LP Tinea Cruris

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TINEA CRURIS


DI POLI KULIT DAN KELAMIN
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners


(P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah

Oleh:
Ahmad Afif Wijaya, S.Kep
142311101144

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tinea Cruris di
Poli Kulit dan Kelamin RSD. dr Soebandi Jember yang telah disetujui dan
disahkan pada:
tanggal

: ................................

tempat

: Poli Kulit dan Kelamin

Jember, ...................................
Mahasiswa

Ahmad Afif Wijaya, S. Kep


NIM 142311101144

Pembimbing Klinik

______________________
NIP.

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

________________________
NIP.

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN TINEA CRURIS


DI POLI KULIT DAN KELAMIN RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Ahmad Afif Wijaya, S.Kep

I.
II.

Kasus
Tinea Cruris
Proses Terjadinya Penyakit
A. Pengertian
Menurut Budimulja (1999), Siregar R.S. (2004), Graham-Brown (2008),
Murtiastutik (2009), dan Berman (2011) Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk)
yang disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris
(sela paha, perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya.
Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :

Gambar 2.1. Predileksi Tinea Kruris

B. Epidemiologi
Menurut Berman (2011) dan Wiederkehr (2012), pria lebih sering terkena
Tinea kruris daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan
kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur
anak-anak.

C. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luas dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial
dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbeda-beda dari kulit yang berwarna terang, pirang dan
hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi serta warna
hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa.
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya ;
kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palipebra, bibir dan
preputium. Kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan
tangan dewasa sedangkan kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapatpada
kepala.
Kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan utama, yaitu :
a.

Lapisan Epidermis
1) Stratum Korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein.
2) Stratum Lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, yang
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein.
3) Stratum Granulosum
Merupakan 2 atau 3 lais sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.
4) Stratum Spinosum

Disebut pula prickle cell layer terdiri atas beberapa lapis selsel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis.
5)

Stratum Basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal
pada perbatasan derma-epidermal berbaris seperti pagar.

b. Lapisan Dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Lapisan ini dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
1)

Pars papilarel, yaitu bagian yang menonjol ke peidermis,

berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.


2)

Pars retikulare yaitu bagian dibawahnya yang menonjol ke

arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang


seperti serabut kolagen, elastin an retikulin.
c.

Lapisan Subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi

sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar


dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
ADENAKSA KULIT
Adenaksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar, kulit, rambut dan kuku.
a.

Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :

1) Kelenjar keringat (Grandula Suporifera).


Ada 2 macam kelenjar keringat yaitu kelenjar ekrin yang kecilkecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer dan
kelenjar apokrin yang lebih besar terletak lebih dalam dan
sekretnya lebih kental.

2) Kelenjar Parit (Grandula Sebasea)


Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak
tangan dan kaki. Kelenjar ini biasanya terdapat di samping akar
rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut.
b.

Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.

Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku.
Bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung
jari disebut badan kuku dan bagian paling ujungt yaitu bagian kuku
yang bebas.
c.

Rambut, terdiri atas bagian yang berada di kulit. Ada 2 macam

rambut yaitu lanugo (rambut halus) biasanya terdapat pada bayi dan
rambut terminal (rambut kasar) yang terdapat pada orang dewasa.
2. Fisiologi
Kulit dapat mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Fungsi kulit antara lain :
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisik atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan,
gangguan kimiawi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan
penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisik.
b. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak.
c.

Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang


tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa
amonia, Nacl, urea, asam urat.

d.

Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di


dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh
badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan-badan krause di dermis. Terhadap rabaan oleh

badak taktil meissner ravier di epidermis, sedangkan terhadap


tekanan diperankan oleh badan vacer vaccini di epidermis.
e.

Fungsi pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan


cara mengeluarkan keringat dan mengurutkan pembuluh darah kulit.

f.

Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit)


terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf.

g. Fungsi keratinasi, lapisan epidermis mempunyai 3 jenis sel utama


yaitu keratinosit, sel langerhans, melanosit.
h. Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah >
dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Tetapi
kebutuhan akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut,
sehingga pemberian vitamin D sismetik masik tetap diperkukan.
D. Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin (Budimulja,
1999).

Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita

termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton
floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2003).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat
keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya
sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk
pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada

medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit
tanpa menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia
atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi
patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang
lainnya terutama menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa
menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada
manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu
reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya
kontak dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur (Graham-Brown,
2002).
E. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke
keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon
host.
1. Perlekatan
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh
glandula sebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus
stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses
desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan
enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan.
Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa
menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru

muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari


epidermis.
3.

Perkembangan respons host


Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme
yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type
Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam
melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi
minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan
pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita
diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada
saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi
permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera
jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

F. Gambaran Klinis
Menurut Budimulja (1999), Nasution M.A. (2005), Berman (2011), dan
Wiederkehr (2012), gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa
gatal hebat pada daerah kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan
bersisik. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
Berikut ini gambaran klinis dari Tinea kruris :

(Departemen Kesehatan Kulit & Kelamin FK Unair, 2009)


Gambar 2.2. Regio Inguinal Meluas ke Pubis

G. Faktor Resiko
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko adalah
faktor yang dapat mempermudah timbulnya suatu penyakit. Peran faktor
risiko itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.
2. Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan
yang menurun.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang
menyuburkan pertumbuhan jamur, antara lain :
1. Pemberian antibiotik yang mematikan kuman akan menyebabkan
keseimbangan antara jamur dan bakteri terganggu.
2. Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan
suasana yang menyuburkan jamur.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang
memudahkan invasi jamur ke jaringan, antara lain :
1. Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu
oleh cairan yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada
sela jari kaki, kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan
kulit, atau akibat liur di sudut mulut orang lanjut usia.
2. Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah,
keganasan, diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan
suasana yang menyuburkan jamur.
Menurut Nasution M.A. (2005) dan Berman (2011), pada penyakit kulit
karena infeksi jamur superfisial seseorang terkena penyakit tersebut oleh
karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang
sudah terkontaminasi oleh jamur, ataupun kontak langsung dengan
penderita.
Menurut Adiguna (2001) dan Siregar R.S. (2004), Tinea kruris paling
banyak terjadi di daerah tropis, musim/iklim yang panas, lingkungan yang
kotor dan lembab, banyak berkeringat. Faktor keturunan tidak berpengaruh
(Siregar, 2004).

H. Diagnosis
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi
gambaran

klinis

dengan

uji

diagnostik

untuk

mengisolasi

dan

mengidentifikasi jamur. Bahan yang diperiksa berupa kerokan kulit. Bahan


harus diperoleh sesteril mungkin untuk menghindari pencemaran jamur lain.
Kemudian bahan dapat dilakukan pemeriksaan secara langsung maupun
secara biakan (Bagian Kesehatan Anak FK UI, 2002)
Menurut Goedadi (2001) dan Nasution M.A. (2005), untuk mengetahui
suatu ruam yang disebabkan oleh infeksi jamur, biasanya kita lakukan
pemeriksaan kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau aktif tersebut.
Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass dan
ditetesi dengan larutan KOH 10-20 %. Kemudian kita tutup dengan object
glass kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen sebentar untuk
memfiksasi, kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40
kali. Pemeriksaan mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa yang
bercabang atau artospora yang khas pada infeksi dermatofita. Sedangkan
untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan
pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose Agar
(SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah kurang lebih
dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca secara
makroskopis.
I. Penatalaksanaan
Terdapat banyak obat anti jamur topikal untuk pengobatan infeksi
dermatofit. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih
rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat,
sulfur, dan sebagainya. Obat-obat topikal ini bisa digunakan bila daerah
yang terkena sedikit, tetapi bila infeksi jamur meluas maka lebih baik
menggunakan obat oral sistemik (Graham-Brown, 2002).

