Kelompok 3 Ulkus Peptikum
Kelompok 3 Ulkus Peptikum
Kelompok 3 Ulkus Peptikum
KEPERAWATAN MEDIKAL
MAKALAH
Oleh
Kelompok 3
UNIVERSITAS JEMBER
2017
ii
Oleh
PRAKATA
1. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB. selaku dosen mata kuliah penanggung
jawab Keperawatan Medikal;
2. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB., selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Bedah;
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doa demi
terselesaikannya makalah ini; dan
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penyusun juga mengharap kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini dan karya tulis selanjutnya. Akhirnya penulis berharap,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
1.3 Tujuan
lambung disebut pertemuan esofagus gastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin
otot halus, disebut sfingter esofagus bawah (sfingter kardia), yang pada saat
kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dibagi kedalam empat
bagian anatomis : kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus membentuk
sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus.
Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik
dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 700 cm area permukaan untuk
sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi kedalam tiga bagian anatomik yaitu
bagian atas (denum), bagian tengah (yeyunum), dan bagian bawah (ileum).
Duktus koledukus, yang memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi
pankreas, mengosongkan diri kedalam duodenum pada ampula Vater.
Pertemuan antara usus halus dan besar terletak pada ampula Vater, bagian
bawah kanan duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaiu katup
ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar
dan mencegah refluks bakteri kedalam usus halus. Pada tempat ini terdapat
apendiks veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan
abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke
kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar
terdiri dari dua bagian yaitu kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada
anus. Jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik
sfingter internal dan eksternal (Brunner & Suddarth,2002)
Ulkus peptikum (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau
duodenum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif
disebabkan sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter
6
adalah 12% pada pria dan 10% pada wanita dengan angka kematian pasien
15.000 per tahun dan menghabiskan dana 10 milyar dolar per tahun. Di
Inggris sekitar 6–20% penduduk menderita ulkus pada usia 55 tahun,
sedangkan prevalensinya 2–4%.
a. Akut
b. Kronis
a. Esofagus (jarang)
b. Lambung
c. Duodenum
d. jejunum (jarang)
a. Bentuk bulat
b. Bentuk garis
a. Mukosa
b. Sub mukosa
c. Muskularis
d. Serosa
antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran
darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel.
Selain kedua faktor di atas, ada faktor yang merupakan faktor predisposisi
(kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis
kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria.
1. Faktor agresif
a. Asam dan Pepsin
1) Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum telah
banyak dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim yang bekerja
sama dengan asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung
untuk mencerna makanan, terutama protein. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme
neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus.
2) Peranan faktor agresif untuk terjadinya ulkus peptikum secara jelas belum
terungkap secara keseluruhan, walaupun pada penderita ulkus duodenum
peranan asam memegang peranan penting, mungkin dengan kombinasi
faktor lain seperti meningkatnya sekresi sel parietal, meningkatnya
sekresi lambung seperti gastrin, asetilkolin atau histamin.
3) Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf
simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya
peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan
rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat mengakibatkan
reflekspasmeesophageal sehingga timbul regurgitasi asam HCl yang
menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar.
4) Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat
mengakibatkan terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi
pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan dari lambung tidak bisa
11
Pengeluaran histamin
ULKUS PEPTIKUM
Penurunan
hemoglobin Nyeri
gejala.Oleh karena itu ulkus biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi. Hanya
setengah dari penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama seperti
perih, rasa seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri berlangsung terus-
menerus dengan intensitas ringan sampai berat biasanya terletak di bawah
sternum.Kebanyakan orang yang menderita ulkus duodenum, nyeri biasanya
tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul menjelang siang. Minum susu dan
makan (yang menyangga keasaman PH lambung) atau meminum obat antasida
mengurangi nyeri, tapi mulai timbul kembali setelah 2 atau 3 jam kemudian.
Penderita ulkus peptikum sering mengeluh mual, muntah dan
regurgitasi.Timbulnya muntah terutama pada ulkus yang masih aktif, sering
dijumpai pada penderita ulkus peptikum daripada ulkus duodenum, terutama
yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus atau
duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut
merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat
instabilitas neromuskuler dari kolon.Nyeri Ulkus gaser bisa epigastrik, atau
terjadi bagian mana pun dari perut atas bagian anterior. Anoreksi, muntah, dan
penurunan berat badan lebih sering dan lebih berat pada Ulkus Karsinomatosa
lambvung daripada ulkus peptikum yang jinak/ kadang-kadang memicu nyeri
dengan segera ( seperti pada esofagitis refluks)
1. Terapi Medis
Menyembuhkan ulkus setelah 4-6 minggu, dengan baik dengan antagonis
reseptor -H₂ atau inhibitor pompa proton. Penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid harus dihentikan.
2. Eradikasi H. Pylori : rekurensi ulkus sering terjadi bila bila tidak dilakukan
eradikasi H.phylori.
