Referat Penurunan Kesadaran
Referat Penurunan Kesadaran
Referat Penurunan Kesadaran
PENDAHULUAN
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai
dalam praktek sehari-hari. Penurunan kesadaran dapat disebabkan gangguan pada
otak dan sekitarnya atau karna pengaruh gangguan metabolik. Penurunan kesadaran
dapat terjadi secara akut/cepat atau secara kronik/progresif. Penurunan kesadaran
yang terjadi secara cepat ini yang biasanya merupakan kasus gawat darurat dan butuh
penanganan sesegera mungkin.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS). Jika terjadi
kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun
fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai
tingkatan. Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau
network system yang dari kaudal medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon
melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut berada
diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus, hipothalamus,
thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang
berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan
gamma aminobutyric acid (GABA).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan
yang berpengaruh kepada sistem arousal. Korteks serebri merupakan bagian yang
terbesar dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut
juga sebagai awareness.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan
akibat kematian. Artinya, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh.. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari
fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan.2 Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh,
namun tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti
membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga sering kali
dikatakan bahwa penderita tampak bingung.
Dalam beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun
dapat terganggu baik secara akut maupun secara kronik/progresif. 2 Terganggunya
kesadaran secara akut, antara lain:
menurun.
Locked-in syndrome keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan
impuls eferen sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan
saraf cranial perifer. Dalam keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak
dapat merespon rangsangan yang diberikan.
progresif.
Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang
mengalami penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka,
namun pasien tetap dalam keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada
batang otak dipertahankan oleh fungsi kardiopulmoner dan saraf otonom,
tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer cerebri dan batang otak
mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami perbaikan namun
dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten
vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.
Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak
mengalami kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi
jantung dan paru yang menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh.
Kematian otak tidak hanya terjadi pada hemisfer otak, namun juga dapat
terjadi pada batang otak.
Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan
di klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.
Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat
pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian
kesadaran biasanya berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan
oleh pemeriksa.
II.1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca
indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk,
mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih
dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi
terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.
Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara spoor dan
koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang
apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun
reaksi motorik.
II.1.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E),
5
Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah
3 dan nilai tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8
menandakan koma.
II.2
kelainan fokal/ lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa
disertai kelainan fokal/ lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan
kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Gangguan iskemik
Gangguan metabolik
Intoksikasi
Infeksi sistemis
Hipertermia
Epilepsi
II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku
kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1.
2.
3.
4.
II.3
Tumor otak
Perdarahan otak
Infark otak
Abses otak
II.4
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh
gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan
langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada
ARAS karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema
yang diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi
kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang otak.
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS
baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir
selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada
suatu susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.
Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut
Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai
9
Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari
penyakit metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal
luar/akibat infeksi
10
dari
yang
menyebabkan
terganggunya
Keterangan
sistemik
Elektrolit imbalans
Endokrin
Vaskular
Toksik
Nutrisi
Gangguan metabolik
Gagal organ
1. Elektrolit Imbalans
GANGGUAN KESEIMBANGAN NATRIUM
Natrium berperan dalam menentukan status volume air dalam tubuh.
Keseimbangan natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme yaitu
pengatur:
Hiponatremia
Respon fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya
pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin meningkat
oleh karena saluran-air (AQP2) dibagian duktus koligentes berkurang
(osmolaritas urin rendah).
hiponatremia terjadi bila: (a) Jumlah asupan cairan melebihi
kemampuan ekskresi, (b) Ketidakmampuan menekan sekresi ADH
misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran cerna atau gagal
jantung atau sirosis hati pada SIADH (Syndorome Inappropriate Anti
Diuretic Hormone Secretion). Hiponatremia (kadar natrium serum
<135 mmol/L) menyebabkan perubahan volume ekstrasel:
a) Hiponatremia dengan hipovolemia (Hiponatremia dengan
ADH meningkat)
Hiponatremia tipe ini disebabkan tubuh kehilangan
garam bersamaan dengan hilangnya air. Pada kasus ini, sekresi
Anti Diuretik Hormon (ADH) ditekan (via osmoreseptor
hipotalamus); namun ketika kehilangan cairan, reseptor volume
menggantikan osmoreseptor dan menstimulasi rasa haus dan
pelepasan ADH. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan
tubuh untuk mempertahankan volume pada sirkulasi terhadap
osmolalitas.