Menurut Bagian Farmakologi FK UI (1995), Bagian Kesehatan Anak


FK UI (2002), dan Nasution M.A. (2005), obat-obat pada infeksi jamur pada
kulit ada 2 macam yaitu :
1. Obat topikal, misalnya :
a) Golongan Mikonazole,
b) Golongan Bifonazole,
c) Golongan Ketokonazole, dan sebagainya.
Pengobatan umumnya 2x/hari minimal selama 3 minggu atau 2
minggu sesudah tes KOH negatif dan klinis membaik.
2. Obat per oral, misalnya :
a) Golongan Griseofulvin, dosis :
Anak : 10 mg/kgBB/hari (microsize).
5,5 mg/kgBB/hari (ultra-microsize).
Dewasa : 500-1000 mg/hari/
b) Golongan Ketokonazole, dosis :
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 tablet (200 mg)/hari.
c) Golongan Itrakonazole, dosis :
Anak : 3-5 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 kapsul (100 mg)/hari.
d) Golongan Terbinafin, dosis :
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
10-20 kg : 62,5 mg ( tablet)/hari.
20-40 kg : 125 mg ( tablet)/hari.
Dewasa : 1 tablet (250 mg)/hari.
J. Pencegahan
Menurut Brooks (2001) dan Graham-Brown (2002), infeksi berulang
pada Tinea kruris dapat terjadi melalui proses autoinokulasi reservoir lain
yang mungkin ada di tangan dan kaki (Tinea pedis, Tinea unguium). Jamur
diduga berpindah ke sela paha melalui kuku jari-jari tangan yang dipakai

menggaruk sela paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk
mencegah infeksi berulang, daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering
dan terhindar dari sumber-sumber infeksi serta mencegah pemakaian
peralatan mandi bersama-sama (Brooks, 2001).
Menurut Nasution M.A. (2005), disamping pengobatan, yang penting
juga

adalah

nasehat

kepada

penderita

misalnya

pada

penderita

dermatofitosis, disarankan agar :


1) Memakai pakaian yang tipis.
2) Memakai pakaian yang berbahan cotton.
3) Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu ketat.
Oleh karena itu, berikan anjuran-anjuran pada pasien agar tidak terjadi
infeksi berulang. Anjurkan pasien menggunakan handuk terpisah untuk
mengeringkan daerah sela paha setelah mandi, anjurkan pasien untuk
menghindari mengenakan celana ketat untuk mencegah kelembaban daerah
sela paha, anjurkan pasien dengan Tinea kruris yang mengalami obesitas
untuk menurunkan berat badan, dan anjurkan pasien untuk memakai kaus
kaki sebelum mengenakan celana untuk meminimalkan kemungkinan
transfer jamur dari kaki ke sela paha (autoinokulasi). Bubuk antifungal,
yang memiliki manfaat tambahan pengeringan daerah sela paha, mungkin
dapat membantu dalam mencegah kambuhnya Tinea kruris (Wiederkehr,
2012).
K. Komplikasi
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder
oleh organisme candida atau bakteri. Pemberian obat steroid topikal dapat
mengakibatkan

eksaserbasi

jamur

sehingga

menyebabkan

penyakit

menyebar (Wiederkehr, 2012)


L. Prognosis
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan
kulit selalu dijaga (Siregar, 2004).

III.

Konsep Keperawatan
1. Data Fokus Pengkajian
a. Amnanesa
Wawancara memberikan data yang perawat dapatkan dari pasien dan
orang terdekat lainnya, melalui percakapan dengan pasien. Semua
pihak dalam wawancara harus mengetahui bahwa data yang
dikumpulkan digunakan pada perencanaan perawatan pasien.
1) Identitas
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar yang
dimaksud dan tidak keliru dengan pasien lain. Kesalahan identifikasi
dapat berakibat fatal, baik secara medik, etika maupun hukum.
Identitas pasien terdiri atas :
-

Nama

Umur

Jenis kelamin

Agama

Pekerjaan

Alamat

Lain-lain yang berhubungan dengan pasien.

2) Riwayat kesehatan sekarang


Alasan masuk Rumah Sakit
Keluhan utama saat didata
3) Riwayat kesehatan masa lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Pengkajian Keperawatan
a) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan,
b) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical
sign, clinical sign, diet pattern
c) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna,
konsistensi, bau, karakter)
d) pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status
oksigenasi, fungsi kardiovaskuler, terapi oksigen

e) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun


tidur
f) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori,
fungsi dan keadaan indera
g) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri,
ideal diri, dan peran diri
h) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi
reproduksi
i) Pola peran & hubungan
j) Pola manajemen & koping stres
k) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
2. Pemeriksaan Fisik
Dalam melaksanakan pengumpulan data tentang informasi pada
pasien, perawat melatih dengan keterampilan dengan cara melakukan
pemeriksaan fisik dengan persistem dengan menggunakan teknik
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Lama dan kedalaman setiap
pengkajian fisik tergantung pada kondisi pasien sekarang.
Pemeriksaan fisik terdiri dari :
a) Keadaan umum
b) Kulit
1) Tipe warna kulit manusia
Menanyakan pasien apakah ada perubahan warna pada
kulitnya menjadi lebih gelap / tanning setelah terpapar sinar
matahari? Tujuan mementukan skin phototype. Bila ada
perubahan warna, memperhatikan adanya hiperpigmentasi,
hipopigmentasi, kemerahan, kepucatan, kebiruan, dan kekuningan
warna kulit.
2) Kelembaban kulit
Menentukan apakah kulit kering ( misalnya hipotiroid),
normal, berkeringat atau berminyak (pada kulit berjerawat)