3. Medikamentosa
a. Hindari rokok dan makanan yang menyebabkan nyeri
b. Antasida untuk terapi simtomatik
c. Bloker H2 (ranitidin, cimetidine)
d. PPI (omeprazole)
e. Bismuth koloidal
16
1. Identitas Klien
a. Identitas klien meliputi: nama, jenis kelamin (pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita
hampir sama dengan pria), tanggal lahir, usia (frekuensi paling besar pada
individu antara usia 40 dan 60 tahun), agama, pendidikan, pekerjaan, status
marital (perkawinan), suku bangsa, alamat, no register, tanggal MRS,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab meliputi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
agama, pendidikan, pekerjaan, status marital (perkawinan), suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya gejala pada pasien ulkus peptikum adalah muntah, nyeri,
pirosis, konstipasi.
Faktor pencetus: pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat atau
beberapa jam setelah makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah
malam. Sifat keluhan (periodic atau tiba-tiba)
b. Riwayat kesehatan dahulu
18
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga, misal adakah riwayat
keluarga dengan penyakit ulkus?
1. Riwayat psikososial
Bagaimana kondisi kejiwaan dan aktifitas sosial klien sehari-hari,
bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja
dan kehidupan keluarga. Adakah stres pekerjaan atau adakah masalah
dengan keluarga.
4. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang aktivitas sehari-hari klien, apakah aktivitas klien tidak
mengganggu jadwal dan pola makan klien? Biasanya klien dengan ulkus
peptikum diakibatkan oleh pekerjaan yang padat, sehingga jadwal dan pola
makan terganggu. Istirahat klien ulkus peptikum juga terganggu, biasanya
klien sering bangun tengah malam akibat nyeri abdomen. Selain itu,
keletihan, kelelahan, malaise, dan ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari – hari juga dirasakan setelah kondisi tubuh memburuk.
b. Sirkulasi
Kaji penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi, yang disebabkan
oleh kurangnya intake cairan dan elektrolit, ansietas dapat terjadi dan
frekuensi RR juga dapat berubah.
c. Eliminasi
Kaji adanya keluhan dehidrasi, diare dan konstipasi juga dapat terjadi
akibat dari diet dan obat-obatan.
19
5. Pemeriksaan Fisik:
a. Sistem Kardiovaskular:
Pasien ulkus peptikum yang merasakan nyeri akut hebat disertai
kurangnya cairan dan elektrolit dapat menurunkan tekanan darah
(hipotensi), takikardi, berkeringat, dan nausea.
b. Sistem Gastrointestinal:
Palpasi bagian abdomen, rasakan apakah ada ketegangan, auskultasi
penurunan bising usung, inspeksi adanya perubahan bentuk abdomen,
kesimetrisan, mukosa mulut, dan nafas dari mulut.
c. Sistem Integumen:
Suhu tubuh biasanya dalam batas normal, turgor kulit buruk, membran
mukosa kering.
d. Sistem Urinaria:
Kaji pola eliminasi urin, bau urin dan volume urin output (biasanya
lebih sedikit atau jarang dari sebelumnya).
e. Sistem Indra:
20
f. Sistem Neurosensori
1. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca operasi
2. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena
massis
hematemesis dan melena 1. nadi, iraman jantung, 5. monitor tanda awal ansietas
massis frekuensi nafas dalam 6. monitor tanda gejala syok
batas yang diharapkan 7. lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
2. natrium, kalium, klirida, 8. ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah mengatasi gejala
kalsium, ph darah dbn syok
3. Risiko ketidakefektfan jalan nafas berhubungan dengan penururan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi
4. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tak
abahan pdekuat.
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan aktivitas muntah berlebihan, respon perubuahan
pasca bedah gastreokt
6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit kesalahan interprestasi terhadan informasi dan rencana keluarkan
semua.
keluarkan semua. mengidentifikasi dan 5. ajarkan pasien menggunkan tehnik relaksasi untuk mengurangi
mengungkapkangejala kecemasan
cemas 6. dorong keluarga untuk menemani pasien
2. mengidentifikasi, 7. paha,i prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan, dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontrol cemas
3. vital sign alam batas
norma
4. postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh, dan
tingkat
aktivitasmenunjukkan
berkurangnya kecemasan
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Noval. 2002. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus
Peptikum. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4, Maret 2002: 222 – 226. [Tersedia
Online] https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/download/981/912. [diakses pada tanggal 25 September
2017].
Berardi R.R., Welage L.S. 2005. Peptic Ulcer Disease. In Dipiro J.T., Talbert
R.L.,Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. ed:
Pharmacotherapy aPathophysiologic Approach. 6th ed. USA: McGraw-
Hill Companies. p. 630.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
R, David & et all. 2005 “Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?isbn=9797818233. [Akses pada tgl 25
September 2017].
Saverio, S. Di et al., 2014. A Cost-Effective Technique for Laparoscopic
Appendectomy : Outcomes and Costs of a Case-Control Prospective
Single-Operator Study of 112 Unselected Consecutive Cases of
Complicated Acute Appendicitis. Journal of the American College of
Surgeons, 218(3), pp.e51–e65. Tersedia Online:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jamcollsurg.2013.12.003. diakses pada tanggal
25 September 2017
Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakrta: EGC.