Lapkas Vomitus
Lapkas Vomitus
Lapkas Vomitus
Disusun oleh:
CUT RADITA MILATI
1607101030099
Pembimbing:
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A (K)
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Vomitus pada Anak”. Shalawat beserta salam kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari alam kebodohan ke alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini ditulis sebagai salah satu tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Unsyiah Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A
(K) selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan
maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat memberikan
kritik dan saran agar penulisan laporan kasus dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca, agar laporan kasus ini dapat
dijadikan bahan belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal ........................................ 3
2.2 Vomitus .................................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................................5
2.2.2 Epidemiologi ...................................................................................6
2.2.3 Etiologi ............................................................................................6
2.2.4 Patofisiologi ....................................................................................6
2.2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................8
2.2.6 Diagnosis ........................................................................................9
2.2.7 Tatalaksana .................................................................................. 11
2.2.8 Komplikasi .................................................................................... 13
2.2.9 Pencegahan ................................................................................... 14
2.2.10 Prognosis ....................................................................................... 15
2.3 Dehidrasi Ringan Sedang ........................................................................ 15
2.4 Gizi Buruk Tipe Marasmus ..................................................................... 21
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 27
3.1 Identitas Pasien ........................................................................................ 27
3.2 Anamnesis ............................................................................................... 27
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 30
3.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 34
3.5 Diagnosa .................................................................................................. 36
3.6 Tatalaksana .............................................................................................. 37
3.7 Planning ................................................................................................... 37
3.8 Prognosis ................................................................................................. 37
3.9 Follow Up ................................................................................................ 38
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua
dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai
penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal,
juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung,
dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang
dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss
tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus
(Boerhave’s syndrome). (buku merah)
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks
gastroesofageal (RGE). Muntah berulang (cylic vomiting) juga sering dipengaruhi
oleh faktor psikologis dan biasanya didahului oleh faktor yang menggelisahkan
atau menggembirakan yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah dihukum di
sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun dan sebagainya. Muntah merupakan
keadaan yang kompleks, terkoordinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting
adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang memerlukan penilaian
dan pemeriksaan yang seksama.(buku merah)
Muntah didefenisikan sebagai dikeluarkannya isi lambung melalui mulut
secara ekspulsif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot-otot perut. Usaha
untuk mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot perut.
Sedangkan RGE didefenisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam esofagus
tanpa terlihat adanya usaha dari anak, dapat disebabkan oleh hipotoni sfingter
esophagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardia,
atau pengosongan isi lambung yang padat. Apabila bahan dari lambung tersebut
dikeluarkan melalui mulut, makan keadaan ini disebut regurgitasi. (kak rika 6,10).
Pengeluaran makanan secara sada untuk dikunyah kemudian ditelan kembali
disebut ruminasi.(kak rika 1,2,7)
Muntah akut merupakan gejala yang sering terjadi pada kasus abdomen
akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal, sedangkan muntah
1
2
kronis/berulang sering merupakan faktor yang penting dari gambaran klinik suatu
penyakit. Karena penyakit yang mendasari muntah kronik/berulang sering tidak
jelas, maka muntah kronik/berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.
Belum terdapat batasan yang jelas untuk muntah kronik, tetapi batasan muntah
kronik sering disamakan dengan batasan diare kronik, yaitu muntah yang
berlangsung lebih dari dua minggu.(buku merah)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Gaster
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang mempunyai
tiga fungsi: (a) menyimpan makanan, (b) mencampur makanan dengan getah
lambung untuk membentuk chymus setengah cair, dan (c) mengatur kecepatan
pengiriman chymus ke usus halus sehingga dapat berlangsung pencernaan dan
absorpsi yang efisien.7
Gaster terdiri dari tiga bagian yaitu fundus, corpus dan pylorus, serta
mempunyai 2 ostium yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum. Ostium
cardiacum merupakan tempat esofagus masuk ke gaster. Pada ostium pyloricum
terdapat musculus spincter pyloricus yang mengatur kecepatan pengeluaran isi
gaster ke duodenum.7
Lambung tersusun atas empat lapisan yaitu, tunica serosa, muskularis,
submukosa, dan mukosa. Pada lapisan mukosa (lapisan dalam lambung) terdapat
beberapa tipe kelnjar yaitu kelenjar kardia, berada didekat orifisium kardia dan
3
4
menyekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada
hampir seluruh korpus lambung, memiliki tiga tipe utama sel yaitu sel-sel
zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida
(HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12
di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya
anemia pernisiosa. Sel-sel mukus ditemukan di leher kelenjar fundus dan
menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan
HCL dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan dalam lambung adalah
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.8
2.2 Muntah
2.2.1 Definisi
Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif.
