Kelompok 3 Ulkus Peptikum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL

MAKALAH

Oleh

Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2017
ii

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS PEPTIKUM

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL

Oleh

Achlun Nisa M. S.P.P. 152310101002 Nova Detalia S. 152310101032


Devi Humairah Irawan 152310101006 Tirtanti Prawita Sari 152310101036
Vivin Riskiyana 152310101011 Diana Aprilia P. 152310101041
Devi Saputri 152310101016 Ifa Mardiana 152310101196
Siti Aisyah 152310101020 Umari Hasniah R. 152310101208
Avisha Nur Ifaddah 152310101024 Fikri Mahendra P. 152310101222
Rafika Nurul Aini 152310101028 Nurdianah Fajri R. 152310101346

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
iii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pasien
dengan Gangguan Ulkus Peptikum”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
Universitas Jember. Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB. selaku dosen mata kuliah penanggung
jawab Keperawatan Medikal;
2. Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB., selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Bedah;
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doa demi
terselesaikannya makalah ini; dan
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penyusun juga mengharap kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini dan karya tulis selanjutnya. Akhirnya penulis berharap,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 25 September 2017


Penyusun
iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii


PRAKATA ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI ......................................................................... 4
2.1 Anatomi Fisiologi ...................................................................... 4
2.2 Definisi Ulkus Peptikum ........................................................... 5
2.3 Epidemiologi Ulkus Peptikum ................................................. 6
2.4 Etiologi Ulkus Peptikum .......................................................... 7
2.5 Klasifikasi Ulkus Peptikum...................................................... 8
2.6 Patofisiologi Ulkus Peptikum ................................................... 9
2.7 Manifestasi Klinis Ulkus Peptikum ......................................... 13
2.8 Pemeriksaan Penunjang Ulkus Peptikum .............................. 14
2.9 Penatalaksanaan Medis Ulkus Peptikum ............................... 15
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 17
3.1 Pengkajian ................................................................................. 17
3.2 Diagnosa ..................................................................................... 20
3.3 Intervensi ................................................................................... 21
3.4 Implementasi ............................................................................. 25
BAB 4. PENUTUP......................................................................................... 29
4.1 Kesimpulan ................................................................................ 28
4.2 Saran .......................................................................................... 28
v

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus peptikum (UP) merupakan suatu kerusakan pada lapisan mukosa,


sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktifitas
pepsin dan asam lambung. Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus
halus, tetapi kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura
minor (Aziz, 2002). Ulkus peptikum masih menjadi suatu permasalah kesehatan
yang perlu diperhatikan, karena meskipun terlihat sepele namun angka kejadian
dan angka kematian ulkus peptikum cukup tinggi. Di seluruh dunia setiap
tahunnya terdapat 4 juta orang menderita ulkus peptikum, sekitar 10%-20%
terjadi komplikasi dan sebanyak 2%-14% didapatkan ulkus peptikum
perforasi. Perforasi ulkus peptikum relatif kecil tetapi dapat mengancam
kehidupan dengan angka kematian yang bervariasi dari 10%-40% (Saverio et
al, 2014).
Lebih dari setengah kasus yang ada, penderita polipemtikum merupakan
perempuan dan biasanya mengenai usia lanjut yang mempunyai lebih banyak
risiko komorbiditas dari pada laki-laki. Penyebab utama adalah penggunaan
non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs), steroids, merokok,
Helicobacterpylori dan diet tinggi garam (Saverio et al, 2014). Ulkus peptikum
sangat jarang terjadi pada bayi dan anak dibanding dewasa, namun insiden yang
pasti belum diketahui. Pada kelompok anak, usia yang paling sering dikenai
adalah 12-18 tahun dan terjadi pada anak laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan (Aziz, 2002).
Penyebab ulkus peptikum beragam dan belum diketahui seluruhnya,
namun pada umumnya terjadi akibat sekresi asam yang berlebihan dan gangguan
ketahanan atau integritas mukosa, sehingga terjadi difusi balik ion H+ dari lumen
usus masuk ke dalam mukosa. Mekanisme keseimbangan antara faktor agresif
2

(perusak) dan faktor defensif (ketahanan mukosa) sangat penting untuk


mempertahankan fungsi dan integritas saluran cerna. Faktor agresif yang utama
adalah asam lambung dan pepsin. Faktor defensif yang berperan adalah
mucousbarrier (mukus dan bikarbonat), mucosal resistancebarrier (resistensi
mukosa), microcirculation (aliran darah mukosa) dan prostaglandin. Ketika
seseorang sudah terdapat ulkus pada peptikumnya maka dapat di klasifikan
menjadi dua klasifikiasi yaitu ulkus peptikum primer dan ulkus peptikum
sekunder.
Ulkus peptikum yang menjadi suatu permasalah kesehatan dan dengan
angka kejadian serta angka kematian yang cukup tinggi maka di perlukan suatu
upaya preventif untuk pencegahan terjadinya ulkus peptikum. Upaya preventif
yang dilakukan salah satu menyediakan sumber informasi yang tepat dan akurat,
maka kami memnyusun makalah tentang asuhan keperawatan klien dengan ulkus
peptikum dengan tujuan dapat menambah pengetahuan terkait ulkus peptikum.
Meningkatnya pengetahuan tentang ulkus peptikum dapat mencegah dan
mendeteksi secara dini adanya ulkus peptikum sehingga dapat mengurangi angka
kejadian maupun kematian akibat ulkus peptikum.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang dapat di


angkat dalam penyusunan makalah ini antara lain.

