LP Tinea Cruris
LP Tinea Cruris
LP Tinea Cruris
Oleh:
Ahmad Afif Wijaya, S.Kep
142311101144
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tinea Cruris di
Poli Kulit dan Kelamin RSD. dr Soebandi Jember yang telah disetujui dan
disahkan pada:
tanggal
: ................................
tempat
Jember, ...................................
Mahasiswa
Pembimbing Klinik
______________________
NIP.
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
________________________
NIP.
I.
II.
Kasus
Tinea Cruris
Proses Terjadinya Penyakit
A. Pengertian
Menurut Budimulja (1999), Siregar R.S. (2004), Graham-Brown (2008),
Murtiastutik (2009), dan Berman (2011) Tinea kruris adalah penyakit
dermatofitosis (penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk)
yang disebabkan infeksi golongan jamur dermatofita pada daerah kruris
(sela paha, perineum, perianal, gluteus, pubis) dan dapat meluas ke
daerah sekitarnya.
Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :
B. Epidemiologi
Menurut Berman (2011) dan Wiederkehr (2012), pria lebih sering terkena
Tinea kruris daripada wanita dengan perbandingan 3 berbanding 1, dan
kebanyakan terjadi pada golongan umur dewasa daripada golongan umur
anak-anak.
Lapisan Epidermis
1) Stratum Korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein.
2) Stratum Lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan korneum, yang
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein.
3) Stratum Granulosum
Merupakan 2 atau 3 lais sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.
4) Stratum Spinosum
Disebut pula prickle cell layer terdiri atas beberapa lapis selsel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda
karena adanya proses mitosis.
5)
Stratum Basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal
pada perbatasan derma-epidermal berbaris seperti pagar.
b. Lapisan Dermis
Adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat
dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Lapisan ini dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
1)
Lapisan Subkutis
Adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku.
Bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung
jari disebut badan kuku dan bagian paling ujungt yaitu bagian kuku
yang bebas.
c.
rambut yaitu lanugo (rambut halus) biasanya terdapat pada bayi dan
rambut terminal (rambut kasar) yang terdapat pada orang dewasa.
2. Fisiologi
Kulit dapat mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin
kelangsungan hidup. Kulit pun menyokong penampilan dan kepribadian
seseorang. Fungsi kulit antara lain :
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisik atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan,
gangguan kimiawi. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan
penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisik.
b. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak.
c.
d.
f.
termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton
floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes, dan Trichophyton verrucosum (Siregar R.S., 2004).
Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai
daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat
menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis (Boel, 2003).
Menurut Rippon (1974) dalam Budimulja (1999), selain sifat
keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya
sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk
pertumbuhannya, dan penyebab penyakit. Jamur ini mudah hidup pada
medium dengan variasi pH yang luas. Jamur ini dapat hidup sebagai saprofit
tanpa menyebabkan suatu kelainan apapun di dalam berbagai organ manusia
atau hewan. Pada keadaan tertentu sifat jamur dapat berubah menjadi
patogen dan menyebabkan penyakit bahkan ada yang berakhir fatal.
Beberapa jamur hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang
lainnya terutama menyerang hewan (zoofilik) walau kadang-kadang bisa
menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi kulit pada
manusia, keberadaan jamur tersebut sering menyebabkan terjadinya suatu
reaksi inflamasi yang hebat. Penularan biasanya terjadi karena adanya
kontak dengan debris keratin yang mengandung hifa jamur (Graham-Brown,
2002).
E. Patofisiologi
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke
keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon
host.
1. Perlekatan
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh
glandula sebasea juga bersifat fungistatik
2. Penetrasi
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus
stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses
desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan
enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan.
Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa
menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru
F. Gambaran Klinis
Menurut Budimulja (1999), Nasution M.A. (2005), Berman (2011), dan
Wiederkehr (2012), gambaran klinis Tinea kruris khas, penderita merasa
gatal hebat pada daerah kruris. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa, dan
bersisik. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
Berikut ini gambaran klinis dari Tinea kruris :
G. Faktor Resiko
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko adalah
faktor yang dapat mempermudah timbulnya suatu penyakit. Peran faktor
risiko itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.
2. Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan
yang menurun.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang
menyuburkan pertumbuhan jamur, antara lain :
1. Pemberian antibiotik yang mematikan kuman akan menyebabkan
keseimbangan antara jamur dan bakteri terganggu.
2. Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan
suasana yang menyuburkan jamur.
Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang
memudahkan invasi jamur ke jaringan, antara lain :
1. Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu
oleh cairan yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada
sela jari kaki, kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan
kulit, atau akibat liur di sudut mulut orang lanjut usia.
2. Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah,
keganasan, diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan
suasana yang menyuburkan jamur.
Menurut Nasution M.A. (2005) dan Berman (2011), pada penyakit kulit
karena infeksi jamur superfisial seseorang terkena penyakit tersebut oleh
karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang
sudah terkontaminasi oleh jamur, ataupun kontak langsung dengan
penderita.