13
14
leher atau pada bregma dapat dilakukan pada segala jenis umur.
Kehilangan volume sirkulasi menyebabkan penurunan tekanan vena
dan (jika parah) kompartemen atrium. Kehilangan 1 L cairan
ekstrasel
pada
dewasa
dapat
dikompensasikan
dengan
perfusi
mencegah
otak).
terjadinya
Hilangnya
cairan
venokonstriksi
ekstrasel
sehingga
15
dapat
mengaktivasi
mekanisme
vagal
dan
menyebabkan bradikardia.
Diagnosis hiponatremia dengan hipovolemia sangat jelas pada pasien dengan
riwayat diare, diabetes mellitus, atau overdosis obat diuretik. Pemeriksaan fisik
pasien terkadang lebih utama dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium
(elektrolit plasma dan urin)
Tabel dibawah akan menjelaskan hilangnya cairan dan elektrolit per hari lewat
saluran pencernaan. Terkandungnya natrium pada urin (>20 mmol/L) beserta adanya
gejala klinis deplesi cairan, menandakan telah terjadi kerusakan ginjal.
b) Hiponatremia dengan volume cairan ekstrasel yang normal (euvolemia)
Hiponatremia tipe ini diakibatkan jumlah intake air yang masuk tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal (hiponatremia dilusional) tanpa adanya perubahan natrium
pada tubuh namun osmolalitas plasma menurun. Dengan fungsi ginjal yang masiih
normal, hiponatremia dilusional jarang terjadi meskipun dengan pasien yang minum
16
air 1 L per jam. Penyebab yang paling sering terjadi adalah iatrogenik, yaitu infus
berlebihan glukosa 5% pada pasein post-operasi; pada situasi ini kondisi diperparah
dengan sekresi ADH berlebihan akibat respon terhadap stress. Untuk mencegah
hiponatremia pasca-operasi, gunakan larutan NaCl 0,9% kecuali jika ada indikasi
lain. Serum natrium harus dihitung tiap hari jika pasien diberikan cairan parenteral
terus-menerus.
terutama
berupa
kelainan
neurologis
akibat
17
risiko
untuk
terjadinya
hiponatremia
otak.
Hipoksemia merupakan faktor risiko terbesar terjadinya
ensefalopati hiponatremia. Pasien hiponatremia yang
berkembang
menjadi
hipoksia
akibat
edema
non-
18
penyakit
Addison,
hipotiroidisme,
pelepasan ADH
sehingga
menjadi
penyebab
Hipernatremia
Respon
fisiologis
hipernatremia
adalah
meningkatnya
20
natrium
(cairan
hipotonik)
dari
dalam
tubuh
yang
21
2.
Endokrin
A. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan Otak
Glukosa merupakan bahan bakar utama otak dalam kondisi fisiologis yaitu
sekitar 50% glukosa digunakan untuk otak. Karena otak tidak bisa memetabolisme
glukosa, glukosa yang ada pada sirkulasi, glikogen yang disimpan di otot maupun
hepar digunakan untuk bahan bakar otak. Hipoglikemia akan mengakibatkan
kegagalan otak, yang nantinya ketika plasma glukosa meningkat, keadaan tersebut
akan berbalik. Pada penderita DM, hipoglikemia yang paling sering terjadi adalah
bersifat iatrogenik, yaitu akibat dari pengobatan itu sendiri. Obat-obatan yang
memberikan
efek
samping
hipoglikemia
adalah
insulin
injeksi,
golongan
sulfonylurea, dan glinid. Hipoglikemia dikatakan rendah jika kadarnya dalam plasma:
< 50 mg/dL pada pria
< 45 mg/dL pada wanita
< 40 mg/dL pada bayi dan anak
22
sementara
Stadium simpatik: keringat dingin pada muka ,bibir atau tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat: tidak sadar,dengan atau tanpa kejang
Anamnesa
Penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik oral: dosis terakhir, waktu
23
Pucat
Diaphoresis
Hipotensi
Heart rate menurun
Penurunan kesadaran
Defisit neurologik fokal transient.
