BAB II Oleo Rev 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Kelapa Sawit


Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah
kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak
kelapa sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah
disebut dengan minyak inti sawit (PKO) (Rondang, 2006). CPO mempunyai ciri-
ciri fisik agak kental, berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO yang telah
dimurnikan mengandung asam lemak bebas (ALB) sekitar 5% dan karoten atau
pro-vitamin E (800-900 ppm). Sedangkan PKO mempunyai ciri-ciri fisik minyak
berwarna putih kekuning-kuningan dengan kandungan asam lemak bebas sekitar
5% (Liang, 2009). Minyak sawit yang terkandung dalam sel-sel serat adalah
sekitar 20 – 24% dari berat tandan sawit, sedangkan minyak inti sawit sekitar 2–
4% (Salunkhe, 1992). Beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dan minyak
inti sawit dapat dilihat seperti yang terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis 0,900 0,900-0,903
Indeks bias pada 40℃ 1,4565-1,4585 1,495-1,415
Bilangan iod 46-48 14-20
Bilangan penyabunan 196-206 244-254
Sumber : (Ketaren, 2005)

Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai


komposisi tetap. Komposisi asam lemak dari minyak kelapa sawit dapat dilihat
pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Komposisi asam lemak minyak sawit


Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam Miristat C13H27COOH 1,1-2,5
Asam palmitat C13H31COOH 40-46
Asam stearat C13H35COOH 3,6-4,7
Asam oleat C13H33COOH 39-45
Asam linoleat C13H31COOH 7-11
Sumber : (Ketaren, 2005)

2.2 Etanol
Etanol atau sering juga disebut dengan alkohol adalah suatu cairan
transparan, mudah terbakar, tidak berwarna, mudah menguap, dengan rumus
kimia C2H5OH, dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform, yang diperoleh
melalui fermentasi karbohidrat dari ragi yang disebut juga dengan etil alkohol
(Bender, 1982).
Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) termasuk kelompok hidroksil yang
memberikan polaritas pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan
hidrogen intermolekuler. Etanol memiliki massa jenis 0.7893 g/mL. Titik didih
etanol pada tekanan atmosfer adalah 78.32°C. Indeks bias dan viskositas pada
temperatur 20°C adalah 1.36143 dan 1.17 cP (Kirk dan Othmer, 1965). Etanol
digunakan pada berbagai produk meliputi campuran bahan bakar, produk
minuman, penambah rasa, industri farmasi, dan bahan-bahan kimia.
Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan
sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai
beberapa kelebihan dari pada bahan bakar lain seperti premium antara lain sifat
etanol yang dapat diperbaharui, menghasilkan gas buangan yang ramah
lingkungan karena gas CO2 yang dihasilkan rendah (Jeon, 2007).
Etanol dapat dibuat dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Etanol untuk konsumsi umumnya dihasilkan dengan proses fermentasi
atau peragian bahan makanan yang mengandung pati atau karbohidrat,
seperti beras dan umbi. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi
biasanya berkadar rendah. Untuk mendapatkan etanol dengan kadar
yang lebih tinggi diperlukan proses pemurnian melalui penyulingan
ataupun destilasi. Etanol untuk keperluan industri dalam skala lebih
besar dihasilkan dari fermentasi tetes tebu, yaitu hasil samping dalam
industri gula tebu atau gula bit.
2. Melalui sintesis kimia melalui reaksi antara gas etilen dan uap air
dengan asam sebagai katalis. Katalis yang dipakai biasanya asam
fosfat. Asam sulfat juga dapat digunakan sebagai katalis, namun
sangat jarang digunakan.
Etanol dapat dijadikan sebagai bahan bakar, namun harus etanol dengan
kadar kemurnian yang tinggi atau terbebas oleh air. Adapun cara pemurnian
etanol dapat dilakukan dengan destilasi tetapi kemurniannya hanya sampai 96%
karena adanya peristiwa azeotrop antara campuran etanol dan air. Untuk dapat
memperoleh etanol dengan kadar yang tinggi maka dilakukan suatu cara yaitu
absorbsi fisik atau molecular sieve. Dalam penggunaan etanol sebagai bahan
bakar, tidak dapat langsung digunakan pada kendaraan bermotor, namun etanol
harus ditambahkan dengan bensin. Sebagai contoh sebanyak 10% etanol dari 1
liter bensin dapat digunakan sebagai bahan bakar (disebut E10). Namun haruslah
berhati-hati dalam penggunaan bahan bakar ini, karena etanol yang digunakan
harus benar-benar bebas dari air, dikarenakan ketersediaan air dapat menyebabkan
kerusakan dan korosi pada mesin.
Etanol merupakan hasil fermentasi yang memiliki masalah pada proses
fermentasi itu sendiri yakni timbulnya etanol dapat berakibat rusaknya struktur
membran plasma mikroba serta terjadinya denaturasi protein penyusun dari sel
tersebut. Adanya ketersediaan etanol di dalam media fermentasi dapat menjadi
penghambat pertumbuhan mikroba penghasil etanol (Kirk dan Othmer, 1965).

2.3 Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi disebut juga dengan reaksi alkoholisis yang
merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk ester dan gliserol
sebagai produk samping. Transesterifikasi menggunakan katalis dalam reaksinya.
Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat. Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah
katalis NaOH, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Katalis yang
ditambahkan biasanya sebanyak 0,5-1,5 persen dari berat minyak yang diolah.
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak (Wijayanti, 2008). Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol
untuk menghasilkan metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol, (Hart, 1990)
Menurut Freedman et al (1986), untuk mendapatkan perolehan ester yang
maksimum, bahan mentah yang digunakan dalam proses metanolisis trigliserida
berkatalis basa harus memenuhi persyaratan sebagai minyak yang betul-betul
mulus (murni) (fully refined) seperti minyak goreng, yaitu angka asam < 1 dan
kadar air < 0,3 %. Jika bahan mentah (kasar) memenuhi syarat ini, maka dengan
katalis basa (natrium metilat ataupun hidroksida) dan pada temperatur 60–65℃,
nisbah molar (metanol/minyak) paling sedikitnya 6 : 1 (yaitu minimum 2 kali
nisbah stoikiometrik), konversi ke ester metil sudah praktis sempurna dalam
waktu 1 jam. Pada suatu temperatur yang lebih rendah, yakni 32℃, derajat
metanolisis sudah mencapai 99 % dalam tempo sekitar 4 jam.
Tahapan reaksi transesterifikasi produksi biodiesel selalu menginginkan
agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Menurut
Freedman et al (1986), beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi
serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka
asam yang lebih kecil dari 1%. Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan
katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus
terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi
dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan minyak
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi
adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol
alkil ester dan 1 mol gliserol. Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang
diperoleh juga akan semakin bertambah.
3. Pengaruh jenis katalis
Katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang biasa digunakan
untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH).
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida).
Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum
dengan jumlah katalis 0,5-1,5% minyak nabati. Jumlah katalis yang
efektif untuk reaksi adalah 0,5% minyak nabati untuk natrium
metoksida dan 1% minyak nabati untuk natrium hidroksida.
4. Pengaruh jenis minyak
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak
nabati murni. Namun apabila produk metil ester akan digunakan
sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku
berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.
5. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30℃ – 65℃
(titik didih metanol sekitar 65℃). Semakin tinggi temperatur,
konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih
singkat
2.4 Metil Ester
Metil ester dapat dibuat melalui reaksi transesterifikasi antara minyak/
lemak dengan metanol menggunakan katalis basa, dengan suhu reaksi 50℃–70℃.
Metil ester atau biodiesel merupakan senyawa alkil ester yang diproduksi melalui
proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau etanol
dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol atau esterifikasi asam
asam lemak (bebas). Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses
transesterifikasi minyak (atau esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih
mengandung sisa-sisa katalis, metanol, dan gliserol (air). Untuk memurnikannya,
biodiesel tersebut bisa dicuci dengan air, sehingga pengotor-pengotor tersebut
larut ke dalam dan terbawa oleh fase air pencuci yang selanjutnya dipisahkan.
Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum untuk
menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ≥100℃
(pertanda bebas metanol) (Musanif, 2005). Standar mutu biodiesel menurut SNI
dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Standar Mutu Biodiesel SNI
Parameter kualitas dan unit Batas Metodee uji Metode alternatif
Densitas pada 40℃, kg/m³ 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675
Viskositas 40℃, mm²/s 2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104
Angka setana min. 51 ASTM D 613 ISO 5165
Titik kilat ℃ min. 100 ASTM D 93 ISO 2710
Titik beku ℃ max. 18 ASTM D 2500
Kadar korosi Cu (3 jam, 50℃) max no.2 ASTM D 130 ISO 2160
Residu karbon (%-b) ASTM D 4530 ISO 10310
Sample murni max 0,05
Residu destilasi pada 10% max 0,3
Air dan endapan, %-vol max 0,05 ASTM D 2709
Temp. destilasi pada 90%, ℃ max 360 ASTM D 1160
Abu sulfat, %-w max 0,02 ASTM D 874 ISO 3987
Sulfur, ppm-w (mg/kg) max 100 ASTM D 5453 prEN ISO 20884
Posfor, ppm-w (mg/kg) max 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03
Kadar asam, mg-KOH/g max 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03
Gliserol bebas, %-w max 0,08 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
Total gliserol, %-w max 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03
Kadar alkil ester, %-w max 96,5 Calculated FBI-A03-03
Nilai iodine, %-b (g-12/100g) max 115 AOCS Cb 1-25 FBI-A04-03
Tes Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A05-03
Sumber : (Goto, 2008)

2.5 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol adalah senyawa kimia dengan
rumus kimia (CH3OH). Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada
keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih
ringan daripada etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku,
pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika
krisis minyak bumi terjadi pada tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan
murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-
bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen
cenderung mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan
teknik pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini
menurunkan mutu bahan bakar yang dihasilkan.
Akan tetapi, metanol masih menarik untuk digunakan sebagai bahan bakar
bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel yang dikeluarkan oleh General
Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi dengan setiap kombinasi etanol,
metanol dan/atau bensin. Berikut sifat fisika dari metanol

Tabel 2.4 Sifat Fisika Metanol


Parameter Keterangan
Massa molar 32.04 g/mol
Densitas 0.7918 g/cm³
Titik leleh –97°C, -142.9°F (176 K),
Titik didih 64.7°C, 148.4°F (337.8 K)
Keasaman (pKa) ~ 15.5
Viskositas (20℃) 0.59mPa·s
Momen dipol 1.69
Warna Bening
Sumber : (Kirk dan Othmer, 1965)

2.6 Kalium Hidroksida (KOH)


Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti kalium
atau natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat basa dan akan
bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum digunakan adalah KOH atau
NaOH. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang
mudah larut dalam air (Wijayanti, 2008).
Untuk pembuatan biodiesel mengunakan katalis KOH (Kalium hidroksida)
juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida adalah sejenis basa
logam basa logam kaustik. Kalium hidroksida membentuk larutan alkali yang kuat
ketika dilarutkan ke dalam air. KOH juga digunakn dalam pembuatan biodiesel
dari minyak jelantah sebagai katalis
Kalium Hidroksida (KOH) adalah senyawa alkali dengan berat molekul
56,1 gr/mol, merupakan senyawa padat berwarna putih yang dapat menyebabkan
iritasi dan bersifat korosif. Senyawa KOH larut dalam air dan bersifat basa kuat,
mempunyai titik leleh 406℃, titik didih 1320℃, dan densitas 1100 gr/L (25℃).
Kristal KOH merupakan zat yang bersifat higroskopis sehingga harus disimpan di
tempat yang tertutup rapat untuk mengurangi konsentrasi basa yang diperlukan.
Pada proses pembuatan sabun, penambahan KOH harus dilakukan dengan
jumlah yang tepat. Apabila terlalu pekat atau berlebih, maka alkali bebas tidak
berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat
menyebabkan iritasi kulit. Sebaliknya, apabila terlalu encer atau jumlahnya terlalu
sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang
tinggi. Asam lemak bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi sabun dan
kotoran pada saat sabun digunakan (Wijayanti, 2008).

Anda mungkin juga menyukai