Usaha mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot dinding
perut. Secara klinis, sulit dibedakan dengan refluks gastroesogaus dan regurgitasi.
Refluks gastroesofagus (RGE) didefenisikan sebagai kembalinya isi lambung ke
dalam esophagus tanpa adanya usaha dari bayi atau anak. Apabila isi lambung
tersebut dikeluarkan melalui mulut, maka keadaan ini disebut juga sebagai
regurgitasi. Oleh karena itu, muntah pada bayi atau anak harus dipikirkan pula
kemungkinan suatu RGE. (kak rika 3,4,8)
6
Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas
seperti halnya diare pada saluran cerna bawah dan bisa mengurangi tekanan akibat
adanya sumbatan atau pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada
saluran pencernaan. (kak rika 3,4, 8)
2.2.2 Epidemiologi
Sindrom muntah siklik terjadi sebanyak 1,9% pada anak-anak sekolah.
Tingkat prevalensi refluks gastroesofagus sangat bervariasi dari beberapa studi
yang telah dilakukan tetapi refluks gastroesofagus merupakan hal yang sangat
umum terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data menyebutkan sekitar 50% pada
bayi berumur 2 bulan mengalami regurgitasi 2 kali sehari atau lebih. Prevalensi
tertinggi yaitu 67% terjadi sekitar bayi berumur 4 bulan dan kemudian prevalensi
menurun menjadi 1% pada saat bayi berumur 1 tahu. (kk rika 6)
2.2.3 Etiologi
Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi dan tergantung dari usia.
Beberapa keadaan dapat menjadi pencetus terjadinya muntah seperti gangguan
pada lambung atau usus ( infeksi, iritasi makanan, trauma), gangguan pada telinga
bagian dalam (dizziness dan motion sickness), kelainan pada susunan saraf pusat
(trauma, infeksi), atau akibat makan yang berlebihan. Meskipun jarang, obstruksi
usus merupakan penyebab muntah pada bayi. Beberapa penyebab muntah yang
sering ditemukan pada anak berdasarkan lokasi kelainan dan usia dapat dilihat
pada tabel-tabel di bawah ini. (buku idai)
Laktobezoar
Oleh karena begitu besarnya variasi penyakit atau keadaan yang dapat
menyebabkan muntah pada anak, maka pengenalan keluhan dan gejala klinis yang
spesifik dari masing-masing penyakit tersebut sangat diperlukan oleh seorang
dokter sebagai langkal awal melakukan pendekatan diagnosis. (buku idai)
2.2.4 Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena
memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat
rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla
berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di
area postrema pada lantai ventrikel keempat sususan saraf. Koordinasi pusat
8
muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena
tekanan psikologis melalui jaras yang korteks serebri dan sistem limbic menuju
pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistem
vestibuloserebella dari labirin di dalam telinga. Ransangan bahan kimia melalui
darah atau cairan otak (LCS) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi
target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras
keempat saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat
muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan
timbulnya muntah. (kak rika 1,4,6,7)
2.2.5 Patogenesis
Muntah berada di bawah kendali sistem saraf pusat dan 2 daerah
2.2.6 Diagnosis
10
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan : lama diare, frekuensi, volume, konsistensi
tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.1
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.1
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya : ubunubun besar cekung atau tidak, mata : cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR dan lain-lain.1
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :1
11
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.1
Pemeriksaan mikroskopik:1
Tabel 2.2 Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
12
2.2.7 Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO, yaitu menetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang
dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:1
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Antibiotik Selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.1
2.2.8 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak pada diare
akut, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:12
a. Dehidrasi
b. Syok hipovolemik
c. Gangguan elektrolit, diantaranya hipernatremia, hiponatremia,
hiperkalemia, hipokalemia.
