LP Integritas Kulit Fixed
LP Integritas Kulit Fixed
LP Integritas Kulit Fixed
disusun oleh:
Ganjar Widigdo
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15%
BB. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan
dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh ( Atmadja; 3: 1987
).
Menurut Evelin Pearce (1999, hal 239-241), Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu
Epidermis dan Dermis.
a. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang
tersusun atas dua lapisan tampak : selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis.
Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel yang
membentuk epidermis yaitu :
1) Stratum Korneum : Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus
menerus dilepaskan
2) Stratum Lusidum : Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak
ada intinya.
3) Statum granulosum : Selapis sel yang jelas tampak berisi inti dan
juga granulosum.
Zona Germinalis : Terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapis sel
epitel yang berbentuk tegas yaitu
1) Sel berduri : Sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu
dengan yang lainnya.
2) Sel basal : Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.
b. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang
elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan kolagen dan serat elastis
menyokong epidermis. Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di
dalam dermis, Pelengkap Kulit : rambut, kuku, dan kelenjar sebaseus.
2. Kulit mempunyai fungsi ( Wikipedia, 2010 ) yaitu :
a. Perlindungan
Lapisan epidermis atau lapisan terkematu merupakan lapisan perlindungan daripada
kemasukan bakteria, ini merupakan perlindungan tahap pertama. Lapisan berkematu
yang senantiasa gugur, menyebabkan bakteria sukar membiak dan bertapak tetap
pada kulit.
b. Mencegah Dehidrasi
Lapisan berkematu mencegah kehilangan air kepersekitaran. Lapisan ini amat
berkesan untuk mencegah kehilangan air.
c. Rangsangan luar
Lapisan kulit atau lapisan dermis yang mempunyai banyak reseptor, membolehkan
kulit peka terhadap perubahan persekitaran. Reseptor-reseptor ini boleh mengesan
pelbagai rangsang seperti tekanan, suhu, sentuhan dan sebagainya.
d. Menyimpan lemak
Lapisan paling bawah kulit merupakan lapisan lemak subkulitan. Lapisan ini
merupakan lapisan yang kaya dengan lemak. Lapisan lemak ini juga merupakan
penebat haba.
e. Sintesis vitamin D
Apabila lapisan kulit ini terdedah kepada sinaran ultraungu, sinaran ultraungu ini
akan diserap oleh kulit dan bertindak ke atas prekursor, seterusnya menukarkannya
kepada vitamin D.
f. Menghasilkan bau dan penyamaran
Bau berguna untuk tujuan pertahanan terutama bagi haiwan yang diburu oleh
pemangsa. Bau juga bertujuan untuk membeza antara haiwan-haiwan lain. Pigmen
dalam kulit sesetengah haiwan, mampu meniru atau mengikut perubahan warna
persekitaran.
g. Pengaturan suhu
Ini adalah proses homeostasis.
3. Jenis dan Tipe Luka
a. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong,
2004).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
2) Respon stress simpatis.
3) Pendarahan dan pembekuan darah.
4) Kontaminasi bakteri.
5) Kematian sel.
b. Jenis- jenis Luka
1) Menurut Aziz Alimul (2008 ) berdasarkan sifat kejadian, Luka dibagi menjadi
dua, yaitu :
Intendonal Traumas ( luka disengaja)
Luka terjadi karena proses terapi seperti operasi atau radiasi.
Luka terjadi karena kesalahan seperti fraktur karena kecelakaan lalu lintas(
luka tidak disengaja)
Luka tidak disengaja dapat berupa :
Luka tertutup : Jika kulit tidak robek atau disebut juga dengan luka
memar yang terjadi.
Luka terbuka : Jika kulit atau jaringan dibawahnya robek dan kelihatan
seperti luka abrasio (Luka akibat gesekan), Luka Puncture (Luka akibat
tusukan), hautration ( Luka akibat alat perawatan luka).
2) Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka.
Menurut Delaune dan Ladner (2002) menurut kontaminasi terhadap luka, luka
dibagi menjadi :
Luka bersih ( clean wounds), yaitu luka takterinfeksi yang mana tidak terjadi
proses peradangan dan infeksi pada system pernapasan, pencernaan, genital
dan urinary tidak terjadi.
Luka bersih terkontaminasi ( clean contamined wounds) merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontol, kontaminasi tidak selalu terjad.