1. Bagaimana konsep tentang penyakit ulkus peptikum?


2. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus peptikum
berdasarkan teori?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


3

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan umum dari penulisan


makalah ini yaitu mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan asuhan
keperawatan pada klien dengan ulkus peptikum.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep
penyakit ulkus peptikum.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang proses
keperawatan pada klien dengan ulkus peptikum berdasarkan teori.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Gastrointestinal

Saluran gastrointestinal adalah jalur (panjang total 23 sampai 26 kaki)


yang berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung, dan usus sampai anus.
Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat
mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inchi), menjadi distensi bila
makanan melewatinya. Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah
kiri dari garis tengah tubuh, tepat dibawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu
kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. Inlet ke
5

lambung disebut pertemuan esofagus gastrik. Bagian ini dikelilingi oleh cincin
otot halus, disebut sfingter esofagus bawah (sfingter kardia), yang pada saat
kontraksi, menutup lambung dari esofagus. Lambung dibagi kedalam empat
bagian anatomis : kardia (jalan masuk), fundus, korpus, dan pilorus membentuk
sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus.

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah
panjangnya kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik
dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 700 cm area permukaan untuk
sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi kedalam tiga bagian anatomik yaitu
bagian atas (denum), bagian tengah (yeyunum), dan bagian bawah (ileum).
Duktus koledukus, yang memungkinkan untuk pasase baik empedu dan sekresi
pankreas, mengosongkan diri kedalam duodenum pada ampula Vater.

Pertemuan antara usus halus dan besar terletak pada ampula Vater, bagian
bawah kanan duodenum. Ini disebut sekum. Pada pertemuan ini yaiu katup
ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi usus ke dalam usus besar
dan mencegah refluks bakteri kedalam usus halus. Pada tempat ini terdapat
apendiks veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan
abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke
kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar
terdiri dari dua bagian yaitu kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada
anus. Jalan keluar anal diatur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik
sfingter internal dan eksternal (Brunner & Suddarth,2002)

2.2. Definisi Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau
duodenum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif
disebabkan sekresi asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter
6

pylori dengan faktor pelindung mukosa dimana produksi prostagladin, gastric


mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa (Berardi &Lynda, 2005; Tas et al,
2015). Ulkus peptikum merupakan keadaan kontinuitas mukosa lambung
terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi.Ulkus peptikum merupakan erosi
lapisan mukosa biasanya dilambung atau duodenum (Corwin, 2009).

2.3 Epidemiologi Ulkus Peptikum

Setiap tahun 4 juta orang menderita ulkus peptikum di seluruh dunia,


sekitar 10%-20% terjadi komplikasi dan sebanyak 2%-14% didapatkan ulkus
peptikum perforasi. Perforasi ulkus peptikum relatif kecil tetapi dapat mengancam
kehidupan dengan angka kematian yang bervariasi dari 10%-40%. Lebih dari
setengah kasus adalah perempuan dan biasanya mengenai usia lanjut yang
mempunyai lebih banyak risiko komorbiditas daripada laki-laki. Penyebab
utama adalah penggunaan non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
steroids, merokok, Helicobacterpylori dan diet tinggi garam (Saverio et al,
2014).

Penyebab lain dari gastroduodenal perforasi seperti trauma,


neoplasma, benda asing yang bersifat korosif dan hal ini terjadi akibat hasil
dari diagnosis atau terapi intervensi (iatrogenic). Trauma pada lambung dan
duodenum hanya 5.3% dari seluruh trauma tumpul hollow viscus organ tetapi
berhubungan dengan komplikasi sekitar 27% -28%. Perforasi yang terjadi karena
keganasan/ malignancy dapat berasal dari adanya obstruksi dan meningkatkan
tekanan intralumen dan respon dari chemotherapy dan tumor transmural
(Saverio et al, 2014).

Sekitar empat juta penduduk terdiagnosis ulkus peptikum setiap


tahunnya di Amerika Serikat dengan gangguan asam–pepsin, prevalensinya
7

adalah 12% pada pria dan 10% pada wanita dengan angka kematian pasien
15.000 per tahun dan menghabiskan dana 10 milyar dolar per tahun. Di
Inggris sekitar 6–20% penduduk menderita ulkus pada usia 55 tahun,
sedangkan prevalensinya 2–4%.

2.4 Etiologi Ulkus Peptikum

Etiologi yang mempengaruhi terjadinya ulkus peptikum terdapat dua


faktor yaitu faktor genetikan dan faktor lingkungan. Etiologi yang berasal dari
faktor genetika antara lain golongan darah, O + nono-sektor, kembar identik,
HLA B5. Sedangkan etiologi yang berasal dari faktor lingkungan antaralain
OAINS, rokok, Helicobacter Pylori, Stres lingkungan, Kebiasaan diet.

Penyebab utama terjadinya ulkus peptikum yaitu rusaknya sawar yang


disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: hipersekresi asam lambung, infeksi
helicobacter pylori, refluks empedu, bahan iritan seperti makanan dan minuman,
obat-obatan anti inflamasi non steroid dan al kohol, merekok, faktor genetik.

Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum,


yaitu,infeksiHelicobacter pylori, dan penggunaan NSAID. Kasus ulkus peptikum
kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori dan penggunaan NSAID.
Jumlah penderita ulkusduodenum di Amerika Serikat akibat
Helicobacterpyloriyang tidak menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam salah
satu penelitian, pasienyang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan
penderita ulkusduodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung positif
terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit
putihdibandingkan ras yang tidak berkulit putih penggunaan NSAID pada kasus
ulkus peptikum sudah menjadipenyebab umum. Obat ini
mengganggupembataspermeabilitas mukosa,membuat mukosa rentan rusak.
Sebanyak 30% orang dewasa yangmenggunakan NSAIDmenderita efek samping
8

pada salurangastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan


resikoulkus duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus
peptikumsebelumnya, umur yang sudah tua, perempuan, penggunaan
NSAIDdengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan
penyakitpenyerta yang parah.Penelitian jangka panjang menemukan bahwa
pasien denganpenyakit artritis dengan umur lebih dari 65 tahun yang secara
teraturmenggunakan aspirin dosis rendah dapatmeningkatkan resiko
dispepsiayang cukup parah apabila menghentikan penggunaan NSAID.Walaupun
prevalensi kerusakan saluran gastrointestinal akibatpenggunaan NSAID pada
anak tidak diketahui, sepertinya bertambah,terutama pada anak-anak dengan
penyakit artritis kronis yang diobatidengan menggunakan NSAID. Ditemukan
kasus ulserasi lambung daripenggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada
anak-anak

2.5 Klasifikasi Ulkus Peptikum

1. Berdasarkan waktu timbul

a. Akut

b. Kronis

2. Berdasarkan letak ulkus

a. Esofagus (jarang)

b. Lambung

c. Duodenum

d. jejunum (jarang)

3. Berdasarkan bentuk dan besar


9

a. Bentuk bulat

b. Bentuk garis

c. Bentuk ganda (multiple ulcer)

4. Berdasarkan dalamnya ulkus

a. Mukosa

b. Sub mukosa

c. Muskularis

d. Serosa

Ulkus peptikum dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dan


waktu timbulnya.Bila diklasifikasikan berdasarkan letak, ulkus
peptikum dapat dibedakan menjadi ulkus lambung dan ulkus
duodenum.Perbedaan antara kedua ulkus tersebut hanya pada letak
ulkusnya. Berdasarkan waktu timbulnya, ulkus peptikum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu yang pertama adalah erosi,
dimana ulkus baru mencapai lapisan mukosa, yang kedua yaitu akut,
pada keadaan ini ulkus sudah mencapai lapisan submukosa, dan yang
terakhir adalah kronis, dimana ulkus sudah mencapai lapisan
muskularis.

2.6 Patofisiologi Ulkus Peptikum

Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan ulkus pada saluran


pencernaan bagian atas adalah perimbangan antara faktor agresif (asam dan
pepsin) dan faktor pertahanan (defensif) dari mukosa. Faktor pertahanan ini
10

antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran
darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel.

Selain kedua faktor di atas, ada faktor yang merupakan faktor predisposisi
(kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis
kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria.

1. Faktor agresif
a. Asam dan Pepsin
1) Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum telah
banyak dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim yang bekerja
sama dengan asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung
untuk mencerna makanan, terutama protein. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme
neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan
usus.
2) Peranan faktor agresif untuk terjadinya ulkus peptikum secara jelas belum
terungkap secara keseluruhan, walaupun pada penderita ulkus duodenum
peranan asam memegang peranan penting, mungkin dengan kombinasi
faktor lain seperti meningkatnya sekresi sel parietal, meningkatnya
sekresi lambung seperti gastrin, asetilkolin atau histamin.
3) Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf
simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya
peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan
rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat mengakibatkan
reflekspasmeesophageal sehingga timbul regurgitasi asam HCl yang
menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar.
4) Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat
mengakibatkan terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi
pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan dari lambung tidak bisa
11

masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena itu pada penderita ulkus


peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia, kembung dan
kadang vomitus. Resiko terjadinya kekurangan nutrisi bisa terjadi sebagai
manifestasi dari gejala-gejala tersebut.
5) Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang
berasal dari pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang
merupakan salah satu faktor lambung. Oleh karena itu terjadilah
penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan penghancuran kapiler
dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut akan dapat memunculkan
komplikasi berupa pendarahan.
6) Yang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan asam
lambung pada keadaan basal dan meningkatnya asam lambung pada
stimulasi atau lamanya peningkatan asam setelah makan. Selain itu
terlihat peningkatan motilitas di samping efek pepsin dan asam empedu
yang bersifat toksik pada mukosa duodenum.
7) Tukak lambung berbeda dengan tukak duodenum karena abnormalitas
asam tidak begitu memegang peranan penting, barangkali mekanisme
pertahanan mukosa lebih penting (faktor defensit); antara lain gangguan
motilitas lambung yang menyebabkan refluks empedu dari duodenum ke
lambung, perlambatan pengosongan lambung.
2. Faktor Defensif atau Mekansme Pertahanan Mukosa
Dibanding dengan faktor agresif, gangguan faktor pertahanan mukosa
lebih penting untuk terjadinya ulkus peptikum, yaitu:
a. Apapun yang menurunkan mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid
lain, alcohol, dan obat anti inflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom
Zollinger-Ellison (gastrinoma)dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis
standar.
12

b. Epitel saluran pencernaan mempertahankan integritasnya melalui


beberapa cara, antara lain sitoproteksi seperti pembentukan dan sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan aliran darah. Di samping itu ada beberapa
mekanisme protektif di dalam mukosa epitel sendiri antara lain
pembatasan dan mekanisme difusi balik ion hidrogen melalui epitel,
netralisasi asam oleh bikarbonat dan proses regenerasi epitel. Semua
faktor tadi mempertahankan integritas jaringan mukosa saluran cerna;
berkurangnya mukosa yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor
mekanisme pertahanan mukosa akan menyebabkan timbulnya ulkus
peptikum.

Jadi terlihat bahwa untuk terjadinya ulkus peptikum selain


adanya faktor agresif (asam dan pepsin), ada juga yang lebih penting
adalah integritas faktor pertahanan mukosa (defensif) saluran
cerna.Jikahal ini terganggu maka baru timbul ulkus peptikum.

3. Pathways Ulkus Peptikum

Penyebab dan faktor predisposisi:


Asam dalam lumen, empedu, alkohol, NSAIDS, H. pillory, stres, herditer,
makanan/minuman yang dapat mengiritasi lambung

Peningkatan permeabilitas sawer lambung

Asam lambung kembali berdifusi ke mukosa

Pengeluaran histamin

Merangsang sekresi asam sehingga asam meningkat


13

Merusak mukosa lambung

ULKUS PEPTIKUM

Perubahan status Kerusakan Fungsisawermukosa Kerusakanmukosal


kesehatan barrier lambung lambungmenurun ambung

kuranginformasitt Peningkatan Resikorad


as. lambung Destruksikapilerdan ang
gpenyakit vena
Muntah
Nausea Perdarahanteru Pelepasanhormon
Kurangpengetah smenerus bradykinin,
uan serotonin
Resikokekurangan
volume cairan
Penurunanvold Merangsanghipota
arah lamuspdpusatnyer
i

Penurunan
hemoglobin Nyeri

2.7 Manifestasi Klinis Ulkus Peptikum

Gejala-gejala Ulkus duodenal (paling sering ulkus peptikum) dapat


berlangsung berhari-hari, minggu atau bulan dan bahkan menghilang dan hanya
kembali timbul tanpa penyebab. Banyak individu mempunyai Ulkus tanpa
14

gejala.Oleh karena itu ulkus biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi. Hanya
setengah dari penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama seperti
perih, rasa seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri berlangsung terus-
menerus dengan intensitas ringan sampai berat biasanya terletak di bawah
sternum.Kebanyakan orang yang menderita ulkus duodenum, nyeri biasanya
tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul menjelang siang. Minum susu dan
makan (yang menyangga keasaman PH lambung) atau meminum obat antasida
mengurangi nyeri, tapi mulai timbul kembali setelah 2 atau 3 jam kemudian.
Penderita ulkus peptikum sering mengeluh mual, muntah dan
regurgitasi.Timbulnya muntah terutama pada ulkus yang masih aktif, sering
dijumpai pada penderita ulkus peptikum daripada ulkus duodenum, terutama
yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus atau
duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung, perut
merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai akibat
instabilitas neromuskuler dari kolon.Nyeri Ulkus gaser bisa epigastrik, atau
terjadi bagian mana pun dari perut atas bagian anterior. Anoreksi, muntah, dan
penurunan berat badan lebih sering dan lebih berat pada Ulkus Karsinomatosa
lambvung daripada ulkus peptikum yang jinak/ kadang-kadang memicu nyeri
dengan segera ( seperti pada esofagitis refluks)

2.8 Pemeriksaan Penunjang Ulkus Peptikum

1. Endoskopi (gastroskopi) dengan biopsi dan sitologi


Endoskopi adalah pemeriksaan penunjang pilihan pertama bagi pasien
dispepsia dan bagi pendarahan saluran pencernaan bagian atas (untuk
diagnosis dan terapi endoskopi pada pendarahan). Ulkus gaster bisa
merupakan tanda pertama dari kanker lambung. Biopsi dari tepi ulkus dan
endoskopi ulang setelah 6 minggu terapi medis mutlak dilakukan.
15

2. Tes untuk Helicobacter pylori : berbagai tes memungkingkan dilakukan


identifikasi organisme yang memiliki ciri sangat sulit dikultur ini antara lain:
a. Pemeriksaan Histologis pada biopsi atrium
b. Tes CI.O untuk urease bakterial dan jaringan atrium yang didapatkan
dengan biopsi.
c. Tes napas ureum dengan label ¹³C ureum yang diberi radiolabel decerna
kemudian ¹³C₂ yang dihasilkan melalui hidrolisis diabsorpsi, disekresikan
dalam paru dan terdeteksi pada napas.
3. Pemeriksaan dengan barium
4. Pemeriksaan radiologi pada abdomen
5. Analisis lambung
6. Pemeriksaan laboratorium kadar Hb, Ht, dan pepsinogen

2.9 Penatalaksanaan Ulkus Peptikum

1. Terapi Medis
Menyembuhkan ulkus setelah 4-6 minggu, dengan baik dengan antagonis
reseptor -H₂ atau inhibitor pompa proton. Penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid harus dihentikan.
2. Eradikasi H. Pylori : rekurensi ulkus sering terjadi bila bila tidak dilakukan
eradikasi H.phylori.
3. Medikamentosa
a. Hindari rokok dan makanan yang menyebabkan nyeri
b. Antasida untuk terapi simtomatik
c. Bloker H2 (ranitidin, cimetidine)
d. PPI (omeprazole)
e. Bismuth koloidal
16

f. Ampisilin atau tetrasiklin + metronidazole (efektif melawan Helicobacter


pylori)
g. Re-endoskopi pasien dengan ulkus gaster setelah 6 minggu karena
terdapat risiko keganasan
4. Pembedahan dibutuhkan pada kasus dengan komplikasi perforasi dan
pendarahan rekuren atau peristen. Bedah efektif adalah pilihan yang jarang
diajukan bagi ulserasi peristen dan/atau intoleransi terhadap pemberian obat
medis.
h. Hanya diindikasikan untuk kegagalan terapi medikamentosa dan
komplikasi.
i. Operasi elektif untuk ulkus duodenum : vagotomi seletif tinggi (saat ini
jarang digunakan ), Operasi elektif untuk ulkus gaster , gastrektomi
Billroth I
j. Ulkus duodenum/gastrikum yang telah perforasi : penutupan sederhana
pada perforasi dan biopsi.
k. Perdarahan : kontrol endoskopik dengan skleroterapi, menjahit pembuluh
darah yang rusak
l. Stenosis pilorik : gastroenterostomi
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS PEPTIKUM

3.1 Pengkajian Pasien dengan Ulkus Peptikum

1. Identitas Klien
a. Identitas klien meliputi: nama, jenis kelamin (pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita
hampir sama dengan pria), tanggal lahir, usia (frekuensi paling besar pada
individu antara usia 40 dan 60 tahun), agama, pendidikan, pekerjaan, status
marital (perkawinan), suku bangsa, alamat, no register, tanggal MRS,
tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b. Identitas Penanggung Jawab meliputi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir,
agama, pendidikan, pekerjaan, status marital (perkawinan), suku/bangsa,
alamat, hubungan dengan klien.

2. Keluhan utama/alasan masuk RS


Pada pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh merasakan nyeri (seperti
terbakar atau menggerogoti dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan) pada
bagian perut, ulu hati, kembung, mual dan muntah.

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya gejala pada pasien ulkus peptikum adalah muntah, nyeri,
pirosis, konstipasi.
Faktor pencetus: pasien mengatakan bahwa nyeri timbul beberapa saat atau
beberapa jam setelah makan atau waktu lapar atau saat sedang tidur tengah
malam. Sifat keluhan (periodic atau tiba-tiba)
b. Riwayat kesehatan dahulu
18

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk
mengatasi, riwayat masuk RS)
c. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga, misal adakah riwayat
keluarga dengan penyakit ulkus?
1. Riwayat psikososial
Bagaimana kondisi kejiwaan dan aktifitas sosial klien sehari-hari,
bagaimana pasien mengekspresikan marah, terutama dalam konteks kerja
dan kehidupan keluarga. Adakah stres pekerjaan atau adakah masalah
dengan keluarga.

4. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas/istrirahat
Kaji tentang aktivitas sehari-hari klien, apakah aktivitas klien tidak
mengganggu jadwal dan pola makan klien? Biasanya klien dengan ulkus
peptikum diakibatkan oleh pekerjaan yang padat, sehingga jadwal dan pola
makan terganggu. Istirahat klien ulkus peptikum juga terganggu, biasanya
klien sering bangun tengah malam akibat nyeri abdomen. Selain itu,
keletihan, kelelahan, malaise, dan ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari – hari juga dirasakan setelah kondisi tubuh memburuk.

b. Sirkulasi
Kaji penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi, yang disebabkan
oleh kurangnya intake cairan dan elektrolit, ansietas dapat terjadi dan
frekuensi RR juga dapat berubah.

c. Eliminasi
Kaji adanya keluhan dehidrasi, diare dan konstipasi juga dapat terjadi
akibat dari diet dan obat-obatan.
19

d. Makanan dan cairan


Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, atau ketidakcukupan
pemasukan cairan tidak cukup minum, terjadi distensi abdominal, bahkan
penurunan bising usus.

e. Aman dan nyaman


Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada
lokasi ulkus atau tukak misalnya pada esophagus, lambung, duodenum dan
setelah gastroduodenal, juga jejunum. Nyeri yang khas adalah nyeri akut
tidak konsisten (secara tiba-tiba) dan seperti terbakar.

5. Pemeriksaan Fisik:
a. Sistem Kardiovaskular:
Pasien ulkus peptikum yang merasakan nyeri akut hebat disertai
kurangnya cairan dan elektrolit dapat menurunkan tekanan darah
(hipotensi), takikardi, berkeringat, dan nausea.

b. Sistem Gastrointestinal:
Palpasi bagian abdomen, rasakan apakah ada ketegangan, auskultasi
penurunan bising usung, inspeksi adanya perubahan bentuk abdomen,
kesimetrisan, mukosa mulut, dan nafas dari mulut.

c. Sistem Integumen:
Suhu tubuh biasanya dalam batas normal, turgor kulit buruk, membran
mukosa kering.

d. Sistem Urinaria:
Kaji pola eliminasi urin, bau urin dan volume urin output (biasanya
lebih sedikit atau jarang dari sebelumnya).

e. Sistem Indra:
20

Sistem indra dalam batas normal, pasien ulkus peptikum yang


merasakan nyeri akut hebat dapat dilihat dari ekspresi wajah (skala nyeri
wajah).

f. Sistem Neurosensori

Konsentrasi menurun, sakit kepala, pusing, vertigo, dan keseimbangan


buruk dapat dirasakan klien ulkus peptikum. Tanda yang dapat dikenali
seperti gelisah, depresi, apatis dan lambat dalam berespon.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri b.d iritasi mukosa lambung, perporasi mukosa, kerusakan jaringan


lunak pasca operasi
2. Resiko Tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah sekunder akibat
hematemesis dan melena massif
4. Resiko ketidakefektifan jalan nafas b.d penurunan kemampuan batuk, nyeri
pasca operasi
5. Resiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi :kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake makanan yang tidak adekuat
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan akibat muntah
berlebihan, respon perubahan pasca bedah gastreoktomi
7. Kecemasan b.d prognosis penyakit, kesalahan interprestasi terhadap
informasi, dan rencana pembedahan.
21

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan mukosa lambung perporasi mukosa, kerusakan jaringan lunak pasca operasi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan


Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
dengan mukosa lambung keperawatan selama 1x24 karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presepsi
perporasi mukosa, jam nyeri berkurang yang 2. observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kerusakan jaringan lunak dibuktikan dengan: 3. gunakan tehnik terapeutik untuk mnegetahui pengalaman nyeri
pasca operasi 1. Mampu mengotrol nyeri 4. bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
2. melaporkan bahwa nyeri dukungan
berkurang 5. kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
3. menyatakan rasa nyaman 6. pilih dan lakukakn penganganan nyeri secara farmakologi dan
setelah nyeri berkurang non farmakologi
7. monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

2. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah sekunder akibat hematemesis dan melena
massis

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan


Risiko tinggi syok Setelah dilakukan tindakan 1. monitor sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
hipovolemik keperawatan selama 1x24 ritme, nadi perifer,
berhubungan dengan jam risiko tinggi syok 2. mononitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
penurunan volume darah hipovolemik berkurang 3. monotor suhu dan pernafasan
sekunder akibat yang dibuktikan dengan: 4. monitor input dan output
22

hematemesis dan melena 1. nadi, iraman jantung, 5. monitor tanda awal ansietas
massis frekuensi nafas dalam 6. monitor tanda gejala syok
batas yang diharapkan 7. lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
2. natrium, kalium, klirida, 8. ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah mengatasi gejala
kalsium, ph darah dbn syok

3. Risiko ketidakefektfan jalan nafas berhubungan dengan penururan kemampuan batuk, nyeri pasca operasi

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan


Risiko ketidakefektfan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
jalan nafas berhubungan keperawatan selama 1x24 2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot
dengan penururan jam Risiko ketidakefektfan aksesori, retraksi otot supraclavicular dan interkostal
kemampuan batuk, nyeri jalan nafas berkurang yang 3. Monitor suara napas tambahan
pasca operasi dibuktikan dengan: 4. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi,
1. Frekuensi pernapasan napas kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan
dalam batas normal (16- pola ataxic
20x/mnt)
2. Irama pernapasn normal
3. Kedalaman pernapasan
normal
4. Klien mampu
mengeluarkan sputum
secara efektif
5. Tidak ada akumulasi
sputum
23

4. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tak
abahan pdekuat.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi keperawatan


Risiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. mentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 2. Pantau nilai laboratotium, khususnya transferin, albumin, dan
nutrisi kurang dari jam risiko tinggi elektrolit
kebutuhan tubuh ketidakseimbangan nutrisi 3. Manajemen nutrisi
berhubungan dengan berkurang yang dibuktikan 4. Ketahui makanan kesukaan pasien
intake makanan yang tak dengan: 5. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
abahan adekuat 1. Memperlihatkan status 6. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
gizi: asupan makanan 7. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
dan cairan 8. Manajemen nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang
2. Selera makan meningkat kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
9. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami ketidakadekuatak asupan protein

5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan aktivitas muntah berlebihan, respon perubuahan
pasca bedah gastreokt

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan


Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. pertahankan catatan intake dan output yang akurat
24

ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 2. monitor status dehidrasi


elektrolit berhubungan jam Risiko 3. monitor vital sign
dengan keluarnya cairan ketidakseimbangan 4. berikan penggantian nesogatrik sesuai output
aktivitas muntah elektrolit berkurang yang 5. dorong keluarga untukmembantu pasien makan
berlebihan, respon dibuktikan dengan: 6. kolaborasikan pemberian cairan IV
perubuahan pasca bedah 1. mempertahankan urine 7. monitor masukan makana dan cairan, hitung intake kaloriharian
gastreokt output sesuai dengan 8. monitor status nutrisi
usia, BB, BJ urine, HT
normal
2. tekanan darah, nadi,
suhu dalam batas normal
3. tidak ada tanda
dehidrasi, elastisitas kulit
baik, membran mukosa

6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit kesalahan interprestasi terhadan informasi dan rencana keluarkan
semua.

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi keperawatan


Kecemasan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. gunakan pendekatan yang menenangkan
dengan prognosis keperawatan selama 1x24 2. nyatakan dengan jela harapan terhadap perilaku pasien
penyakit kesalahan jam Kecemasan berkurang 3. je;askan semua prosedur dan apa yang dirasakan selam
interprestasi terhadan yang dibuktikan dengan: prosedur
informasi dan rencana 1. klien mampu 4. dengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
25

keluarkan semua. mengidentifikasi dan 5. ajarkan pasien menggunkan tehnik relaksasi untuk mengurangi
mengungkapkangejala kecemasan
cemas 6. dorong keluarga untuk menemani pasien
2. mengidentifikasi, 7. paha,i prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan, dan
menunjukkan tehnik
untuk mengontrol cemas
3. vital sign alam batas
norma
4. postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh, dan
tingkat
aktivitasmenunjukkan
berkurangnya kecemasan

3.4 Implementasi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Implementasi Paraf


1. Nyeri berhubungan dengan mukosa 1. melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lambung perporasi mukosa, kerusakan lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
jaringan lunak pasca operasi presepsi
2. mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. menggunakan tehnik terapeutik untuk mnegetahui
pengalaman nyeri
26

4. membantu pasien dan keluarga untuk mencari dan


menemukan dukungan
5. mengontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
6. memilih dan lakukakn penganganan nyeri secara
farmakologi dan non farmakologi
7. memonitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2. Risiko tinggi syok hipovolemik 1. memonitor sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut
berhubungan dengan penurunan volume jantung, ritme, nadi perifer,
darah sekunder akibat hematemesis dan 2. memononitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
melena massis 3. memonitor suhu dan pernafasan
4. memonitor input dan output
5. memonitor tanda awal ansietas
6. memonitor tanda gejala syok
7. melihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
8. mengajarkan keluarga dan pasien tentang langkah mengatasi
gejala syok
3. Risiko ketidakefektfan jalan nafas 1. memantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
berhubungan dengan penururan 2. memperhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan
kemampuan batuk, nyeri pasca operasi otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan interkostal
3. Memonitor suara napas tambahan
4. Memonitor pola napas : bradypnea, tachypnea,
hyperventilasi, napas kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea,
napas biot’s dan pola ataxic
4. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi 1. menentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan makan
dengan intake makanan yang tak abahan 2. memantau nilai laboratotium, khususnya transferin,
adekuat albumin, dan elektrolit
3. Memanajemen nutrisi
27

4. mengetahui makanan kesukaan pasien


5. menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
6. memantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
7. mengajarkan metode untuk perencanaan makan
8. Memanajemen nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
9. mendissikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami ketidakadekuatak asupan
protein
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit 1. mempertahankan catatan intake dan output yang akurat
berhubungan dengan keluarnya cairan 2. memonitor status dehidrasi
aktivitas muntah berlebihan, respon 3. moemnitor vital sign
perubuahan pasca bedah gastreokt 4. memberikan penggantian nesogatrik sesuai output
5. mendorong keluarga untukmembantu pasien makan
6. mengkolaborasikan pemberian cairan IV
7. memonitor masukan makana dan cairan, hitung intake
kaloriharian
8. memonitor status nutrisi
6. Kecemasan berhubungan dengan 1. menggunakan pendekatan yang menenangkan
prognosis penyakit kesalahan interprestasi 2. menyatakan dengan jela harapan terhadap perilaku pasien
terhadan informasi dan rencana keluarkan 3. menjelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selam
semua. prosedur
4. mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
5. mengajarkan pasien menggunkan tehnik relaksasi untuk
mengurangi kecemasan
6. mendorong keluarga untuk menemani pasien
7. mempahami prespektif pasien terhadap situasi stres
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ulkus peptikum adalah erosi mukosa gastro intestinal yang disebabkan


oleh terlalu banyaknya asam hidroklorida dan pepsin. Jika terdapat ulkus
kronis akan menembus dinsing muskular. Pemulihan mengakibatkan
pembentukan jaringan fibrosa dan akhirnya jaringan parut permanen. Biasanya
ulkus peptikum akan terasa nyeri pada epigastrium tengah atau dipunggung,
biasanya juga akan mengalami pirosis (nyeri ulu hati), syok, dan juga terjadi
konstipasi dan perdarahan. Hal ini biasanya sering terjadi jika individu
mengalami peningkatan produksi asam lambung, stress, golongan darah, asap
rokok, daya tahan lambung yang rendah.

4.2 Saran

Klien yang mengalami ulkus peptikum diharapkan mendapatkan


perawatan dan penanganan yang komprehensif, serta melakukan pemeriksaan
pada tenaga kesehatan maupun pelayanan kesehatan untuk mengetahui adanya
komplikasi pada penyakit ulkus peptikum. Bagi tenaga kesehatan diharapkan
dapat memberikan edukasi kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan dini
timbulnya tanda gejala dan diharapkan penanganan yang lebih baik lagi untuk
meminimalkan angka penderita ulkus peptikum.
29

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Noval. 2002. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus
Peptikum. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4, Maret 2002: 222 – 226. [Tersedia
Online] https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/download/981/912. [diakses pada tanggal 25 September
2017].
Berardi R.R., Welage L.S. 2005. Peptic Ulcer Disease. In Dipiro J.T., Talbert
R.L.,Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. ed:
Pharmacotherapy aPathophysiologic Approach. 6th ed. USA: McGraw-
Hill Companies. p. 630.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Davery, Patrick. 2013. At a Glance Medicin. Jakarta : Penerbit Erlangga. [serial


online]. https://books.google.com/books?isbn=9797419940. [diakses pada
25 September 2017]
Diane C. Baughman & JoAnn C Hackley. 2000. “Keperawatan Medikal Bedah:
Buku saku untuk Brunner dan Suddarth”. Jakarta: EGC. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?isbn=9794485098. [Akses pada tgl 25
September 2017].
Pengarapen Tarigan. 2006. Tukak Gaster. Dalam Aru W. Sudoyo, dkk ed : Buku
AjarIlmu Penyakit Dalam.. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. hal. 340, 344-345

Price Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

R, David & et all. 2005 “Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga. [Serial Online].
https://books.google.co.id/books?isbn=9797818233. [Akses pada tgl 25
September 2017].
Saverio, S. Di et al., 2014. A Cost-Effective Technique for Laparoscopic
Appendectomy : Outcomes and Costs of a Case-Control Prospective
Single-Operator Study of 112 Unselected Consecutive Cases of
Complicated Acute Appendicitis. Journal of the American College of
Surgeons, 218(3), pp.e51–e65. Tersedia Online:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jamcollsurg.2013.12.003. diakses pada tanggal
25 September 2017
Suddarth & Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakrta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai