Analgetik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANALGETIK

Disusun Oleh Kelompok 10:

1. ANNY INDAH W

2. ANTONIUS KABA

3. HESTI TRIYANDARI

4. IDA AYU FEBIYANTI

5. I MADE ARY WIDHARSANA

6. TIKA SARTIKA

Sekolah Tinggi Farmasi

Yayasan Pendidikan Imam Bonjol Cirebon

2019
ANALGETIK

I. TANGGAL PRAKTIKUM : 5 Juli 2019

II. TUJUAN

Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian dan

efektivitas analgetik ibuprofen pada hewan uji mencit dan tikus .

III. DASAR TEORI

Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan sebagai

rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap

stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atauterlalu dingin,

tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi

kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan

menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton &

Hall, 1997). Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat

menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan

sensasi rangsangan nyeri (Yulinah, 2008).

Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri

berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-

45oC. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi

sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi

jasad renik atua kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu

pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, histamin, bradikin, leukotrien

dan prostaglandin. Semua mediator itu merangsang nyeri di ujung-ujung saraf bebas di
kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang

dan kejang-kejang. Nociceptor oni juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh.,

terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat

dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum

lanjutan dan otak tengah, dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di

otak besar, di mana impuls dirasakn sebagai nyeri (Tjay, 2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi

melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya

ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri

yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan

kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang

disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang

dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit,

mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,

kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari

tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum

lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di

otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007). Berdasarkan aksinya,

obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu:


A. Analgetik Non-Opioid

Menurut Tjay, 2007 menjelaskan bahwa analgetik non opioid (analgetik

perifer), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja

sentral yaitu analgetik antipiretik serta obat antiinflamasi non-steroid (AINS)

merupakan analgetik non opioid yang mampu meringankan atau menghilangkan

rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak

menimbulkan ketagihan. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai

sedang, yang peyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau

sendi, nyeri perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan atau kecelakaan.

Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu

enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah

satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah

mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX

pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator

nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek

samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus,

kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping

biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.

Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok,

yaitu:

1. Parasetamol

2. Salisilat: asetosal, salisilamida dan benorilat

3. Penghambat prostaglandin: (NSAIDs) ibuprofen, dll

4. Derivat-antranilat: mefenaminat, glafenin

5. Derivat-pirazolin: propifenazon, isopropilaminofenazon dan metamizol


6. Lainnya: benzidamin (Tantum)

B. Analgetik Opioid

Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti

opium. Analgetik opioid terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan

rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan efek farmakodinamik yang lain. Yang

termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivat semisintetik alkaloid

opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologi menyerupai morfin (Dewoto,

2007).

Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim siklooksigenase

dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgetiknya dan

efek sampingnya. Kebanyakan analgetik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek

analgetiknya telah terlihat dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.

Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu

pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu.

Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai

dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak

dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg)

dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu

paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara

waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang

menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang

(45 jam).Endorfin bekerja dengan menduduki reseptor-reseptor nyeri di SSP,

hingga perasaan nhyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioid berdasarkan

kemampuannya untuk menduduki sifat-sifat reseptor nyeri yang belum ditempati


endorfin. Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus menerus, pembentukan

reseptor-reseptor baru di stimulasi danproduksi endorfin di ujung saraf otak

dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan. Penggolongan atas dasar

cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Agonis opiat, yang dapat dibagi dalam:

a. Alkaloida candu: morfin, kodein, heroin, nikomorfin.

b. Zat-zat sintetis: metadon dam derivatnya (dekstromoramida, propoksifen,

bezitramida). Petidin dan derivatnya (fentanil, sufentanil) dan tramadol.

Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai

potensi dan lama kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan dengan

ketergantungan fisik.

2. Antagonis opiat: nalokson, nalorfin, pentazosin dan buprenorfin (Temgesic).

Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat menduduki salah satu

reseptor.

3. Campuran: nalorfin, nalbufun (Nubain). Zat-zat ini dengan kerja campuran

juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit

mengaktivasi daya kerjanya. Kurva dosis/efelnya memperlihatkan plafon,

sesudah dosis tertentu peningkatan dosis tidak memperbesar lagi efek

analgetiknya. Praktis tidak menimbulkan depresi pernapasannya.

C. IBUPROFEN

Ibuprofen adalah obat yang termasuk dalam NSAID (non-steroidal anti-

inflammatory drug) atau obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS). Ibupofren

digunakan untuk mengatasi sakit gigi, demam, sakit kepala atau migrain,

osteoartritis, rheumatoid arthritis (RA), atau periode menstruasi bulanan yang


menyakitkan. Ibuprofen juga dapat meringankan sakit ringan dan nyeri yang

disebabkan oleh flu, flu, atau sakit tenggorokan. Ibuprofen tersedia dalam bentuk

tablet, sirup, dan sering juga dalam kombinasi dengan obat antinyeri lain seperti

parasetamol.

1. Farmakodinamik

Secara umum kerja ibuprofen sebagai antiinflamasi, analgesik dan

antipiretik adalah dengan cara inhibisi pada jalur produksi prostanoids, seperti

prostaglandin E2 (PGE2) dan prostaglandin I2 (PGI2), yang bertanggungjawab

dalam mencetuskan rasa nyeri, inflamasi dan demam. Ibuprofen menghambat

aktivitas enzim siklooksigenase I dan II, sehingga terjadi reduksi pembentukan

prekursor prostaglandin dan tromboksan. Selanjutnya, akan terjadi penurunan

dari sintesis prostaglandin, oleh enzim sintase prostaglandin.

Secara spesifik, mekanisme kerja ibuprofen sebagai antiinflamasi adalah

melalui modus aksi yang multiple yaitu mencegah akumulasi dan adhesi

leukosit seperti neutrofil, polimorfonuklear, dan monosit makrofag pada

jaringan yang mengalami inflamasi. Menghambat produksi dan aksi leukosit-

leukosit yang bersifat inflamogen seperti leukotrien B4, nitrit oksida,

interleukin-1. Reduksi jalur aferen dan eferen mediasi rasa nyeri. Mekanisme

kerja ibuprofen sebagai antipiretik terdiri dari dua aksi, yaitu mengendalikan

produksi leucocyte-derived interleukin-1 dan komponen peptida lainnya dari

pirogen endogen, dan menginhibisi secara langsung produksi pirogen endogen

atau interleukin-1 prostaglandin E2 (PGE2), yang diinduksi oleh hipotalamus.

Pengendalian rasa nyeri oleh ibuprofen melibatkan beberapa mekanisme yang

berbeda, namun berhubungan satu sama lainnya. Kerja ibuprofen menginhibisi

produksi prostaglandin dan nitrit oksida, yang berperan sebagai impuls aferen
rasa nyeri di perifer dan transmisi spino-thalamic. Di samping itu, ibuprofen

dapat menstimulasi produksi zat analgesik anandamide secara endogen, yang

bersifat cannabinoid-like analgesic, dengan cara menginhibisi enzim yang

menghidrolisis zat tersebut menjadi arachidonic acid.

2. Farmakokinetik

a. Absorpsi

Ibuprofen cepat diabsorpsi, setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat

adalah 80%. Ibuprofen lysine, atau garam ibuprofen lebih cepat diabsorpsi

dibandingkan jenis asam ibuprofen. Konsentrasi puncak ibuprofen lysine,

atau garam ibuprofen adalah sekitar 45 menit, sedangkan asam ibuprofen

adalah sekitar 90 menit. Konsentrasi puncak ibuprofen dalam serum

umumnya berlangsung sekitar 1‒2 jam. Biavailibilitas obat hampir tidak

dipengaruhi oleh makanan. Juga tidak terdapat interferensi absorpsi

ibuprofen, apabila diberikan bersamaan dengan antasida, baik yang

mengandung aluminium hidroksida, maupun magnesium hidroksida.

b. Metabolisme

Ibuprofen secara cepat dimetabolisme di dalam hati, menghasilkan

metabolit-metabolit seperti asam propionik fenil hidroksimetil propil, dan

asam propionik fenil karboksipropil.

c. Distribusi

Ibuprofen didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, terutama terkonsentrasi

dalam cairan sinovial. Keberadaan obat ibuprofen dalam cairan sinovial

adalah lebih lama daripada dalam plasma. Obat ini terikat pada protein

sekitar 90‒99%, terutama dengan albumin.

d. Ekskresi
Waktu paruh obat dalam serum adalah sekitar 1,8 hingga 2 jam. Ekskresi

ibuprofen lengkap dalam 24 jam, setelah dosis terakhir. Sekitar 45%‒79%

dari dosis obat yang diabsorpsi per oral, ditemukan dalam urine, dalam

bentuk metabolit, sedangkan bentuk ibuprofen bebas atau terkonjugasi,

masing-masing adalah sekitar 1% dan 14%.

3. Indikasi

Meredakan peradangan dan nyeri pada tubuh yang diakibatkan penyakit

tertentu, seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri punggung, radang sendi, nyeri

haid, dan lain-lain.

4. Efek Samping

Mual dan muntah, perut kembung, nyeri ulu hati, gangguan pencernaan,

diare atau konstipasi, sakit kepala, tukak lambung, muntah darah, tinja berwarna

hitam atau disertai darah.

5. Dosis

Dewasa : nyeri haid : 200-400 mg secara oral tiap 4-6 jam sehari.

Osteoarthritis : 00-800 mg secara oral tiap 6-8 jam sehari.

Anak-anak : anak pengidap nyeri 6-12 tahun :4-10mg/kg secara oral tiap 6-8

jam sehari.

Anak pengidap demam 6-12 tahun : 10mg/kg secara oral tiap 6-8

jam sehari.

IV. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

1. Gelas ukur

2. Jarum suntik
3. Jarum sonde

4. Beaker glass

5. Timbangan

6. Pipet tetes

7. Stopwatch

B. Bahan

1. Ibuprofen

2. Aquades

3. Asam asetat

V. Perhitungan Dosis

Dosis ibu profen untuk manusia dewasa adalah 200mg

A. Dosis Tikus

- Faktor konversi = 0,018 (FI Edisi III)

- Dosis tikus (200 g) = F. Konversi x Dosis manusia

= 0,018 x 200 mg

= 3,6 mg

3,6mg
Pemberian oral untuk ibu profen sebanyak 0,5ml = = 0,5mL

= 7,2 mg/ml

- Sediaan suspensi ibuprofen = 200mg/5ml

= 40mg/ml

40mg/ml
- Untuk membuat konsentrasi 7,2mg/ml = 7,2mg/ml

- Faktor pengenceran = 5,55 x

Suspensi Ibuprofen di ambil 1ml dan ditambahkan aquadest sampai 5,55ml


B. Dosis Mencit

- Mencit dengan BB ± 20 g

- Faktor konversi = 0,0026 (FI Edisi III)

- Dosis mencit (20 g) = F. Konversi x Dosis manusia

= 0,0026 x 2000 mg

= 0,52 mg

0,52𝑚𝑔
- Pemberian oral ibuprofen sebanyak 0,2ml = 0,2𝑚𝑙

= 2,6mg/ml

- Sediaan suspensi ibuprofen = 200mg/5ml

= 40mg
40𝑚𝑔
- Untuk membuat konsentrasi 2,6mg/ml = 2,6𝑚𝑔/𝑚𝑙

- Faktor pengenceran = 15,4 x

Jadi suspensi ibuprofen di ambil 1m1 dan ditambahkan aquadest smpai 15,4ml

C. Asam asetat

Asam asetat yang disuntikan untuk melihat geliat mencit adalah sebanyak 0,2 ml

Asam asetat yang tersedia adalah 98 %

98%
Diencerkan menjadi 5% =
5%

Faktor pengenceran = 19,6 x

Asam asetat di ambil sebanyak 1ml dan di encerkan dengan aquadest sampai

19,6ml
VI. PROSEDUR KERJA

1. Tikus wistar dan mencit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kontrol positif, kontrol

negatif dan tidak diberi perlakuan

2. Menimbang tikus wistar dan mencit

3. Menghitung dosis dengan melihat tabel konversi

4. Melakukan pengenceran obat ibuprofen

5. Mencit dan tikus diberikan rasa sakit menggunakan asam asetat. Mencit diberi rasa

sakit melalui goresan asam asetat pada tangan sedangkan tikus diberi rasa sakit

melalui injeksi subkutan.

6. Perlakuan pada kontrol positif mencit dan tikus diberi ibuprofen terlebih dahulu,

kemudian diberi asam asetat (tikus diberi secara IP dan mencit gores tangan).

7. Perlakuan pada kontrol negative mencit dan tikus diberi aqua pro inj terlebih

dahulu, kemudian diberi asam asetat (tikus diberi secara IP dan mencit gores

tangan).

8. Perlakuan pada kontrol normal mencit dan tikus hanya diberi asam asetat (tikus

diberi secara IP dan mencit gores tangan).

9. Diamati dan dihitung selama 2 menit, berapakali mencit (cium tangan) dan tikus

(menggeliat) kemudian diistirahatkan selama 10 menit ( diulang 3 kali).

10. Bandingkan ketiga kelompok mencit dan tikus


VII. DATA PENGAMATAN

A. Tikus

Jumlah Tikus Menggeliat (x)


Perlakuan
21 22 23

Kontrol (+) 5 4 5

Kontrol (-) 16 10 8

Kontrol normal 15 10 4

Keterangan

Kontrol (+) : Tikus diberikan ibuprofen

Kontrol (-) : Tikus diberikan aquades

Kontrol normal : Tikus tidak ada perlakuan

B. Mencit

Jumlah Mencit Menjilat kaki (x)


Perlakuan
21 22 23

Kontrol (+) 8 10 10

Kontrol (-) 22 25 11

Kontrol normal 18 17 12

Keterangan

Kontrol (+) : Mencit diberikan ibuprofen

Kontrol (-) : Mencit diberikan aquades

Kontrol normal : Mencit tidak ada perlakuan


VIII. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian

dan evektifitas analgetik sediaan obat pada hewan uji mencit dan tikus wistar.

Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa

nyeritanpa mengilangkan kesadaran (Anief, 2004). Analgetika pada umumnya diartikan

sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyerii

sendi, dan nyeri lain seperti, nyeri pasca bedah, dan pasca bersalin, desminore, (nyeri

haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit untuk dikendalikan.

Obat analgetik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri pada seseorang,

mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri) menimbulkan sedasi

(sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.

Hewan uji yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit dan tikus wister.

Penggunaan mencit dan tikus wister sebagai hewan uji dikarenakan relatif mudah

dalam penggunaannya dan harganya yang relatif murah. Selain itu, mencit memiliki

sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia, sehingga cocok digunakan

sebagai objek pengamatan.

Percobaan ini diawali dengan menimbang mencit dan tikus wister satu per satu.