Luka terkontaminasi ( contamined wounds), termasuk luka terbuka. fresh,
luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna.
Luka kotor atau infeksi (dirty or infected wounds) yaitu terdapatnya mikor
organisme pada luka.
3) Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka.
Menurut R.Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2004) berdasarkan kedalaman dan
luasnya, luka dibagi menjadi :
1. Stadium I : Luka superficial, yaitu luka yang terjadi pada lapisan
epidermis kulit.
2. Stadium II : Luka partial thickness, yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.
Stadium III : Luka full thickness, yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
4. Stadium IV : Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dam tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.
4) Menurut DeLauner dan Ladner (2002), berdasarkan waktu penyembuhan luka,
luka dibagi menjadi:
Luka akut : Luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
Luka Kronis : Luka yamg mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dam endogen.
5) Menurut Aziz Alimul (2008) berdasarkan penyebabnya, luka dibagai menjadi
dua yaitu :
Luka Mekanik yaitu terdiri atas :
Vulnus scissum atau luka sayat akibat benda tajam. Pinggir luka
kelihatan rapi.
Vulnus contusum, luka memar dikarenakan cedera pada jaringan bawah
kulit akibat benturan benda tumpul.
Vulnus kaceratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya
yang menyebabkan robeknya jaringan rusak yang dalam.
Vulnus punctum, luka tusuk yang kecil di bagian luar ( bagian mulut
luka), akan tetapi besar di bagian dalamnya.
Vulnus seloferadum, luka tembak akibat tembakan peluru. Bagian tepi
luka tampak kehitam-hitaman.
Vulnus morcum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian
luka.
Vulnus abrasion, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak
sampai ke pembuluh darah.
Luka nonmekanik terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau
sengatan listrik.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami luka,
perawat harus siap dihadapkan dengan kondisi luka dengan berbagai keadaan dan
variasinya. Luka dapat terjadi sejak pasien belum masuk kerumah sakit atau justru
pasien sudah berada di rumah sakit. Apapun kondisi, penyebab dan variasi luka yang
ada, perawat harus melakukan pendekatan dalam melakukan pengkajian sampai
evaluasi penyembuhan luka sistematik. Perawat harus juga mampu menunjukkan
kepekaan terhadap respon nyeri dan tingkat toleransi pasien selama pengkajian.
Standart Precautions harus ditaati selama melakukan pengkajian luka. Berikut ini
adalah kriteria dasar pengkajian luka menurut DeLaune dan Ladner (2002).
a. Data Subjektif
1) Biodata
Identitas pasien
Nama :
Umur :
Suku bangsa :
Agama :
BB dan TB :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
No. Register :
Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Agama :
Suku Bangsa :
Alamat :
2) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan
luka, misalnya penyakit kardiovaskuler, diabetes, gagal ginjal,
immunosuppresi, gastrointestinal, trauma infeksi,dsb.
Selain itu pengkajian mengenai kronologi terjadinya luka misalnya
sejak kapan, bagaimana kejadiannya, ukuran awal kejadiannya dan
berbagai gejala yang dirasakan. Pengkajian riwayat luka juga mencakup
faktor-faktor yang dapat memperberat atau mempercepat proses luka serta
mendokumentasikannya secara lengkap.
Kronis :-Lama luka
-Bagaimana pengobatannya
-Penyakit yang menyertai
Akut :-Lama luka
-Adanya benda asing yang masuk
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya dilakukan terhadap lukanya saja tetapi juga
terhadap kondisi fisik secara umum. ( Stotts dan Cavanaugh, 1991 ),
berarti kaji juga tanta-tanda vital pasien karena menurut (Aziz Alimul,
2008) adanya pendarahan disertai perubahan tanda vital seperti kenaikan
denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah.
Mengidentifikasikan keadaan fisik luka dalam tiga kategori utama, yaitu :
Vasculer ulcers, yaitu dengan mengevaluasi kulit, kuku, rambut, warna,
capillary refill, temperatur, nadi, edema extremitas dan hemosiderin.
Arterial ulcers, ditandai dengan adanya kelemahan atau hilangnya
denyut nadi, kulit, dan hilangnya rambut pada ekstremitas.
Neuropathic ulcers dengan menggunakan Wagner scale seperti pada
pengkajian luka tekan ( pressure ulcer ).
Mengenai pengkajian luka meliputi cara mengkaji, mendokumentasikan
lokasi dan gambaran luka serta area disekitar luka.
Lokasi
Pengkajian diawali dengan mengamati lokasi misalkan terdapat
sepuluh jahitan diarea keadran kanan bawah.
Ukuran
Ukuran luka mengacu pada panjang sejajar dari kepala ke kaki dan
lebar sejajar dengan potongan horizontal badan.
Gambaran umum luka
Pengkajian dan dokumentasi gambaran luka meliputi warna, bau,
cairan yang keluar, dari luka serta gambaran area sekitarnya.
Lakukan inspeksi dan palpasi khususnya daerah sekitar luka.
Inspeksi : -Penampilan luka, kaji tanda penyembuhan luka
-Adanya perdarahan
-Pinggiran luka terikat/melekat bersama
-Adanya gejala inflamasi ( rubor, kolor, dolor, tumor,
functiolesa)
-Kedalaman luka
-Luas luka
-Tempat luka
-Produksi cairan
-Bau dan warna cairan
Palpasi : -Kedalaman luka
-Nyeri
-Pembengkakan
Nyeri
Pengkajian dan dokumentasi nyeri daerah luka meliputi intensitas
nyeri dan perubahan intensitas nyeri dikaitkan dengan perubahan
yang ada pada luka. Luka incisi post operasi biasanya masih
dirasakan sampai hari ke tiga.
Data Laboratorium
Pemeriksaan kultur drainase luka dikerjakan untuk menentukan
apakah luka mengalami infeksi atau tidak serta untuk mengetahui
organisme penyebab infeksinya. Infeksi dapat diketahui dari adanya
peningkatan jumlah leukosit. Penurunan leukosit mengindikasikan
resiko terhadap infeksi. Pemeriksaan albumin dilakukan untuk
menentukan perkembangan penyembuhan luka.
Pemeriksaan laboraturium :
1. Hb
2. Produksi cairan luka
3. Leukosit
4. Koagulasi
5. Protein dan glukosa
2. Diagnosa keperawatan utama
Diagnosis keperawatan pada pasien yang mengalami luka difokuskan pada upaya
pencegahan terjadinya komplikasi dan peningkatan proses penyembuhan.
Berikut ini contoh diagnosis keperawatan menurut NANDA :
No S P E
1 -Melaporkan rasa sakit ( Nyeri aku t -gg/ luka pada kulit/
skala nyeri) jaringan/integritas otot dan
-Perubahan tonus otot. trauma musculosketal
Wajah menunjukan rasa
sakit
-Pemfokuskan diri
-Distraktif/perilaku
protektif
2 Resiko tinggi terhadap -Kulit yang rusak. Trauma
infeksi jaringan
_ -Prosedur invasive,zat
pathogen/kontaminan
Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Analgesik IM Segera mencapai pusat rasa sakit, efektif dengan
dosis kecil. IM butuh waktu lama dan tergantung
tingkat absorpsi.
Analgesik dikontrol pasien (ADP ) Sangat efektif untuk pascaopersi, dosis kecil,
instruksi harus detil dan dipantau ketat
Anestesi local, misal : blok epidural Mungkin diinjeksikan ke lokasi opersi yang tetap
terlindung pada pascaoperasi yang segera untuk
mencegah rasa sakit
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
pada luka.
