Analgetik
Analgetik
Analgetik
ANALGETIK
1. ANNY INDAH W
2. ANTONIUS KABA
3. HESTI TRIYANDARI
6. TIKA SARTIKA
2019
ANALGETIK
II. TUJUAN
Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa dirasakan sebagai
rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap
stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atauterlalu dingin,
tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi
kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan
menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton &
Hall, 1997). Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat
Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri
berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-
45oC. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi
jasad renik atua kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, histamin, bradikin, leukotrien
dan prostaglandin. Semua mediator itu merangsang nyeri di ujung-ujung saraf bebas di
kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang
dan kejang-kejang. Nociceptor oni juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh.,
terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat
dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum
lanjutan dan otak tengah, dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya
ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri
yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang
disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang
dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit,
mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum
lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007). Berdasarkan aksinya,
perifer), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak
menimbulkan ketagihan. Obat-obat ini banyak diberikan untuk nyeri ringan sampai
sedang, yang peyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau
sendi, nyeri perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan atau kecelakaan.
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah
satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah
nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek
samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping
biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
yaitu:
1. Parasetamol
B. Analgetik Opioid
rasa nyeri, meskipun juga memperlihatkan efek farmakodinamik yang lain. Yang
2007).
analgetiknya telah terlihat dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu
dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg)
dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu
paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara
cara kerjanya, obat-obat ini dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
Cara kerja obat-obat ini sama dengan morfin, hanya berlainan mengenai
potensi dan lama kerjanya, efek samping dan risiko akan kebiasaan dengan
ketergantungan fisik.
Bila digunakan sebagai analgetikum, obat-obat ini dapat menduduki salah satu
reseptor.
juga mengikat pada reseptor opioid, tetapi tidak atau hanya sedikit
C. IBUPROFEN
digunakan untuk mengatasi sakit gigi, demam, sakit kepala atau migrain,
disebabkan oleh flu, flu, atau sakit tenggorokan. Ibuprofen tersedia dalam bentuk
tablet, sirup, dan sering juga dalam kombinasi dengan obat antinyeri lain seperti
parasetamol.
1. Farmakodinamik
antipiretik adalah dengan cara inhibisi pada jalur produksi prostanoids, seperti
melalui modus aksi yang multiple yaitu mencegah akumulasi dan adhesi
interleukin-1. Reduksi jalur aferen dan eferen mediasi rasa nyeri. Mekanisme
kerja ibuprofen sebagai antipiretik terdiri dari dua aksi, yaitu mengendalikan
produksi prostaglandin dan nitrit oksida, yang berperan sebagai impuls aferen
rasa nyeri di perifer dan transmisi spino-thalamic. Di samping itu, ibuprofen
2. Farmakokinetik
a. Absorpsi
adalah 80%. Ibuprofen lysine, atau garam ibuprofen lebih cepat diabsorpsi
b. Metabolisme
c. Distribusi
adalah lebih lama daripada dalam plasma. Obat ini terikat pada protein
d. Ekskresi
Waktu paruh obat dalam serum adalah sekitar 1,8 hingga 2 jam. Ekskresi
dari dosis obat yang diabsorpsi per oral, ditemukan dalam urine, dalam
3. Indikasi
tertentu, seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri punggung, radang sendi, nyeri
4. Efek Samping
Mual dan muntah, perut kembung, nyeri ulu hati, gangguan pencernaan,
diare atau konstipasi, sakit kepala, tukak lambung, muntah darah, tinja berwarna
5. Dosis
Dewasa : nyeri haid : 200-400 mg secara oral tiap 4-6 jam sehari.
Anak-anak : anak pengidap nyeri 6-12 tahun :4-10mg/kg secara oral tiap 6-8
jam sehari.
Anak pengidap demam 6-12 tahun : 10mg/kg secara oral tiap 6-8
jam sehari.
A. Alat
1. Gelas ukur
2. Jarum suntik
3. Jarum sonde
4. Beaker glass
5. Timbangan
6. Pipet tetes
7. Stopwatch
B. Bahan
1. Ibuprofen
2. Aquades
3. Asam asetat
V. Perhitungan Dosis
A. Dosis Tikus
= 0,018 x 200 mg
= 3,6 mg
3,6mg
Pemberian oral untuk ibu profen sebanyak 0,5ml = = 0,5mL
= 7,2 mg/ml
= 40mg/ml
40mg/ml
- Untuk membuat konsentrasi 7,2mg/ml = 7,2mg/ml
- Mencit dengan BB ± 20 g
= 0,0026 x 2000 mg
= 0,52 mg
0,52𝑚𝑔
- Pemberian oral ibuprofen sebanyak 0,2ml = 0,2𝑚𝑙
= 2,6mg/ml
= 40mg
40𝑚𝑔
- Untuk membuat konsentrasi 2,6mg/ml = 2,6𝑚𝑔/𝑚𝑙
Jadi suspensi ibuprofen di ambil 1m1 dan ditambahkan aquadest smpai 15,4ml
C. Asam asetat
Asam asetat yang disuntikan untuk melihat geliat mencit adalah sebanyak 0,2 ml
98%
Diencerkan menjadi 5% =
5%
Asam asetat di ambil sebanyak 1ml dan di encerkan dengan aquadest sampai
19,6ml
VI. PROSEDUR KERJA
1. Tikus wistar dan mencit dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kontrol positif, kontrol
5. Mencit dan tikus diberikan rasa sakit menggunakan asam asetat. Mencit diberi rasa
sakit melalui goresan asam asetat pada tangan sedangkan tikus diberi rasa sakit
6. Perlakuan pada kontrol positif mencit dan tikus diberi ibuprofen terlebih dahulu,
kemudian diberi asam asetat (tikus diberi secara IP dan mencit gores tangan).
