Takhrij Hadits
Takhrij Hadits
Takhrij Hadits
TAKHRIJ HADITS
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Hadits
Dosen pengampu : Muhammad Fathurrahman Hakim, S.Kom.
I,M.Kom. I
Disusun oleh :
Yopinda (1911203041)
2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Wassalamualaikum wr.wb
Para Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan.........................................................................................18
3.2 Saran..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Takhrij hadits merupakan salah satu metode (cara) untuk mengetahui asal-
usul riwayat hadits yang akan diteliti, untuk mengetahui seluruh riwayat bagi
hadits yang akan diteliti, dan untuk mengetahui ada atau tidaknya “syahid” dan
“mutabi” pada sanad yang diteliti. Jadi, ketika salah satu sanad diteliti, mungkin
ada periwayat lain yang sanadnya mendukung sanad yang diteliti. Dukungan
tersebut itu bila terletak pada bagian tingkat periwayat pertama, yakni tingkat
sahabat Nabi disebut sebagai syahid. Sedangkan, bila terdapat di bagian bukan
periwayat tingkat sahabat disebut sebagai mutabi. Hal ini agar bisa diketahui
bahwa hadits tersebut datangnya dari Rasul.
1
1. Hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Tidak seluruh hadits ditulis pada masa Nabi.
3. Timbul berbagai pemalsuan hadits.
4. Proses penghimpunan hadits membutuhkan waktu yang lama.
5. Banyak kitab hadits yang teknik penyusunannya beragam
6. Banyak hadits bertebaran diberbagai buku yang tidak jelas kualitasnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
mendapat tambahan tasydid/syiddah pada ra’ (ain fi’il) menjadi :خرج يخرج تخريجا
1. Pengertian takhrij
2. Pengertian lain :
3
ان ْال ُح ْك ِم عليها
ِ َب ْال َم ْو ُج ْودَةِ فِ ْي َها َم َع َبي
ِ ُ ث اِلَى ْال ُكت
ِ َع ْز ُو ْاأل َ َحا ِد ْي
Menunjukkan asal beberapa hadits pada kitab-kitab yang ada (kitab induk
hadits) dengan menerangkan hukumnya.
Definisi pertama mendiskusikan keadaan sanad dan matan yang
sebenarnya. Setelah ditelaah dari kitab sumber aslinya, sanad dan matan tersebut
menjadi jelas. Definisi kedua menyebutkan beberapa sanad lain dari sebuah
hadits dalam satu tema untuk memperkuat posisi sanad dan memperjelas maksud
matan. Jika ada yang lebih lengkap, akan saling menjelaskan maksud matan.
Devinisi yang ketiga menelusuri hadist dari berbagai sumber aslinya atau dari
buku induk hadist untuk diteliti sanad dan matannya sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmu hadist riwayah dan dirayah sehingga status hadist dapat ditemukan,
baik secara kualitas maupun kuwantitas. Buku induk hadits itu seperti kitab
sunan al-nasa’i.
Devinisi terakhir inilah yang pada umumnya berlaku diperguruan tinggi
Islam dalam meningkatkan kualitas studi hadist yang lebih kritis dan ilmiah,
yaitu dengan melakukan penelusuran kebuku induk hadist serta penelitian mutu
sanat dan matan. Dengan demikian, takhrij memang dapat dipisahkan dari
penelitian hadist dan inti sebenarnya adalah penelitian itu sendiri.
Ada dua objek dalam takhrij al-hadits, yaitu penelitian matan dan sanad.
Kedua objek penelitian tersebut saling berkaitan karena matan dapat dianggap
valid jika disertai silsilah sanad yang valid pula. Studi pertama, yaitu penelitian
matan, biasanya menurut para pakar, hadits disebut studi internal hadits
(dakhili). Sementara itu studi kedua, yaitu penelitian sanad disebut studi
eksternal hadits (khariji). Studi internal hadits yang tidak disertai silsilah sanad
yang valid atau disertai silsilah sanad tetapi terlalu tidak memiliki kredibilitas
(google) yang tinggi, haditsnya menjadi tidak shohih dan dapat ditolak.
4
Studi internal hadits adalah tujuan studi, sedangkan studi eksternal hadits
adalah sarana proses validitas suatu matan. Studi eksternal hadits merupakan
output, sedangkan studi internal hadits merupakan input. Studi internal hadits
bertujuan pengamalan semata, karena hadits merupakan sumber ajaran Islam
yang harus dipatuhi, sedangkan studi eksternal hadits bertujuan memilihara
orsinalitas syariat Islam itu sendiri.
Untuk peneliti, kualitas hadits apakah shohih atau tidak, hadits tersebut
perlu ditelusuri terlebih dahulu sanad dan matannya dari buku induk hadits
sehingga dapat ditemukan siapa perawi nya dan isi hadits tersebut.
Dalam melakukan tahkrij tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
pokok dari tahkrij yang ingin dicapai seorang peneliti adalah sebagai berikut :
Faedah dan manfaat tahrij hadist cukup banyak, diantaranya yang dapat
dipetik oleh yang melakukanya adalah sebagai berikut :
5
al- bukhori saja, atau didalam kitab- kitab lain. Dengan demikian di akan
menghimpun sejumlah sanad.
3. Mengetahui keadaan sanad yang bersambung ( muttashil) dan yang
terputus (munqathi’), dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadist serta kejujuran dalam periwayatannya.
4. Mengetahui status suatu hadist. Terkadang ditemukan sanad suatu hadist
dha’if , tetapi melalui sanad lain hukumnya shahih.
5. Meningkatkan suatu hadist yang dha’if menjadi hasan li ghayrihi dengan
ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih tinggi kualitasnya.
6. Mengetahui bagaimana para imam hadist menilai kualitas suatu hadist
dan bagaimana kritikan yang disampaikan.
7. Seseorang yang melalukakn takhrij dapat menghimpun atau
mengumpulkan beberapa sanad dan matan suatu hadist
6
takhrij melalui sanad pertama (bi ar-rawi al a’la),dan takhrij dengan sifat (bi
ash-shifah). Cara penggunaannya sebagai berikut :
7
e. Sunan An-Nasa’i dengan diberi lambang : ن
f. Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang : جه
g. Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang : دي
h. Muwatha’ Malik dengan diberi lambang : ط
i. Musnad Ahmad dengan diberi lambang : حم
Pada penggalan teks diatas dapat ditelusuri melalui kata-kata yang digaris
bawahi. Andaikan dari kata تحابواdapat dilihat bab حdalam kitab Al-Mu’jam,
karena kata itu berasal dari kata حببsetelah ditelusuri kata tersebut dapat
ditemukan di juz 1 halaman 408 dengan bunyi.
8
Arti takhrij yang kedua ini adalah penelusuran hadits yang didasarkan
pada topik, misalnya bab Al-Khatam, Al-Ghusl, Adh-Dhahiyah, dan lain-lain.
Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu hadits kemudian
ditelusuri melalui kamus hadits tematik. Salah satu kamus tematik adalah
Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi, dalam kamus ini
dikemukakan berbagai topik, baik yang berkenaan dengan petunjuk-petunjuk
Rasulullah maupun berkaitan dengan nama. Untuk setiap topik biasanya
disertakan subtopik dan untuk setiap subtopik dikemukakan data hadits dan
kitab yang menjelaskannya.
Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14
kitab, lebih banyak daripada takhrij bi al-lafzhi diatas, yaitu 8 kitab dan
ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan spesifik, yaitu sebagai
berikut :
a. Shahih Al-Bukhori dengan lambang : بخ
b. Shahih Muslim dengan lambang : مس
c. Sunan Abu Dawud dengan lambang : بد
d. Sunan At-Tirmidzi dengan lambang :تر
e. Sunan An-Nasa’i dengan lambang :نس
f. Sunan Ibnu Majah dengan lambang :مس
g. Sunan Ad-Darimi dengan lambang :مي
h. Muwatha’ Malik dengan lambang :ما
i. Musnad Ahmad dengan lambang : حم
j. Musnad Abu Dawud At-Thayalisi dengan lambang : ط
k. Musnad Zaid bin Ali dengan lambang :ز
l. Syirah ibnu Hisyam dengan lambang : حش
m. Maghazi Al-Waqidi dengan lambang : قد
n. Thabaqat ibnu Sadin dengan lambang : عد
Kemudian arti singkatan lain yang dipakai dalam kamus ini adalah sebagai
berikut :
a. Kitab = ك
9
b. Hadits = ح
c. Juz = ج
d. Bandingkan (qabil) = قا
e. Bab = ب
f. Shahifah = ص
g. Bagian (qismun) = ق
Hadits diatas temanya solat malam (sholat al-layi). Dalam kamus miftah
dicari pada bab al-layl tentang sholat malam, yaitu dihalaman 430. Disana
dicantumkan sebagai berikut :
1. Al-Bukhori, nomor urut kitab 8 dan nomor urut bab 84, nomor urut kitab
145 nomor urut bab 1, nomor urut kitab 19 nomor urut bab 10.