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus/.
f. Kejang, pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu,
dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang
tersebut dapat disebabkan oleh karena : hipoglikemi, kebanyakan terjadi
15
pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila
panas tinggi, misalnya melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi.1
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
2.2.9 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:1
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal -
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.
2.2.10 Prognosis
Di negara berkembang, dengan penangan secara tepat prognosis diare akut
sangat baik. Kematian terutama disebabkan oleh karena dehidrasi dan oleh karena
malnutrisi. Pada saat sudah terjadi malabsorbsi prognosis menjadi buruk kecuali
dengan penatalaksaan yang tepat yaitu dilakukan rehidrasi parenteral dan pasien
dirawat dirumah sakit.14
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan. Nilai: 0 – 2 = Ringan, 3 – 6 = Sedang, 7 – 12 = Berat.
1. Hipoglikemia20
Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara
oral atau melalui NGT.
Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-
75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
Beri antibiotik.
3. Dehidrasi20
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan
F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak
muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal (lihat resep di bawah).
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 27. Jika masih
diare, beri ReSoMal setiap kali diare.
Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml
setiap buang air besar.
5. Infeksi20
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
Antibiotik spektrum luas
25
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
8. Tumbuh kejar20
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-
kejar (F-100) (fase transisi):
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama
2 hari berturutan.
Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini
terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga
kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak
sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup
energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use
therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92
g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.
27
3.2 Anamnesis
Heteroanamnesis dengan ibu dan ayah kandung pasien.
Keluhan Utama : Muntah
Keluhan Tambahan : Nyeri perut dan nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar keluarga dengan keluhan muntah sejak 2 jam SMRS.
Muntah dialami setelah minum susu UHT. Banyaknya muntah sekitar ¼ gelas air
mineral per kali muntah, awalnya muntah berisi apa yang dimakan namun muntah
terakhir hanya berisi cairan kekuningan sekitar 1 sendok makan. Banyaknya
munrah 6 kali, muntah menyemprot tidak ada. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut yang dialami sejak 2 jam SMRS, nyeri perut muncul sebelum adanya
muntah. Nyeri dominan di perut bagian atas, mencret dan demam tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang dialami sejak 2 jam SMRS. Nyeri
kepala dirasakan diseluruh kepala, riwayat terbentur tidak ada. BAK terkahir 1
jam SMRS berwarna kuning kesan cukup. Pasien hanya mau minum sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya namun tidak separah ini.
27
28
Riwayat Pengobatan
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat Pemberian Makan
0 – 6 bulan : ASI eksklusif
6 – 10 bulan : ASI dan Nasi tim saring
10 bulan – 2 tahun : ASI dan Nasi lembek
2 tahun – sekarang : Makanan keluarga
Pasien makan teratur 3x/hari, makan buah dan sayur ada. Pasien suka jajan di
sekolah.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Saat hamil, ibu pasien
ANC teratur tiap bulan di bidan. Ibu pasien mengaku tidak ada masalah selama
masa kehamilan, riwayat keguguran sebelumnya dan riwayat mengkonsumsi obat-
obatan di sangkal. Pasien lahir cukup bulan secara pervaginam di bidan dengan
berat badan lahir 3200 gram. Saat lahir pasien segera menangis dan riwayat
kebiruan tidak ada.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar lengkap. Namun ibu pasien lupa jenis
imunisasinya.
Riwayat Perkembangan
Pasien aktif belajar di sekolah, suka berteman dan bergaul dengan teman –
teman seusianya. Prestasi belajar baik.
a. Status general
Kepala : Normocephali, Lingkar kepala 46 cm, UUB tertutup rata
Rambut : Lurus tipis
Mata : mata cekung (+/+), konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter 2 mm/2 mm.
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : simetris, sianosis (-), lidah tampak normal, karies pada gigi (-),
tonsil T1/T1 hiperemis (-).
