1.askep Komunitas Penyakit Menular Legkap
1.askep Komunitas Penyakit Menular Legkap
1.askep Komunitas Penyakit Menular Legkap
PENDAHULUAN
1
September 2015 ada 3.625 penderita HIV AIDS. Sedangkan di Kabupaten Bandung pun
terbilang cukup tinggi, data Dinkes Kabupaten Bandung jumlah penderita HIV AIIDS
mencapai 93 orang pendataan dilakukan sejak awal 2013 hingga September 2014 lalu
dengan melibatkan 5 Puskesmas di Kabupaten Bandung (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2014) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dalam
riset kesehatan dasar (RISKESDAS) melaporkan bahwa sikap menerima anggota
keluarga yang terinfeksi HIV meliputi, 47,4 persen bersikap bersedia membicarakan
dengan anggota keluarga lain, 43,5 persen bersikap bersedia merawat anggota keluarga
yang terinfeksi virus HIV di rumah, dan sebesar 53,9 persen bersikap akan mencari
konseling dan pengobatan apabila ada anggota keluarga terinfeksi virus HIV. Sikap
diskriminatif terhadap anggota keluarga yang terinfeksi HIV masih cukup tinggi yaitu
yang bersikap "merahasiakan' apabila ada anggota keluarga terinfeksi HIV sebesar 21,7
%, sedangkan penduduk yang bersikap "mengucilkan' sebesar 7,1%. (Riskesdas, 2010).
Tingginya angka penderita HIV/AIDS, tentunya membutuhkan peran serta masyarakat
untuk turut mencegah dan menangani kasus HIV/AIDS tersebut terutama kelompok
masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga. Keluarga menjadi pusat utama yang penting
dan keluargalah yang menjadi kelompok bagi setiap individu. Untuk menyatakan kembali
peran keluarga, unit keluarga menempati suatu posisi antara individu dan masyarakat.
Keluarga merupakan konteks yang paling vital bagi pertumbuhan dan perkembangan
yang sehat. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pembentukan
identitas seorang individu dan perasaan harga diri. (Marilyn M. Friedman, 2010).
2
2. Mengidentifikasi penyakit yang perlu diwaspadai untuk penyakit-penyakit
menular (HIV/AIDS)
3. Mengidentifikasi implikasi keperawatan pada penyakit menular (HIV/AIDS).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Agar supaya agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup
(survive) maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a) Berkembang biak
b) Bergerak atau berpindah dari induk semang
c) Mencapai induk semang baru
d) Menginfeksi induk semang baru tersebut.
4
3. Faktor Induk Semang (Host)
Terjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula
oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan perkataan
lain penyakit-penyakit dapat terjadi pada seseorang tergantung / ditentukan
oleh kekebalan / resistensi orang yang bersangkutan.Tiga Kelompok utama
penyakit menular
5
1. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika
agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak
pernah terpapar oleh agen tersebut / kemasukan suatu agen penyakit
menular yang sudah lama absent dalam populasi tersebut.
2. Bila populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat
tertutup dan mudah terjadi kontak langsung masuknya sejumlah orang-
orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tersebut.
2.1.2 Pencegahan
Secara umum, pencegahan penyakit menular dapat dilakukan melalui
langkah-langkah Eliminasi Reservoir (Sumber Penyakit). Eliminasi reservoir
manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan :
1) Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang
khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain.
2) Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya
bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain
untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk
penderita kusta.
3) Memutus Mata Rantai Penularan
6
Meningkatkan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan adalah merupakan
usaha yang penting untuk memutus hubungan atau mata rantai penularan
penyakit menular.
4) Melindungi Orang-Orang (Kelompok) yang Rentan
Bayi dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu lindungan khusus
(specific protection) dengan imunisasi baik imunisasi aktif maupun pasif.
Obat-obat profilaksis tertentu juga dapat mencegah penyakit malaria,
meningitis dan disentri baksilus. Pada anak usia muda, gizi yang kurang akan
menyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan
gizi anak adalah juga merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada
anak.
7
mengurangi/menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko
perorangan dan masyarakat.
b. Mengatasi / modifikasi lingkungan melalui perbaikan lingkungan fisik
seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perumahan serta
bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan
biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta
peningkatan lingkungan social seperti kepadatan rumah tangga, ubungan
antar individu dan kehidupan social masyarakat.
c. Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan status gizi,
status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi
serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status
psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh factor
keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas
gizi, serta olah raga kesehatan.