2. Muslim, nomor urut kitab 6 dan nomor urut hadits 145-148
3. Abu Dawud, nomor urut kitab 5 dan nomor urut bab 24.
Diantara kelebihan metode ini, peneliti bisa hanya mengetahui makna
hadits, tidak diperlukan harus mengingat permulaan matan teks hadits, tidak
perlu menguasai asal usul akar kata, dan tidak perlu mengetahui sahabat yang
meriwayatkan. Disamping itu, peneliti terlatih berkemampuan menyingkap
makna kandungan hadits. Sedangkan diantara kesulitannya adalah terkadang
peneliti tidak memahami kandungan hadits atau kemungkinan hadits
memiliki topik berganda.
10
Takhrij menggunakan permulaan matan dari segi hurufnya, misalnya
awal suatu matan dimulai dengan huruf mim maka dicari pada bab mim, jika
diawali dengan huruf ba maka dicari pada bab ba, dan seterusnya. Takhrij
seperti ini diantaranya dengan menggunakan kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir,
salah satu karangan As-Suyuti (w. 991 H). Dia seorang ulama hadits yang
memiliki gelar Al-Musnid (gelar keahlian meriwayatkan beserta sanadnya)
dan al-muhaqqiq (peneliti) dan beliau hafal 200.999 hadits.
Kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir nama lengkapnya Al-Jami’ Ash-Shaghir fi
ahadits Al-Basyir An Nadzir, sebuah kitab yang menghimpun ribuan hadits
yang terpilih dan yang singkat-singkat dipetik dari kitabnya yang besar
Jami’u Al-Jawami, terdiri dari dua juz dan susunan kitab hadits ini sesuai
dengan urutan alphabet arab Alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya. Jika seorang
peneliti ingin mencari hadits melalui kitab ini, harus ingat huruf permulaan
haditsnya kemudian membuka kitab tersebut pada bab yang sesuai dengan
huruf permulaan tersebut.
Misalnya, ketika ingin mencari hadits yang popular dikalangan santri dan
mahasiswa tentang wajibnya mencari ilmu.
Kita buka kitab Al-Jami’ Ash-Shaghir bab طkita temukan pada juz 2 halaman 54
ada 4 tempat periwayatan yang disebutkan, yaitu sebagai berikut :
1. تمام عن ابن عمر,طلب العلم فريضة على كل مسلم (عد هب) عن انس (طص) عن ابن عباس
)(طب) عن ابن مسعود (خط) عن علي (طس هب) عن ابي سعي (صح
11
Dari hasil takhrij diatas ditemukan bahwa hadist hanya menyebutkan
sampai مسلمtidak ada yang menyebutkan ومسلمة, tetapi yang beredar selalu
menyebutkan seperti itu.
Diantara kelebihan metode ini dapat menemukan hadist yang dicari
dengan cepat dan mendapatkan hadistnya secara utuh atau keseluruhan. Akan
tetapi kesulitannya bagi seseorang yang tidak ingat permulaan hadist, khawatir
hadist yang diingat itu penggalan dari pertengahan atau akhir hadist bukan
permulaannya.
Takhrij ini menelusuri hadist melalui perawi yang paling atas dalam sanad,
yaitu dikalangan shabat (muttashil isnad) atau tabi’in (dalam hadist mursal).
Artinya peneliti harus mengatahui terlebih dahulu siapa sanad-nya dikalangan
sahabat atau tabi’in. Diantara kitab yang digunakan dalam metode ini adalah
kitab musnad atau Al-Atraf, seperti musnad Ahmad bin Hambal, Tuhfat Al-
Asyraf bi Ma’rifat Al-Athraf karya Al-Mizzi, dan lain-lain. Kitab musnad adalah
pengodifikasian hadist yang sistematikanya didasarkan pada nama-nama sahabat
atau nama-nama tabi’in sesuai dengan urutan sifat tertentu. Adapun Al-Athraf
adalah kitab hadist yang menghimpun beberapa hadistnya para sahabat atau
tabi’in sesuai dengan urutan alphabet arab dengan menyebutkan sebagian dari
lafal hadist.
Cukup banyak kitab musnad pada awal abad kedua hijriyah, diantaranya
yang sangat popular adalah Musnad Ahmad bin Hambal (w. 241 H). sesuai
dengan masa perkembangannya dan latar belakang penulisannya agar mudah
dihafal, beberapa hadist dikelompokkan berdasarkan pada sahabat yang
meriwayatkannya. Kitab ini memuat sekitar 30.000 hadist, sebagian pendapat
40.000 hadist secara terulang-ulang (mukarrar) sebanya 6 jilid besar.
Sistematikanya tidak disesuaikan dengan alphabet arab, tetapi didasarkan pada
sifat-sifat tertentu, yaitu pertama sepuluh seorang sahabat Nabi yang
digembirakan surga, kemudian musnad sahabat empat, musnad sahabat ahli bait,
12
musnad-musnad sahabat yang popular, musnad sahabat dari mekkah (Al-
Makkiyah), dari Syam (Asy-Syamiyyin), dari Kufah, Bashrah, Sahabat Anshor,
Sahabat Wanita, dan dari Abu Ad-Darda.
Dalam hadist tersebut sahabat perawi sudah diketahui, yaitu sahabat Anas
bin Malik, terlebih dahulu nama Anas situ dilihat pada daftar isi (mufahras)
sahabat pada kitab musnad, maka didapati adanya sahabat Anas pada juz 3
halaman 98. Bukalah kitab dan halaman tersebut maka akan didapatkan musnad
Anas.
13
Praktek takhrij Al-Hadist sangat penting untuk menelusuri suatu hadist.
Dan untuk memudahkan praktek, berikut saya akan memaparkan langkah-
langkah takhrij.
Berbagai buku
induk hadist.
Seperti karya A-
1.Penelusur Bukhori, Hasil 2.Penghim
an hadist Muslim, Abu penelusuran punan hasil
Dawud, Al- Penelusura
Tirmidzi, Al- n hadist
Nasa’I dan Ibnu
Majah
6.Kesimpulan
nya apakah :
mauquf,
marfu’, 5.Ma 4.Sa 3.Pembuata
shahih, hasan, tan Analisis nad Aanalisis n skema
dha’if, sanad
mutawatir/ah
ad.
1. Penelusuran Hadist
Penelusuran hadist dilakukan keberbagai buku induk hadist yang masih
lengkap sanad dan matannya. Dalam menelusuri hadist, boleh menggunakan
metode diantara salah satu yang lima disatas, seperti saya disini menggunakan
metode takhrij bi al-laftzhi, seperti contoh hadist berikut :
س ِل َو ْال ُجب ِْن َو ْال َه َر ِم
َ ع ْوذُ ِبكَ ِمن َْال َعجْ ِز َو ْال َك
ُ َ اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ
Artinya : Ya Alloh, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada engkau
dari sifat lemah, malas, rasa takut dang penyakit pilkun. (HR. Al-
Bukhori dan Muslim)
Hadist tersebut telah dicari dikitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fazh Al-
Hadist An-Nabawi dan ditemukan dalam juz 4 halaman 137.
