Makalah Polimer Kelompok 11

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB XI

BIOPOLIMER

11.1 Pendahuluan
1. Sagu
Tanaman sagu yang menyerupai tanaman kelapa, memiliki batang
berwarna cokelat dengan daun berwarna hijau tua. Pohon yang sudah tua dan
tumbuh dengan sempurna, kulit luarnya mengeras dan membentuk lapisan kayu
disekeliling batangnya dengan ketebalan antara 2 – 4 cm seperti yang ditunjukkan
pada gambar 11.1. Pada Wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama
dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di
Maluku dan Irian Jaya. Tanaman ini berasal dari Maluku kemudian menyebar ke
berbagai daerah rendah di Indonesia. Batang sagu mengandung pati yang dapat
diekstrak secara mudah dengan cara tradisional.

Gambar 11.1 Pohon Sagu (Metroxylon sp)


Potensi sagu (Metroxylon sagu Rottb.) sebagai sumber bahan pangan dan
bahan industri telah disadari sejak lama, namun sampai sekarang pengembangan
tanaman sagu di Indonesia masih belum maksimal. Sagu merupakan tanaman asli
Indonesia, diyakini bahwa pusat asal sagu adalah sekitar Danau Sentani,
Kabupaten Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma
nutfah sagu yang paling tinggi (Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, 2007). Tepung sagu berpotensi menjadi sumber polisakarida yang baik
karena dapat menghasilkan pati dengan jumlah besar yaitu sekitar 25 ton/ha/tahun.
2. Pati Sagu
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp).
Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun
atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan
amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu
adalah 73% ± 3 (Ahmad and Williams, 1998).. Pati sagu memiliki karakteristik
seperti yang dijelaskan Ahmad and Williams (1998) yaitu memiliki ukuran
granula rata-rata 30 mikron, kadar amilosa 27%± , suhu gelatinisasi pati 75oC.
Adapun komposisi kimia pati sagu dapat dilihat melalui tabel 1.1 :
Tabel 11.1 Komposisi Kimia Pati Sagu
Komponen Jumlah
Air 13,69
Protein 0,46
Abu 0,20
Pati 84,89
Amilosa 28,84
Amilopektin 71,16
Sumber : Richana dkk, 2000
3. Komposit Polimer
Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan
kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan
material baru dengan sifat yang lebih baik dibandingkan sifat material dasarnya.
Komposit mempunyai keunggulan yaitu: daya tahan terhadap lingkungan korosif
yang baik, rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi, sifat mekanik, insulasi listrik
yang baik serta dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Sedangkan kekurangan
komposit yaitu: tidak dapat digunakan pada temperatur lebih dari 400oF, kekakuan
tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan logam dan harga bahan baku yang relatif
tinggi (Gaylord, 1974). Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material
komposit, yaitu:
1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang
peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya.
2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiap-
tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting
yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan.
3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan campuran atau
kombinasi komponen-komponen yang berbeda baik dalam hal bahannya
maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda.
Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen utama yaitu
matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Filler adalah bahan pengisi
yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk.
matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun
keramik. Matriks secara umum berfungsi untuk mengikat material lain menjadi
satu struktur komposit.
4. Biopolimer
Pada tahun 2003, produksi buah dan sayur di Indonesia mencapai 12,5 juta
ton, tetapi 20% diantaranya rusak dikarenakan penanganan pascapanen yang
belum memadai. Angka tersebut belurn mencakup produk pangan lainnya.
Pengemasan termasuk penanganan pascapanen yang belurn dilakukan secara
profesional. Produk ekspor Indonesia juga pemah ditolak oleh negara tujuan
karena pengemasan yang kurang memadai. Produk agroindustri Indonesia yang
dipamerkan di Singapura tahun lalu hampir semua kemasannya kalah menarik
dibandingkan dengan negara-negara tetangga, yaitu Malaysia, Filipina, Vietnam
dan Thailand. Disamping itu, kemasan produk pangan yang dihasilkan para
pengusaha kecil Indonesia masih belurn profesional.
Dewasa ini Indonesia mengenal berbagai jenis bahan pengemas, dari yang
sederhana, antara lain: daun dan tanah liat sampai yang moderen, seperti:
logam/kaleng, kardus/kertas, alumunium foil, gelas dan plastik. Berbagai produk
pangan dikemas secara beragam dari bahan, bentuk sampai warna. Plastik
merupakan bahan pengemas yang paling banyak digunakan,
Akhir-akhir ini kemasan plastik menimbulkan permasalahan yang cukup
serius, diberbagai daerah di Indonesia dengan tumpukan sampah plastik yang
menggunung yang disebabkan plastik tidak mudah hancur secara alami. Hal ini
akan menimbulkan bahaya banjir dan pencemaran lingkungan lainnya. Apabila
plastik dibakar masih akan menimbulkan pencemaran karena dioksin yang
dihasilkan. Di samping itu, bahan baku pembuatan plastik adalah minyak bumi
yang cadangannya semakin berkurang dan tidak dapat diperbaharui. Dengan
demikian penggunaan bahan pengemas plastik tidak dapat lagi dipertahankan.
Selain itu terdapat kewajiban penggunaan pengemas ramah lingkungan dan
mudah dimusnahkan secara organik sejak akhir tahun 1900-an.
Berdasarkan fakta dan uraian diatas diperlukan langkah-langkah untuk
menggantikan bahan pengemas plastik dengan bahan lain yang mirip dengan
plasik dan mudah hancur secara alami serta aman untuk manusia. Pada
kesempatan ini akan diuraikan potensi bahan baku biopolimer, karakteristik
biopolimer, contoh produk dan prospek biopolimer. terdapat 50 juta ton sekam
padi per tahun, dan 13 juta ton sekam padi belum dimanfaatkan. Dengan
demikian potensi bahan baku biopolimer cukup besar.
Biopolimer merupakan berbagai komponen hasil pertanian yang diperoleh,
baik melalui proses ekstraksi, reaksi rnaupun proses mikrobiologis. Sifat spesifik
yang ditunjukkan oleh polimer tersebut adalah sifatnya yang dapat mengental,
sehingga komponen tersebut banyak digunakan sebagai stabilizer (Thickening
Agent) pada berbagai industri pangan maupun non-pangan, terutama yang
berhubungan dengan sifat tekstural, seperti pada jem dan saus, serta berbagai
bentukan produk emulsi kosmetik dan obat-obatan (J.R.Fried,2005).
Bioplastik atau yang sering disebut plastik biodegradable merupakan salah
satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat
diperbaharui seperti pati, minyak nabati dan mikrobiota. Bioplastik merupakan
bahan alternatif untuk menggantikan plastik kemasan konvensional agar tidak
mencemari lingkungan. Bioplastik dibuat dengan polimer alam sebagai bahan
utama sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme. Bahan baku terbarukan
dapat diterapkan dalam perfekstif pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini
merupakan salah satu alasan mengapa komponen bahan baku terbarukan tersebut
sebagai polimer biodegradable dapat dianggap sebagai alternatif mengurangi dari
dampak plastik terhadap lingkungan. Selain itu kekhawatiran ekologi telah
mengakibatkan kembalinya minat dalam menggunakan bahan baku terbarukan
berbasis sumber produk (Averous, 2008).
Biodegradasi plastik dapat dicapai dengan memanfaatkan mikroba di
lingkungan untuk memetabolisme struktur molekul film plastik dan menguraikan
bahan dari plastik tersebut. Bioplastik berdasarkan dari bahan baku dibagi menjadi
dua, yaitu bahan baku dari petrokimia (non-renewable) dengan bahan aditif dari
senyawa bio-aktif yang bersifat biodegradable, dan bahan baku dari sumber daya
alam terbarukan (renewable resources) seperti dari bahan tanaman pati dan
selulosa serta hewan seperti cangkang atau mikroorganisme yang dimanfaatkan
untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur
aktif atau limbah cair yang kaya akan bahan- bahan organik sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme tersebut (Averous, 2008).
Polimer biodegradable dibagi menjadi dalam dua kelompok utama dan
empat keluarga yang berbeda. Kelompok-kelompok utama adalah (i) agro -
polimer (polisakarida , protein) dan (ii) biopolyesters (poliester biodegradable)
seperti polylactic acid (PLA) , polyhydroxy alkanoate (PHA) , dan kopoliester
aromatik dan alifatik. Klarifikasi polimer biodegradabel dapat dilihat pada
Gambar 11.2. Bioplastik dikelompokkan menjadi dua kelompok dan empat
keluarga berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-polimer yang terdiri dari
polisakarida, protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester (biodegradable
polyesters) seperti poli asam laktat (PLA), polyhydroxyalkanoate (PHA), aromatik
dan alifatik co-poliester. Agro-polimer adalah produk-produk biomassa yang
diperoleh dari bahan-bahan pertanian, seperti polisakarida, protein dan lemak.
Polimer biodegradabel

