akan menutup mata maka gangguan

di pons. Sedangkan pada refleks okulovestibular bila meatus autikus eksteernus dirangsang air

hangat akan timbul nistagmus ke arah rangsangan maka gangguan di pons.

Pemeriksaan pupil berupa:

• Lesi di hemisfer→kedua mata melihat ke samping ke arah hemisfer yang

terganggu.Besar dan bentuk pupil normal. Refleks cahaya positif normal

• Lesi di talamus→kedua mata melihat ke hidung (medial bawah), pupil kecil,

reflekscahaya negatif.

• lesi di pons →kedua mata di tengah, gerakan bola mata tidak ada, pupil kecil,

reflekscahaya positif, kadang terdapat ocular bobing.

• lesi di serebellum→kedua mata ditengah, besar, bentuk pupil normal, refleks cahaya

positif normal

• gangguan N oculomotorius→pupil anisokor, refleks cahaya negatif pada pupil yanglebar,

ptosis

4). Fungsi motorik

Perhatikan adanya gerakan pasien, apakah asimetrik (ada paresis). Gerak mioklonik dapat

dijumpai pada ensefalopati metabolik (mininya pada gagal hepar, uremta. htpoksia). demikian

juga gerak astcriksis Kejang miofokal dapat dijumpai pada gangguan metaboik. Sikap

dekortikasi (lengan dalam keadaan fleksi dan aduksi. Sedangkan tungkai dalam keadaan

okstensi) menandakan lesi yang dalam pada hemisfer atau tepat di alas mesensefalon. Sikap

deserebrasl (lengan dalam keadaan ekstensi, aduksi dan endorotasl, sedangkan tungkai dalam

17
sikap ekstensi) dapat dijumpai pada lesi batang otak bagian atas. di antara nukleus ruber dan

nukleus vestibular.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat terencana.

Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya meliputi pemeriksaan glukosa

darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin, hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus tertentu

(meningitis, ensefalitis, perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal dan

kemudian dilakukan analisis cairan serebrospinal.

b. Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali pemeriksaan

EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat dikerjakan dengan mudah, tetapi

manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi tidak

perlu dikerjakan. Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati otak

(brain death).

c. Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak perlu. CT

scan akan sangat bermanfaat pada kasus-kasus GPDO, neoplasma, abses, trauma kapitis, dan

hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak memerlukan pemeriksaan CT scan kepala.
18
2.5 Penatalaksanaan penurunan kesadaran dasar

Setiap pasien koma harus dikelola menurut pedoman sebagai berikut:

1) Pernapasan

a. Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebeas dari obstruksi

b.Posisiyang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari badan supaya darah atau cairan

yang dimuntahkan dapat mengalir keluar

2) Tekanan darah

a. Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa darah ke otak

3) Otak

a. Periksalah kemungkinan adanya edema otak

b. Hentikan kejang yang ada

4) Vesika urinaria

a. Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin

b. Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan

5) Gastro-intestinal

a. Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit

b. Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan makanan dan obat-obatan

serta untuk memudahkan pemeriksaan apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer)

c. Periksalah apakah ada tumpukan skibalaPerawatan pasien koma harus bersifat intensif dengan

pemantauan yang ketat dan sistematik. Pemberian oksigen, obat-obatan tertentu maupu tindakan

medik tertentu disesuaikan dengan hasil pemantauan.Setelah penatalaksanaan dasar, yang

dilakukan selanjutnya adalah penatalaksanaan spesifik sesuai etiologinya

2.6 Prognosis

19
Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan

serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis

pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya

kelainan yang sifatnya ireversible.

Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti

doll’s eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya

refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari.

BAB III

RINGKASAN

20
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan

lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas

kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex

serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Penurunan

kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final

common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah

kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi

disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal

menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik yaitu kompos

mentis, somnolen, stupor atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut bersifat

kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan

menggunakan skala koma Glasgow.

Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu: gangguan

metabolik/fungsional dan gangguan struktural. Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan

penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial

(15%)., dan difus (70%) misalnya pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik.

Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien dengan

penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya seperti kelainan struktural maupun

metabolik kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan, dan sirkulasi untuk

reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat.

Prognosis penurunan kesadaran bersifat luas tergantung kepada penyebab, kecepatan

serta ketepatan dari pengobatan yang diberikan. Sehingga pemeriksaan dan penegakan diagnosis

21
pada kasus penurunan kesadaran harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah timbulnya

kelainan yang sifatnya ireversible.

Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala adanya gangguan fungsi batang otak, seperti

doll’s eye, refleks kornea yang negatif, refleks muntah yang negatif; Pupil lebar tanpa adanya

refleks cahaya; dan GCS yang rendah (1-1-1) yang terjadi selama lebih dari 3 hari.

DAFTAR PUSTAKA

22
Mardjono M, Sidharta P. 2012. Kesadaran dan fungsi luhur dalam neurologi klinis dasar.

Dian rakyat. Jakarta.

Dian S, Basuki A, 2012. Altered consciousness basic, diagnostic, and management.

Bagian/UPF ilmu penyakit saraf. Bandung.

Cavanna AE, Shah S, Eddy CM. 2011. Conscioussnes : A neurological perspective. IOS

press. UK

PlumF, PosnerJB, SaperCB, SchiffND. 2007. Plum and Posner’s Diagnosis of Stupor

and Coma. Ed. IV. Oxford University Press. NewYork.

Lumbantobing SM. 2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai penerbit

FKUI. Jakarta.

Kelly JP. 2016. Loss of Consciousness: Pathophysiology and Implications in Grading and

Safe Return to Play. Journal of athletic training. Chicago

Harsono.2008.Koma dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.GajahMada University Press.

Yogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai