LP Fraktur
LP Fraktur
LP Fraktur
FRAKTUR
DISUSUN OLEH :
Novia Nurzuhriyanti
P2005043
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi.
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa.
B. JENIS FRAKTUR
1. Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
bergeser dari posisi normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : - Hair line fraktur
- Green stick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi yang lain membengkok
3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan
akibat dari trauma langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4. Istilah lain
a. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah)
c. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor,
metastasis tulang)
d. Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya
C. ETIOLOGI
1. Menurut Oswari E (2009)
a. Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
b. Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
c. Kekerasan akibat tarikan otot
2. Menurut Barbara C Long (2011)
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
D. MANIFESTASI KLINIK
Nyeri
Deformitas (kelainan bentuk)
Krepitasi (suara berderik)
Bengkak
Peningkatan temperatur lokal
Pergerakan abnormal
Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
Kehilangan fungsi
F. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan sifat fraktur.
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
1. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
7. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
8. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
H. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
a) X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas
dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai
dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan
lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela
sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
b) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain
juga mengalaminya.
c) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
d) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
e) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
K. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda
Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
PATHWAY
Absorbsi calcium
Defisit volume
cairan
Deprasi saraf nyeri Tindakan Bedah
Gangguan rasa
nyaman : nyeri
Resti infeksi
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit volume cairan b.d. perdarahan
Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. mual, muntah
Resti infeksi b.d. imflamasi bakteri ke daerah luka
M. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d trauma jaringan syaraf
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien mampu mengontrol
nyeri, dengan kriteria hasil :
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
Mengikuti program pengobatan yang diberikan
Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervansi :
a. Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan
respon terhadap obat.
Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan
evaluasi keevektivan intervensi.
b. Motivasi penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalam dan
visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
c. Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa :
Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.