Faktor Pencetus
Infeksi
Infark miokard akut
Pankreatitis akut
Penggunaan obat golongan steroid
Menghentikan atau mengurangi dosis insulin
Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat suatu defisiensi insuli absolut
atau relatif dan peningkatan hormon counter-regulator (glukagon, katekolamin,
kortisol, dan growth hormone); keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa
hepar meningkat dan pemakaian glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir
hiperglikemia.
24
Gejala Klinis
Pernapasan cepat & dalam (kussmaul)
Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah & bibir
kering)
Kadang disertai hipovolemia sampai syok
25
Kriteria Diagnosis
Kadar glukosa 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif
C.
Ketotik
merupakan
26
Faktor Pencetus
HHNK sering terjadi pada penderita DM usia tua, yang
mempunyai penyakit penyerta sehingga penurunan asupan makanan.
Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori:
Infeksi (selulitis, karies dentis, ISPA, ISK)
Pengobatan (antagonis kalsium, kemoterapi, klorpromazin, Loop
Patofisiologi
27
Patofisiologi HHNK
Faktor yang memulainya HHNK adalah diuresis glikosuria.
Glikosuria mengakibatkan kegagalan kemampuan ginjal dalam
mengkonsentrasikan
urin,
yang
semakin
memperberat
derajat
28
pembentukan
glukoneogenesis
memperparah
keadaan
hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan dieresis osmotik. Karena tekanan
osmotik glukosa yang tinggi, sehingga air di dalam lumen tubulus
ginjal tidak dapat di reabsorpsi ke dalam pembuluh darah, sehingga
akan mningkatkan diuresis. Hiperglikemia, bersamaan dengan
peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya
cairan intravaskular, menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan
hiperosmolar dapat menyebabkan rangsangan hormon ati-diuretik,
sehingga akan meningkatkan rasa haus.
Seluruh patofisiologi di atas (hiperglikemi dan hiperosmolar)
nantinya akan menimbulkan dehidrasi (jika tubuh tidak mampu
melakukan dekompensasi) dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia
nantinya akan menyebabkan hipotensi dan akhirnya gangguan perfusi
jaringan (syok).
Gejala Klinis
Pasien HHS umumnya berusia lanjut (> 60 thn). Gejala klinis utama:
- Dehidrasi berat
- Hiperglikemia berat
- Sering disertai gangguan. Neurologis (letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang/koma) dengan atau tanpa adanya ketosis
Keluhan pasien:
- Rasa lemah
- Gangguan penglihatan
- Kaki kejang
- Mual dan muntah
29
Pemeriksaan Fisik:
Tanda dehidrasi berat:
-Turgor kulit buruk
-Mukosa bibir kering
-Mata cekung
-Ekstremitas dingin
-Denyut nadi cepat dan lemah
-Peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi
Secara klinis HHNK sulit dibedakan dengan KAD. Untuk
mendiagnosis HHNK, dapat digunakan pegangan sebagai berikut:
terdiagnosis/terkontrol
Mempunyai penyakit dasar lain
Sering disebabkan oleh obat-obatan seperti tiazid, furosemid,
DM
tidak
Pemeriksaan Laboratorium
Temuan awal:
295])
pH >7,30
Ketonemia ringan atau negatif
Anion gap 10 12 (asidosis metabolik ringan), atau >12
(kemungkinan asidosis laktat)
30
Temuan lain:
Toksik
Intoksikasi Opiat
Simtomatologi Opiat
Berikut ini dimasukkan beberapa obat dengan simptomatologi
yang hampir sama dengan golongan opiate (morfin, petidin, heroin,
kodein) dan sedatif: (1) Narkotika; (2) Barbiturat; (3) Benzodiazepin;
(4) Meprebamat; (5) Etanol.