Agro-polimer Poliester biodegradabel

Produk biomassa Dari mikro-organisme Dari bioteknologi Dari produk petrokimia


(dari sumber agro (diperoleh dengan ektraksi) (sintesis konvensional (sintesis konvensional dari
→ Agro-polimer) dari bio-monomer) monomer sintetis)

Polihidroksi- Poli kaprolakton


Polisakarida Protein, Lemak Polilaktida
Alkonoat (PCL)
(PHA)
Binatang :
Pati : Kasein
Gandum Air Dadih Poli asam laktat Poli ester amida
Kentang Poli(hidroksi butirat)
Kolagen/ (PHB) (PLA)
Jagung Gelatin Poli(Hidrosi butirat Co-poliester
co-Hidroksivalerat) alifatik
Produk Tanaman : (PHBV)
ligno- Kedelai
selulosa : Gluten Co-poliester
Kayu Zein aromatik
Staws

Lainnya :
Pektin
Kitosan/
kitin
Gums

Gambar 11.2 Klarifikasi polimer biodegradabel (Averous, 2008)

Biopoliester dapat dikelompokkan berdasarkan sumbernya. Kelompok


polyhydroxy-alkanoate (PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme dengan
cara ekstraksi. Contoh PHA diantaranya polyqiydroxybutyrate (PHB) dan
polyqiydroxybutyrate co-hydroxyvalerate (PHBV). Kelompok lain adalah
biopoliester yang didapatkan dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesis
secara konvensional monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang
disebut kelompok polilaktida Contohnya adalah poli asam laktat. Kelompok
terakhir didapatkan dari produk-produk petrokimia yang disintesis secara
konvensional dari monomer-monomer sintetis. Kelompok ini terdiri dari
polycaprolactones (PCL), poly ester amides, aliphatic co-polyesters dan aromatic
co-polyesters.
Karakterisasi bioplastik dapat meliputi sifat mekanik (kuat tarik, elongasi),
hidrofobisitas dan biodegradasi. Sifat mekanik suatu material berupa kuat tarik
dan elongasi menunjukkan kekuatan material tersebut. Penggunaan suatu material
di dalam industri maupun kehidupan sehari-hari sangat tergantung pada sifat
mekanik material. Sifat mekanik ini meliputi kuat tarik yang tinggi dan elastisitas
yang baik. Karakterisasi uji tarik suatu material dilakukan dengan menambah
beban secara perlahan-lahan hingga material tersebut patah. Pada waktu yang
bersamaan, pertambahan panjang material dapat diukur. Pertambahan panjang
yang terjadi akibat beban atau gaya yang diberikan pada material disebut dengan
deformasi. Kuat tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum yang digunakan
untuk mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal.
Hidrofobisitas merupakan kemampuan bioplastik untuk melindungi diri
dari air. Penyerapan air dalam bioplastik harus dapat dihindari semaksimal
mungkin karena akan berpengaruh terhadap standar komersil penggunaan plastik.
Sedangkan pengujian Biodegradasi dilakukan untuk mengetahui biodegradabilitas
dari bioplastik yang dihasilkan. Pengujian ini berguna untuk mengetahui laju
degradasi sampel dengan berbagai variasi sehingga waktu yang dibutuhkan
sampel tersebut untuk diuraikan oleh mikroorganisme dalam tanah dapat
diprediksi. Adapun nilai standar plastik dapat dilihat pada Tabel 11.2
Tabel 11.2 Standar Plastik Komersil
Komponen Jumlah (%)
Kuat Tarik >10 Mpa
Elongasi >100%
Hidrofobisitas 99.9%
(Sumber : Richana et al, 2000)

11.2 Jenis Bioplastik


Jenis-jenis Bioplastik:
1. Plastik berbahan dasar amilum, disebut juga Plastarch, adalah bioplastik
yang paling luas digunakan, mendominasi 50% pasar bioplastik. Plastarch
ini terbuat dari amilum, yang dalam bentuk murni sering digunakan
sebagai kapsul obat. Amilum ditambahi dengan bahan fleksibiliser dan
plastikeser seperti sorbitol dan gliserin sehingga amilum menjadi bersifat
termoplas (lebur dan dapat dibentuk pada suhu tinggi, mengeras dan stabil
pada suhu sedang)
2. Plastik PLA (asam polilaktat) adalah plastik transparan yang diproduksi
dari gula tebu atau glukosa. Sifat plastik PLA ini mirip dengan plastik
petrokimia yang konvensinal, seperti PE dan PP, sehingga dapat
diproduksi dengan alat-alat pabrik plastik standar yang sudah ada. Plastik
PLA umumnya digunakan untuk membuat kantong pembungkus, botol
minuman dan cangkir.
3. Poli-3-hidroksibutirat (PHB) adalah polyester yang dibuat dari amilum
atau glukosa yang dihasilakn oleh bakteri tertentu. Karakteristiknya serupa
dengan petroplastik polipropilene (PP). PHB memiliki titik lebur lebih dari
130oC dan dapat terbiodegradasi tanpa sisa.
4. Genetically modified (GM), masih merupakan tantangan bagi industri
bioplastik.

11.3 Teknik Produksi Biopolimer


Berbagai metode pembuatan biokomposit untuk produksi bioplastik dapat
dijelaskan sebagai berikut:
A. Eksfoliasi/adsorpsi
Pertama-tama, sekumpulan lapisan (layered host) mengalami
pengelupasan dalampelarut (air, toluena, dll.) yang polimernya dapat larut pada
pelarut tersebut. Kemudian, polimer diadsorpsi ke dalam permukaan lapisan satu
demi satu dan setelah pelarut menguap ketika pengendapan, lapisan tersebut satu
demi satu teratur kembali (Christianty, 2009).
B. Polimerisasi In Situ Interkalatif
Pada metode ini, polimer dibentuk diantara lapisan dengan
mengembangkan kumpulan lapisan dalam monomer cair atau larutan monomer
sehingga pembentukan polimer dapat terjadi antara lembar yang terinterkalasi.
Pembentukan polimer (polimerisasi) dapat dimulai dengan panas/radiasi/difusi
(Christianty, 2009).
C. Interkalasi Larutan/ Interkalasi prepolimer dari larutan
Metode ini didasarkan pada pengembangan sistem pelarut dimana
biopolimer atau bio-prepolimer, seperti pati dan protein terlarut dan nanofillers
anorganik (biasanya silikat). Pertama, silikat berlapis dikembangkan di dalam
suatu pelarut seperti air, kloroform, atau toluena. Kedua, ketika biopolimer dan
larutan nanopartikel yang mengembang dicampur, rantai polimer akan
terinterkalasi dan menggantikan pelarut dalam interlayer dari silikat. Ketiga,
setelah penghilangan pelarut,struktur yang telah terinterkalasi akan tertinggal dan
akan membentuk bio-polimer/silikat berlapis bionanokomposit (Christianty,
2009).
D. Melt intercalation
Proses pembuatan biokomposit pada metode ini tidak memerlukan
penambahan pelarut. Silikat berlapis dicampur dengan matriks polimer dalam
molten state, ikatan polimer akan bergerak perlahan-lahan ke dalam ruang antar
lapisannya. Proses penyebaran ikatan polimer ke dalam galeri lapisan silikat
menjadi bagian penting pada proses melt intercalation. Melt intercalation
merupakan metode yang ramah lingkungan karena tidak digunakannya pelarut
organik yang nantinya dapat menjadi limbah, sementara metode eksfoliasi,
polimerisasi in situ interkalatif dan interkalasi larutan menggunakan pelarut
tersebut. Selain itu, melt intercalation juga kompatibel dengan proses industri
seperti pada injection molding. Pada melt intercalation, pembuatan biokomposit
dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan material, yaitu dengan cara
memanaskan dan mendinginkan material (Christianty, 2009).

11.4 Material Komposit


1. Matriks Bioplastik
Material komposit terdiri dari matriks dan filler (pengisi). Matriks
diartikan sebagai material pengikat antara serat atau partikel namun tidak terjadi
reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum matriks berfungsi sebagai
pengikat bahan pengisi, sebagai penahan dan pelindung serat dari efek lingkungan
dari kerusakan baik kerusakan secara mekanik maupun kerusakan akibat reaksi
kimia, serta untuk mentransfer beban dari luar ke bahan pengisi. Matriks adalah
fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar
(dominan). Matrik mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Mentransfer tegangan ke serat secara merata.
b) Melindungi serat dari gesekan mekanik.
c) Memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.
d) Melindungi dari lingkungan yang merugikan.
e) Tetap stabil setelah proses manufaktur.
Adapun Sifat-sifat matrik antara lain (Ellyawan, 2008) :
a. Sifat mekanis yang baik.
b. Kekuatan ikatan yang baik.
c. Ketangguhan yang baik.
d. Tahan terhadap temperatur.

2. Filler Bioplastik
Salah satu bagian utama dari komposit adalah reinforcement (penguat)
yang berfungsi sebagai penanggung beban utama pada komposit seperti contoh
serat. Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen
yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat Sintesis (serat buatan manusia).
Jenis-jenis serat yang banyak tersedia untuk menggunakan komposit dan
jumlahnya hampir meningkat. Kekakuan spesifik yang tinggi (kekakuan dibagi
oleh berat jenisya) dan kekuata spesifik yang tinggi (kekuatan dibagi oleh berat
jenisnya) serat-serat tersebut yang disebut Advanced Composit . Adapun bahan
bahan yang berpotensi dan pernah digunakan untuk dijadikan bahan penguat suatu
komposit antara lain :
A. Zink Oksida
Zink Oksida (ZnO) merupakan logan yang bersifat Bio-safe dan
Biocompatible sehingga dapat digunakan untuk aplikasi biomedical tanpa perlu
dilapisi serta mempunyai daya tahan radiasi yang tinggi. ZnO dapat meningkatkan
sifat kuat tarik bioplastik dan menurunkan permeabilitas bioplastik terhadap air,
sehingga membuat bioplastik lebih kedap air.
Lapisan tipis ZnO menunjukan karakteristik yang menarik diantaranya
ikatan yang sangat kuat, kualitas optik yang baik, stabilitas ekstrim dari eksitron,
dan peralatan piezoelektrik yang baik. Hal ini melatar belakangi lapisan tipis ZnO
banyak dipelajari dan dikembangkan menjadi teknologi yang aplikatif di
antaranya elektroda pada devais display dan energi sel surya, permukaan dan
peralatan bulk acustic wave (SAW), peralatan acoustic - optical dan light emiting
diode (LED). Selain itu, ZnO juga bersifat bio – safe dan Biocompitable sehinga
dapat digunakan untuk aplikasi biomedical tanpa perlu dilapisi serta mempunyai
daya tahan radiasi yang tinggi (Chan, 1994).
B. Clay
Pencampuran mineral clay dengan polimer dapat membentuk tiga jenis
nanostruktur komposit tergantung pada kondisi reaksi. Pertama adalah struktur
terinterkalasi dimana monolayer rantai polimer terinterkalasi dalam clay
membentuk struktur multilayer clay-polimer. Kedua adalah struktur tereksfoliasi
dimana lapisan clay terdispersi seragam dalam matriks polimer. Ketiga adalah
struktur klaster dimana terjadi eksfoliasi parsial. Polimer-clay nanokomposit
terbentuk dengan mendispersikan material nanoclay berlapis pada matriks
polimer. Nanoclay mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga dapat
berinteraksi secara efektif dengan matriks polimer pada konsentrasi rendah (5-
8%). Akibatnya, polimer nanoclay menunjukkan peningkatan pada modulus,
stabilitas termal, dan sifat barrier tanpa peningkatan berat jenis dan kehilangan
sifat optik.
C. Selulosa
Selulosa merupakan salah satu polimer yang tersedia melimpah di alam.
Produksi selulosa sekitar 100 milyar ton setiap tahunnya. Sebagian dihasilkan
dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam rambut biji tanaman
kapas.Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin
danpolisakarida lain seperti hemiselulosa dalam dinding sel tumbuhan berkayu,
baik pada kayu lunak dan keras, jerami atau bambu. Selain itu selulosa juga
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum secara ekstraseluler. Senyawa ini
juga dijumpai dalam plankton bersel satu atau alga di lautan, juga pada jamur dan
bakteri sebagai bahan baku kimia, selulosa telah digunakan dalam bentuk serat
atau turunannya selama sekitar 150 tahun (Chan, 1994).
Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat mekanik
yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian tinggi,
kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik. Selulosa
merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen.
Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat selulosa
juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat
mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter (P/d))
yang tinggi selama proses produksi. Selulosa nanoserat memiliki beberapa
keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui,
biodegradable, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus
yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk
grafting beberapa gugus kimia, dan harga yang murah (Chan, 1994).

11.6 Zat Aditif


Aditif adalah senyawa kimia yang bila ditambahkan akan menaikkan
unjuk kerja (sifat kimia dan fisik berubah) seperti yang diharapkan. Berdasarkan
fungsinya, bahan tambahan atau zat aditif polimer dapat dikelompokkan menjadi :
1. Bahan pelunak (plasticizer);
2. Bahan Kompatibilitas
3. Pewarna (colorant).
A. Bahan Pelunak (Plasticizer)
Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh pemplastis adalah bahwa
semua gaya intermolekuler antara pemplastis-pemplastis, polimer-polimer dan
antara pemplastis-polimer harus berada dalam besaran yang sama.Untuk mejadi
pemplastis yang efisien maka suatu senyawa dengan berat molekul rendah harus
memiliki afinitas yang cukup untuk mengatasi interaksi antara polimer-polimer
dengan cara mensolvasi polimer pada titik kontak interaksi. Untuk memberikan
fleksibilitas yang baik pada suhu rendah, senyawa ini juga harus memiliki
mobilitas yang cukup untuk berpartisipasi dalam kesetimbangan sistem dan harus
dapat berdifusi melalui sistem tersebut (Chan, 1994).
Pemplastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik
dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah yang
ditambahkan ke dalam resin yang keras atau kaku, sehingga akumulasi gaya
antarmolekul, pada rantai panjang akan menurun, akibat kelenturan, pelunaka dan
pemanjangan resin akan bertambah (Finar,I.L.1986). Dengan berkurangnya gaya
antar molekul, menyebabkan gerakan bagian rantai lebih mudah bergerak,
akibatnya bahan yang tadinya keras (kaku) akan menjadi lembut pada suhu kamar
(Cowd, 1991). Adapun pemplastis yang dapat digunakan antara lain gliserol,
DEG, bis (2-etilheksil) flalat atau DEHP dll.
Gliserol atau 1,2,3-propanetriol, merupakan senyawa organik yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan higroskopis dengan rumus kimia
HOCH2CH(OH)CH2OH. Gliserol adalah senyawa trihidrik alkohol yang
mempunyai titik beku 17,8°C dan titik didih 290°C. Senyawa ini dapat larut dan
bercampur dengan air dan etanol. Gliserol hadir dalam bentuk ester (gliserida)
pada semua hewan dan lemak dan minyak nabati. Sifatnya yang mudah menyerap
air dan kandungan energi yang dimilikinya membuat gliserol banyak digunakan
pada industri makanan, farmasi, dan kosmetik (Hartman,1998).
Pada pembuatan bioplastik gliserol memiliki peranan yang cukup penting.
Pati merupakan polimer alam dalam bentuk butiran yang tidak dapat diproses
menjadi material termoplastik karena kuatnya ikatan hidrogen intermolecular dan
intramolecular. Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati,
menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer.
Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile
strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol. Sehingga, dengan
adanya air dan plasticizer, ikatan hidrogen tersebut dapat diputuskan dan pati
dapat diolah menjadi polimer yang biodegradabel yang biasa disebut
thermoplastic starch.
B. Kompatibilitas
Kompatibilitas pemplastis dengan bahan polimer adalah hal yang penting.
Kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran pemlastis dan polimer yang
stabil dan homogen. Kompatibilitas campuran ditentukan oleh interaksi molekul
po limer – pemplastis, bahan aditif, tekanan, suhu, kelembaban dan cahaya.
Kompatibilitas campuran dapat ditentukan melalui panas reaksi campuran, transisi
gelas, morfologi, sifat mekanikal dinamis secara viskosimetrik (Chattopadhyay,
2000). Pemlastis bisa saja kompatibel pada suhu proses namun dapat keluar
kembali dari polimer (blooming) pada suhu kamar. Polimer pemplastis selalu
berada dalam kesetimbangan dinamis pada suhu tertentu, begitu Suhu berubah
efektifitas gaya – gaya juga berubah. Pada kondisi normal, difusi selalu terjadi
yaitu sejumlah tertentu pemlastis berada di permukaan polimer karena
