Makalah Engorgement Dan Masitis

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ENGORGEMENT DAN MASITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah NIFAS

Dosen Pengampu :Menik Sri Daryanti, S.ST., M.Kes

DISUSUN OLEH :

Asia Novita : 1610104040

Kelas : 3A/A3

Prodi : D IV Bidan Pendidik

PROGRAM PENDIDIKAN JENJANG DIPLOMA EMPAT BIDAN


PENDIDIK

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan perkenan-Nya dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang ENGORGEMENT DAN MASITIS. Makalah ini


disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah NIFAS, guna
mendapatkan nilai tugas harian. Adapun isi makalah ini disusun secara sistematis
dan merupakan referensi dari beberapa sumber yang menjadi acuan dalam
penyusunan tugas.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berarti


dalam proses kegiatan belajar mata kuliah Asuhan KebidananPersalinan dan
sumber pengetahuan kepada pembaca dan mendapat ridho dari Tuhan Yang Maha
Esa.

Kami selaku penyusun tugas makalah ini sangat sadar bahwa masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari teman- teman, Ibu
Pembimbing yang sangat kami harapkan agar tugas berikutnya dapat lebih baik
lagi.

Yogyakarta, 20 Desember 2017

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.................................................................................4
B. TUJUAN.....................................................................................................4
C. MENFAAT..................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. ANGORGEMENT.............................................................................................5
B. MASITIS............................................................................................................6
C. KOMPLIKASI………………………………………………………………..15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………….17
B. SARAN………………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan payudara pada masa nifas merupakan perawatan yang


dilakukan untuk mempersiapkan payudara agar dalam kondisi baik saat
menyusui bayinya, meliputi perawatan kebersihan payudara baik sebelum
maupun sesudah menyusui. Perawatan puting susu yang lecet dan merawat
puting susu agar tetap lemas, tidak keras dan tidak kering. Selain itu akan
menjaga bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya ASI
(Suririnah, 2008).

Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara


senantiasa bersih dan mudah dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang mengeluh
bayinya tidak mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan oleh faktor teknis
seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Selain faktor teknis
ini tentunya Air Susu Ibu juga dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan kondisi
psikologis ibu (Saryono, 2009). Pada tahun 2005 Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus infeksi payudara yang terjadi
pada wanita seperti kanker, tumor, mastitis, penyakit fibrocustic terus
meningkat, dimana penderita kanker payudara mencapai hingga lebih 1,2
juta orang yang terdiagnosis, dan 12% diantaranya merupakan infeksi
payudara berupa mastitis pada wanita pasca post partum.

B. Tujuan

1. Mengetahui apa penyakit Engorgement

2. Mengetahui apa penyakit Masitis

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Payudara Bengkak (Engorgement)

1. Penyebab

Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak


kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini
dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu,
penggunaan bra yang ketat serta keadaan puting susu yang tidak
bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus.

2. Gejala

Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara penuh.


Pada payudara bengkak: payudara odem, sakit, puting susu kencang,
kulit mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak keluar kemudian
badan menjadi demam setelah 24 jam. Sedangkan pada payudara
penuh: payudara terasa berat, panas dan keras. Bila ASI dikeluarkan
tidak ada demam.

3. Pencegahan

1. Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi dan perlekatan


yang benar.

2. Menyusui bayi tanpa jadwal (nir jadwal dan on demand).

3. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi melebihi


kebutuhan bayi.

4. Jangan memberikan minuman lain pada bayi.

5
5. Lakukan perawatan payudara pasca persalinan (masase, dan
sebagainya).

4. Penatalaksanaan

1. Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih


lembek, sehingga lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut
bayi.

2. Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan


atau pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok.

3. Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai


bendungan teratasi.

4. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres hangat dan


dingin.

5. Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan


pengurang sakit.

6. Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak,


bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI.

7. Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks.

8. Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan


perbanyak minum.

9.

B. Mastitis

Masitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu


menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu menyusui dapat mengalami
mastitis. Terdapat dua hal penting yang mendasari kita memperhatikan

6
kasus ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI
dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui. Kedua, karena mastitis
berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit
(terutama AIDS).

Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah


bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis
dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang
sementara tidak menyusui.

1. Definisi dan Diagnosis

Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih


segmen payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi.
Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi,
dan mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu
payudara, karena saluran tersumbat atau karena payudara bengkak,
maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan
terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa
infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.
Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai
berikut:

 Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC

 Menggigil

 Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

 Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan


terasa sangat nyeri.

 Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi


menolak menyusu karena ASI terasa asin

7
 Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

Berdasarkan jumlah lekosit (sel darah putih), Thomsen dkk. membagi


peradangan payudara dalam 3 kondisi klinis (Tabel 1).