3) Temperatur/ suhu kulit


Menentukan dengan dorsum manus atau belakang jari kita,
memperhatikan

suhu

kulit

pada

daerah

kemerahan.Lalu

membandingkannya dengan kulit bagian tubuh lain yang


dianggap normal.Adanya termometer kulita akan lebih baik.
4) Tekstur kulit
Menentukan kulit kasar atau halus, dan membandingkannya
dengan bagian tubuh lain yang dianggap normal.
5) Turgor / ketegangan kulit
Mencubit lembut dan menarik ke atas maka kulit akan
terangkat.Lalu melepaskan, kecepatan pulih akan menentukan
turgor seseorang.
6) Lesi kulit\
Adanya benjolan atau lesi kehitaman harus diselidiki lebih
lanjut. Benjolan bisa berbentuk kista, lipoma, atau DD lainnya.
Adanya lesi kehitaman seperti misalnya nervus pigmentosus harus
diperkirakan apakah jinak atau kemungkinan ganas seperti
melanoma maligna.
7) Inspeksi
Alat : kaca pembesar, di ruangan terang Inspeksi seluruh kulit
tubuh pasien, terutama daerah yang dianggap tidak normal.
Pada inspeksi diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran
penyebaran, batas, dan efloresesnsi khusus. Bila terdapat
kemerahan,

ada

talangiektasis.

kemungkinan,

eritema,

purpura

dan

Cara membedakannya yaitu dengan ditekan

dengan jari dan digeser.


Pada eritema warna kemerahan akan hilang dan warna
tersebut akan kembali pada saat jari dilepaskan karena terjadi
vasodilatasi kapiler.Sebaliknya pada purpura tidak menghilang
sebab

terjadi

perdarahan

di

kulit,

demikian

talangiektasis akibat pelebaran kapiler yang menetap.

pula

pada

Diaskopi : menekan dengan benda transparan ( diaskop )


pada tempat kemerahan tersebut.Diaskopi positif bila warna
merah menghilang ( eritema ), dan negatif bila warna merah
tidak menghilang ( purpura atau talangiektasis ). 1
8) Palpasi
Memperhatikan adanya tanda-tanda radang akut ( dolor, kalor,
fungsiolaesa), ada tidaknya indurasi, fluktuasi, dan pembesaran
kelenjar regional maupun generalisata. Pada tinea kruris, bahan
untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok
tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang
berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk
bahan

pemeriksaan.

menggunakan

Pemeriksaan

mikroskop)

secara

mikroskopik
langsung

(dengan

menunjukkan

artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksi


dermatofita.
c) Kepala
d) Mata
e) Telinga
f)

Hidung

g) Mulut
h) Dada
i)

Abdomen

j)

Genetalia

k) Ekstremitas atas dan bawah


3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Langsung
Sediaan dari bahan kerokan (kulit, rambut dan kuku) dengan
larutan KOH 10-30% atau pewamaan Gram. Dengan pemeriksaan
mikroskopis akan terlihat elemen jamur dalam bentuk hipa panjang,
spora dan artrospora.

b. Pembiakan
Tujuan pemeriksaan cara ini untuk mengetahui spesies jamur
penyebab, dilakukan bila perlu. Bahan sediaan kerokan ditanam dalam
agar Sabouroud dekstrose; untuk mencegah pertumbuhan bakteri
dapat ditam bahkan antibiotika (misalnya khloramfenikol) ke dalam
media tersebut. Perbenihan dieramkan pads suhu 24 - 30C.
Pembacaan dilakukan dalam waktu 1 - 3 minggu. Koloni yang tumbuh
diperhatikan mengenai wama, bentuk, permukaan dan ada atau
tidaknya hipa.
c. Darah dan Urin
Pemeriksaan darah tidak berguna untuk diagnosis infeksi jamur
superficial.