31
opiat
digunakan
sebagai
analgetik
melalui
mekanisme efek depresi pada otak. Golongan opiat yang biasa dipakai
adalah morfin, yaitu digunakan untuk nyeri dada, edema paru, dan
nyeri yang hebat pada keganasan. Akan tetapi, penggunaannya akhirakhir ini mengalami penyalahgunaan.
Pengaruh obat pada SSP bervariasi dari obat ke obat.
Sedangkan penemuan secara patologis post-mortem yang disebabkan
overdosis, gambarannya tidak khas.
Farmakologi Opiat
Setelah pemberian dosis tunggal (putaw) di dalam tubuh akan
dihidrolisis oleh hati (6 10 menit) menjadi 6 monoacetyl morphine
dan setelah itu akan diubah menjadi morfin. Morfin selanjutnya diubah
menjadi Mo 3 monoglucoronide dan Mo 6 monoglucoronide yang larut
dalam air. Bentuk metabolit ini yang dapat di tes di dalam urin.
Oleh karena heroin (putaw) larut di dalam lemak maka bahan
tersebut ( 60%) dapat melalui sawar otak dalam waktu yang cepat.
Mekanisme Toksisitas
32
hipotermia
Reseptor Delta (): depresi nafas, disporia, halusinasi, vasomotor
stimulasi
Reseptro Gamma (): inhibisi otot polos, spinal analgesik
DIAGNOSIS
Bila ditemukan gejala klinis yang khas (pin point, depresi
nafas, dan membaik setelah pemberian nalokson) maka penegakkan
secara klinis dapat ditegakkan secara mudah. Kadang ditemukan bekas
suntikan (needle track sign). Pemeriksaan laboratorium tidak selalu
seiring dengan gejala klinis. Pemeriksaan secara kualitatif dari bahan
urin cukup efektif untuk memastikan diagnosis keracunan opiat dan
zat induktif lainnya.
33
GAMBARAN KLINIK
Umumnya, gejala yang timbul adalah penurunan kesadaran
(koma) dan gangguan sistem nafas (depresi nafas).
Dosis toksis selalu akan menyebabkan kesadaran yang turun
sampai koma, pupil yang pin point dapat terjadi dilatasi pupil pada
anoksia yang berat, pernafasan yang pelan, sianosis, nadi lemah,
hipotensi, spasme dari saluran cerna dan bilier, dapat terjadi edema
paru dan kejang. Kematian karena gagal nafas dapat terjadi 2 4 jam
setelah pemberian oral maupun subkutan, lebih cepat pemberian
intravena. Beberapa gejala yang dapat terjadi ialah hipertermi, aritmia,
hipertensi, bronkospasme, Parkinson like syndrome, nekrosis tubular
akut akibat rabdomiolisis, dan mioglobinuria, gagal ginjal. Kulit dapat
berwarna kemerahan, dan dapat terjadi leukositosis dan hipoglikemia.
4.
Gagal Organ
A. Koma Uremia (Ensefalopati Uremik)
Pendahuluan
Uremia merupakan keadaan akhir dari insufisiensi renal yang
progresif dan akibat dari kegagalan multi-organ. Uremia diakibatkan
oleh terakumulasinya metabolit protein, asam amino, dan kegagalan
katabolisme ginjal, metabolisme, dan proses endokrinologis. Sampai
saat ini masih belum ada metabolit yang menyebabkan terjadinya
34
(asam
guanidisuksinat,
metilguanidin,
guanidin,
dan
Anamnesis
Ensefalopati uremik merupakan konsekuensi dari insufisiensi
ginjal. Gejala umumnya di sadari oleh orang-orang disekitar penderita.
Pada banyak kasus, umumnya gejala yang timbul adalah gejala
neurologis, bisa timbul secara perlahan-lahan atau secara cepat.
Perubahan pada neurologis seperti hilang ingatan, gangguan
konsentrasi, depresi, delusi, letargia, iritabilitas, kelelahan, insomnia,
psikosis, stupor, katatonia, dan koma.