7. Perlakuan pada kontrol negative mencit dan tikus diberi aqua pro inj terlebih
dahulu, kemudian diberi asam asetat (tikus diberi secara IP dan mencit gores
tangan).
8. Perlakuan pada kontrol normal mencit dan tikus hanya diberi asam asetat (tikus
9. Diamati dan dihitung selama 2 menit, berapakali mencit (cium tangan) dan tikus
A. Tikus
Kontrol (+) 5 4 5
Kontrol (-) 16 10 8
Kontrol normal 15 10 4
Keterangan
B. Mencit
Kontrol (+) 8 10 10
Kontrol (-) 22 25 11
Kontrol normal 18 17 12
Keterangan
dan evektifitas analgetik sediaan obat pada hewan uji mencit dan tikus wistar.
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan rasa
sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyerii
sendi, dan nyeri lain seperti, nyeri pasca bedah, dan pasca bersalin, desminore, (nyeri
haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit untuk dikendalikan.
(sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri.
Hewan uji yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit dan tikus wister.
Penggunaan mencit dan tikus wister sebagai hewan uji dikarenakan relatif mudah
dalam penggunaannya dan harganya yang relatif murah. Selain itu, mencit memiliki
sistem sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia, sehingga cocok digunakan
Percobaan ini diawali dengan menimbang mencit dan tikus wister satu per satu.
Penimbangan ini akan digunakan dalam perhitungan dosis dan volume pemberian obat
pada mencit dan tikus wistar, setelah selesai di timbang mencit dan tikus dibagi menjadi
3 kelompok yaitu kelompok kontrol +, Kontrol -, dan kelompok yang tidak di beri
perlakuan. Untuk tikus diberikan ibu profen secra oral sebanyak 0,5ml sebagai kontrol
postif, kemudian sebagai kontrol negatif diberikan aquadest secara oral sebanyak 0,5ml
dan kelompok yang tidak diberikan perlakuan. Kelompok kontrol positif dan negatif di
injeksi asam asetat sebanyak 0,2ml, kemudian di amati jumlah geliat tikus, sedangkan
mencit di berikan ibuprofen secara per oral sebanyak 0,2ml untuk kontol positif,
aquadest sebagai kontrol negatif dan kelompok yang tidak diberi perlakuan. Setelah itu
baru diberikan asam asetat dengan cara menggores telapak tangan mencit dan diamati
berapa kali mencit menjilat kakinya Pemberian asam asetat glasial untuk mencit dan
tikus berbeda. Untuk mencit asam asetat glasial digoreskan ditelapak tangan mencit,
dan untuk tikus wister asam asetat glasial diberika secara intra peritonial.
ibuprofen dan di injeksi asam asetat menggeliat dengan hasil 2(1); sebanyak 5 kali
pada menit ke 2(2); dan sebanyak 4 kali pada menit ke 2(3) sebanyak 5 kali. Kelompok
kedua yang diberikan aquadest dan asam asetat bergeliat ssebanyak 16 kali pada menit
ke 2(1); sebanyak 10 kali pada menit ke 2(2); dan sebanyak 8 kali pada menit ke 2(3).
Kelompok ketiga yang tidak di berikan perlakuan menunjukan respon apa –apa menit
ke 2(1); sebanyak 6 kali pada menit ke 2(2); dan sebanyak 2 kali pada menit ke 2(3).
Hasil uji analgetik pada mencit menunjukan, mencit kelompok pertama yang di
berikan ibuprofen dan di goresi asam asetat pada tangan mencit, mencit menjilat tangan
pada menit ke 2(1); sebanyak 8 kali pada menit ke 2(2); sebanyak 10 kali, pada menit
ke 2(3) sebanyak 10 kali. Kelompok kedua yang diberikan aquadest dan asam asetat
menjilat tangan sebanyak 22 kali pada menit ke 2(1); sebanyak 25 kali pada menit ke
2(2); dan sebanyak 11 kali pada menit ke 2(3). Kelompok ketiga yang tidak di berikan
perlakuan menjilat tangan sebanyak 18 kali menit ke 2(1); sebanyak 17 kali pada menit
perbedaan antara kontrol postif, negatif dan tidak ada perlakuan. Pada pemberian
ibuprofen untuk tikus dan mencit wistar memberikan efek analgetik yang berbeda.
Tikus dan mencit yang diberikan ibuprofen lebih sedikit jumlah geliat dan menjilat
kakinya, sedangkan yang tidak diberikan ibuprofen lebih banyak jumlah geliat dan
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Dewoto, Hedi R. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. ,1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , EGC, Jakarta.
EGC,Jakarta
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahadja. (2007). Obat-Obat Penting Edisi Ke Enam. PT.