Menurut Adiguna (2001) dan Siregar R.S. (2004), Tinea kruris paling
banyak terjadi di daerah tropis, musim/iklim yang panas, lingkungan yang
kotor dan lembab, banyak berkeringat. Faktor keturunan tidak berpengaruh
(Siregar, 2004).
H. Diagnosis
Untuk menegakkan Tinea kruris, dibutuhkan penilaian asosiasi
gambaran
klinis
dengan
uji
diagnostik
untuk
mengisolasi
dan
menggaruk sela paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk
mencegah infeksi berulang, daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering
dan terhindar dari sumber-sumber infeksi serta mencegah pemakaian
peralatan mandi bersama-sama (Brooks, 2001).
Menurut Nasution M.A. (2005), disamping pengobatan, yang penting
juga
adalah
nasehat
kepada
penderita
misalnya
pada
penderita
eksaserbasi
jamur
sehingga
menyebabkan
penyakit
III.
Konsep Keperawatan
1. Data Fokus Pengkajian
a. Amnanesa
Wawancara memberikan data yang perawat dapatkan dari pasien dan
orang terdekat lainnya, melalui percakapan dengan pasien. Semua
pihak dalam wawancara harus mengetahui bahwa data yang
dikumpulkan digunakan pada perencanaan perawatan pasien.
1) Identitas
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa benar-benar yang
dimaksud dan tidak keliru dengan pasien lain. Kesalahan identifikasi
dapat berakibat fatal, baik secara medik, etika maupun hukum.
Identitas pasien terdiri atas :
-
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
suhu
kulit
pada
daerah
kemerahan.Lalu
ada
talangiektasis.
kemungkinan,
eritema,
purpura
dan
terjadi
perdarahan
di
kulit,
demikian
pula
pada
pemeriksaan.
menggunakan
Pemeriksaan
mikroskop)
secara
mikroskopik
langsung
(dengan
menunjukkan
Hidung
g) Mulut
h) Dada
i)
Abdomen
j)
Genetalia
b. Pembiakan
Tujuan pemeriksaan cara ini untuk mengetahui spesies jamur
penyebab, dilakukan bila perlu. Bahan sediaan kerokan ditanam dalam
agar Sabouroud dekstrose; untuk mencegah pertumbuhan bakteri
dapat ditam bahkan antibiotika (misalnya khloramfenikol) ke dalam
media tersebut. Perbenihan dieramkan pads suhu 24 - 30C.
Pembacaan dilakukan dalam waktu 1 - 3 minggu. Koloni yang tumbuh
diperhatikan mengenai wama, bentuk, permukaan dan ada atau
tidaknya hipa.
c. Darah dan Urin
Pemeriksaan darah tidak berguna untuk diagnosis infeksi jamur
superficial.
Kira-kira
atopik mempunyai
70
serum
hingga
IgE
yang
80%
pasien
meningkat.
dermatitis
Kondisi
ini
karena
dermatitis
atopic
melibatkan
perangsangan
2. Pathway
Faktor Resiko :
1. Perilaku
kesehatan
2. Lingkungan
3. Pemberian
Antibiotik
4. Penyakit Kronik
(DM)
Nyeri Akut
Tinea Cruris
Invasi Jamur
Epidermophyton
floccosum
3. Masalah Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan invasi jamur
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya penyakit
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses inflamasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan adanya pruritus hebat
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus hebat
4. Rencana Keperawatan
f.
No
l.
1
g.
m.
w.
2
y.
Diagnosa Keperawatan
h.
Tujuan
n.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
14X24 diharapkan gangguan
integritas kulit teratasi
o.
p.
NOC:
1. Tissue intregity : skin and
mucous membrane
x. Gangg
uan
citra
tubuh
z.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
1X24
jam
diharapkan
gangguan citra tubuh pasien
teratasi
aa.
ab.
ac.
ad.
NOC:
1. Body image
2. Self esteem
i.
Kriteria Hasil
j.
Intervensi
Keperawatan
q.
NIC: Lower
extremity monitoring
1.Inspeksi kebersihan kulit
r.
2.Inspeksi kulit dari warna,
suhu, kelembaban, tekstur,
pertumbuhan rambut, turgor
s.
t.
NIC: Skin care:
topical treatments
3. Rapikan dan bersihkan
linen tempat tidur secara,
serta pertahankan tempat
tidur tetap bersih, kering,
dan rapi secara teratur
4. Kolaborasi pemberian obat
topical
af.
NIC :
1.
2.
3.
ae.
4.
ag. Body
image
enhancement
Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
Monitor
frekuensi
mengkritik dirinya
Jelaskan
tentang
pengobatan,
perawatan,
kemajuan dan prognosis
penyakit
Dorong
klien
mengungkapkan
k.
Rasional
u.
v.
1. mengevaluasi kebersiha
kulit
2. mengevaluasi gangguan
pada kulit
3. mempertahankan
kebersihan dan kerapian
tempat tidur serta
mencegah tempat
berkembangbiaknya
mikroorganisme
4. untuk mengatasi masalah
kerusakan pada integrita
kulit
ai.
1.
2.
3.
4.