Pasien juga bisa mengeluh kesulitan berbicara, pruritus, atau
twitching.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:
Disarthria
Agitasi
Tetani
Koma
Gangguan tidur
B. Shock
Hemodinamik
Segala faktor-faktor yang berhubungan dengan hemodinamik
dapat dikumpulkan menjadi satu inti, yaitu cardiac output. Cardiac
Output (CO) adalah jumlah volume darah yang dipompa dari
36
37
Hal
kontraktilitas
yang
dikhawatirkan
adalah
meskipun
pada
meningkatnya
kontraktilitas
juga
ketiga)
Sistolik atrium (sinkronisasi kontraksi atrium dengan
ventrikel. Jika tidak sinkron, maka preload berkurang
20%).
3) Afterload
Konsep terakhir pada hemodinamik adalah afterload.
Afterload adalah seberapa keras jantung (baik sebalah kiri
maupun kanan) untuk mendorong darah keluar dari jantung.
Afterload ditentukan oleh:
Kemampuan aorta untuk berdistensi atau stretch.
Viskositas darah (kental atau encer)
Resistensi vaskuler
38
Kadar
oksigen
(hipoksemia
akan
menyebakan
vasokonstriksi)
Shock
Shock didefinisikan sebagai keadaan dimana sel dan jaringan
tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolismenya. Pusat dari
penyebab shock ini adalah terjadinya hipoperfusi jaringan, baik
disebabkan oleh shock hipovolemik, hemorhagik, sepsis, kardiogenik,
atau neurogenik. Perfusi jaringan dipengaruhi oleh (1) Cardiac Output
(CO), yaitu perkalian antara stroke volume (SV) dan Heart Rate (HR),
dan (2) Resistensi Perifer (PR).
Ketidakseimbangan perfusi ini menyebabkan aktivasi respon
neuroendokrin dan inflamasi. Respon yang timbul akan bergantung
pada etiologi dari shock. Contohnya, respon kardiovaskular yang
diinduksi oelh aktivasi sistem saraf simpatis terjadi pada shock sepsis
dan neurogenik. Sebagai tambahan, hipoperfusi dapat terjadi akibat
aktivasi dan kerusakan sel, seperti pada shock sepsis ataupun
traumatik shock. Tedapat banyak respon organ spesifik yang berfungsi
untuk mempertahankan perfusi jaringan pada sirkulasi koroner dan
serebral, contohnya adalah (1) reseptor peregangan dan baroreseptor
pada jantung dan sinus karotis dan arkus aorta, (2) kemoreseptor, (3)
respon serebral iskemi, (4) pelepasan vasokonstriktor endogen, (5)
perpindahan jaringan ke rongga intravaskuler, dan (5) reabsorpsi ginjal
dan retensi garam dan air.
39
40
Shock Sepsis
Shock sepsis merupakan tahap yang paling akhir dari
Systemic Inflammation Response Syndrome (SIRS). SIRS akan
menyebabkan perubahan pada HR, Respiratory Rate (RR),
tekanan darah (TD), regulasi suhu, dan aktivasi sel imun.
41
42
gangguan
dipertimbangkan
metabolik,
dalam
status
pengaruhnya
asam-basa
terhadap
darah
harus
keseimbangan
43
otak
dehidrogenase,
dan
enzim
suksinat
hati
monoamine
dehidrogenase,
prolin
oksidase,
laktat
oksidase
yang
44
karena
akan
menggambarkan
konsentrasi
45
pembedahan
Azotemia
Manifestasi klinik
Spektrum klinis EH sangat luas yang sama sekali asimtomatik
hingga koma hepatik. Simpton yang acap kali dijumpai pada EH klinis
46
Diagnosis
47
pasien
yang
mengalami
koma
hepatik
subklinis.