Leher : simetris, pembesaran KGB (+)
Toraks :
Inspeksi : Iga gambang (+), retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus normal kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+) minimal, wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ics V linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ics V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ1>BJ2, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : membesar, distensi (+)
Palpasi : hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, sudut tumpul,
konsistensi kenyal, nyeri tekan sulit dinilai dan lien teraba di
schuffner 3, turgor kembali lambat.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) 5x/menit,
+/+
Ekstremitas : massa otot atropi ( +/+ ) akral dingin (-), edema (-), pucat (-)
b. Data antropometri
31
Kurva WHO
32
33
Kurva Nellhaus
34
*
Leukosit 75,4 115,4* 113,7* 47,9* 6,0-17,5 103/mm3
*
Trombosit 28** 16** 14** 150-450 103/mm3
26**
MCV 77* 79* 79* 80-100 fL
77*
MCH 24* 24* 25* 27-31 Pg
24*
MCHC 31* 30* 32* 32-36 %
31*
RDW 20,5* 21,2* 19,7 11,5-14,5 %
20,4
*
PDW - -
LED 70* <15 mm/jam
Hitung Jenis :
Eosinofil 1 1 0 0-6 %
0
Basofil 0 2 1 0-2 %
1
Netrofil 0* 0* 0* 0* 2-6 %
35
Batang
Netrofil 51 49* 54 56 50-70 %
Segmen
Limfosit 25 30 28 29 20-40 %
Monosit 23* 20* 15* 14* 2-8 %
Retikulosit 1,2 0,5-1,5 %
Kimia klinik
Hati & Empedu
Bilirubin 0,36 0,3-1,2 mg/dL
Total
Bilirubin 0,28 < 0,52 mg/dL
Direct
Bilirubin 0,08 mg/dL
Indirect
AST/SGOT 46* < 35 U/L
AST/SGPT 12 <45 U/L
Albumin 2,79* 2,60* 3,5-5,2 g/dL
Diabetes
Glukosa 104 <200 mg/dL
Darah Sewaktu
Ginjal-
Hipertensi
Ureum 19 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,2 0,51-0,95 mg/dL
5*
Elektrolit-
serum
Natrium(Na) 13 133 135 132-146 mmol/dL
1*
Kalium (K) 2,7 3,9 4,8 3,7-5,4 mmol/dL
*
Klorida (Cl) 10 106 111* 98-106 mmol/dL
4
Imunoserologi
Ferritin 88,18 70-435 Ng/mL
- Parasit : Negatif
- Konsistensi : Lunak
- Lain-lain
Urinalisa (25/7/2017)
Makroskopik:
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Berat Jenis : 1,010
pH : 6,5
Leukosit : Negatif
Protein : Positif (+1)
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Nitrir : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Darah : Positif
Mikroskopik:
Sedimen Urine:
- Leukosit : 6-8
- Eritrosit :4-6
- Epitel :3-5
Lain-lain
Urinalisa (28/7/2017)
Makroskopik:
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
Berat Jenis : 1,010
pH : 8,0
Leukosit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Nitrir : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Darah : Negatif
Mikroskopik:
37
Sedimen Urine:
- Leukosit : 1-2
- Eritrosit : 0-1
- Epitel : 2-3
Lain-lain
Interpretasi :
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo: tampak patchy infiltrat di paracardial kanan
Kesimpulan : Bronchopneumoni
38
Interpretasi :
3.5 Diagnosa
Diare akut ec Rotavirus + Dehidrasi ringan sedang + Gizi buruk tipe marasmus
+ Sangkaan bronkopneumoni + Sangkaan ALL + Hipokalemi
3.6 Tatalaksana
- IVFD RL 480 cc habis dalam 6 jam ( 80 cc/jam )
Selanjutnya maintenance : IVFD KaEN 4B 27 tetes/menit (micro)
- Inj. Ceftriaxone 250 mg / 12 jam (skin test)
- Zinc syr 2x cth I
- Lacto B 2x 1sachet
- Paracetamol syr 3x4cc
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
- Nebul NaCl 3% 1,5 cc / 8 jam
40
3.7 Planning
- DPJP GEH
- Cek DR, Ur, Cr, KGDS, Elektrolit, Feses Rutin
- Konsul Respirologi
- Konsul HOM
- Konsul Nutrisi
- Konsul TKPS
3.8 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
3.8 Follow Up
24/7/2017 S/ BAB cair (+) 1x, air > - IVFD KaEN 4B 30 gtt/i
ampas, rewel (+), batuk (+) (micro)
H2
- Inj. Ceftriaxone 250
O/ Kes : CM
mg/12jam/iv
HR : 105x/i
- Zync Syr 2x cth 1
RR : 29x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
T : 37,8 ◦C
- Paracetamol syr 3x4cc