Kira-kira

atopik mempunyai

70

serum

hingga

IgE

yang

80%

pasien

meningkat.

dermatitis

Kondisi

ini

beruhubung dengan sensitisasi alergen makanan atau alergen hirup


dan/atau yang disebabkan oleh rhinitis alergi dan asma. Kadar
eosinofil dalam darah perifer nya meningkat. Limfosit T dang sel mast
meningkat

karena

dermatitis

berlebihan limfosit T dan sel mast.

atopic

melibatkan

perangsangan

2. Pathway
Faktor Resiko :
1. Perilaku
kesehatan
2. Lingkungan
3. Pemberian
Antibiotik
4. Penyakit Kronik
(DM)

Nyeri Akut

Tinea Cruris

Invasi Jamur
Epidermophyton
floccosum

3. Masalah Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi jamur
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya penyakit
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses inflamasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pruritus hebat
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus hebat

4. Rencana Keperawatan
f.
No
l.
1

g.
m.

w.
2
y.

Diagnosa Keperawatan

h.

Tujuan

kerusakan integritas kulit

n.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
14X24 diharapkan gangguan
integritas kulit teratasi
o.
p.
NOC:
1. Tissue intregity : skin and
mucous membrane

x. Gangg
uan
citra
tubuh

z.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
1X24
jam
diharapkan
gangguan citra tubuh pasien
teratasi
aa.
ab.
ac.
ad.
NOC:
1. Body image
2. Self esteem

i.

Kriteria Hasil

1. Suhu kulit dalam keadaan


normal
2. Tidak terjadi kerusakan
sensasi kulit
3. Elastisitas kulit baik
4. Kelembapan kulit baik
5. Integritas kulit baik

1. Body image positif


2. Mampu
mengidentifikasi
kekuatan personal
3. Mendiskripsikan
secara faktual
perubahan fungsi
tubuh
4. Mempertahankan
interaksi sosial

j.

Intervensi
Keperawatan
q.
NIC: Lower
extremity monitoring
1.Inspeksi kebersihan kulit
r.
2.Inspeksi kulit dari warna,
suhu, kelembaban, tekstur,
pertumbuhan rambut, turgor
s.
t.
NIC: Skin care:
topical treatments
3. Rapikan dan bersihkan
linen tempat tidur secara,
serta pertahankan tempat
tidur tetap bersih, kering,
dan rapi secara teratur
4. Kolaborasi pemberian obat
topical
af.
NIC :

1.
2.
3.

ae.
4.

ag. Body
image
enhancement
Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
Monitor
frekuensi
mengkritik dirinya
Jelaskan
tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan dan prognosis
penyakit
Dorong
klien
mengungkapkan

k.

Rasional

u.

v.
1. mengevaluasi kebersiha
kulit
2. mengevaluasi gangguan
pada kulit
3. mempertahankan
kebersihan dan kerapian
tempat tidur serta
mencegah tempat
berkembangbiaknya
mikroorganisme
4. untuk mengatasi masalah
kerusakan pada integrita
kulit
ai.
1.
2.
3.
4.
5.
ak.

aj.
Mengetahu
penyebab masalah
Mengetahu
tindakan selanjutnya
Meningkatk
n pengetahuan tenta
penyakitnya
Mengetahu
perasaan klien
Meningkatk
n rasa percaya diri

am.
3

an. Gangg
uan
rasa
nyama
n
ao.

ap.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
3X24 jam diharapkan rasa
nyaman
pasien
akan
meningkat
aq.
ar.
NOC:
1. Anxiety Level
2. Fear Leavel
3. Sleep Deprivation
4. Comfort, readiness for
enchanced

perasaannya
al.
ah.
5. Fasilitasi kontak dengan
individu
lain
dalam
kelompok kecil
1. Mampu
mengontrol at.
NIC: anxiety
1. memberikan rasa nyama
kecemasan
reduction
pada pasien
2. Status lingkungan nyaman
au. 1 2. menurunkan rasa cemas
3. Mengontrol nyeri
.
pasien
4. Kualitas tidur adekuat
g 3. memberikan penghargaa
5. Respon
terhadap
u
pada pasien
pengobatan
n 4. mengetahui tingkat cema
6. Dapat mengontrol gejala
a
yang dirasakan pasien
as.
k 5. mengurangi rasa cemas
a
pasien
n
p
e
n
d
e
k
a
t
a
n
y
a
n
g
m
e
n
e
n