49
Infeksi
Neoplasma
Trauma
Herniasi
Keterangan
Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal
bilateral
Abses, ensefalitis, meningitis
Primer atau metastasis
Hematoma, edema, kontusi hemoragik
Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
50
Peningkatan tekanan
intracranial
II.5
Struktural
II.5.1 Diagnosis penurunan kesadaran
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:
- Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut
didapat, biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu
berada bersama penderita. Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit,
riwayat trauma, riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat
kelainan kejiwaan. Dari anamnesis ini, seringkali menjadi kunci utama dalam
mendiagnosis penderita dengan kesadaran menurun.
- Pemeriksaan fisik umum
Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:
Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia.
Bau nafas
Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang
disebabkan penyakit hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal
atau fruity smell yang disebabkan karena ketoasidosis.
Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan
hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita
dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat
berhati-hati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal.
Jika kemungkinan itu tidak ada, maka lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan
lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.
Kepala
51
lama).
Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
- Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)
- Kuantitatif (menggunakan GCS)
Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
- Simetris/ reaktivitas cahaya normal, petunjuk bahwa integritas
mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan
-
kolinergik.
Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.
Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksikiskemi global, keracunan barbiturat.
52
Funduskopi
Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)
Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan
diatur oleh nervus oculomotorius. Nuclei nervus oculomotor
mendapat impuls aferen dari cortical, tectal, dan tegmental sistem
oculomotor, serta impuls langsung dari sistem vestibular dan
vestibulocerebellum. Reflex okulovestibuler diperiksa dengan
menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien
trauma yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang
cervical. Selain dengan menolehkan kepala pasien, dapat juga tes
kalori. Respon normal dari gerakan yang menimbulkan impuls pada
vestibular menuju sistem oculomotor dan membuat mata berputar
berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan pemeriksa. Pada
53
54
Refleks muntah
Respons motorik
Refleks fisiologik dan patologik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam
lambung.
Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG,
EKG, foto toraks dan foto kepala.
56
jantung.
Respirasi hiperventilasi neurogen sentral
Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit. Dalam hal
ini, lesi biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan
pons). Ambang respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis
respirasi, PCO2 arterial rendah, pH meningkat dan ada hipoksia ringan.
Pemberian O2 tidak akan mengubah pola pernafasan. Biasanya didapatkan
pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau hipoglikemia yang
melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi
transtentorial.
Respirasi apneustik
57
Pernapasan
abnormal
-
Pergerakan
spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat. Pergerakan abnormal
seperti twitching, mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/
metabolik. Apabila tampak pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai
bawah rotasi keluar) menunjukkan defisit fokal motorik.
Komponen brain stem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah,
berkedip dan menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab
koma.
Pemeriksaan saraf kranial
Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai
lesi struktural. Umumnya pasien koma dengan reflek brain stem normal maka
menunjukkan kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik. Obat58
menghilang.
Repons motorik terhadap stimuli
Defisit fokal motorik biasanya menunjukkan kerusakan struktur, sedangkan
dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau
kerusakan struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan
II.6
untuk
mengeluarkan
cairan
elektrokardiogram (EKG).
Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk
mencegah aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi.
Berikan tiamin 100 mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika
59
mmHg.
Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv.
Selama 10-20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25
gr setiap 6 jam.
Edema serebri
karena
dapat
diberikan
60
BAB III
KESIMPULAN
Penurunan kesadaran atau koma merupakan salah satu kegawatan neurologi
yang menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai final common
pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran dapat
ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penurunan kesadaran disebabkan oleh
kelainan metabolik dan struktural yang mempengaruhi korteks dan ARAS. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik
neurologis dan pemeriksaan penunjang.
61
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. (1992). Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran.
Ed 80. FK USU. Hal 85-87.
2. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. (2007). Plum and Posners
Diagnosis of Stupor and Coma. Oxford University Press. New York. Hal.
5-9.
3. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. (2007). Diagnosis & Tatalaksana
Penyakit Saraf. Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC
4. Harris, S. (2004). Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun dalam
Updates in Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. Hal.1-7
5. Harsono. (2005). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
6. Lindsay, KW dan Bone I. (1997). Coma and Impaired Conscious Level
dalam Neurology and Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone.
UK. Hal.81
7. Greenberg, MS. (2001). Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5th ed.
Thieme. NY. Hal 119-123
62