2. Pencegahan sekunder
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan pada mereka yang
menderita atau dianggap mendrita(suspek) atau yang terancam akan
menderita(masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini
yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah
meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera
mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi.
a. Pencarian penderita secara dini dan aktif mlalui peninkatan usaha
surveillans penyakit tertentu, pemeriksaan berkala serta pmeriksaan
kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI, mahasiswa dan lain
sebagainya), penyaringan (screenin) untuk pnyakit tertentu secara umum
dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
b. Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai
berda pada proses prepatogenesis dan pathogenesis penyakit tertentu.
3. Pencegahan tersier
8
Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tetentu
dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mncegah
kematian akibat penaykit tersebut. Berbagi usaha dalam mencegah proses
penyakit lebih lanjut seperti pada penderita diabetes mellitus, penderita
tuberculosis paru yang berat, penderita penyakit measles agar jangan terjadi
komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah
terjadinya akibat samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu.
Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan social
seoptimal mungkin yng meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi
mental/psikologis serta rehbilitasi social.
9
penyakit menular dalam masyarakat harus ditetapkan pula kriteria diagnosa yang
digunakan (Noor N, 2006).
Sebagai seorang perawat komunitas dalam hal ini, peran dan tugas sebagai
perawat komunitas tetap kita laksanakan yakni:
1. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan oleh perawat
dengan mempertahan keadaan kebutuhan dasar manusiayang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnose keperawatan agar bias
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
Asuhan keperawatan yang diberikan dari hal yang sederhana sampai kompleks.
2. Peran sebagi advokad
Peran ini dilakukan perawat dalam meembantu klien, keluarga dalam
mnginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindkan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan yang sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan
nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran sebagai educator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan ,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setalah dilakukan pendidikan
kesehatan.
4. Peran sebagai coordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorgaisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien
5. Peran sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari: dokter, fisioterrfis dan lainnya dengan berupaya mengidentifikasi
10
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat
dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran sebagai kosultan
Sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan peayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran sebagai pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.
11
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA
(orang dengan HIV/AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam
penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan
akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal
Definisi lain dari AIDS :
a. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan
daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir)
(Smetlzer, 2001).
b. AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus
yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Immunodefciency
Virus (HIV) (Mansoer, 2002).
c. Kesimpulannya AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV,
mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang
nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi
yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang
terjadi.
12
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif(CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helpe
d. Fase Keempat
Pada fase keempat hasil tes menunjukkan positf AIDS. Pada fase ini
sudahmuncul penyakit yang disebut dengan infeksi oportunistik seperti
kanker, infeksi paru, infeksi usus dan infeksi otak.
13
Seorang dewasa (> 12 tahun) dianggap AIDS apabila menunjukan tes HIV
positif dengan srategi pemeriksaan yang sesuai dengan sekurang-kurangnya
didapatkan dua gejala mayor yang berkaitan satu gejala minor, dan gejala ini
bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV
(Mansoer, 2001).
Smeltzer (2001) membagi tanda dan gejala kedalam gejala mayor, dan gejala
minor.
a. Gejala Mayor
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam satu bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
b. Gejala Minor
1. Batuk menetap lebih dari satu bulan
2. Dermatitis generalisata
3. Adanya herpeszoster multisegmen dan herpeszoster berulang
4. Candidiasis orofaringeal
5. Limpadenopati genralisata
6. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
14
penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti harves
genatalis, sirvilis, gonorea, kelamidia. Resiko pada seks anal lebih besar
dibanding seks vagina.
b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik
1. Transfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, resikonya sangat tinggi
sampai 90%. Ditemukan sekitar 3%-5% dari total kasus sedunia.
2. Pemakaian jarum tidak steril/pemakain bersama jarum suntil dan
sempritnya pada para pencandu narkotika suntik. Resikonya sekitar 0,5%-
1% dan terdapat 5%-10% dari total kasus sedunia.
3. Secara vertikal dari ibu hamil dari pengidap HIV kepada bayinya, baik
secara hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Resiko sekitar
25%-40% dan terdapat 0.1% dari total kasus sedunia.
2.2.7 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakiaoral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
danisolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek: sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
15
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,
demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : Otitis eksternal akut
16
Hemoglobulin
17
4) Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus
5) Memperbaiki kualitas hidup
6) Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
c. Pemberian Nutrisi
Pasien dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat membutuhkan beberapa unsur
vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari apa yang
biasanya diperoleh dalam makanan sehari-hari. Sebagian besar ODHA
akan mengalami mengalami defisiensi defisiensi vitamin sehingga
memerlukan makanan tambahan (New Mexico AIDS Infonet, 2004).
d. Aktifitas dan istirahat.