Penimbangan ini akan digunakan dalam perhitungan dosis dan volume pemberian obat

pada mencit dan tikus wistar, setelah selesai di timbang mencit dan tikus dibagi menjadi

3 kelompok yaitu kelompok kontrol +, Kontrol -, dan kelompok yang tidak di beri

perlakuan. Untuk tikus diberikan ibu profen secra oral sebanyak 0,5ml sebagai kontrol

postif, kemudian sebagai kontrol negatif diberikan aquadest secara oral sebanyak 0,5ml

dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan. Kelompok kontrol positif dan negatif di

injeksi asam asetat sebanyak 0,2ml, kemudian di amati jumlah geliat tikus, sedangkan
mencit di berikan ibuprofen secara per oral sebanyak 0,2ml untuk kontol positif,

aquadest sebagai kontrol negatif dan kelompok yang tidak diberi perlakuan. Setelah itu

baru diberikan asam asetat dengan cara menggores telapak tangan mencit dan diamati

berapa kali mencit menjilat kakinya Pemberian asam asetat glasial untuk mencit dan

tikus berbeda. Untuk mencit asam asetat glasial digoreskan ditelapak tangan mencit,

dan untuk tikus wister asam asetat glasial diberika secara intra peritonial.

Hasil uji analgetik menunjukan, tikus kelompok pertama yang di berikan

ibuprofen dan di injeksi asam asetat menggeliat dengan hasil 2(1); sebanyak 5 kali

pada menit ke 2(2); dan sebanyak 4 kali pada menit ke 2(3) sebanyak 5 kali. Kelompok

kedua yang diberikan aquadest dan asam asetat bergeliat ssebanyak 16 kali pada menit

ke 2(1); sebanyak 10 kali pada menit ke 2(2); dan sebanyak 8 kali pada menit ke 2(3).

Kelompok ketiga yang tidak di berikan perlakuan menunjukan respon apa –apa menit

ke 2(1); sebanyak 6 kali pada menit ke 2(2); dan sebanyak 2 kali pada menit ke 2(3).

Hasil uji analgetik pada mencit menunjukan, mencit kelompok pertama yang di

berikan ibuprofen dan di goresi asam asetat pada tangan mencit, mencit menjilat tangan

pada menit ke 2(1); sebanyak 8 kali pada menit ke 2(2); sebanyak 10 kali, pada menit

ke 2(3) sebanyak 10 kali. Kelompok kedua yang diberikan aquadest dan asam asetat

menjilat tangan sebanyak 22 kali pada menit ke 2(1); sebanyak 25 kali pada menit ke

2(2); dan sebanyak 11 kali pada menit ke 2(3). Kelompok ketiga yang tidak di berikan

perlakuan menjilat tangan sebanyak 18 kali menit ke 2(1); sebanyak 17 kali pada menit

ke 2(2); dan sebanyak 12 kali pada menit ke 2(3).


IX. KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat di simpulkan bahwa adanya

perbedaan antara kontrol postif, negatif dan tidak ada perlakuan. Pada pemberian

ibuprofen untuk tikus dan mencit wistar memberikan efek analgetik yang berbeda.

Tikus dan mencit yang diberikan ibuprofen lebih sedikit jumlah geliat dan menjilat

kakinya, sedangkan yang tidak diberikan ibuprofen lebih banyak jumlah geliat dan

menjilat kakinya, hal tersebut menunjukan bahwa pemberian ibuprofen dapat

memberikan efek analgetik.


X. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Dewoto, Hedi R. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI:

Jakarta.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. ,1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , EGC, Jakarta.

Katzung, G. Bertram, 1998,Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi keenam, EGC,Jakarta

Katzung, G. Bertram, 2002,Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi kedelapan,

EGC,Jakarta

Kee, Evelyn R.Hayes, 1994, Farmakologi, EGC, Jakarta.

Syarif, Amir dkk., 2007,Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FKUI , Jakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahadja. (2007). Obat-Obat Penting Edisi Ke Enam. PT.

Elex Media Komputindo: Jakarta.

Yulinah, Elin, dkk. (2008). ISO Farmakoterapi Buku 1. Jakarta: ISPI.

https://www.alomedika.com/obat/analgesik/farmakologi diakses pada 7 juli 2019.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai