Daftar Pertanyaan

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR PERTANYAAN

Pertanyaan Mahasiswa
1. Apakah sama obat antikejang pada kejang pada neonatus dan epilepsi ?
Jawab :
Perbedaan obat antikejang pada kejang neonatus dan epilepsi terdapat
pada pilihan obat yang digunakan.
Epilepsi
1. Konvulsif

32
2. Non Konvulsif

3. Refrakter

Kejang pada neonatus

33
2. Apakah semua pasien dengan kejang pada neonatus dilakukan evaluasi
metabolik ?
Jawab :
Langkah awal dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus adalah
stabilisasi keadaan neonatus, menghentikan kejang, identifikasi dan pengobatan
faktor etiologi serta suportif untuk kejang berulang.
Evaluasi metabolik dilakukan jika terdapat tanda-tanda gangguan
metabolik. Penanganan kejang pada neonatus dengan gangguan hipoglikemia dan
tanpa hipoglikemia dapat dilihat pada tabel .

Koreksi cepat gangguan metabolik yang ada jika terdpata tanda-tanda


gangguan metabolik : 4
- Hipoglikemia. Koreksi hipoglikemia pada neonatus dengan kejang, yaitu berikan
dekstrosa 10% secara bolus intravena dengan loading dose 2 ml/kgBB (0.2
g/kg), dilanjutkan dengan continuous infusion 8 mg/kgBB/menit untuk mencapai
target gula darah. 4
- Hipokalsemia dan hipomagnesemia. Pada hipokalsemia dapat diberikan kalsium
glukonas 10% IV dengan dosis 2 ml/kgBB selama 10 menit dan fungsi jantung
harus diawasi secara ketat. Hipomagnesemia sangat baik diobati dengan
magnesium sulfat 50% IM dengan dosis 0,2 ml/KgBB. 4

34
Pertanyaan dr. Rurin Dwi Septiana, Sp.A., M. Biomed.
1. Bagaimana pencegahan kejang pada neonatus ?
Jawab :
Pencegahan kejang dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Anamnesis. Anamnesis dapat diketahu dari riwayat kejang dalam keluarga,
riwayat kehamilan/ prenatal, riwayat persalinan dan riwayat pascanatal.
2. Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik secara umum dan spesifik untuk
menentukkan klasifikasi kejang. Dibagi menjadi kejang subtle, kejang
tonik, kejang klonik dan kejang mioklonik.
3. Pemeriksaan penunjang. Dilakukan untuk mengetahui etiologi (penyebab)
kejang pada neonatus.

Jika terjadi kejang, maka angkah awal dalam penatalaksanaan kejang


pada neonatus adalah stabilisasi keadaan neonatus, menghentikan kejang,
identifikasi dan pengobatan faktor etiologi serta suportif untuk kejang berulang.

2. Bagaimana membedakan gerakan kejang dan mirip kejang ?


Jawab :
1. Apneu
Pada BBLR biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi dengan
berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selam 10-50 detik.
Bentuk pernapasan ini disebabkan belum sempurnanya pernapasan di batang otak
dan berhubungan denagn derajat prematuritas. Serangan apneu yang termasuk
gejala kejang apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak
disertai bradikardia. Serangan apne tiba-tiba disertai kesadaran menurun pada bayi
berat lahir rendah perlu dicurigai adanya perdarahan intrakranial dengan
penekanan pada batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dikerjakan.1

2. Jitterness
Jitterness adalah fenomena yang sering terjadi pada BBL normal dan
harus dibedakan dengan kejang. Jitterness lebih sering pada bayi yang lahir dari

35
ibu yang menggunakan mariyuana, dapat menjadi tanda dari sindroma abstinensia
BBL. Bentuk gerakan adalah tremor simetris dengan frekuensi yang cepat 5-6 kali
per detik. Jitterness tidak termasuk wajah (tidak seperti kejang subtle) merupakan
akibat dari sensitifitas terhadap stimulus dan akan mereda jika anggota gerak
ditahan.1 Perbedaan jitterness dan kejang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbedaan jitterness dan kejang


1

Manifestasi klinis Jitterness Kejang


a. Gerakan abnormal mata - +
b. Peka terhadap rangsang + -
c. Bentuk gerakan dominan Tremor Klonik
d. Gerakan dapat dihentikan + _
dengan fleksi pasif
e. Perubahan fungsi autonom - +
f. Perubahan pada tanda vital + _
dan penurunan saturasi
oksigen

3. Hiperekpleksia

Hiperekpleksia merupakan kelainan yang ditandai dengan hipertoni.