2. Asuhan Keperawatan Respons Adaptif Psikologis (Strategi Koping) menurut
Sudoyo (2006).
a. Strategi Koping (Cara Penyelesaian Masalah), terbagi atas 2 strategi
koping yaitu:
1) Koping yang negative
Terdiri dari : penyangkalan (avoidance), mencari informasi, meminta
dukungan emosional, pembelajaran perawatan diri, menetapkan tujuan
kongkrit dan terbatas, mengulangi hasil alternatif, menemukan makna
dari penyakit.
2) Koping yang positif (Teknik koping)
Ada 3 teknik koping yang ditawarkan dalam mengatasi stress:
pemberdayaan sumber daya psikologis (potensi diri): Pikiran yang
positif tentang dirinya (harga diri), mengontrol diri sendiri.
Rasionalisasi (Teknik Kognitif)
Upaya memahami dan mengiterpretasikan secara spesifik terhadap
stres dalam mencari arti dan makna stres (neutralize its stressfull).
Teknik Perilaku
Teknik perilaku dapat dipergunakan untuk membantu individu
dalam mengatasi situasi stress. Beberapa individu melakukan
kegiatan yang bermanfaat dalam menunjang kesembuhannya.
Misalnya, pasien HIV akan melakukan aktivitas yang dapat
membantu meningkatan daya tubuhnya dengan tidur secara teratur,
makan seimbang, minum obat anti retroviral dan obat untuk infeksi
18
sekunder secara teratur, tidur dan istirahat yang cuku, dan
menghindari konsumsi obat-obat yang memperparah keadaan
sakitnya.
3. Asuhan Keperawatan Respons Sosial (Keluarga dan Peer Group) menurut
Sudoyo (2006). Terdiri dari:
a. Konsep Dukungan Sosial
b. Pengertian Dukungan Sosial
c. Jenis dukungan sosial : Dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dukungan informatif.
d. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kesehatan.
Peran perawat : Dukungan sosial sangat diperlukan terutama pada PHIV yang
kondisinyasudah sangat parah. Dukungan sosial dapat berupa dukungan
emosional, membuat pasien merasa nyaman, dihargai, dicintai,dan
diperhatikan. Dukungan informasi, meningkatnya pengetahuan dan
penerimaan pasien terhadap sakitnya. Dukungan material, bantuan/kemudahan
akses dalam pelayanan kesehatan pasien.
4. Asuhan Keperawatan Respons Spiritual menurut Sudoyo (2006)
Asuhan keperawatan yang dapat diberikan adalah:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan
b. Pandai mengambil hikmah
c. Ketabahan hati
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan mengajarkan kepada
pasien untuk selalu berfkiran positif terhadap semua cobaan yang dialaminya.
Dibalik semua cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang
Pencipta. Pasien harus difasilitasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang
Pencipta dengan jalan melakukan ibadah secara terus menerus.
19
efektif amat penting untuk pengendalian dan pencegahan penyakit AIDS tidak
ditularkan lewat kontak secara kebetulan. Bukti epidemiologi menunjukkan
bahwa peyakit hanya ditularkan melalui hubungan seks yang intim.
Pajanan parenteral dengan darah atau produk darah dan penularan perinatal
dari ibu kepada bayi yang dikandungnya. Penelitian terhadap kontak
nonseksual pasien AIDS dalam rumah tangga, kontak nonseksual antar
individu yang umumnya terjadi ditempat kerja tidak memperlihatkan
resiko penularan AIDS. Membran mukosa dan kulit yang tidak utuh dari
petugas kesehatan terhadap mikrioorganisme patogen dri semua penderita
tanpa mempedulikan status HIV tersebut. Meskipun HIV pernah diisolasi dari
semua tipe cairan tubuh namun resiko penularan pada petugas kesehatan dari
feses sekret hidung, sputum, keringat, air susu ibu, air mata, urine dan muntah
lebih kecil, kecuali jika cairan tubuh ini mengandung darah yang nyata.