BB: 6,4 kg
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
A/ Diare Akut + Dehidrasi
- Koreksi hipokalemi: 0,5 x 6,4
Ringan Sedang + Gizi Buruk
kg = 28 meq KCL (10meq/hari
Tipe Marasmus + Sangkaan
selama 3 hari) masing-masing
Bronkopneumonia +
dalam 50 cc Dex 5% drip habis
Sangkaan ALL + Hipokalemi
dalam 2 jam (H2)
- Diet MII dengan 300 kkal + 14
P/ - Foto Thoraks AP
gram protein diberikan dalam 3
- Cek darah rutin,
kali pemberian makanan utama
elektrolit, KGDS
+ 2 kali snack
- Konsul Respirologi,
Nutrisi dan HOM
25/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, ampas > - IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
air, rewel (+), batuk (+) - Inj. Ceftriaxone 250
H3
mg/12jam/iv
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1
HR : 106x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 22x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 38 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB: 6,8 kg
- As.Folat 1x1 tab
A/ Diare Akut tanpa
- Allupurinol 2x50 mg
Dehidrasi + Gizi Buruk Tipe
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
42
26/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, air < - IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
ampas, rewel (+), batuk (+) - Inj. Ceftriaxone 250
H4
mg/12jam/iv
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1
HR : 114x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 28x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 38 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB: 6,8
- As.Folat 1x1 tab
pH urin : 6,5
- Allupurinol 2x50 mg
A/ Diare Akut tanpa
- Bicnat 25 mEq dalam 500cc
Dehidrasi + Gizi Buruk Tipe
IVFD 4:1
Marasmus + Pneumonia +
- Miconazole cr + Gentamycin cr
Sangkaan ALL + Hipokalemi
2x/hari
+ Diaper Rash
- Vit. A 200.000 IU
- Multivit Syr 1x ½ cth
P/ Konsul nutrisi
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
Cek elektrolit ulang
- Diet MII dengan 300 kkal + 14
gram protein diberikan dalam 3
kali pemberian makanan utama
+ 2 kali snack
43
27/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, air < - Bicnat 25 mEq dalam 500cc
ampas, lebih padat, rewel (+), IVFD 4:1 (hanya 1x)
H5
batuk (+) berdahak selanjutnya
IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
O/ Kes : CM
- Inj. Ceftriaxone 250
HR : 108x/i
mg/12jam/iv (H5)
RR : 26x/i
- Zync Syr 2x cth 1 (H5)
T : 38,1 ◦C
- Lacto B 2 x 1 sachet
BB: 6,9 kg
- Paracetamol syr 3x4cc
A/ Diare Akut tanpa
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
Dehidrasi + Gizi Kurang +
- As.Folat 1x1 tab
Pneumonia + Sangkaan ALL
- Allupurinol 2x50 mg
+ Hipokalemi (perbaikan) +
- Vit. A 200.000 IU single dose
Diaper Rash
- Multivit Syr 1x ½ cth
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
P/ Urinalisa hari ini
- Miconazole cr + Gentamycin cr
2x/hari
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
- Diet ASI / Susu formula 5x45
cc
- Acc saran divisi HOM Hidrasi
dengan 4:1 1000cc/hari 40 gtt/i
(micro)
- Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral
80 cc/3jam /oral
48
49
berlangsung kurang dari satu minggu. Mual dan muntah adalah simptom yang non
spesifik pada pasien dengan diare, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh
karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Demam umumnya terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.1
Pasien mulai mengalami gizi kurang sejak usia 10 bulan. Ibu pasien
mengeluhkan pasien mulai malas makan, dan mulai mengalami penurunan berat
badan dan perut membesar sejak usia 10 bulan, dari posyandu diketahui
penurunan berat badan ±200-500 gram perbulan. Dari hasil pemriksaan fisik
didapatkan anak tampak sangat kurus dengan iga tampak gambang, abdomen
membesar, tampak massa otot atropi pada keempat ektremitas dan baggy pants.