.115 ،70 ت دعوات،22 د وتر.73 ،51 ،49 م ذكر،74 ،35 جهاد،40 ،26 ،28 خ دعوات
.112 ،2 حم.7 ،6 ن إستعاذة
14
Kode diatas memberikan informasi bahwa hadist tersebut terdapat
diberbagai buku induk hadist.
a. 74 ،35 جهاد،40 ،26 ،28 خ دعوات. Dalam Shahi Al-Bukhori : bab Da’awat :
nomor 26, 28 dan 40. Didapatkan pula bab jihad : nomor 35, 40, dan 74.
b. 73 ،51 ،49 م ذكر. Dalam Shahih Muslim : bab Dzikir : nomor 49, 51, dan 73.
c. 22 د وتر. Dalam Suna Abi Dawud : witr : nomor 22.
d. 115 ،70 ت دعوات. Dalam Jami’ At-Tirmidzi : bab Da’awat : nomor 70 dan
115.
e. 7 ،6 ن إستعاذة. Dalam Sunan An-Nasa’i : bab Isti’adzah : nomor 6 dan 7.
f. 112 ،2 حم. Dalam Musnad Ahmad : juz 2, halaman 112.
Penelusuran hadist juga dapat dibantu dengan CDR, seperti Al-Maktabah
Al-Syamilah, Al-Kutub Al-Tis’ah, dan Al-Fiyah Al-Sunnah. Namun keterangan
kitab Al-Mu’jam dan CDR terebut tentunya berdasarkan buku-buku induk yang
diteliti pada masanya atau didasarkan atas terbitan pada tahun-tahun tertentu.
2. Penghimpunan Hasil Penelusurun Hadist
Penghimpunan dan penelusuran hadist dapat menggunakan kitab Al-
Mu’jam atau CDR. Berikut ini contoh hasil penelusuran hadist diatas tentang
permohonan perlindungan dari sifat lemah dan malas melalui Al-Maktabah As-
Syamilah yang hanya diambil sebagian karena tidak memungkinkan jika
diambil semuanya.
) 405 / 9 ( – صحيح البخاري
حدثنا مسدد حدثنا معتمر قال سمعت أبي قال سمعت أنس بن مالك رضي هللا عنه
س ِل َو ْال ُجب ِْن
َ ع ْوذُبِكَ ِمن َْال َعجْ ِز َو ْال َك
ُ َ قال كان النبي صلى هللا عليه وسلم يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ
َو ْال َه َر ِم واعوذبك من فتنة المحيا والممات وأعوذبك من عذاب القبر
) 465 / 19 ( – صحيح البخاري
حدثنا أبو معتمر حدثنا عبد الوريث عن عبد العزيز بن صهيب عن أنس بن مالك
ُ َ رضي هللا عنه قال كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يتعوذ يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ
َع ْوذُ ِبك
ع ْوذُ ِبكَ ِمن َْالبخل
ُ َ ع ْوذُ ِبكَ من َْال َه َر ِم وأ
ُ َ ع ْوذُ ِبكَ من ْال ُجب ِْن وأ َ من َْال َك
ُ َ س ِل وأ
) 249 / 3 ( – صحيح مسلم
15
حدثنا محمد بن المثنى حدثنا ابن أبي عدي عن هشام عن يحي عن أبي سلمة أنه
ُ َ سمع أبا هريرة يقول قال النبي صلى هللا عليه وسلم اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ
ع ْوذُ ِبكَ من من عذاب القبر
وعذاب النار وفتنة المحيا والممات وشرالمسيح الدجال
) 389 / 11 ( – سنن الترمذي
حدثنا علي بن حجر حدثنا إسمعيل بن جعفر عن حميد عن أنس أن النبي صلى هللا
ْ وال َه َر ِم
وال ُجب ِْن وفتنة المسيح ْ س ِل
َ ع ْوذُ ِبكَ من َْال َك
ُ َ عليه وسلم كان يدعو يقول اَللَّ ُه َّم ِإنِي أ
وعذاب القبر قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح
) 324 / 16 ( – سنن النسائي
أخبرنا حميد بن مسعدة قال حدثنا بشر عن حميد قال قال أنس كان النبي صلى هللا
ْ وال َه َر ِم
وال ُجب ِْن والبخل وفتنة الدجال وعذاب ْ س ِل
َ ع ْوذُ ِبكَ من َْال َك
ُ َ عليه وسلم يدعو اَللَّ ُه َّم إِ ِني أ
.القبر
16
3. Al-Turuq wa Al-Wasa’il fi Ma’rifah Khulashah Al-Dalail karya Ahmad bin
Ustman Al-Turkumani (w. 747 H). kitab Khulashah tersebut merupakan
syarah dari Mukhtasyar Al-Qaduri, kitab penting dalam madzhab Hanafi.
4. Takhrij Ahadist Al-Hidayah karya Muhammad bin Abdillah (w. 775 H).
kitab ini di-takhrij oleh Abdullah bin Yusuf Al-Zaila’i (w. 727 H). kitab Al-
Hidayah adalah kitab yang terkenal dalam mazhab Hanafi.
5. Khulashah Al-Badar Al-Munir fi Takhrij Ahadist Al-Syarah Al-Kabir li Al-
Wajiz karya Sirajuddin bin Umar bin Ali Al-Anshari yang terkenal dengan
nama Ibnu Al-Mulaqqin (w. 808 H).
6. Takhrij Ahadist Al-Minhaj karya Sirajuddin bin Umar bin Ali Al-Anshari
(Ibnu Al-Mulaqqin). Ia ulamak besar bermazhab Syafi’e yang ahli dalam
bidang hadist, fiqh, dan tarikh al-rijal.
7. Takhlish Al-Habir karya Al-Hafidzh bin Hajar Al-Asqalani. Kitab ini
merupakan ringkasan dari kitab Al-Badr Al-Munir yang ditulis oleh Ibnu Al-
Mulaqqin dan dicetak bersama Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab.
8. Al-Mugni’am Haml Al-Asfar fi Takhrij ma fi Al-Ihya’ min Al-Akbhar karya
Al-Hafidz Abdurrahman bin Husain Al-Iraqi (w. 806 H).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Secara
etimologi kata “Takhrij” berasal dari kata خرج يخرج خروجاmendapat
tambahan tasydid/syiddah pada ra’ (ain fi’il) menjadi : خرج يخرج تخريجاyang
berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan
menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi, ada beberapa definisi
takhrij yang dikemukakan oleh para ulama karena takhrij ini terus
berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi, diantaranya ث اِ َلى ِ َع ْز ُو ْاأل َ َحا ِد ْي
ان ْال ُح ْك ِم عليها
ِ َب ْال َم ْو ُج ْودَةِ فِ ْي َها َم َع َبي
ِ ُ ْال ُكتmenunjukkan asal beberapa hadits pada
kitab-kitab yang ada (kitab induk hadits) dengan menerangkan hukumnya.
Sebelum melakukan takhrij, sangat diperlukan beberapa metode takhrij
yang sesuai dengan teknik buku hadits yang ingin diteliti. Setidaknya ada 5
metode takhrij, yakni dengan kata (bi al-lafzhi), takhrij dengan tema (bi al-
mawdhu’), takhrij dengan permulaan matan (bi awwal al matan), takhrij
melalui sanad pertama (bi ar-rawi al-a’la), dan takhrij dengan sifat (bi ash-
shifah).
Takhrij ini sangat utama bagi seseorang yang ingin memahami ilmu
secara komprehensif karena dengan sekian banyak hadits yang terkadang
kontradiktif satu dengan yang lain menjadikannya sulit dipelajari. Seseorang
tidak cukup hanya melihat satu hadits kemudian mengklaim bahwasannya
hadits tersebut atau pemahamannya yang paling benar, sebelum menelusuri
hadits-hadits lain diberbagai buku induk, dengan demikian, takhrij al-hadits
sangat membantu seseorang dalam memahami hadits.
3.2 Saran
Kritikan terhadap isi makalah ini sangat diharapkan para penulis, untuk
kemajuan dan perkembangan para penulis, untuk kedepannya, khususnya
18
dibidang ulumul hadits. Semoga, kita bisa mengamalkan dan
menyampaikan kepada orang lain. Amin...
19
Daftar Pustaka
Khon, Abdul Majid. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : PT. Amzah (hal.127-131)
Ismail, Syuhudi. 1991. Metodelogi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta : PT. Bulan
Bintang.
Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits. Pdf Drive. Diakses secara online
pada hari Kamis, 5 September 2019 pukul 13:00 WITA.
Ilmu Takhrijul Hadits.Pdf Drive. Diakses secara online pada hari Sabtu, 14
September 2019 pukul 10:09 WITA.
Takhrij Hadits 2012. Pdf Drive. Diakses secara online pada hari Sabtu, 14
September 2019 pukul 10:15 WITA.
20
21