Sejarah Zakat Masa Nabi Dan Sahabat
Sejarah Zakat Masa Nabi Dan Sahabat
Sejarah Zakat Masa Nabi Dan Sahabat
PEMBAHASAN
Pembayaran zakat dalam islam mulai efektif dilaksanakan setelah hijrah dan
terbentuknya pemerintah di Madinah. Orang-orang yang beriman dianjurkan
untuk membayar sejumlah tertentu dari hartanya, dalam bentuk zakat. Zakat
mempunyaiperanan penting dalam sistem perekonomian islam. Zakat berfungsi
sebagai sumber dana dalam menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi dan
pembangunan masyarakat. Disamping sarana untuk mendekatkan diri kepada
Allah, zakat juga berfungsi membersihkan diri dan harta dari kotoran akhlaq
penyelewenangan qidah.
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara
lain memperbaiki akhlaq manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang
batas kerusakan. Pengsyari’atan zakat tampak seiring dengan upaya
1
Kementrian agama republik Indonesia, direktorat jenderal bimbingan masyarakt islam, direktorat
pemberdayaan zakat, 2013, hal.19
1
pembinaan tatanan sosial yang baru dibangun oleh Nabi Muhammad SAW
setelah beliau berada Madinah. Pada periode madinah, Nabi melakukan
pembangunan dalam segala bidang tidak saja bidang aqidah dan akhlaq, akan
tetapi juga memperlihatkan bangunan mua’amalat dengan konteksnya yang
sangat luas dan menyeluruh.2
Hal ini yqng diterapkn periode awal islam, dimana pengumpulan dan
pengelolaan zakat dilakukan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh
negara lewat baitul maal. Nabi Muhammad sebagai pemimpin negara
menunjuk beberapa sahabatnya untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat
muslim yang telah terindentifikasi layak memberi zakat serta menentukan
bagian zakat yang terkumpul sebagai pendapatan dari amil.3
2
Pada zaman Nabi SAW pengelolaan zakat pada saat itu secara
institusional dianggap sederhana dan masih terbatas dengan sifatnya yang
teralokasi dan sementara, dimana jumlah zakat terdistribusi akan tergantung
pada jumlah zakat yang terkumpul pada daerah atau kawasan tertentu, dan
uang zakat yang terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq
tanpa sisa.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. “
4
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 1995), hlm.
89.
3
mereka dianggap telah murtad. Pada awalnya, kebijakan Abu Bakar ini
ditentang oleh Umar bin Khattab. Umar bin Khattab berpegang kepada
hadis nabi yang menyatakan, “Saya diutus untuk memerangi manusia
sampai ia mengucapkan kalimat La llahaillah”.5
Akan tetapi Abu Bakat beragumen bahwa teks hadis di atas memberi
syarat terjadinya perlindungan tersebut, yaitu, “kecuali bila terdapat
kewajiban dalam darah dan kekayaan itu.”
Zakat adalah yang harus ditunaikan dalam kekayaan. Abu Bakar juga
menganalogikan zakat dengan sholat, karena pentasyri’an keduanya
memang sejajar. Argumen tersebut akhirnya dapat diterima oleh Umar.
5
Abdul Aziz, Kapita selekta Ekonomi Islam Kontemporer, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2010), hlm.
111.
4
harus diperangi karena keengganan mereka membayar salah satu ibadah
utama dalam Islam.
ب َو ۡٱل َٰغَ ِر ِمينَ َوفِي ِ ين َو ۡٱل َٰ َع ِملِينَ َعلَ ۡي َها َو ۡٱل ُم َؤلَّفَ ِة قُلُوبُ ُه ۡم َوفِي
ِ ٱلرقَا َ َٰ صدَ َٰقَتُ ِل ۡلفُقَ َرآ ِء َو ۡٱل َم
ِ س ِك َّ ۞ ِإنَّ َما ٱل
ِۗ َّ َض ٗة ِمن
َّ ٱَّللِ َو
يمٞ ٱَّللُ َع ِلي ٌم َح ِك َ س ِبي ۖۡ ِل فَ ِريَّ ٱَّللِ َو ۡٱب ِن ٱل
َّ س ِبي ِل
َ
5
pegawai untuk mengawasinya. Bila ditanya mengapa tidak mengangkat
penjaga, maka Abu Bakar menjawab. “Jangan takut, tidak ada sedikit pun
harta yang tersesisa di dalamnya, semua telah habis dibagikan.”
