LP Hordeolum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

1.

PENGERTIAN
Hordeolum adalah infeksi akut kelenjar di palpebra yang berisi material purulen yang
menyebabkan nyeri tajam yang tumpul. ( Indriana Istiqomah, 2004: 91)
Hordeolum adalah suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelenjar Moll
(hordeolum eksterternum) atau kelenjar Meibom (Hordeolum internum). Hordeolum (Stye)
adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata.
Bisa terbentuk lebih dari satu hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya
timbul dalam beberapa hari dan bisa sembuh secara sendiri.

2. ETIOLOGI
Hordeolum biasanya disebabkan oleh infeksi dari staphylococcus ( biasanya
staphilococcus auresus) atau streptococcus pada kelenjar sebasea kelopak mata. ( Sidarta
Ilyas, 2004 )
Macam-macam Hordeolum
Macam-macam hordeolum antara lain :
a. Hordeolum eksternum
Merupakan infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll, tempat keluarnya
bulu mata ( pada batas palpebra dan bulu mata). Area infeksi berbatas
tegas, merah, bengkak dan nyeri tekan pada permukaan kulit daerah batas.
Ukuran lebih kecil dan lebih superficial daripada hordeolum internum.
Lesi ikut bergerak saat kulit bergerak. Jika mengalami supurasi dapat
pecah sendiri kearah kulit. ( Indriana Istiqomah, 2004 )
b. Hordeolum internum
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sebasea yang terletak
didalam tarsus. Area kecil seperti manic dan edematous terdapat pada
konjugtiva palpebra pada perbatasan palpebra dan bulu mata. Lesi tidak
ikut bergerak dengan pergerakan kulit. Dapat pecah kearah kulit atau
permukaan konjungtiva. Namun, karena letaknya dalam tarsus, jarang
mengalami pecah sendiri. ( Indriana Istiqomah, 2004 )
3. PATOFISIOLOGI
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri Stafilokokus Aureus yang
akan menyebabkan proses inflamasi pada kelenjar kelopak mata. Infeksi bakteri
stafilokokkus pada kelenjar yang sempit dan kecil, biasanya menyerang kelenjar minyak
(meibomian) dan akan mengakibatkan pembentukan abses (kantong nanah) kearah kulit
kelopak mata dan konjungtiva biasanya disebut hordeolum internum. Apabila infeksi pada
kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder dan inflamasi supuratif dapat menyebabkan
komplikasi konjungtiva.
Apabila bakteri stafilokokkus menyerang kelenjar Zeis atau moll maka akan
membentuk abses kearah kulit palbebra yang biasanya disebut hordeolum eksternum. Setelah
itu terjadi pembentukan chalazion yakni benjolan di kelopak mata yang disebabkan
peradangan di kelenjar minyak (meibom), baik karena infeksi maupun reaksi peradangan
akibat alergi. ( Indriana Istiqomah, 2004 )

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala hordeolum antara lain :
a. Kelopak yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan
nyeri bila ditekan.
b. Adanya pseudoptosis atau ptosis yang mengakibatkan kelopak sukar
diangkat.
c. Terjadi pembesaran pada kelenjar preaurikel.
d. Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
e. Adanya abses yang dapat pecah dengan sendirinya. ( Sidarta Ilyas,
2004 )

5. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hordeolum antara lain:
a. Penyakit kronik.
b. Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
c. Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
d. Diabetes.
e. Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
f. Riwayat hordeolum sebelumnya.
g. Higiene dan lingkungan yang tidak bersih.
h. Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik. ( Indriana Istiqomah,
2004 )

6. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1. Diberikan eritromisin 250 mg atau 125-250 mg dikloksasilin 4 kali sehari,
dapat juga diberi tetrasiklin. Bila terdapat infeksi stafilokokus dibagian tubuh
lain maka sebaiknya diobati juga bersama-sama.
2. Pengangkatan bulu mata dapat memberikan jalan untuk drainase nanah
3. Pemberian salep antibiotic pada saccus conjunctivalis setiap 3 jam.
Antibiotic sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis.
4. Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin,
Polimyxin B, Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat
topikal digunakan selama 7-10 hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase
peradangan.
5. Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin,
Doxycyclin. Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan
perbaikan dengan antibiotika topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari.
Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral hanya atas rekomendasi
dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
6. Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan
sesuai dengan masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya
hordeolum.
7. Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk
meredakan keluhan nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat,
ibuprofen, dan sejenisnya.
8. Dilakukan insisi hordeolum untuk mengeluarkan nanah pada daerah abses
dengan fluktuasi terbesar, jika keadan tidak membaik selama 48 jam. Pada
insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anesthesia topical dengan patokain
tetes mata. Dilakukan anesthesia filtrasi dengan prokain atau lidokain di
daerah hordeolum dan dilakukan insisi bila:
a. Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
pada margo palpebra.
b. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.
Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi
jaringan meradang didalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotic.
(Sidarta Ilyas, 2004 )
b. Keperawatan
1. Kompres hangat 3 kali sehari selama 10-15 menit sampai nanah keluar.
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai penyakit, tanda gejala penyakit,
pengobatan dan penatalaksanaannya pada pasien. (Sidarta Ilyas, 2004 )

