Pembahasan Laporan Fistum Biji Saga

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan Laporan Fistum : Pengaruh Fisik dan Kimia terhadap dormansi biji Saga

Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa biji saga (Abrus precatorius)
termasuk dalam biji yang mempunyai kulit keras (ciri-ciri biji tanaman kelompok
leguminosae) sehingga sulit untuk memecah masa dormansinya karena impermeabel terhadap
air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soejadidan, yang menyatakan bahwa benih yang
impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Benih keras (hard seeds)
banyak dijumpai pada benih leguminosae berukuran kecil. Benih keras gagal mengimbibisi
air selama 2 atau 3 minggu, periode yang cukup untuk uji daya berkecambah. Pada benih
keras tertentu sulit dibedakan apakah penghambatan penyerapan air ataukah penghambatan
mekanis untuk berkembangnya embrio sebagai penyebab dormansi.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian perilaku fisik dan
kimia terhadap pematahan dormansi biji saga ( Abrus precatorius). Terdapat 2 macam
perlakuan dan 1 kontrol yang diberikan pada biji yaitu perlakuan secara fisik dengan cara di
amplas dikedua sisinya dan digeprek hingga setengah pecah, perlakuan kimia dengan
perendaman biji saga kedalam H2SO4 pekat selama 15 menit dan 30 menit serta kontrol
hanya dengan merendamnya pada aquades. Pada percobaan ini digunakan biji saga karena
biji ini merupakan salah satu biji yang mempunyai masa dormansi yang lama dan susah untuk
memecah masa dormansinya.
Perlakuan fisik pada praktikum dormansi ini dilakukan dengan mengamplas kedua
sisi biji dan menggeprek menggunakanan lumping alu untuk memecah masa dormansinya
sehingga dapat dilalui air dan udara, agar dapat berimbibisi sebagai proses awal
perkecambahan benih. Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-enzim perombakan yang
menjadikan karbohoidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa aktif. Setelah diberi
perlakuan, biji saga dimasukkan ke dalam cawan petri berisi kapas basah yang telah
disterilkan. Perlakuan kimia dengan perendaman dalam asam sulfat pekat dilakukan untuk
melunakkan kulit biji yang keras. Waktu yang digunakan untuk perendaman ini adalah 15
menit dan 30 menit, karena rentan waktu tersebut dianggap cukup untuk meresapnya H2SO4
kedalam biji saga yang akan melunakkan biji tersebut sehingga terpecah masa dormansinya.
H2SO4 bersifat asam, sangat keras, berbau menyengat, dan dapat mereduksi lapisan bahan
dengan cepat. Perkecambahan dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu
dengan asam sulfat selama beberapa menit.
Mekanisme yang terjadi pada tiap perlakuan untuk mematahkan dormansi biji saga
yaitu, biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan
tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses
perkecambahannya. Tujuan dari perlakuanfisik ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang
keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. Perlakuan secara fisik memungkinkan
masuknya air ke dalam benih lebih mudah sebagai proses awal perkecambahan benih dapat
terjadi. Imbibisi dapat mengaktifkan enzim-enzim perombakan yang menjadikan karbohidrat,
protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa aktif. Mekanisme dari perlakuan kimia adalah
menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan
asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji
menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Menurut Delvin,
Pencelupan benih dalam larutan asam sulfat akan mengakibatkan rusaknya kulit benih.
Kerusakan kulit benih ini diikuti dengan membukanya lumen sel macrosclereid yang
menyalurkan air ke dalam jaringan benih yang akan merangsang perkecambahan benih lebih
cepat. Perkecambahan biji tergantung pada imbibisi, penyerapan air akibat potensial air
rendah pada biji yang kering. Air yang berimbibisi menyebabkan biji mengembang dan
memecahkan kulit pembungkusnya dan juga memicu perubahan metabolik pada embrio
yang menyebabkan biji tersebut melanjutkan pertumbuhan. Enzim-enzim akan mulai
mencerna bahan-bahan yang disimpan pada endosperma atau kotiledon, dan nutrien-
nuriennya dipindahkan ke bagian embrio yang sedang tumbuh.
Berdasarkan data yang diperoleh, pada kelompok kami didapat bahwa biji saga yang
tumbuh pada minggu pertama yang melalui perlakuan fisik diamplas dan di geprek masing-
masing sebanyak 3 benih. Sementara pada perlakuan kimiawi menggunakan perendaman
dalam H2SO4 selama 15 menit hanya 1 biji, sementara pada perendaman selama 30 menit
dan kontrol tidak ada yang tumbuh. Pada minggu kedua, biji saga yang tumbuh melalui
perlakuan diamplas bertambah menjadi 7 biji, begitu juga pada biji yang digeprek menjadi 6
biji. Akan tetapi tidak terjadi penambahan pada biji yang direndam pada H2SO4 15 menit
serta yang direndam 30 menit dan control tetap tidak ada yang tumbuh.
Pada praktikum ini dapat diketahui tahap-tahap perkecambahan setelah masa akhir dormansi,
yaitu:
1. Proses awal perkecambahan sebelum gejala perkecambahan nampak. Pada tahap ini
terjadi mekanisme imbibisi yaitu penyerapan air oleh benih, reaktivitas enzim, inisiasi
pertumbuhan embrio, dan retanya kulit benih dengan ditandai oleh munculnya akar yang
menembus kulit benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap ini yaitu permeabelitas
kulit benih, suhu, komposisi kimi benih dan konsentrasi air.
2. Proses lanjut perkecambahan yaitu sesudah gejala perkecambahan tampak diawali dengan
munculnya akar menembus kulit benih. Setelah proses radikula menembus kulit benih,
hipokotil menembus kulit benih, hipokotil memanjang, melengkung, dan menembus ke atas
permukaan tanah. Setelah hipokotil menembus permukaan tanah kemudian hipokotil
meluruskan diri dengan cara demikian kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas
permukaan tanah juga kulit benih tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon
membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa saat kemudian, kotiledon
meluruh dan jatuh ke tanah. Mekanisme yang terjadi pada tahap ini yaitu perombakan
cadangan makanan (karbohidrat, lemak, protein), respirasi, dan pertumbuhan kecambah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pada tahap ini yaitu cahaya, suhu, dan gas.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum yang telah dilakukan dilakukan bahwa
pematahan dormansi biji berkulit keras dapat dilakukan dengan beberapa perlakuan yakni
perlakuan skarifikasi mekanik denga cara pemotongan pada ujung biji, dan perlakuan
kimiawi dengan cara perendaman pada larutan asam sulfat (H2SO4). Hasil menunjukan
bahwa metode pemotongan pada ujung biji memberikan efektivitas yang cepat, dengan
batasan nilai uji daya perkecambahan sebesar 90%, sedangkan metode perendaman dengan
di dalam larutan H2SO4 selama 15 menit menunjukan uji daya perkecambahan sebesar 80%,
dan kontrol 0%.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, et al. Biologi jilid 2. Jakarta. Erlangga. 2002.
Agromedia. Kunci sukses memperbanyak tanaman. Jakarta. Redaksi agromedia pustaka.
2007.
Copeland LO, McDonald MB. 2001. Principles of Seed Science and Technology, 4th
edition. London: Kluwer Academic Publishers.
Soejadidan US Nugraha. Pengaruh perlakuan pematahan dormansi terhadap daya
berkecambah padi. Bogor. IPB. 2002.
Panjaitan, Sudin. Pengaruh Pemberian Asam Sulfat dan Giberelin terhadap Daya
Berkecambah Benih Rotan Manau. Buletin Teknologi Reboisasi No. 8/2002 hal. 17-30. 2002.
Saleh, M.S. Pematahan dormansi benih aren secara fisik pada berbagai ekstraksi buah.
UNTAD. 2004.
F.B. Salisbury dan C.W. Ross. Fisiologi Tumbuhan. jilid 1. Terjemahan dari Plant
`Physiologi 4 th Edition oleh Dish R. Lukman dan Sumaryono. Bandung : ITB. 1995.
Delvin, R. M. Plant Physiology Edition III. New York. D. Van Nostard Company. 1975.
L. Sutopo. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2002.

Hasil dan Pembahasan perbedaan pati dalam daun


Dalam melakukan praktikum ini kita membutuhkan alkohol 95% dan larutan lugol.
Fungsi dari alkohol adalah untuk melarutkan klorofil pada daun sehingga memudahkan kita
untuk melakukan pengamatan warna. Kemudian, larutan lugol berfungsi sebagai zat pewarna
amilum yang jika terkena amilum akan bereaksi dengan menampakkan warna ungu pada
daun. Dengan begitu, kita dapat lebih mudah mengamati bagian-bagian daun yang
mengandung amilum.
Percobaan menggunakan daun coleus sp. Setelah ditetesi lugol, terjadi perubahan
warna pada daun yaitu menjadi warna ungu pekat. Hal ini menunjukan bahwa dalam daun
coleus terdapat kandungan amilum. Pada daun singkong menggunakan perlakuan yang sama,
hasilnya menunjukan bahwa terjadi perubahan warna yang sama yaitu menjadi ungu namun
tidak sepekat daun coleus. Hal ini menunjukan bahwa daun singkong juga mengandung
amilum. Kebanyakan dikotil maupun monokotil, pati mulai terkumpul pada daun
segar setelah fotosintesis, sehingga tanaman dikotil mempunyai daun pati dan monokotil
mempunyai daun gula.
Menurut Salisbury and Ross (1992) amilum terbentuk dari hasil fotosintesis. Pada
proses fotosintesis dibutuhkan cahaya matahari dan klorofil, apabila tidak ada cahaya
matahari yang diserap oleh klorofil maka fotosintesis tidak akan terjadi dan amilum pun tidak
akan terbentuk. Hal inilah yang akan menyebabkan tidak adanya warna ungu
(mengindikasikan adanya amilum) pada daun yang ditutupi oleh aluminium foil. Proses
pembentukan amilum menurut Borner dan Varner (1976) yaitu:
1. Pertama-tama melalui reaksi antara sukrosa dengan air sehingga terbentuk fruktosa
ADP UDP Sukrosa + H2O Glukosa - ADP atau Glukosa-UDP + Fruktosa
2. Fruktosa yang dihasilkan dari hidrolisis sukrosa tadi akan mengalami interkonversi
menjadi Glukosa-1P. Selanjutnya glukosa-1P akan mengalami dua jalur reaki yang
berbeda. Jalur pertama yaitu Glukosa-1P bereaksi dengan ATP atau UTP menghasilkan
Glukosa-ADP atau Glukosa-UDP. Jalur ke dua yaitu glukosa-1P akan bereaksi dengan
enzim fosforilase dan berunah menjadi amilum. Fruktosa Glukosa-1P Glukosa-1P +
ATP atau UTP Glukosa-ADP atau Glukosa UDP Glukosa-1P + Fosforilase Amilum
3. Glukosa-ADP atau Glukosa-UDP yang dihasilkan bereaksi dengan enzim amilum
sintetase dan berubah menjadi amilum. Glukosa-ADP atau Glukosa-UDP + Amilum
sintetase Amilum

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan :


1. Kepekatan yang dhasilkan daun coleus sp menunjukkan tingkat atau kadar amilum (pati)
yang terdapat pada larutan tersebut, semakin tinggi kandungannya maka akan semakin
pekat.
2. Gula dapat ditransformasi menjadi pati dan juga Pati merupakan simpanan karbohidrat
dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan karbohidrat utama.
3. Interkonversi gula- pati memiliki hubungan dengan lugol, sebab lugol bertindak sebagai
larutan yang menunjukkan kadar dari amilum dimana lugol dapat mengikat amilum.
4. Amilum yang terbentuk tersimpan dalam kloroplas dan dapat bereaksi dengan iodium
membentuk warna ungu kehitaman

Anda mungkin juga menyukai