Respon kejut ini dapat terlihat seperti kejang mioklonik dan keluarnya suara
dengan nada tinggi. Hiperekpleksia kemungkinan sama dengan kondisi yang
sebelumnya disebut dengan herediter stiff – baby syndrome. Meskipun gambaran
EEG normal, spasme tonik dapat berbahaya dan terapi sangat diperlukan 1
4. Spasme
Spasme pada tetanus neonatorum hampir mirip dengan kejang, tetapi
kedua hal tersebut harus dibedakan karena manajemen keduanya yang berbeda.1
Manifestasi klinis kejang sangat bervariasi, meskipun demikian diagnosis
yang cepat dan terapi yang tepat merupakan hal yang penting, karena pengenalan

36
kondisi yang terlambat meskipun tertangani akan dapat meninggalkan sekuele
pada sistem saraf. Selain mengatasi kejang, kemungkinan diagnosis lain juga
dipertimbangkan, seperti :4

- Hipoglikemia. Timbul saat lahir sampai dengan hari ke-3 dengan riwayat ibu
diabetes. Pada BBL terdapat: Kejang, tremor, letargi atau tidak sadar; bayi
kecil (berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan < 37 minggu); bayi sangat
besar (berat lahir > 4000 gram); Kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2.6
mmol/L). 4
- Tetanus neonatorum. Dalam anamnesis ditemukan: Ibu tidak diimunisasi
tetanus toksoid, bayi malas minum sesudah minum normal sebelumnya, timbul
pada hari ke-3 sampai 14, riwayat lahir di rumah dengan lingkungan kurang
higienis dan pengolesan bahan tidak steril pada tali pusat. Gejala berupa
spasme dan sering kali terlihat infeksi pada tali pusat. 4
- Meningitis. Biasanya timbul pada hari ke-2 dengan gejala kejang, tidak sadar,
ubun-ubun besar dan membonjol, letargi. 4
- Asfiksia neonatorum dan/atau trauma. Riwayat resusitasi pada saat lahir atau
bayi tidak bernapas minimal satu menit sesudah lahir. Timbul pada hari ke-1
sampai ke-4. Persalinan dengan penyulit (misal partus lama atau gawat janin).
Pada BBL ditemukan kejang atau tidak sadar, letargi, gangguan napas, dan
suhu tidak normal. 4
- Perdarahan intraventrikular. Biasanya timbul pada hari ke-1 sampai ke-7.
Kondisi bayi mendadak memburuk dan mendadak pucat. Pada BBL
ditemukan: kejang atau tidak sadar; bayi kecil (berat lahir < 2500 g atau umur
kehamilan < 37 minggu); gangguan napas berat. 4
- Ensefalopati bilirubin (kern ikterus). Terdapat ikterus hebat yang tidak atau
terlambat diobati yang timbul pada hari ke-2 dan ensefalopati timbul pada hari
3-7. Gejalanya dapat berupa kejang atau opistotonus dan pada pemeriksaan
Coombs hasilnya positif. 4

37
Pertanyaan dr. Arieta R Kawengian, Sp.A.
3. Mengapa kejang sering pada neonatus ?
Jawab :
Kejang pada neonatus berkaitan dengan generalisasi aktivitas listrik
terhambat pada neonatus karena kurangnya mielinasi dan pembentukan dendrit
dan sinapsis yang tidak lengkap di otak. Hal inilah yang menyebabkan kejang
sering pada neonatus.

Pertanyaan dr. Ni Made Yuliari, Sp. A.


4. Apa saja tindak lanjut yang dipantau kejang pada neonatus ?
Jawab :
Tidak ada pedoman khusus kapan harus menghentikan obat antikejang
dan biasanya hal ini sangat individualis. Terdapat protokol yang
direkomendasikan oleh Volpe, semua pengobatan dihentikan ketika pasien pulang
jika pemeriksaan klinis normal, terlepas dari etiologi dan EEG. Jika pada
pemeriksaan neurologis ditemukan tetap abnormal pada saat mau pulang, obat
antikejang (contohnya penggunaan fenobarbital) dilanjutkan dan neonatus
kembali kontrol setelah 1 bulan. Jika bayi normal pada pemeriksaan berikutnya
dan telah bebas kejang selama 1 bulan, penghentian fenobarbital dapat dilakukan
dengan tapering off selama 2 minggu. Jika pada pemeriksaan neurologis tidak
normal, maka harus diperiksa EEG. Jika hasil EEG normal maka obat antikejang
di diturunkan dosisnya lalu dihentikan. Tetapi jika EEG tidak normal maka
fenobarbital (dosis 4-7 mg/kg BB) tetap dilanjutkan dan dievaluasi selama 3
bulan.4

5. Kapan diberi dosis rumatan ?


Jawab :
Lama pemberian obat antikonvulsan ditentukan oleh berapa besar risiko
kejang berulang jika obat dihentikan, dan risiko terjadinya epilepsi (10%-30%).
Faktor penentu lama pemberian terapi antara lain,

38
(1) Pemeriksaan neurologi, jika pada saat bayi pulang terdapat kelainan dalam
pemeriksaan neurologi maka risiko berulangnya kejang sebesar 50%,

(2) Penyebab kejang itu sendiri, etiologi asfiksia beresiko sebesar 30%
sedangkan disgenesis korteks beresiko 100% terhadap berulangnya kejang,

(3) Gambaran EEG, jika irama dasar memperlihatkan kelainan minimal atau
ringan maka tidak dapat risiko terjadi epilepsi, jika terdapat kelainan yang
berat maka risiko meningkat menjadi 41%.

Berikut dosis pemberian obat antikejang

39

Anda mungkin juga menyukai