CDC menganjurkan agar tindakan kewaspadaan universal diterapkan pada
darah cairan serebrospinal, sinofial, pleural, peritoneal, perikardial, amnion
dan vaginal. Sistem ini menawarkan strategi pengisolasian yang lebih luas
untuk mengurangi resiko penularan kepada petugas kesehatan tidak perlu
mengenali jenis cairan tubuh.Unsur-unsur pada pengisolasion substansi tubuh
tercantum dalam pedoman 50-2. M. Tubercolusis yang berkaitan dengan HIV
cenderung terjadi diantara para pemakai obat bius IV dan kelompok lain
dengan prevalensi infeksi tubercolusis yang sebelumnya sudah tinggi. Berbeda
dengan infeksi oportunis lainnya, penyakit tubercolusis (TB) cenderung
terjadi secara dini didalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya
mendahului mendiagnosis AIDS. Terjadi tubercolosis secara dini ini akan
disertai pembentukan granuloma yang mengalami pengkijuan (kasiasi)
sehingga timbul kecurigaan kearah diagnosis TB. Pada stadium ini penyakit
TB akan bereaksi dengan baik terhadap terapi anti tubercolosis. Penyakit TB
yang terjadi kemudian dalam perjalanan infeksi HIV ditandai dengan tidak
terdapatnya respon tes kulit tuberkulin karena sistem kekebalan yang sudah
terganggu tidak mampu lagi bereaksi terhadap anti gen TB. Dalam
stadium infeksi HIV yang lanjut, penyakit TB yang disertai penyebaran
ketempat-tempat ekstra pulmoner seperti sistem saraf pusat, tulang,
perikardium, lambung, peritonium, dan skrotum.Strain multipel basil TB
20
yang resisten obat kini bermunculan dan kerap kali berkaitan dengan
ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan anti tubercolosis. Hindari
kontak dengan seorang yang mempunyai TB Aktif, hindari penggunaan
alat-alat seseorang yang mengalami riwayat TB, seperti piring, sendok pakaian
dan sebagainya. (Brunner & Suddart, 2002).
2. Pengobatan supportif
Tujuan pengobatan supportif adala untuk meningkatkan keadaan umum
penderita. Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai, obat
sistematik, serta vitamin. Disamping itu perlu di upayakan dukungan
psikososial agar penderita dapat melakukan aktifitas semula. Pengobatan
supportif ini penting dan pada umumnya dapat dilaksanakan di rumah dan
layanan kesehatan yang sederhana.
3. Pengobatan infeksi opportunistic
Pengobatan opportunistik terjadi karena kekebalan tubuh yang amat
menurun. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroba yang semula bersifat
komersial (misalnya kandidiasis), reaktivasi kuman atau parasit yang telah
ada dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). (misalnya : TBC,
toksoplasma dan sitomegalo atau infeksi baru).
Terapinya :
a. Kandidiasis esofaguf yaitu flunazol
b. Tuberkulosis yaitu ripamfisin, INH, etambutol, piramizid, strptomosin.
c. MAC (Micobacterium Avium Kompleks) yaitu klaritomisin, etambutol,
rifabutin, siprofloksasin.
d. Toksoplasmosis yaitu pirimetamin, sulfadiazin, asam folat, klindamisin.
4. Pengobatan anti retroviral
Obat ART bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini
akibat infeksi HIV. ODHA menjadi lebih sehat dan dapat bekerja normal dan
produktif.
Teknik yang canggih dan bisa dipercaya untuk menghitung HIV di
dalam darah saat ini sudah didapatkan yaitu penghitung viral load dengan
teknik PCR (Polymerase Chalin Reaction), cara ini memudahkan dalam
memantau efektifitas obat ART. (Arif Mansjoer,2000)
5. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV
21
Infeksi umum trimetoprim-sullfamettoksazol , yang disebut pula
TMP-SMZ (Bactrim, septra), merupakan preparat anti bakteri untuk
mengatasi berbagai mikro organisme yang menyebabkan tidak memberikan
keuntungan apapun penderita. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP-
SMZ dapat mengalami efek yang merugikan dengan insiden tinggi yang
terjadi lazim terjadi, seperti demam, ruam, leukopenia, trombsitopenia, dan
gangguan fungsi renal. Akhir-akhir ini telah dilakukan terapi desentisisasi
dengan hasil yang baik.
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Berdasarkan tabel diatas distribusi jenis kelamin, menunjukan bahwa sebagian besar
penduduk berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 271 orang (51%), dan laki-laki
258 0rang ( 49%). Hal ini dikarenakan banyak laki-laki yang bekerja diluar Daerah.