Dari data antropometri didapatkan status gizi pasien yaitu gizi buruk. Sehingga
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan gizi
buruk tipe marasmus.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang
menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada
kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan
kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut
kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya
tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang
hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofi, hingga tulang-tulang terlihat lebih
jelas. Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare
atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan
darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat
pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang
agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.27
50
Zinc sulfat diberikan pada usia > 6 bulan sama dengan 20 mg per hari yang
dilarutkan sehingga dalam terapi yang diberikan pada kasus ini sudah sesuai yaitu
Zinc sirup yang mengandung zinc sulfat 10 mg, diberikan 2x1 sendok takar. Zinc
merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga
mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari
diare. Penggunaan zinc selama diare akut diperkirakan akan mempengaruhi fungsi
imun atau fungsi dan struktur intestinal serta proses pemulihan epitel selama
diare, sehingga akan mencegah diare lebih lanjut atau mempercepat proses
penyembuhan.33
Terapi tambahan pada diare anak dapat berupa pemberian probiotik, pada
kasus ini diberikan Lacto B 2x1 sachet. Probiotik adalah bakteri hidup atau
bakteri campuran yang mempunyai efek menguntungkan pada saluran cerna dan
saluran nafas manusia melalui kemampuanya memperbaiki keseimbangan
mikroflora usus. Bakteri ini temasuk mikroba dari golongan bakteri asam laktat
yang bekerja mempertahankan kesehatan manusia. Terdapat tiga genus bakteri
asam laktat yang sering dipakai sebagai probiotik antara lain Lactobacilus,
Bifdobacterium dan Streptococcus. Selain itu, bakteri yang juga sering digunakan
untuk probiotik adalah Lactococcus, dan Enterococcus. Fungsi pemberian
Probiotik antara lain sebagai:33
a. Fungsi pertahanan mukosa, fungsi proteksi dan pertahanan imunitas saluran
cerna seperti misalnya lapisan epitel, lapisan mukus, peristaltik, dan
deskuamasi epitel, serta sekresi Imunnoglobulin A (IgA), sangat berpengaruh
terhadap perlekatan kuman patogen.
b. Modulasi sistem imun lokal dan sistemik, dua fungsi munitas di saluran cerna
yang penting adalah:
1. Sebagai peran proteksi/supresi, mencegah respon imun terhadap protein, dan
menghindari reaksi hipersensitvitas
2. Induksi respon imun spesifik dengan sekresi IgA di dalam lumen saluran
cerna yang bertujuan untuk mencegah kolonisasi kuman patogen.
Pasien dengan demam dapat diberikan paracetamol sirup dengan dosis 10-
15mg/kgBB tiap pemberian, dapat diberikan 3-4x sehari, jadi pada pasien
53
54
DAFTAR PUSTAKA
4. UNICEF-WHO. Diarhoea: Why children are still dying and what can be
done. J World Helath Organization; 2009.
7. Snell RS. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, ed. 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10. Parashar UD, Hummelman EG, Breese JS, Miller MA, Glass RI. Global
Ilnnes and Death Caused by Rotavirus Diseases in Children. Emerging
infection diseases. 2006. Hal: 565-72
13. Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi
I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen
IPD FK UI Juni 2006.
14. Adisasmito W. Diare pada bayi dan balita di Indonesia. Sistemik review
penelitian akademi bidang kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta: 2007
55
56
21. Soebagyo, B. 2008. Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press
23. Rahmawati, D. (2008). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA
Pada Balita di URJ Anak RSU Dr Soetomo Surabaya. Bulletin penelitian
RSU Dr Soetomo. Vol. 10. No. 3. Sept
25. Nuryanto. 2012. Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal Pembangunan Manusia
Vol. 6. No. 2.
26. Brown, K.H., (2003). Diarrhea and Malnutiriton. American Society for
Nutritional Sciences. JN the Journal of Nutrition 0022-3166/03
57
27. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis
pada Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.
29. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook
of Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.
33. Wawan, I.W. 2010. Probiotik sebagai Terapi Diare Akut pada Bayi dan Anak.
Denpasar : Universitas Udayana.
34. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137
35. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.