2. Patofisiologi

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam


duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari
plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel
sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi,
dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus


laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe
sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen
(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.

Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:

1. Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

8
2. Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara
sempurna.

3. Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang


pendek. Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak
memberikan bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu
yang menyusui dengan tergesa-gesa.

1. Pengosongan payudara yang tidak sempurna

2. Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting
terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.

3. Ibu atau bayi sakit.

4. Frenulum pendek.

5. Produksi ASI yang terlalu banyak.

6. Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.

7. Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.

8. Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,


jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.

9. Penggunaan krim pada puting.

10. Ibu stres atau kelelahan.

11. Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
rendah.

3. Pencegahan

9
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan
memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak
(engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik,
karena permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk
mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 - 4 jam dengan cara memerah
dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum
memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang
pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan
rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu
diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif.
ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan
cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera
ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL)
yang menghambat penyaluran ASI.

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat


pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu
dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan,
terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat,
meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang
bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah
benjolan.

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan
ibu-ibu yang merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi
masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu
bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke
jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat
dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah
menyusui pada puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada
bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan topikal
lainnya.

10
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang
tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup
beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa
seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena


Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak
terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk
tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui
dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan yang baik.
Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga
perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

4. Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang
diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:

 pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons


yang baik dalam 2 hari

 terjadi mastitis berulang

 mastitis terjadi di rumah sakit

 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan
yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting
harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak
menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang
terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur.
Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul

11
berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas
bakteri.

5. Tatalaksana

Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik


menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata
laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya
mengawali terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering
menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah. Tetapi bila ibu
merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang
sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara
bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri
sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa
sehingga dagu atau ujung hidung berada pada tempat yang mengalami
sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah
tersebut.

Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama,
demikian pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui
dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi
bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada
bayi yang terus menyusu dari payudara yang mengalami mastitis. Ibu
yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari
payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan
segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses
dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang
dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama
proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota

12
keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat
beristirahat.

Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu


mengalirkan ASI. Setelah menyusui atau memerah ASI, kompres
dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa
nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat ibu
lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin
lebih tergantung pada kenyamanan ibu.

Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau


tidak ada yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit
dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus
berlangsung.

6. Penggunaan Obat-obatan

Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu


dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai
indikasi.

7. Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon


oksitosin yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik
diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang
dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen
lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan
peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen
sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga
direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

8. Antibiotik

13
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24
jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan
suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala
dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus
segera diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah
dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah
dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin.
Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara intravena
sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya
aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk
kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.

Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya


ibu menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah
membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang.
Tetapi perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama
dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan
vagina.

Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa


pemberian antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada
mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan
pengosongan payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk.
memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus salivarius dan
Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada
kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotik.

9. Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon


klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang
dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik,

14
harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut
mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang
resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya
mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin.
Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang
sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG)
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau
galaktokel.

C. Komplikasi

1. Penghentian Menyusui Dini

Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat


seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian
menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya
abses. Selain itu ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi
tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu penatalaksanaan yang
efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan
keluarga sangat diperlukan saat ini.

2. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena


pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi,
maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih
3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG
payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus
yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar

15
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan
ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

3. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat


atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus
mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis
rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui

4. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh


jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah
ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang
saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa
gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu
diobati. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu
dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai


infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu
pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan bila ditemukan
gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi
kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama
timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tata laksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat, banyak
minum, mengkonsumsi nutrisi berimbang dan bila perlu mendapat analgesik
dan antibiotik.

B. Saran

1. Diharapkan kepada dosen pembimbing dapat memberi kritik dan sarannya


agar terciptanya makalah ini yang lebih baik.

17
2. Diharapkan bagi penulis, agar lebih bias mengaplikasikannya kepada
pasien dengan baik dan sesuai.

3. Diharapakan kepada pembaca agar lebih menambahkan wawasan tentang


water birth ini sehingga tema ini lebih dapat berkembang dan bermanfaat.

DAFTRA PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm:


47-49).
library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-daulat.pdf Sibuea, D. 2003. Problema
Ibu MenyusuiBayi. Diunduh 17 November 2009 – 08: 13 PM.
idai.or.id/asi/artikel.asp?q=2009421101430 2009. Payudara Bengkak. Diunduh 17
November 2009 – 07: 35 PM.
menyusui.net/problem-menyusui/bila-payudara-bengkak-saat-menyusui/
Kurniasih, D. 2008. Bila Payudara Bengkak Saat Menyusui. 17 November 2009 –
07: 33 PM.
Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta.
(bab 5, hlm : 3)
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
(hlm: 105-107)
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 54-55).
Image, gynaeonline.com

18

Anda mungkin juga menyukai