5.
ak.
aj.
Mengetahu
penyebab masalah
Mengetahu
tindakan selanjutnya
Meningkatk
n pengetahuan tenta
penyakitnya
Mengetahu
perasaan klien
Meningkatk
n rasa percaya diri
am.
3
an. Gangg
uan
rasa
nyama
n
ao.
ap.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama
3X24 jam diharapkan rasa
nyaman
pasien
akan
meningkat
aq.
ar.
NOC:
1. Anxiety Level
2. Fear Leavel
3. Sleep Deprivation
4. Comfort, readiness for
enchanced
perasaannya
al.
ah.
5. Fasilitasi kontak dengan
individu
lain
dalam
kelompok kecil
1. Mampu
mengontrol at.
NIC: anxiety
1. memberikan rasa nyama
kecemasan
reduction
pada pasien
2. Status lingkungan nyaman
au. 1 2. menurunkan rasa cemas
3. Mengontrol nyeri
.
pasien
4. Kualitas tidur adekuat
g 3. memberikan penghargaa
5. Respon
terhadap
u
pada pasien
pengobatan
n 4. mengetahui tingkat cema
6. Dapat mengontrol gejala
a
yang dirasakan pasien
as.
k 5. mengurangi rasa cemas
a
pasien
n
p
e
n
d
e
k
a
t
a
n
y
a
n
g
m
e
n
e
n
a
n
g
k
a
n
av. 2
.j
e
l
a
s
k
a
n
s
e
m
u
a
p
r
o
s
e
d
u
r
d
a
n
a
p
a
y
a
n
g
y
a
n
g
d
ir
a
s
a
k
a
n
s
e
l
a
m
a
p
r
o
s
e
d
u
r
aw. 3
.
d
e
n
g
a
r
k
a
n
d
e
n
g
a
n
p
e
n
u
h
p
e
r
h
a
ti
a
n
ax. 4
.
i
d
e
n
ti
fi
k
a
si
ti
n
g
k
a
t
k
e
c
e
m
a
s
a
n
ay. 5
.i
n
st
r
u
k
si
k
a
n
p
a
si
e
n
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n
t
e
k
n
i
k
r
e
l
a
k
s
az.
4.
ba. Nyeri
Akut
bb.
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan selama 3
x 24, nyeri dapat berkurang
bc. N
O
1.
2.
3.
4.
bd.
NOC :
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
be.
bi.
5.
bj. Gangg
uan
pola
bk.
Setelah
dilakukan 1. Jumlah jam tidur dalam
tindakan keperawatan selama 3
batas normal
x 24 jam gangguan pola tidur 2. Pola tidur,kualitas dalam
a
si
bg. N
I
C
:
bh. P
a
i
n
M
a
n
a
g
e
m
e
n
t
1 Kaji karakteristik nyeri
dari precipitating, quality,
region, severity, dan time
(PQRST), skala nyeri
2 Berikan penjelasan
mengenai penyebab nyeri
3 Observasi respon nonverbal pasien
4 Segera imobilisasi daerah
luka
5 Kolaborasi pemberian
analgesik
bq.
NIC : Sleep
Enhancement
1. Determinasi
efek-efek
1
2
3
4
5
Pertimbangan tindakan
selanjutnya
Pasien memahami
keadaan sakitnya
Respon non verbal
terkadang lebih
menggambarrkan apa
yang pasien rasakan
Mengurangi nyeri yang
timbul
Mengontrol mengurang
nyeri pasien
1. Mengetahui
penyeb
sulit tidur
2. Untuk
meningak
tidur
pasien teratasi
batas normal
3. Perasaan fresh sesudah
tidur/istirahat
bm. N 4. Mampu mengidentifikasi
hal-hal yang meningkatkan
O
tidur
C
bp.
bl.
1.
2.
3.
4.
5.
bo.
bs.
bt.
Anxiety Control
Comfort Level
Pain Level
Rest : Extent and Pattern
Sleep : Extent ang
Pattern
bn.
2.
3.
4.
5.
bu.
DAFTAR PUSTAKA
bv.
bw. Broker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
bx. Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2008.
Nursing Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier.
by. Boel,
Trelia,
2003.
Mikosis
Superfisial.
[serial
online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1174/1/fkg-trelia1.pdf
[diakses 29 November 2014].
bz. Budimulja, Unandar & Wasitaatmadja, Sjarif, 1999. Ilmu Penyakit Kulit
Kelamin Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
ca. Grace, P.A. & Borley,N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Erlangga
cb. Graham-Brown, Robin, 2002. Lecture Notes on Dermatology 8 th Ed. UK:
Blackwell Science.
cc. Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan
Klasifikasi 2012-2017. Jakarta: EGC.
cd. Johnson, M. Etal. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). USA:
Mosby Elsevier.
ce. Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI
cf. Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction
Publishing
cg.
ch.
Siregar, R.S., 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
ci.
Wiederkehr,
Michael.
2012.
Tinea
Cruris.
[serial
online]:
http://emedicine.medscape.com/article/1091806 [diakses 29 November
2014].
cj.
ck.
cl.