Kasus Obat Kadaluarsa
Kasus Obat Kadaluarsa
Kasus Obat Kadaluarsa
PENDAHULUAN
1
maupun dalam proses pengobatan. Apoteker berperan utama dalam
meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian
dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah
memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal.
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan
medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain
maupun dalam proses pengobatan. Apoteker berperan utama dalam
meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian
dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah
memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal
Pemberian obat menjadi salah satu tugas seorang tenaga teknis kefarmasian
yang paling penting. Tenaga teknis kefarmasian adalah mata rantai terakhir dalam
proses pemberian obat kepada pasien dan bertanggung jawab pada obat yang diberikan
serta memastikan bahwa obat tersebut benar. Kesalahan pemberian obat adalah suatu
kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada dalam pengawasan dan
tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat
dicegah. Kesalahan pemberian obat di tatanan rumah sakit atau apotek memberikan
dampak langsung yang besar terhadap keselamatan pasien dan mutu pelayanan. Sebuah
bukti penting dari literatur internasional menunjukkan risiko yang ditimbulkan oleh
kesalahan pengobatan dan mengakibatkan efek samping yang sebenarnya dapat
dicegah. Dengan demikian pemberian obat merupakan bagian penting
dalam keselamatan pasien. Upaya pencegahan kesalahan pemberian obat akan efektif
jika dilakukan bersama dengan tenaga kesehatan lain terkait penggunaan obat, terutama
dokter dan apoteker atau tenaga teknis kefarmasian dan berdasarkan standar.
1.2.Rumusan Masalah
1. Berdasarkan kajian perundang-undangan apakah obat kadaluarsa boleh
diberikan?
2. Berdasarkan pendapat para ahli apakah obat kadaluarsa boleh diberikan?
3. Bagaimana upaya preventif untuk mencegah Kasus obat kadaluarsa?
2
1.3. Tujuan
1. Mengetahui kajian perundang undang undangan tentang obat kadaluarsa
2. Mengetahui pendapat para ahli tentang obat kadaluarsa
3. Mengetahui upaya preventif untuk mencegah beredarnya obat kadaluarsa
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
- Pasal 8 ayat 1c Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan
informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Pasal 8 ayat 4 Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan info secara lengkap dan benar
5
1. Seorang ahli Farmasi Indonesia memandang teman sejawat sebagaimana
dirinya dalam memberikan penghargaan.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa menghindari perbuatan yang
merugikan teman sejawat secara material maupun moral.
3. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa meningkatkan kerja sama dan
memupuk keutuhan martabat jabatan kefarmasian, mempertebal rasa saling
percaya didalam menunaikan tugasnya.
6
1. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa harus menjalin kerjasama yang baik,
saling percaya, menghargai dan menghormati terhapa profesi kesehatan lainnya.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus mampu menghindarkan diri terhadap
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan, menghilangkan kepercayaan,
penghargaan masyarakat terhadap profesi lainnya.
Penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan
kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta
pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan.
1. Pasal 40
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
2. Pasal 47
(1) Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib
memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah
memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja
7
d. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian.
e. Pasal 3 (penjelasan pasal 51 tahun 2009)
Yang dimaksud dengan:
a. ”Nilai Ilmiah” adalah Pekerjaan Kefarmasian harus didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dalam pendidikan
termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika
profesi
b. Pasal 13 (penjelasan pasal 51 tahun 2009)
Kewajiban mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
disamping sebagai tuntutan etika profesi juga dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
8
diikuti tahap administration management (26%), pharmacy management (14%),
transcribing (11%).
Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien pada
Konggres PERSI 2007, kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat
pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika disimak lebih lanjut,
dalam proses penggunaan obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing
dan administering, dispensing menduduki peringkat pertama.