Kriteria hasil diagnosa 2
1. Menunjukkan penyembuhan luka
2. Bebas dari sekresi purulen/drainase
3. Bebas dari eritema dan afrebis
Intervensi Diagnosa 2
Mandiri
Intervensi Resionalisasi
Berikan isolasi/pantau pengunjung sesuai Isolasi luka/linen dan cuci tangan dibutuhkan
indikasi untuk mengalirkan luka, pembatasan
pengunjung mengurangi resiko infeksi
Cuci tangan sebelum dan sesudah Mengurangi kontiminasi silang
aktifitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril
Batasi penggunaan alat invasive jika Mengurangi jumlah tempat kembang
mungkin mikroorganisme
Inspeksi luka/sisi alat invasive setiap Mencatat tanda inflamasi/infeksi, dapat
hari, beri perhatian utama pada jalur memberikan gejala masukan porta, tipe
hiparalimintasi infeksi, identifikasi awal, catatan: NGT
dengan nutrien tinggi mendukung
pertumbuhan bakteri
Gunakan teknik steril pada penggantian Mencegah masuknya bakteri, nosokomial
balutan/penhisapan/beriakn lokasi
perawatan, misal jalur invasive, kateter
urinaris
Gunakan sarung tangan/pakaian steril Mencegah penyebaran infeksi silang
pada merawat luka yang terbuka,
antisipasi dari kontak langsung dengan
sekresi/ekresi
Buang balutan/bahan kotor dalam Mengurangi kontaminasi/area kotor
kantung ganda membatasi penyebaran infeksi
Pantau kecenderungan suhu Demam (38,50C-400C) adalah efek pelepasan
pirogen. Hipotermia (<360C) merefleksikan
syok/penurunan perfusi jaringan
Amati adanya mengigil dan diaforesis Mengigil mendahului memuncaknya suhu
pada adanya infeksi umum
Memantau kegagalan dan penyimpangan Menunjukkan tepat atau tidaknya terapi yang
selama terapi diberikan
Kolaborasi
Intervensi Rasionalisasi
Dapatkan spesimen darah cairan luka Identifikasi terhadap portal entri dan
mikroorganisme, penting dalam pengobatan
Berikan obat antiinfeksi sesuai pentujuk Dapat membasmi bakteri/memberi imun
sementara untuk mengulangi infeksi
Bantu dengan/siapkan insisi dan drainase Memberikan kemudahan untuk memindahkan
luka, irigasi, penggunaan sabun material purulen/jaringan nekrotik
hangat/lembab sesuai indikasi
3) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam integritas kulit membaik.
Kriteria hasil diagnosa 3:
1. Mencapai penyembuhan luka
2. Tidak terjadi komplikasi
Intervensi Diagnosa 3
Mandiri
Intervensi Rasionalisasi
Periksa tegangan balutan, beri perekat Dapat mengganggu/membendung sirkulasi
pada pusat insisi menuju ke tepi luar pada luka bagian distal dari extreitas
dari balutan luka, hindari dari menutup
seluruh extremitas
Periksa luka secara teratur, catat Pengenalan akan adanya kegagalan proses
karateristik cairan dan integritas penyembuhan luka dan komplikasi untuk
mencegah kondisi yang, lebih buruk
Kaji jumlah dan karateritik cairan luka Menurunnya cairan erarti terjadi evolusi
penyembuhan, menigkatnya cairan dan adanya
eksudat menunjukkan komplikasi
Berikan kantong penampung cairan Menurunkan resiko infeksi dan kecelakaan
pada drain/insisi yang mengalami secara kimiawi pada jaringan dan kulit
pengeluaran cairan
Tinggikan daerah yang dioperasi sesuai Meningkatkan pengembalian aliran vena dan
kebutuhan menurunkan pembentukan vena. Catatan:
meninggikan daerah yang insufiensi pada vena
menyebabkan kerusakan
Tekanan areal atau daerah insisi Meminimalkan resiko ruptur/dehinsens
abdominal saat batak/bersin dengan
bantal
Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh Mencegah kontaminasi luka
daerah luka
Biarkan terjadi kontak udara dan luka Membantu mengeringkan luka, pemberian
atau dengan kain kasa tipis/batalan telfa cahaya mungkin perlu untuk mencegah iritasi
jika luka bergesekan dengan linen
Bersihkan luka dengan hydrogen Menurunkan kontaminasi dan membersihkan
peroksida/air mengalir dan sabun lunak kulit
setelah insisi tertutup
Kolaborasi
Intervensi Rasionalisme
Gunakan korset pada daerah luka jika Memberi pergencangan tambahan pada insisi
perlu beresiko tinggi (pada pasien obesitas)
Berikan es pada daerah luka jika perlu Mencegah edema
Irigrasi luka, dendan debrideman sesuai Membuang jaringan mati/eksidat
kebutuhan
Hidayat, Aziz. Alimul, 2008, Pengantar KDM, Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika
Pearce, Evelin, 1999, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, Jakarta : PT Gramedia
Scotts dan Cavanaugh, 1991, Assesing the patient wint a wound, Vol 17 hal: 27-36, NA. Scootts,
CE Cavanaugh.
Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2004, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: EGC
Tjokronegoro, Arjatmo, 1987, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Jakarta : FKUI