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Eversi ( pembalikan ) palpebra untuk memeriksa permukaan bawah palpebra
superior dapat dilakukan bersama slitlamp atau tanpa bantuan alat ini. Pemeriksaan
ini harus selalu dilakukan bila diduga ada benda asing. Setelah diberi anestesi local,
pasien duduk didepan slitlamp dan diminta melihat kebawah. Pemeriksaan dengan
hati-hati memegang bulu mata atas dengan jari telunjuk dan jempol sementara tangan
yang lain meletakkan tangkai aplikator tepat diatas tepi superior tarsus.
Palpebra dibalik dengan sedikit menekan aplikator kebawah, serentak dengan
pengangkatan tepian bulu mata. Pasien tetap melihat kebawah, dan bulu mata ditahan
dengan menekannya pada kulit diatas tepian orbita superior saat aplikator ditarik
kembali. Konjungtiva tarsal kemudian diamati dengan pembesaran. Untuk
mengembalikannya, tepian palpebra dengan lembut diusap kebawah sementara
pasien melihat keatas. ( Paul Riordan & John Whitcher, 2009 )

8. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hordeolum antara lain :
a. Selulitis preseptal
b. Konjungtivitis adenovirus
c. Granuloma pyogenik ( Sidarta Ilyas, 2004 )
9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan:
1) Keluhan utama
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
4) Riwayat Kesehatan keluarga
5) Kebiasaan Sosial : jarang melakukan perawatan mata dan
kebersihan mata.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
a) Mata tampak kemerahan
b) Mata tampak bengkak atau edema, tampak warna
kekuningan atau putih ditengah kulit atau kelopak mata
yang bengkak
2) Palpasi:
a) Rasa nyeri timbul saat kelopak mata disentuh atau
ditekan
b) Ditemukan nodul kecil yang tak nyeri pada
hordeolum internal.

c. Pemeriksaan Diagnostik
Ditegakkan sesuai dengan gejala.
b. Diagnosa
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak mata.
b. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema
pada kelopak mata dan kemerahan.
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan edema pada kelopak mata.
d. Resiko injuri cedera berhubungan dengan pembengkakan kelopak
mata.
c. Intervensi
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penurunan penglihatan akibat edema pada kelopak mata.
Tujuan : Setelah dilakukan jam tindakan asuhan keperawatan
3x24jam diharapkan edema klien dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
· Edema hilang
· Mata tidak memerah
Intervensi :
a. Kaji adanya kemerahan pada mata, cairan eksudat, atau
ulserasi.
R/ menentukan intervensi selanjutnya
b. Instruksikan klien untuk tidak menyentuh matanya.
R/ terhindar dari iritasi mata berlanjut
c. Pindahkan kontak lensa apabila klien memakainya
R/ kontak lensa dapat merusak mata
d. Kolaborasikan dengan tim medis lain untuk pemberian obat
tetes mata.
R/ mengurangi infeksi dan mencegah infeksi sekunder, dan
membersihkan mata

b. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema


pada kelopak mata.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3x24
jam diharapkan nyeri klien tidak dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
· Nyeri terkontrol
· Puss hilang
Intervensi :
a. Kaji nyeri klien seperti lokasi, karakteristic, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas serta factor presipitasinya.
R/ menentukan tingkat nyeri klien
b. Observasi pada nyeri non verbal.
R/membantu klien mendapatkan intervensi
c. Anjurkan klien untuk mengkompres matanya dengan air
hangat.
R/ mengurangi nyeri
d. Kolaborasikan dengan tim medis lain untuk menghilangkan
nyeri pada matanya.
R/ mengurangi inflamasi yang mengakibatkan nyeri timbul
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses inflamasi
ditandai dengan edema pada kelopak mata
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3x24
jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam cara
penerapan citra diri
Kriteria hasil :
· Tampak percaya diri
· Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang hordeolum, gejala, dan
penyebabnya.
R/ mengetahui pengetahuan klien tentang penyakitnya.
b. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang sakit
yang dialaminya.
R/ mengurangi rasa cemas, malu pada pasien karena
penyakitnya.
c. Bantu klien untuk mengerti, memahami dan menerima
keadaannya.
R/ menambah rasa percaya diri klien bahwa hordeolum bukan
penyakit yang parah.
d. Resiko injuri cedera berhubungan dengan pembengkakan kelopak
mata
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 3x24
jam diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam penglihatan.
Kritera hasil :
 Cedera tidak terjadi.
 Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan risiko
cedera.
 Mengungkapkan keinginan untuk melakukan tindakan
pengamanan untuk mencegah cedera.
Intervensi
a. Batasi aktivitas seperti menggerakan kepala tiba – tiba,
menggaruk mata, membungkuk.
R/ menurunkan resiko jatuh atau cidera.
b. Orientasikan pasien terhadap lingkungan dekatkan alat yang
dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
R/ mencegah cidera, meningkatkan kemandirian.
c. Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang
dapat menimbulkan kecelakaan.
R/meminimalkan resiko cedera, memberikan rasa nyaman bagi
pasien.
d. Awasi atau temani pasien saat melakukan aktivitas.
R/mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya
keamanan.
DAFTAR PUSTAKA
Eva, Paul Riordan dan John P. Whitcher. 2009. Oftalmologi Umum Vaughan &
Asbury, Edisi 17. Jakarta: EGC.
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta:
EGC.
NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2009-2010.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Handout Yulianto. 2013. Diet Penyakit Mata. Tidak di publikasikan.

Anda mungkin juga menyukai