kesetimbangan adsorpsi/ desorpsi antara polimer dan pemlastis terganggu.
Proses pemplastis, prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul pemplastis
ke dalam fase po limer. Bilamana pemplastis mempunyai gaya interaksi dengan
polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk
larutan polimer pemlastis sehingga keadaan ini disebut kompatibel. Interaksi
antara pemlastis – polimer ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua ko
mponen. Kalau afinitas polimer – pemlastis tinggi, maka molekul pemlastis akan
terdifusi ke dalam bundel, disini molekul pemlastis akan berada diantara rantai
polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai.
Sifat fisik dan mekanis yang terplastisasi merupakan fungsi distribusi dari
sifat dan komposisi masing – masing komponen dalam sistem, karenanya ramalan
karakterisasi polimer yang terplastisasi mudah dilakukan dengan variasi
komposisi pemlastis. Secara umum variasi jumlah pemlastis akan efektif
(mempunyai efek plastisasi) sampai bahan ko mpatibel. Hasil analisis mekanik
yang dilakukan menunjukkan bahwa membran – membran yang lebih kuat dan
lebih liat (kenyal) dihasilkan ketika sedikit pemplastis yang digunakan dalam
membran. Hasil uji pemplastis ini menunjukka n bahwa pemplastis yang
mempunyai berat molekul yang relatif rendah akan memperbaiki kekuatan dan
keliatan membran. Ketika sejumlah kecil pemplastis ditambahkan pada suatu
polimer, pemplastis ini akan menyebabkan molekul polimer bergerak ke dalam
konfigurasi energi yang lebih rendah. Dalam konfigurasi ini molekul – molekul
menjadi kurang bergerak, dengan demikian akan meningkatkan kekuatan dan
keliatan yang baik dari po limer. Sebaliknya jika pemplastis yang ditambahkan
terlalu banyak molekul – molekul polimer banyak bergerak, akibatnya terjadi
penurunan kekuatan dan keliatan polimer (Hartman, 1998).
C. Pewarna
Pewarna berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat
tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu diambil dalam memilih
warna yang sesuai meliputi :
 Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan
produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir apada system dan
daya tahan terhadap panas serta bahan kimia.
 Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain meliputi ketahanan
terhadap cuaca, bahan kimia dan solvent.
Colorant dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu :
1. Dyes, bahan ini larut dalam bahan plastik sehingga menjadi satu sistem dan
terdispersi secara merata setelah melalui proses pencampuran. Dyes
mempunyai light fastness dan ketahanan panas kurang baik dan dapat
mengalami migrasi (bergerak ke permukaan) sehingga mengurangi daya
tarik dan kadang-kadang dapat meracuni kulit. Penggunaan dyes dalam
plastik jumlahnya terbatas.
2. Pigment, bahan ini tidak larut dalam bahan plastik tetapi hanya terdispersi
diantara rantai molekul bahan plastik tersebut. Pencampuran bahan tersebut
dengan bahan plastik kadang-kadang memerlukan teknologi dan peralatan
khusus. Derajat dispersi pigmen dalam bahan plastik tergantung pada suhu,
waktu pencampuran dan alat pencampur serta ukuran partikel pigmen dan
berat molekul bahan plastik. Pigmen dapat dikelompokkan menjadi 2 tipe
yaitu pigmen anorganik dan pigmen organik. Pigmen anorganik memunyai
molekul yang lebih besar dan luas permukaanya lebih kecil, permukaannya
buram karena menyebarkan sinar. Contoh pigment anorganik : titanium
dioksida yang memberi warna putih, besi oksida memberi warna kuning,
coklat, merah dan hitam, cadmium yang memberi warna kuning terang dan
merah, dll. Pigmen organik ukuran partikelnya lebih kecil, warna lebih kuat,
dan dispersinya lebih mudah namun harganya lebih mahal.

11.7 Aplikasi Biopolimer


1. Aplikasi PLA Sebagai Pengganti Plastik Konvensional
Poli asam laktat mempunyai potensi yang sangat besar dikembangkan
sebagai pengganti plastik konvensional. Poli asam laktat bersifat termoplastik,
memiliki kekuatan tarik dan modulus polimer yang tinggi, bobot molekul dapat
mencapai 100.000 hingga 500.000, dan titik leleh antara 175-200ºC (Nasiri,
2008).
Pada umumnya PLA dipergunakan untuk menggantikan bahan yang
transparan dengan densitas dan harga tinggi. Bahan plastik yang digantikan dari
jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg), PVC lentur (1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan selofan film.
Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7 usd/kg) dan HIPS (1.05 g/cc, 1 usd/kg), PLA dapat
dikatakan kurang menguntungkan, namun mempunyai kelebihan lain yaitu ramah
lingkungan. PP dan HIPS berasal dari minyak bumi dan jika dibakar akan
menimbulkan efek pemanasan gobal (Nasiri, Syah. 2008).
Kelebihan PLA pada jenis BOPLA (bioriented PLA atau
bentuk stretch dua arah) dimana twist dan deadfoldmirip seperti selofan dan PVC,
karena itu BOPLA dipergunakan juga untuk film yang tipis untuk pembungkus
permen. BOPLA mempunyai barier yang bagus untuk menahan aroma, bau,
molekul solven dan lemak sebanding dengan PET atau nilon 6. Sebagai bahan
polar PLA mempunyaii tegangan 38 dynes/cm2 sehingga mudah untuk di-
print dengan berbagai tinta tanpa proses ‘flame dan corona‘ seperti halnya BOPP
atau film yang lain. PLA merupakan peyekat yang bagus dengan suhu gelas atau
Tg 55-65 deg, inisiasi sealing bisa dimulai pada suhu 80 deg sama dengan sealant
dari 18% EVA. Gabungan antara kemudahan untuk di-seal dan tingginya barier
untuk aroma dan bau maka PLA dapat digunakan sebagai lapisan paling dalam
untuk pengemas makanan.
Keurangan PLA adalah densitas lebih tinggi (1.25 g/cc) disbanding PP dan
PS dan mempunyai polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan
PP yang non polar dalam system film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9
g/cc, denga harga 0.7 usd per kg dan HIPS mempunyai densitas 1.05 g/cc dan
harga 1 usd per kg. PLA juga mempunyai ketahanan panas, moisture dan
gas barier kurang bagus dibanding dengan PET. Hal lain yang paling penting
adalah harganya yang masih tinggi yaitu 2.6 usd per kg. usaha untuk menurunkan
harga teruus dilakukan oleh Cargill Dow hingga 2 usd per kg supaya kompetitif.
Sifat barier terhadap uap air, oksigen dan CO2 lebih rendah disbanding PET, PP
atau PVC. Perbaikan sifat barier dapat dilakukan dengan system laminasi dengan
jenis film lain seperti PE, PVOH, Alufoil, Nanopartikel dan lainnya (Porter Keith,
2006).
Menurut Botelho et al (2004), kelebihan PLA dibandingkan dengan plastik
yang terbuat dari minyak bumi adalah:
1. Biodegradable, artinya PLA dapat diuraikan secara alami di lingkungan
oleh mikroorganisme.
2. Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat
diterima oleh sel atau jaringan biologi.
3. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan
bukan dari minyak bumi.
4. 100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan
digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan
untuk menghasilkan produk lain.
5. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi
PLA.
6. Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya
dibidang medis, kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan
sebagai benang jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu
pada dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan
tubuh manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastIk
(retail bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk
film dan bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti.
Dapat juga digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan
air, susu, jus dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian
merupakan penggunaan lain dari jenis plastik ini.Selain itu dibidang tekstil PLA
juga telah diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan
sudah dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan compact disc (CD) oleh
Sanyo (Mitchell,Brian.S.,2004).
2. Khitosan
Khitosan memiliki sifat-sifat tertentu yang menguntungkan sehingga
banyak diaplikasikan di berbagai industri maupun bidang kesehatan Khitosan
memiliki kemampuan mengikat logam yang baik (lebih efektif dibandingkan
selulosa). Pada industri, khitosan dimanfaatkan sebagai perekat pada berbagai
produk seperti alat-alat gelas, plastik, karet dan selulosa sehingga sering disebut
Speciality Adhesif Formulations. Selain itu khitosan dapat meningkatkan kekuatan
mekanik pada kertas, memperbaiki ikatan antara warna dengan makanan,
menghilangkan kelebihan penggunaan perekat dan dapat mencegah kelarutan
hasil dari kertas, pulp dan tekstil.
Pada bidang biokimia, kitosan digunakan sebagai zat mempercepat dalam
penyembuhan luka. Sifat lainnya adalah dapat berfungsi sebagai zat koagulan
sehingga banyak dimanfaatkan untuk recovery senyawa-senyawa organik.
3. Kitin
Dalam pengapliksaian kitin biasanya banyak digunakan seperti:
a. Khitin banyak digunakan sebagai bioaktivitas atau surfaktan.
b. Dapat memacu pertumbuhan bakteri penghasil laktase yang biasa hidup
didalam organ pencernaan bayi
c. Sebagai sumber zat makanan khitin dapat menurunkan kadar kolesterol
d. Dapat dimanfaatkan untuk menangani cemaran logam beracun dan zat
pewarna tekstil yang terakumulasi dalam perairan.
e. Berpotensi sebagai bahan antibiotika dan benang operasi yang aman
f. Dapat menyerap bahan berprotein yang terdapat dalam air limbah industry
pengolahan pangan
4. Pati
Pati dan juga produk turunannya merupakan bahan yang multiguna dan
banyak digunakan pada berbagai industri antara lain pada minuman dan
confectionary, makanan yang diproses, kertas, makanan ternak, farmasi dan bahan
kimia serta industri non pangan seperti tekstil, detergent, kemasan dan sebagainya.
Kegunaan pati dan turunannya pada industri minuman dan confectionery memiliki
persentase paling besar yaitu 29%, industri makanan yang diproses dan industri
kertas masing-masing sebanyak 28%, industri farmasi dan bahan kimia 10%,
industri non pangan 4% dan makanan ternak sebanyak 1%.
Di dalam industri non pangan seperti tekstil dan kemasan, pati digunakan
sebagai bahan pengisi. Pati dapat digunakan sebagai bahan yang mengurangi
kerutan pada pakaian dan digunakan untuk busa buatan untuk kemasan "kacang
tanah". Pada sektor kimia, pati dan turunannya banyak diaplikasikan pada
pembuatan plastik biodegradable, surfaktan, poliurethan, resin, senyawa kimia
dan obat-obatan. Pada sektor lainnya, pati dan turunannya dimanfaatkan sebagai
bahan detergent yang bersifat non toksik dan aman bagi kulit, pengikat, pelarut,
biopestisida, pelumas, pewarna dan flavor.
Adapun di dalam industri pangan, pati dapat digunakan sebagai bahan
makanan dan flavor baik pati konvensional maupun termodifikasi. Khusus untuk
industri makanan, pati sangat penting untuk pembuatan makanan bayi, kue,
pudding, bahan pengental susu, permen jelly, dan pembuatan dekstrin.
Pati merupakan polimer glukosa, dimana glukosa merupakan substrat
utama pada proses fermentasi. Di dalam fermentasi pati akan dihasilkan berbagai
macam produk turunan, seperti asam-asam organik (asam sitrat dan asam laktat),
asam amino, antibiotik, alkohol dan enzim.

11.8 Penutup
Biopolimer merupakan berbagai komponen hasil pertanian yang diperoleh,
baik melalui proses ekstraksi, reaksi rnaupun proses mikrobiologis. Sifat spesifik
yang ditunjukkan oleh polimer tersebut adalah sifatnya yang dapat mengental,
sehingga komponen tersebut banyak digunakan sebagai stabilizer (Thickening
Agent) pada berbagai industri pangan maupun non-pangan, terutama yang
berhubungan dengan sifat tekstural, seperti pada jem dan saus, serta berbagai
bentukan produk emulsi kosmetik dan obat-obatan.
Bioplastik atau yang sering disebut plastik biodegradable merupakan salah
satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat
diperbaharui seperti pati, minyak nabati dan mikrobiota. Bioplastik merupakan
bahan alternatif untuk menggantikan plastik kemasan konvensional agar tidak
mencemari lingkungan. Bioplastik dibuat dengan polimer alam sebagai bahan
utama sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme. Bahan baku terbarukan
dapat diterapkan dalam perfekstif pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini
merupakan salah satu alasan mengapa komponen bahan baku terbarukan tersebut
sebagai polimer biodegradable dapat dianggap sebagai alternatif mengurangi dari
dampak plastik terhadap lingkungan. Selain itu kekhawatiran ekologi telah
mengakibatkan kembalinya minat dalam menggunakan bahan baku terbarukan
berbasis sumber produk.
Biodegradasi plastik dapat dicapai dengan memanfaatkan mikroba di
lingkungan untuk memetabolisme struktur molekul film plastik dan menguraikan
bahan dari plastik tersebut. Bioplastik berdasarkan dari bahan baku dibagi menjadi
dua, yaitu bahan baku dari petrokimia (non-renewable) dengan bahan aditif dari
senyawa bio-aktif yang bersifat biodegradable, dan bahan baku dari sumber daya
alam terbarukan (renewable resources) seperti dari bahan tanaman pati dan
selulosa serta hewan seperti cangkang atau mikroorganisme yang dimanfaatkan
untuk mengakumulasi plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur
aktif atau limbah cair yang kaya akan bahan- bahan organik sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Christianty, Maria.U.,2009.Polimer engineering.Jakarta: Erlangga.


Hartman. 1998 dalam Averous, 2008. Polilactic acid: synthesis,properties and
Aplications dalam monomers,polimers and composites from renewable
resources,Chapter 21.Amsterdam: Elsevier Ltd
J. R. Fried. 1995. Polymer science and technology,prentice Hall.PTR:New jersey
lee at al.
K. S. Chan, 1994. Teaching principle and practice second Edition.New York:
Prentice Hall.
Mitchell, Brian.S. 2004. An Introduction to Material Engineering and Science, Fo
Chemical and Materials Engineering.New Jersey: Jhon Willey dan Sons,
Inc
Nasiri, Syah. J. A. 2008. Mengenal Polylactic acid,dalam Majalah Sentra
POLIMER,Tahun Vll nomor 27.Jakarta:Erlangga
Porter, Keith A. 2006. Ring Opening Polymerization of Lactide for the Synthesis
of Poly(Lactic Acid). New York: Prentice Hall.
R. Datta et al. 1995. Technological and Economic Potential of Poly(Lactid
Acid),Management and Bioengineering Section, Energy Sistems
Division,Argione National Laboratory.London: Jhon Murray publisher
Ltd.

Anda mungkin juga menyukai