Pada masa Umar menjadi Khalifah, situasi jazirah Arab relatif lebih
stabil dan tentram. Semua kabilah menyambut seruan zakat dengan
sukarela. Umar melantik amil-amil untuk bertugas mengumpulkan zakat
dari orang-orang dan kemudian mendistribusikan kepada golongan yang
berhak menerimanya. Sisa zakat itu kemudian diberikan kepada Khalifah.
6
c) Pendapatan kharâj, fai, jizyah, `ushr, dan sewa tanah. Pendapatan
ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan
serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan
militer, dan sebagainya.
d) Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar
para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial
lainnya.
8
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid I, hlm. 169-
173.
7
c) Departemen pendidikan dan pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang
ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d) Departemen jaminan sosial. Departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan
orang-orang yang menderita.
NO Penerima jumlah
1 Aisyah dan Abbas bin Abdul Muthallib 12.000 dirham
9
Ibid
8
6 Putra-putra para pejuang Badr, orang-orang 2000 dirham
yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa
Fathu Mekah, anak-anak kaum muhajirin dan
anshar, para pejuang perang Qadisiyyah,
Uballa, dan orang-orang yang menghadiri
perjanjian Hudaibiyyah.
10
Ra`ana dan Irfan Mahmud, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn Khattab, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1997), hlm. 150.
9
Usman menyuruh Zaid untuk membelanjakan sisa dana tersebut untuk
membangun dan memakmurkan masjid Nabawi.
11
Azyumaryadi Azra, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Gramarta Publishing, 2010), hlm.
95.-96.
10
Untuk meningkatkan pengeluaran di bidang pertahanan dan kelautan,
meningkatkan dana pensiun, dan pembangunan berbagai wilayah taklukan
baru, Negara membutuhkan dana tambahan. Oleh karena itu, Khalifah
Utsman ibn Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas
dan pergantian beberapa gubenur. Ia juga menerapkan kebijakan
membagi-bagikan tanah-tanah Negara kepada individu- individu untuk
reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakannya ini,
Negara memperoleh pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta
dirham juka dibandingkan pada masa Umar ibn al-Khattab yang tidak
membagi- bagikan tanah tersebut.
12
Ibid, hlm 96
11
kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair
ibn al-Awwam, dan Aisyah yang menuntut kematian Utsman ibn Affan.
Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api
permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh
Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan
Khawariij, mantan pendukung Khalifah Ali Ibn Abu Thalib yang kecewa
terhadap keputusan tahkim pada perang shiffin.
Sekalipun demikian, khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk
melaksanakan berbagai kebijakan yang mendorong peningkatan
kesejahteraan umat islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela
menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa
pemerintahannya Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap
hasil hutan dan sayuran.
13
Ibid.hlm.97.
12
a. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan
negara kepada masyarakat.
b. Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan
pemungutan zakat terhadap sayuran segar
c. Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan
d. Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik,
penimbunan barang , dan pasar gelap
e. Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-
barang pekerjaaannya.
13
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada masa Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara
lain memperbaiki akhlaq manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang
batas kerusakan. Pengsyari’atan zakat tampak seiring dengan upaya
pembinaan tatanan sosial yang baru dibangun oleh Nabi Muhammad
SAW setelah beliau berada Madinah. Pada periode madinah, Nabi
melakukan pembangunan dalam segala bidang tidak saja bidang aqidah
dan akhlaq, akan tetapi juga memperlihatkan bangunan mua’amalat
dengan konteksnya yang sangat luas dan menyeluruh
2. Pada masa sahabat
Baitul Mal semakin mapan bentuknya pada zaman khalifah Umar bin
Khattab. Pada masanya system administrasi dan pembentukan dewan-
dewan dilakukan untuk ketertiban administrasi. Umar juga meluaskan
basis zakat san sumber pendapatan lainnya.
Kebijakan Umar diteruskan oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib, khalifah –khalifah berikutnya. Yang patut dicatat dalam periode
ini bahwa para khalifah itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan
rakyat, pendapatan dan penerimaan Baitul Mal. Fungsi Baitul Mal sebagai
instrument dalam kebijakan fiscal ini tentu hanha dapat terlaksana dengan
pribadi-pribadi yang jujur dan amanah tersebut.
Zakat pada permulaan Islam diwajibkan secara mutlak. Kewajiban
zakat ini tidak dibatasi harta yang diwajibkan untuk dizakati dan ketentuan
kadar zakatnya. Semua itu diserahkan pada kesadaran dan kemurahan
kaum Muslimin.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ra`ana dan Irfan Mahmud. Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn Khattab,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.
15