23
2. Berdasarkan kelompok usia
No Umur/ tahun RT 02 %
1 Bayi / balita (0-5) 19 4
2 Anak – anak 60 11
3 Remaja 69 13
4 Dewasa 343 65
5 Lansia 38 7
Total 529 100
25
Garis hijau : 10orang (52,6 %)
Garis kuning : 9 orang (47,4 %)
Garis merah : - orang (0%)
DS : Dari hasil wawancara dengan orang tua balita , mengatakan tidak ada
balita yang pernah berada di garis merah pada status gizinya
6) Pemberian ASI ekslusif
Ya : 15 orang (78.9%)
Tidak : 4 orang (21.1%)
DS : Hasil wawancara dengan orang tua balita mengatakan 4 orang balita tidak
diberikan ASI ekslusif karena ASI tidak keluarga
b. Keluarga berencana
1) Jumlah PUS : 69 orang
2) Keikutsertaan PUS pada program KB
Ikut program KB : 48 orang (69,5%)
Belum ikut program KB : 21 orang (30,5%)
3) Jenis kontrasepsi yang diikuti
IUD : 4 orang (5,8%)
PIL : 10 orang (14,5%)
Kondom : 5 orang (7,2%)
Suntik : 29 orang (42%)
Tidak KB : 21 orang (30,5%)
Analisa Data :
DS: Dari hasil wawancara dengan warga, 21 orang dari PUS tidak ikut KB
karena takut dengan efek/dampak dari kontrasepsi itu sendiri. Alasan lain
karena ingin memiliki anak lagi, serta malas melakukan KB karena merasa
rumit
DO: Dari jumlah PUS tersebut 30,5% kurang mengerti tentang KB dan 69,5%
cukup mengerti tentang KB
c. Kesehatan anak-anak
1) Jumlah penduduk anak-anak : 60 0rang
2) Keadaan kesehatan anak-anak
Ada masalah : 25 orang (41.6%)
HIV/AIDS : 18 orang (72%)
26
Hepatitis : 5 orang (20%)
TBC : 1 orang (4%)
Asma : 1 orang (4%)
Tidak ada masalah : 35 orang (58.4%)
Analisa Data :
DS: dari hasil wawancara usia dewasa yang menderita HIV/AIDS tidak tau
bagaimana cara penularan HIV/AIDS. Mayoritas yang terinfeksi HIV/AIDS
tidak tahu tentang pencegahan HIV/AIDS.
DO: Usia dewasa dengan masalah kesehatan ada 25 orang dan penyakit
HIV/AIDS adalah yang terbanyak pada Usia dewasa sebanyak 18 orang (72%)
dan diikuti Hepatitis sebanyak 5 orang (20%)
d. Kesehatan remaja
1) Jumlah penduduk remaja : 69 orang
2) Jenis kegiatan penduduk remaja mengisi waktu luang
Kumpul-kumpul : 4 orang ( 5,9 %)
Kursus : 22 orang ( 31,9 %)
Olahraga : 20 orang ( 28,9%)
Remaja masjid/gereja : 13 orang (18,8 %)
Lain-lain (di rumah) : 10 orang ( 14,5 %)
Analisa Data :
DO: hasil survey dari 69 orang remaja untuk mengisi waktu luang menunjukan 4
remaja kumul-kumpul, 22 remaja mengikuti kursus, 20 remaja mengikuti
olahraga, 13 remaja mengikuti kegiatan remaja di Masjid/Gereja, dan 10 remaja
dirumah.
e. Kesehatan lansia
1) Jumlah penduduk lansia :38 orang
2) Keadaan kesehatan lansia
Ada masalah : 27orang (71%)
Hipertensi : 11 orang (40,7%)
Jantung : 3 orang (11,1%)
Diabetes : 4 orang (14,9%)
Asma : 1 orang (3,7%)
27
Gagal ginjal : 1 orang (3,7%)
Otot Dan Tulang : 3 orang (11,1%)
Katarak : 1 orang (3,7%)
TBC : 3 orang (11,1%)
Tidak ada masalah : 11orang (29%)
Analisa Data :
DS: Lansia yang menderita Hipertensi jarang untuk memeriksakan/mengontrol
kesehatannya ke puskesmas. Mayoritas lansia tidak tahu tentang bahaya
Hipertensi jika tidak terkontrol yang dapat menyebabkan penyakit stroke. Lansia
belum pernah diadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit Hipertensi.
DO: Lansia dengan masalah kesehatan ada 38 orang dan penyakit Hipertensi
adalah yang terbanyak pada lansis sebanyak 11 orang (40,7%).
Analisa Data :
DO: hasil survey menunjukan bahwa sekitar 132KK masak sendiri dan 8KK
pengolahan bahan makanan tidak dicuci langsung diolah, lalu 5KK beli makan
diluar
c. Saluran pembuangan air/ sampah
1) Kebiasaan membuang sampah
Diangkut petugas : 137 KK (100%)
2) Pembuangan air limbah
Got : 137 KK (100%)
3) Keadaan pembuangan air limbah
Meluber kemana-mana : 10 KK (7,3%)
Lancar : 127 KK (92,7%)
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan bahwa sekitar 10 KK (7,3%) keadaan
pembuangan limbah meluber kemana-mana
d. Kandang ternak
1) Kepemilikan kandang ternak
Ya : - KK (0%)
Tidak : 137 KK (100%)
2) Letak kandang ternak
Diluar rumah : - KK (100%)
e. Jamban
1) Kepemilikan jamban
Memiliki jamban : 137 KK (100%)
2) Macam jamban yang dimiliki
Septi tank : 137 KK (100%)
Sumur cemplung : - KK (0%)
3) Keadaan jamban
30
Bersih : 130 KK (94.9%)
Kotor : 7 KK (5.1%)
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan bahwa sekitar 7 KK (5,1%) keadaan
jamban masih kotor
31
Kurang : 44 KK (32,1%)
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan bahwa sekitar 32,1% rumah warga kurang
pencahayaan sehingga tampak gelap dan ruangan di dalam rumah tampak
gelap
7) Halaman rumah
Kepemilikan pekarangan
Memiliki : 18 KK (13,1%)
Tidak memiliki : 119 KK (86,9%)
Pemanfaatan pekarangan
Ya : 18 KK (100%)
Jenis pemanfaatan pekarangan rumah
Tanaman : 18 KK (100%)
Keadaan pekarangan
Bersih : 18 KK (100%)
2. Fasilitas Umum Dan Kesehatan
a. Fasilitas umum
Sarana Pendidikan Formal
1. jumlah TK : -Buah
2. Jumlah SD/sederajat : -Buah
3. Jumlah SLTP/sederajat : -Buah
4. Jumlah SMU/sederajat : - Buah
5. Jumlah PT/sederajat :- Buah
b. Fasilitas kegiatan kelompok
Karang taruna : 1 Kelompok
Pengajian : 1 Kelompok
Ceramah Agama : 2 X/Bulan
PKK : 2 X / Bulan
Analisa Data :
DO : Berdasarkan hasil survey beberapa warga mengikuti kegiatan kelompok
c. Sarana ibadah
Jumlah masjid : 1 Buah
Mushola : - Buah
32
Gereja : - Buah
Pura/vihara : - Buah
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan memiliki 1 sarana ibadah yaitu Masjid
d. Sarana olahraga
Lapangan sepak bola : - Buah
Lapangan bola voli : - Buah
Lapangan bulu tangkis : - Buah
Lain-lain : - Buah
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan tidak ada fasilitas sarana olahraga
e. Fasilitas kesehatan
Jenis fasilitas kesehatan
Puskesmas : - Buah
Rumah sakit : - Buah
Praktek Dokter Swasta : - Buah
Praktek Bidan : - Buah
Praktek Kesehtan Lain : - Buah
Tukang gigi : - Buah
Analisa Data :
DO: dari hasil survey menunjukan tidak ada fasilitas kesehatan
3. Sosial Ekonomi
a. Status pekerjaan penduduk > 18 tahun < 65 tahun
1) Penduduk bekerja : 218 jiwa (52,9%)
2) Penduduk tidak bekerja : 194 jiwa (47,1%)
b. Karakteristik pekerjaan
Jenis pekerjaan
1) PNS / ABRI : 39 jiwa (17,9%)
2) Pegawai swasta : 41 jiwa (18,8%)
3) Wiraswasta : 28 jiwa (12,8%)
4) Buruh pabrik : 110 jiwa (50,5%)
c. Pusat kegiatan ekonomi
33
1) pasar tradisional : - buah
2) Pasar swalayan : - buah
3) Pasar kelontong : - buah
4) Mini market : - buah
d. Penghasilan rata – rata perbulan
e. Penghasilan rata-rata perbulan :
< Rp 2.500.000 : 8 KK
Rp 2.600.000-4.500.000 : 42KK
> RP 4.600.000-6.000.000 : 87KK
UMP = upah minimum profinsi
34
Penggunaan sarana transportasi oleh masyarakat
1) Angkutan / kendaraan umum : 12 KK
2) Kendaraan pribadi : 125 KK
DO: hasil survey menunjukan bahwa 12 KK tidak memiliki alat transportasi, 21
KK mempunyai mobil, dan 104 KK memiliki sepeda motor.
5. Komunikasi
a. Fasilitas komunikasi yang ada di masyarakat
TV : 137 KK
Telepon/ HP : 450 jiwa
b. Teknik penyampaian komunikasi kepada masyarakat
Papan pengumuman dan media utism (HP) (100%)
6. Rekreasi
a. Tempat Wisata Alam :- Buah
b. Kolam Renang :- Buah
c. Taman Kota :- Buah
d. Bioskop :- Buah
DO: dari hasil survey menunjukan tidak ada fasilitas rekreasi
35
A. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
36
1. Ds : Penyakit HIV AIDS Risiko gangguan
yang diderita interaksi sosial
-Tokoh masyarakat Rt 06 Rw 08
masyarakat Rt masyarakat Rt 06
kelurahan tanjung priok mengatakan
setempat Rw 08 kelurahan
masyarakatnya malu dengan mereka.
tanjung priok
- ketua RT 06 Rw 08 kel.tanjung priok berhubungan dengan
setempat mengatakan masyarakat RT penyakit HIV/AIDS
lain tidak mau berinteraksi dengan yang di derita
masyarakat RT setempat karena masyarakat setempat
takut dengan penyakit HIV/AIDS.