a
n
g
k
a
n
av. 2
.j
e
l
a
s
k
a
n
s
e
m
u
a
p
r
o
s
e
d
u
r
d
a
n

a
p
a
y
a
n
g
y
a
n
g
d
ir
a
s
a
k
a
n
s
e
l
a
m
a
p
r
o
s
e
d

u
r
aw. 3
.
d
e
n
g
a
r
k
a
n
d
e
n
g
a
n
p
e
n
u
h
p
e
r
h
a
ti
a

n
ax. 4
.
i
d
e
n
ti
fi
k
a
si
ti
n
g
k
a
t
k
e
c
e
m
a
s
a
n
ay. 5
.i
n
st

r
u
k
si
k
a
n
p
a
si
e
n
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
t
e
k
n
i
k
r
e
l
a
k
s

az.
4.

ba. Nyeri
Akut

bb.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama 3
x 24, nyeri dapat berkurang
bc. N
O

1.
2.
3.
4.

Mampu mengontrol nyeri


Nyeri berkurang
Mampu mengenali nyeri
Menyatakan rasa nyaman
bf.

bd.

NOC :

1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
be.

bi.
5.

bj. Gangg
uan
pola

bk.
Setelah
dilakukan 1. Jumlah jam tidur dalam
tindakan keperawatan selama 3
batas normal
x 24 jam gangguan pola tidur 2. Pola tidur,kualitas dalam

a
si
bg. N
I
C
:
bh. P
a
i
n
M
a
n
a
g
e
m
e
n
t
1 Kaji karakteristik nyeri
dari precipitating, quality,
region, severity, dan time
(PQRST), skala nyeri
2 Berikan penjelasan
mengenai penyebab nyeri
3 Observasi respon nonverbal pasien
4 Segera imobilisasi daerah
luka
5 Kolaborasi pemberian
analgesik
bq.
NIC : Sleep
Enhancement
1. Determinasi

efek-efek

1
2
3

4
5

Pertimbangan tindakan
selanjutnya
Pasien memahami
keadaan sakitnya
Respon non verbal
terkadang lebih
menggambarrkan apa
yang pasien rasakan
Mengurangi nyeri yang
timbul
Mengontrol mengurang
nyeri pasien

1. Mengetahui
penyeb
sulit tidur
2. Untuk
meningak

tidur

pasien teratasi

batas normal
3. Perasaan fresh sesudah
tidur/istirahat
bm. N 4. Mampu mengidentifikasi
hal-hal yang meningkatkan
O
tidur
C
bp.
bl.

1.
2.
3.
4.
5.

bo.

bs.
bt.

Anxiety Control
Comfort Level
Pain Level
Rest : Extent and Pattern
Sleep : Extent ang
Pattern
bn.

2.
3.
4.
5.

medikasi terhadap pola


motivasi klien untuk tid
tidur
3. Meningaktakan
pasi
Jelaskan pentingnya tidur
untuk tidur
yang adekuat
4. Meningkatkan
Fasilitasi
untuk
kenyamanan
pasi
mempertahankan aktivitas
ketika tidur
sebelum tidur (membaca) 5. Meningkatkan kualit
Ciptakan lingkungan yang
tidur klien
nyaman
Kolaburasi
pemberian
obat tidur
br.

bu.

DAFTAR PUSTAKA

bv.
bw. Broker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
bx. Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008.
Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier.
by. Boel,

Trelia,

2003.

Mikosis

Superfisial.

[serial

online].

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf
[diakses 29 November 2014].
bz. Budimulja, Unandar & Wasitaatmadja, Sjarif, 1999. Ilmu Penyakit Kulit
Kelamin Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
ca. Grace, P.A. & Borley,N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Erlangga
cb. Graham-Brown, Robin, 2002. Lecture Notes on Dermatology 8 th Ed. UK:
Blackwell Science.
cc. Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2017. Jakarta: EGC.
cd. Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA:
Mosby Elsevier.
ce. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
cf. Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction
Publishing
cg.

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

ch.

Siregar, R.S., 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

ci.

Wiederkehr,
Michael.
2012.
Tinea
Cruris.
[serial
online]:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806 [diakses 29 November
2014].

cj.
ck.

cl.

Anda mungkin juga menyukai