Sejak 1979, Administrasi makanan dan obat Amerika Serikat (FDA)
mewajibkan perusahaan farmasi untuk mencantumkan tanggal kadaluwarsa pada
obat yang diresepkan dan dijual bebas. Tanggal kadaluwarsa obat berbeda dengan
tanggal kadaluwarsa susu yang akan basi jika diminum lewat tanggal yang tertera.
Tanggal kadaluwarsa obat adalah tanggal di mana produsen menjamin keamanan
dan potensi penuh obat tersebut. Namun, seberapa lama obat disebut aman dan
efektif masih menjadi perdebatan hingga kini.
Obat-obatan kedaluarsa dapat membahayakan kesehatan. Produk medis
kedaluwarsa dapat menjadi kurang efektif atau berisiko, karena perubahan
komposisi kimia atau manfaatnya berkurang. Obat adalah senyawa kimia yang
mampu mengubah warna, bau, dan tekstur dari waktu ke waktu. Ia juga dapat
memecah kimia, yang menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam tubuh.
Menyimpan obat lama yang telah kadaluarsa merupakan suatu tindakan. Sisa
antibiotik yang digunakan kembali ketika sakit mungkin akan memperburuk
kondisi jika terinfeksi bakteri yang berbeda. Hal tersebut dapat menyebabkan
bakteri menjadi lebih kuat dan kebal terhadap obat jika konsumsi antibiotik tidak
sesuai dengan anjuran. Obat lama yang digunakan mungkin akan kontraindikasi
terhadap obat yang saat ini diresepkan, dan dokter atau apoteker tidak tahu bahwa
mengonsumsi obat kadaluarsa. Dengan begitu, kondisi kesehatan akan berubah dari
waktu ke waktu yang akan membuat beberapa obat tidak lagi sesuai bagi tubuh.
Setelah melewati tanggal kadaluarsa, obat akan mengalami fase degradasi
yang membuat khasiatnya memudar. Ketika terlanjur dikonsumsi, maka
kemungkinan sembuh dari penyakit ketika mengonsumsi obat ini sangat kecil. Obat
9
yang paling stabil mempertahankan khasiatnya meski telah kedaluwarsa adalah
sediaan padat, seperti tablet dan kapsul. Namun, obat berbentuk larutan atau
sebagai suspensi yang dilarutkan kemungkinan besar hilang khasiatnya ketika
melewati masa kadaluarsa
Menurut David Nierenberg, Kepala Bagian Farmakologi Klinis dan
Toksikologi di Dartmouth Hitchcock Medical Center, faktor-faktor yang
menentukan yaitu jenis obat, berapa lama obat telah melampaui tanggal obat
kadaluarsa dan yang terpenting adalah bagaimana cara penyimpanan obat tersebut.
Nierenberg mengatakan ada beberapa jenis obat-obatan yang seharusnya tidak
pernah digunakan jika telah melewati tanggal kadaluarsa. Obat kadaluarsa cair,
khususnya, harus dihindari. Obat cair di dalam botol harus selalu terjaga
kesterilannya dengan memastikan tidak ada kerusakan pada segel botol, karena
begitu botol dibuka, obat cair akan menjadi sangat rentan terhadap kontaminasi
bakteri. Menurut Nierenberg, hal ini berlaku untuk obat kadaluarsa cair seperti obat
tetes mata.
Obat-obatan seperti insulin, nitrogliserin dan antibiotik cair memiliki bahan
aktif yang diketahui kurang stabil dari waktu ke waktu terutama ketika dibiarkan
dalam kondisi ekstrim. Efektivitas obat pasti dapat menurun seiring waktu, dan hal
ini dijelaskan dalam beberapa studi. Cantrell, direktur California Poison Control
System mengaku pernah memeriksa obat lama yang tersimpan di gudang sebuah
apotek, salah satunya anthistamin, penghilang rasa sakit, dan pil diet. Obat-obatan
tersebut sudah lewat 40 tahun dari tanggal kadaluwarsa, tapi masih bisa berfungsi.