- ketua RT 06 kel tanjung priok
setempat mengatakan masyarakat
RT 06 takut untuk berinteraksi
dengan masyarakat RT yang lain
karena malu dengan penyakit
mereka.
Do :
- Masyarakat Rt 06 kelurahan tanjung
priok malu saat ditanya mengenai
penyakit mereka.
- Masyarakat RT 06 kelurahan tanjung
priok tampak tidak mau
berkomunikasi dengan masyarakat
Rt lain yang dekat dengan RT
mereka.
- Masyarakat RT 03 Kelurahan
tanjung priok tampak mengurung
diri didalam rumah dan tidak mau
berinteraksi dengan masyarakat RT
lain.
B. Diagnosa keperawatan
1. Risiko gangguan interaksi sosial masyarakat Rt 06 Rw 08 kelurahan tanjung priok
berhubungan dengan penyakit HIV/AIDS yang di derita masyarakat setempat.
2. Risiko penyebaran penyakit HIV/AIDS berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
masyarakat RT 06 kelurahan tanjung priok tentang pencegahan penularan HIV/AIDS.
38
N Diagnosa Tujuan Rencana Evaluasi
o keperawatan kegiatan
Umum Khusus Strategi Intervensi Strategi Intervensi
1. Risiko Masyarakat 1. Masyarakat 1. Peningkatan 1. Berikan S: 1. Memperta
gangguan Rt 06 kel setempat tidak kesadaran penyuluhan Perencanaa hankan hal-
interaksi sosial tanjung malu dengan masyarakat pada n kegiatan hal yang
masyarakat RT priok dapat penyakit tentang masyarakat di yang memberikan
06 kelurahan berinteraksi HIV/AIDS HIV/AIDS Rt setempat terstruktur, dampak
tanjung priok dengan tentang adanya positif dari
2. Masyarakat 2. Bekerjasama
berhubungan masyarakat pentingnya dukungan kegiatan
RT 03 kel ddengan ketua
dengan RT lain interaksi dan lansung dari yang
tanjung priok RW dan ketua
penyakit komunikasi pihak pihak dilakukan.
tidak malu RT dan kader
HIV/AIDS yang baik yang
berinteraksi yang ada di 2. Meminim
yang diderita dengan terlibat
dengan lingkungan alisasikan
masyarakat RT masyarakat dalam
lingkungan tersebut. adanya
setempat RT lain yang kegiatan
sekitarnya. kelemahan
3. Sosialisasi dekat dengan
W: Biaya dari
3. Masyarakat pentingnya Rt setempat
yang tidak kegiatan
RT 03 kel interaksi
2. Lakukan memadai. yang akan
tanjung priok dengan
kegiatan dilakukan.
tidak masyarakat O: Adanya
kunjungan Rt
mengurung untuk respon yang
lain yang
diri didalam meningkatkan baik dari
dekat dengan
rumah lagi. kualitas hidup masyarakat
RT setempat
masyarakat setempat.
setempat 3. Jalin kerja
T:
sama dengan
Masyarakat
RT setempat
tidak mau
untuk
terlibat
mengadakan
dalam
kegiatan yang
kegiatan
melibatkan
yang telah
semua
di
masyarakat
rencanakan
misalnya
kegiatan
kerja
bakti,atau doa
bersama
39
N Diagnosa Tujuan Rencana Evaluasi
o keperawatan kegiatan
Umum Khusus Strategi Intervensi Strategi Intervensi
2 Risiko Masyarakat 1. Masyarakat 1. Peningkatan 1. Berikan S: fasilitas 1. Memperta
penyebaran dapat menunjukkan kesadaran penyuluhan yang hankan hal-
penyakit memahami sikap masyarakat pada memadai hal yang
HIV/AIDS dan pencegahan tentang masyarakat serta memberikan
berhubungan mengetahui penularan pentingnya RW setempat dukungan dampak
dengan cara penyakit pemahaman tentang dari pihak positif dari
kurannya penularan HIV/AIDS. dan pentingnya yang kegiatan
pengetahuan penyakit pengetahuan pemahaman terlibat yang
2. Masyarakat
masyarakat Rt HIV/AIDS tentang cara dan dalam dilakukan.
dapat
06 kelurahan pencegahan pengetahuant kegitan
menunjukkan 2. Meminim
tanjung priok penularan entang cara tersebut.
sikap mau alisasikan
tentang penyakit pencegahan
melakukan W: biaya adanya
pencegahan HIV/AIDS. dan
cara yang tidak kelemahan
penularan penularan
pencegahan 2. Bekerjasama memadai. dari
HIV/AIDS penyakit
penularan dengan ketua kegiatan
HIV/AIDS O:
HIV/AIDS RT dan kader yang akan
peningkatan
yang ada 2. Lakukan dilakukan.
3. Masyarakat pengetahua
dilingkungan pendekatan
mengetahui n dan 3. Memodifi
tersebut. dan diskusi
cara dan kesadaran kasi
kepada
pencegahan 3. Sosialisasi dari lingkungan
masyarakat
penularan tentang masyarakat untuk
tentang
HIV/AIDS. HIV/AIDS meningkat. meminimali
penyakit
untuk sasi
HIV/AIDS T: tidak
meningkatkan kejenuhan
adanya
pengetahuan 3. Berikan masyarakat
respon dari
masyarakat penyuluhan terhadap
masyarakat
tentang pada kegiatan
terhadap
penyakit masyarakat yang
kegiatan
tersebut RT setempat dilakukan.
yang akan
tentang
di
penyakit
rencanakan.
HIV/AIDS
40
Kesimpulan
HIV/AIDS menjadi masalah serius karena bukan hanya merupakan masalah Kesehatan
atau persoalan pembangunan, tetapi juga masalah ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Berdasarkan sifat dan efeknya, sangatlah unik karena AIDS mematikan kelompok yang
paling produktif dan paling efektif secara reproduksi dalam masyarakat, yang kemudian
berdampak pada mengurangi produktivitas dan kapasitas dari masyarakat. Dampak yang
berjangka sangat panjang. AIDS secara sosial tidak terlihat (invisible) meski demikian
kerusakan yang ditimbulkannya sangatlah nyata. HIV/AIDS karena sifatnya yang sangat
mematikan sehingga menimbulkan rasa malu dan pengucilan dari masyarakat yang
diskriminasi pada hampir semua sendi kehidupan. Keluarga menjadi pusat utama yang
penting dan keluargalah yang menjadi kelompok bagi setiap individu. Untuk menyatakan
kembali peran keluarga, unit keluarga menempati suatu posisi antara individu dan
masyarakat. Keluarga merupakan konteks yang paling vital bagi pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap
41
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada penelitian ini yaitu:
1. Bagi Rumah Sakit dan Tenaga Kesehata
a. Rumah sakit diharapkan dapat membantu meminimalisir stigma dan
diskriminasi yang berkembang di masyarakat dengan mensosialisasikan
pentingnya kepedulian dan memberikan dukungan terhadap ODHA. 81
b. Tenaga kesehatan diharapkan memberikan penanganan pada penderita
HIV/AIDS secara menyeluruh dengan memperhatikan aspek psikologis agar
dapat mencegah timbulnya depresi. Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan deteksi gejala-gejala depresi pada penderita HIV/AIDS secara
berkala kemudian diberikan pelatihan-pelatihan mengenai cara-cara penanganan
stressor berupa terapi relaksasi serta teknik lainnya dalam mencegah munculnya
gejala depresi.
c. Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan dukungan secara optimal dan
mampu melibatkan keluarga dan orang-orang terdekat ODHA dalam
manajemen pengobatan. Hal ini bertujuan agar keluarga dapat termotivasi untuk
senantiasa memberikan dukungan kepada ODHA sehingga akan mempengaruhi
kualitas hidupnya.
2. Bagi ODHA
a. Untuk mengurangi terjadinya depresi, ODHA diharapkan untuk tetap berusaha
meminimalisir segala hal yang bisa memperburuk kesehatannya, misalnya
dengan menjaga asupan nutrisi yang baik bagi tubuh, melakukan olahraga
secara rutin, teratur melakukan pengobatan, lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan dan melakukan manajemen stres dengan belajar berpikir positif maupun
dengan melakukan hal-hal yang digemari demi mengurangi stres itu sendiri.
b. ODHA diberikan penyuluhan atau sosialisasi mengenai penanganan HIV/AIDS
baik secara fisik maupun psikologis.
42
c. ODHA diharapkan mendapat dukungan dari keluarga baik moral, spiritual
maupun materi, serta tidak mengucilkan ODHA sehingga ODHA merasa
termotivasi untuk melakukan pengobatan dan menjalani kehidupan sebaik
mungkin.
d. ODHA diharapkan dapat mengkomunikasikan dengan sebaik mungkin
mengenai kondisi dan penyakit yang dideritanya kepada keluarga dan orang-
orang terdekat dan tenaga kesehatan. Hal ini bertujuan agar ODHA
mendapatkan dukungan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan mengenai
kondisi yang sedang dialami, sehingga ODHA lebih merasa percaya diri dalam
menghadapi penyakit yang dideritanya.
43
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, &. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. jakarta: Waluyo Agung., Yasmin Asih.,
Juli., Kuncara., I.made karyasa, / http://eprints.ums.ac.id.
Smeltzer,, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta:
https://eprints.umk.ac.id / .
44