Makalah Engorgement Dan Masitis
Makalah Engorgement Dan Masitis
Makalah Engorgement Dan Masitis
DISUSUN OLEH :
Kelas : 3A/A3
2017/2018
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan perkenan-Nya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman- teman, Ibu
Pembimbing yang sangat kami harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik
lagi.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.................................................................................4
B. TUJUAN.....................................................................................................4
C. MENFAAT..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. ANGORGEMENT.............................................................................................5
B. MASITIS............................................................................................................6
C. KOMPLIKASI………………………………………………………………..15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………….17
B. SARAN………………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………18
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Penyebab
2. Gejala
3. Pencegahan
5
5. Lakukan perawatan payudara pasca persalinan (masase, dan
sebagainya).
4. Penatalaksanaan
9.
B. Mastitis
6
kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI
dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis
berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit
(terutama AIDS).
Menggigil
7
Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
2. Patofisiologi
8
2. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara
sempurna.
2. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
4. Frenulum pendek.
7. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
11. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
rendah.
3. Pencegahan
9
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan
memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak
(engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik,
karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk
mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah
dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum
memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang
pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan
rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu
diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif.
ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera
ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL)
yang menghambat penyaluran ASI.
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan
ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi
masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu
bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke
jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat
dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah
menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada
bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal
lainnya.
10
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang
tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup
beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa
seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.
4. Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang
diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting
harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak
menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang
terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.
Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul
11
berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas
bakteri.
5. Tatalaksana
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama,
demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui
dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi
bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada
bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu
yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan
segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses
dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang
dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama
proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota
12
keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat
beristirahat.
6. Penggunaan Obat-obatan
7. Analgesik
8. Antibiotik
13
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24
jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan
suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala
dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus
segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah
dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin.
Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena
sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya
aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk
kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
9. Pemantauan
14
harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang
resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya
mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin.
Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang
sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau
galaktokel.
C. Komplikasi
2. Abses
15
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan
ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
3. Mastitis berulang/kronis
4. Infeksi jamur
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
2. Diharapkan bagi penulis, agar lebih bias mengaplikasikannya kepada
pasien dengan baik dan sesuai.
DAFTRA PUSTAKA
18