Studi lain yang dilakukan Cantrell pada 2017 menunjukkan bahwa EpiPens
atau auto injector mahal yang dipakai untuk mengobati reaksi alergi berbahaya,
84% dalam kondisi baik setelah empat tahun lewat masa kadaluwarsa. Ini
menunjukkan bahwa EpiPen yang kadaluwarsa masih lebih baik daripada tidak
memberikan itu sama sekali dan kehilangan nyawa seseorang. Studi yang dilakukan
SLEP pada 2006 juga pernah menguji 122 obat berbeda yang disimpan dalam
kondisi ideal. Hasilnya, ini bisa memperpanjang batas kadaluwarsa obat menjadi
10
rata-rata empat tahun. Pada 2016, SLEP membantu menghemat 2,1 miliar dollar
AS atau lebih dari Rp 29 triliun untuk mengganti obat yang sudah kadaluwarsa.
Meski begitu, FDA masih sangat memperingatkan konsumen agar tidak
minum obat yang kedaluwarsa. Obat-obatan kadaluwarsa berisiko memicu
pertumbuhan bakteri dan antibiotik sub-poten akan gagal mengobati infeksi yang
mengarah pada penyakit yang lebih serius dan resistensi antibiotik. Menurut
Cantrell, perusahaan farmasi adalah satu-satunya badan yang mampu melakukan
penelitian jangka panjang tentang kemanjuran obat, tetapi tidak ada insentif
finansial untuk melakukannya. Hal ini mungkin bisa didukung oleh pemerintah
untuk menganggarkan penelitian tentang umur simpan obat.
Selain itu, WHO juga menyarankan agar masyarakat tidak mengambil
risiko mengonsumsi produk obat yang sudah kedaluwarsa. Selain mungkin pruduk
obat yang terbaru memiliki formula yang lebih ampuh, perubahan fisik obat juga
membikin efektivitas obat berkurang. WHO merekomendasikan obat-obatan yang
telah melewati tanggal kedaluwarsa untuk dibuang dan tak boleh lagi
didistribusikan
11
6. Memeriksa kotak obat itu dalam batas waktu tertentu untuk membuang obat
yang kedaluarsa
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pemberian obat kadaluarsa terhadap pasien merupakan pelanggaran kode etik
bagi farmasis. Seorang farmasis dalam melakukan praktik kefarmasian harus
mengutamakan kepentingan masyarakat, menghormati hak azazi pasien, dan
melindungi makhluk hidup insani.
2. Meskipun tidak berdampak serius, penggunaan obat kadaluarsa hendaknya tidak
diberikan untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi.
3. Farmasis sebagai mitra pasien dalam menjalani pengobatan seharusnya lebih
teliti, bertanggung jawab, dan lebih mementingkan kepentingan dan
keselamatan pasien sebagai upaya untuk menghindari penggunaan obat
kadaluarsa.
4. Melakukan upaya pencegahan seperti salah satunya mengecek kembali setiap
tanggal kadalurasa.
3.2 Saran
Kode etik profesi merupakan hal yang perlu dijunjung tinggi bagi tenaga
kefarmasian dalam menjalankan tugasnya demi menjaga kepentingan, menghormasi,
dan melindungi pasien. Peran farmasis sangat diperlukan dalam mencegah beredarnya
obat kadaluarsa yang efektifitas dan keamanannya belum terjamin dan jika digunakan
dalam menimbulkan resiko dan membahayakan pasien.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bayang, Andi Thenry., dkk. 2013.Faktor Penyebab Medication Error Di RSUD Anwar
Makkatutu Kabupaten Bantaeng.
Dwiprahasto I. 2006. “Intervensi Pelatihan untuk Meminimalkan Risiko Medication
Error di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer”, Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran
2006, XXXVIII.
13
Lisby M, et al. (2005). Errors in the medication process: frequency, type, and potential.
International Journal for Quality in Health Care: 17 (1): 15-22
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. PerMenKes917/ Menkes/
Per/x/1993 tentang kesalahan obat. Jakarta : DepKes.
14