Makalah APBD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Pertama sekali kami bersyukur atas kasih Tuhan Yang Maha Esa dan rahmat bagi
kami. Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kemudahan dan memberi kami
kesempatan untuk menyelesaikan tugas makalah ini tepat waktu dan kami juga ingin
berterima kasih kepada Ibu Tapi Rumondang Sari Siregar SE., M.cc. sebagai dosen mata
kuliah Akuntansi Sektor Publik di fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi UNIMED yang selalu
mengajarkan kami dan memberikan banyak pengetahuan tentang teori-teori sektor publik
serta penerapan akuntansi di dalamnya. Dalam pemenuhan tugas ini kami ditugaskan untuk
mempresentasikan hasil diskusi kami mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).

Makalah ini kami susun dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kriteria-kriteria yang
telah disepakati bersama. Harapan yang paling besar dalam penyusunan makalah ini adalah
mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman,
dan para pembaca.

Kami akui masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, karena kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu akhir kata kami mohon saran dan kritik
dari teman-teman maupun dosen demi tercapainya makalah yang sempurna.

Medan, Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3

2.1 Pengertian APBD .......................................................................................................... 3


2.2 Fungsi APBD ................................................................................................................ 3
2.3 Tujuan APBD ................................................................................................................ 4
2.4 Struktur APBD .............................................................................................................. 5
2.5 Prinsip-prinsip APBD ................................................................................................... 7
2.6 Kebijakan APBD ........................................................................................................... 8
2.7 Proses dan Tahap Perumusan Penyusunan APBD ...................................................... 12
2.8 Proses Penetapan APBD ............................................................................................. 15

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 17


3.2 Saran ............................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut sejalan dengan


perkembangan ekonomi daerah dan nasional. Krisis adalah salah satu faktor yang
mengganggu APBD dan penggunaannya. Penyelewengan juga tak lepas dari penggunaan
dana APBD. Main politik banyak terjadi di kalangan pemerintah daerah dalam
memanipulasi keadaan sehingga terjadi keadaan dimana dana APBD tidak dipergunakan
sebagaimana mestinya .

Pada dasarnya penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara


optimal apabila penyelengaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-
sumber penerimaan yang cukup untuk daerah, dengan mengacu pada undang-undang yang
mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, diman
besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenagan antar pemerintah
dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang
diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Setiap daerah mempunyai
wewenang masing-masing terhadap anggaran pendapatan dan pembelanjaan daerah
sehinggga daerah tersebut dituntut untuk mengelola sumber tersebut dengan baik.

Namun, dewasa ini penyelewengan dana APBD semakin marak terjadi, ironisnya
masyarakat banyak yang masih acuh tak acuh dan tak mau tau terhadap hal tersebut. Oleh
karena itu, berdasarkan uraian tersebut, maka kami menganggap perlu untuk menyusun
tulisan ini dengan judul APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Sehingga,
dari hasil pembahasan ini diharapkan masyarakat menjadi tau kegunaan serta manfaat
APBD tersebut bagi kelangsungan daerah setempat.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan APBD?
 Apa fungsi APBD?
 Apa tujuan APBD?
 Apa saja struktur APBD?

1
 Bagaimana prinsip-prinsip APBD?
 Apa kebijakan dari APBD?
 Bagaimana proses dan tahap perumusan penyusunan APBD?
 Bagaimana proses penetapan APBD?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah:
a. Untuk memahami pengertian dari APBD.
b. Untuk mengetahui fungsi APBD.
c. Untuk mengetahui tujuan APBD.
d. Untuk mengetahui struktur APBD.
e. Untuk mengetahui prinsip-prinsip APBD.
f. Untuk memahami kebijakan dari APBD.
g. Untuk mengetahui proses dan tahap perumusan penyusunan APBD.
h. Untuk mengetahui proses penetapan APBD.

1.4 Manfaat
Untuk memahami konsep dari APBD hingga dapat menjelaskan proses penyusunan
APBD, serta menambah wawasan dalam mata kuliah Akuntansi Sektor Publik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan


tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi
masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD terdiri atas:

Anggaran pendapatan, terdiri atas:

o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
o Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus
o Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan


di daerah.

Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya.

2.2 Fungsi APBD

Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi
pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD
sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

 Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi


manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3
 Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman
untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
 Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya,
serta meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.
 Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran
daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
 Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk
memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

2.3 Tujuan APBD

Tujuan APBD disusun dengan tujuan untuk dijadikan pedoman oleh pemerintah daerah
dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan pembangunan daerah
sehingga kesalahan, pemborosan dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.
Adapun tujuan APBD yang lain antara lain.

 Membantu pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah mencapai tujuan fiskal
 Meningkatkan pengaturan atau kordinasi setiap bagian-bagian yang berada pada
lingkungan pemerintah daerah.
 Membantu menghadirkan dan menciptakan efisensi dan keadilan terhadap penyediaan
barang dan jasa publik dan umum.
 Menciptakan perioritas belanja atau keutaman belanja pemerintahan daerah.
 Menghadirkan dan Meningkatkan transparansi pemerintah daerah terhadap
masyarakat luas dan pemerintah daerah dapat mempertanggungjawabkan kepada
Dewan Perwakila Rakyat (DPRD).

4
2.4 Struktur APBD

1) Pendapatan Daerah

Pendapatan, semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang
menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Struktur pendapatan antara lain:

A. Pendapatan Asli Daerah: pajak daerah, retribusi derah, hasil pengelolaan


kekayaan daerah yang dipisahkan,lain-lain PAD yang sah.
B. Dana Perimbangan: dana bagi hasil (terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil
bukan pajak yg meliputi: DBH PPh 21, 25,29, DBH Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri, DBH pertambangan Panas Bumi dan Dana Reboisasi), dana
alokasi umum (formulasinya berdasarkan kebutuhan dan potensi daerah artinya
daerah yang kebutuhan fiskalnya kecil namun potensi fiskalnya besar akan
mendapatkan DAU lebih kecil dari daerah dengan karakter sebaliknya. Presentase
DAU sekurang-kurangnya 25% dari elemen penerimaan APBN dengan pembagian
10% propinsi dan 90 kabupaten dengan pertimbangan: Potensi daerah, Kebutuhan
pembiayaan, Tersedianya APBN), dana alokasi khusus (merupakan dana yang
bersumber dari pendapatan APBN; dialokasikan kepada daerah tertentu; digunakan
untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah; kegiatan khusus
yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas nasional/fungsi yang telah
ditetapkan dalam APBN; ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh
daerah tertentu; diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat
dengan umur ekonomis yang panjang).

5
C. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah: hibah berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi swasta dalam negeri,
kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat;
dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana alam; dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota;
dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
2) Belanja Daerah

Belanja, semua pengeluaran melalui rekening kas umum daerah, yang mengurangi
ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah-daerah. Belanja daerah dapat
dibedakan menurut :

 fungsi, pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup,


perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata dan budaya, agama,
pendidikan, dan perlindungan sosial.

 organisasi, belanja daerah dibedakan berdasarkan susunan organisasi pemerintahan


daerah. Belanja kepala daerah, wakil, DPRD dan SKPD di lingkungan pemda.

 Program dan kegiatan, ditetapkan sesuai dengan urusan pemerintahan yang


menjad kewenangan daerah. Kegiatan dan program dapat di lakukan oleh beberapa
SKPD. Contoh : program pemberantasan buta aksara.

 Kelompok dan jenis belanja, permendagri Nomor 13 Tahun 2006 membedakan


Belanja Daerah menjadi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja
Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan (belanja pegawaiupah, honor terkait
program/kegiatan belanja barang dan jasa, dan belanja modal), Belanja Tidak
Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan (belanja pegawai gaji; bunga, subsidi, hibah,
bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tak terduga
penanganan bencana alam).

6
3) Pembiayaan Daerah

Pembiayaan, semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran


yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah terdiri dari:

 Penerimaan Pembiayaan (Silpa Anggaran sebelumnya; Penggunaan dana


cadangan; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; Hasil pengelolaan/penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan).
 Pengeluaran Pembiayaan (Transfer ke dana cadangan; Penyertaan modal
pemerintah; Pembayaran pokok utang; Pemberian pinjaman; Silpa tahun berjalan).

2.5 Prinsip-prinsip APBD

Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah


yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi
penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara
utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu.
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara
jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan
yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima
pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

7
2.6 Kebijakan APBD

Kebijakan Umum APBD merupakan arah pembangunan daerah dalam satu tahun
anggaran yang disepakati dan dijadikan pedoman penyusunan prioritas dan plafond
Anggaran sementara serta rancangan APBD.

Kepala daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dan
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun
(Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diuabah dengan Permendagri
nomor 21 tahun 2011 pasal 83). Pedoman penyusunan APBD memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.

Rancangan KUA dan rancangan PPAS umumnya disusun oleh Tim Anggaran pemerintah
Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretris Daerah. Rancangan KUA dan rancangan
PPAS yang telah disusun disampaikan oleh sekretaris daerah selaku ketua TAPD kepada
kepala daerah, paling lambat pada minggu pertama bulan Juni.

Rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling
lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD
bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA dan PPAS paling lambat akhir bulan Juli
tahun anggaran berjalan.

KUA dan PPAS yang telah disepakati dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD dalam waktu
bersamaan.

Dalam hal kepala daerah berhalangan yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal
kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepakatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

8
Dilihat dari isinya Rancangan KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi
penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan
pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian tersebut memuat
langkah-langkah kongkrit dalam mencapai target.

a. Bagian Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan ini diuraikan latar belakang dibuatnya KUA yaitu karena
keterbatasan dana sementara kebutuhan yang banyak maka perlu dibuat KUA. Adalah
sudah menjadi keyakinan umum bahwa di satu sisi sumber daya yang ada dan dimiliki
oleh daerah memang terbatas, tetapi di sisi lain kebutuhan sumber daya yang akan
digunakan untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah sungguh sangat banyak.
Kondisi ini merupakan latar belakang untuk disusunnya Kebijakan Umum Anggaran.
Selanjutnya diikuti dengan pemaparan tujuan dibuatnya KUA, yaitu mengakomodir
dinamika pembangunan dan seterusnya.

b. Kerangka ekonomi makro

Pada bagian ini diuraikan perkembangan Produk domestik Regional bruto dari beberapa
tahun yang dirinci menurut sektornya misalnya (a) sektor pertanian, (b) Pertambangan dan
Penggalian, (c) Industri Pengolahan, (d) Listrik Gas dan Air Bersih, (e) Bangunan, (f)
Perdagangan, Hotel dan Restoran, (g) Angkutan dan Komunikasi, (h) Keuangan,
Persewaan dan jasa perusahaan, (i) Jasa jasa. Dari paparan kerangka ekonomi yang dirinci
per sektor tersebut, maka dapat dilihat sektor yang memberi kontribusi terhadap
Pendapatan Domestik Regional Bruto tinggi, rendah serta rata-rata. Infomasi ini sangat
berguna dalam mengevaluasi kinerja masa lalu dan sekaligus untuk membuat perencanaan
pembangunan kedepan.

Pada bagian ini juga disajikan pendapatan per kapita, perkembangan tingkat inflasi selama
tahun beberapa tahun. Informasi mengenai penaman modal juga disajikan di bagian
kerangka ekonomi makro. Berdasarkan evaluasi atas kerangka ekonomi makro tahun
sebelumnya dan kondisi daerah, selanjutnya ditentukan target ekonomi makro tahun tahun
yang akan datang. Penentuan target ini juga memperhatikan Kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang dihadapi oleh daerah.

9
Disamping itu pada bagian ini juga dikenali prospek perekonomian daerah kota daerah
misalkan diarahkan pada sektor industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa.
Untuk mencapai target yang telah ditetapkan tersebut, maka ditentukan arah kebijakan
ekonomi.

c. Asumsi asumsi dasar dalam penyusunan RAPBD

Pada bagian ini diuraikan mengenai data Anggaran Pembangunan dan Belanja
Negara(APBN). Data ini penting karena APBN sangat berpengaruh terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.. Misalkan jika APBN ada transfer ke daerah berupa Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) maka tentu
daerah tertentu akan mendapat alokasi dana tersebut. Tentunya data APBN tidak dapat
dijadikan rujukan tunggal, masih terdapat berbagai Peraturan Menteri Keuangan yang
terkait dengan alokasi dana dari pemerintah pusat ke daerah yang harus diperhatikan.

Selanjutnya juga diuraikan perkembangan inflasi selama beberapa tahun dan prediksi
inflasi tahun yang akan datang. Walaupun perkembangan inflasi di daerah tidak selalu
sama dengan perkembangan inflasi nasional, perkiraan inflasi nasional tentu sangat
membantu dalam memprediksi inflasi di tahun yang akan datan di daerah tersebut.
Asumsi asumsi dasar ini akan mempengaruhi kebijakan APBD daerah yang bersangkutan.

d. Kebijakan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah

Kebijakan mengenai pendapatan menetapkan pilihan tindakan apa yang akan dilakukan
untuk memperoleh pendapatan. Untuk mendapatkan pendapatan daerah, daerah
melakukan perluasan jenis pendapatan selama masih berada pada koridor yang diijinkan
oleh peraturan yang berlaku. Sesuai dengan UU no 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah daerah diberi kewenangan untuk memungut Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Jenis Pajak provinsi terdiri atas: (a) Pajak Kendaraan Bermotor; (b) Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d)
Pajak Air Permukaan; dan (e) Pajak Rokok. Sementara itu pajak daerah yang dipungut
oleh Kabupaten/Kota meliputi : (a) Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan;
(d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak

10
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan (k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.

Disamping memiliki kewenangan untuk memungut pajak, daerah juga dapat memungut
rertibusi. Retribusi yang dipungut meliputi retribusi jasa umum, Retribusi jasa usaha dan
Retribusi Perijinan tertentu. Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan
sebagai Retribusi Jasa Umum. Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan
sebagai Retribusi Jasa Usaha. Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu
digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

Di bagian ini juga ditentukan target pendapatan yang harus diterima oleh daerah yang
dirinci menurut sumbernya yaitu dari PAD, Dana Perimbangan serta Lain lain pendapatan
daerah yang sah disertai dengan upaya upaya daerah untuk mencapai target tersebut.
Misalkan untuk tercapainya target PAD akan diupayakan efisiensi melalui
penyederhanaan dan optimalisasi prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi,
memanfaatkan teknologi informasi serta meningkatkan ketaatan wajib pajak dan retribusi.
Untuk pendapatan yang sangat dipengaruhi oleh Pemerintah di atasnya, upaya yang
dilakukan misalnya meningkatkan hubungan intensitas/kerjasama dengan Pemerintah di
atasnya.

Kebijakan mengenai belanja daerah juga harus ditetapkan misalkan belanja daerah akan
disesuaikan dengan kekuatan keuangan daerah. Dijelaskan pada bagian ini arah kebijakan
belanja misalkan diutamakan untuk memenuhi belanja tidak langsung yang meliputi
belanja pegawai, hibah, bantuan sosial dan belanja tidak terduga sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku. Pemda juga dapat melakukan efisiensi dalam pemanfaat listrik,
telepon, air serta belanja pemeliharaan gedung kantor/kendaraan dinas dan sebagainya.
Belanja juga dapat diarahkan pada kegiatan yang mendukung prioritas pembangunan.
Pemda juga dapat mengoptimalkan belanja untuk dana dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Belanja tidak langsung dalam bentuk hibah dapat ditentukan akan
dikeluarkan kepada fihak-fihak yang berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
Sementara itu belanja bantuan sosial diarahkan antara lain untuk bedah rumah keluarga
miskin dan sebagainya.

11
e. Kebijakan Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah diupayakan konsisten dengan Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Daerah, rencana pembangunan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat,
capaian kinerja tahun sebelumnya serta masalah mendesak yang dihadapi. Konsistensi ini
akan terwujud jika pemerintah daerah mengikuti peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pedoman Penyusunan APBD yang biasanya terbit setiap tahun. Dengan memperhatikan
hal-hal di atas dapat prioritas pembangunan diarahkan pada : (a) Peningkatan kemandirian
masyarakat; (b) Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan; (c)
Peningkatan kapasitas kelembagaan; (d) Peningkatan infrastruktur khususnya
pengendalian banjir dan lingkungan hidup. Perlu kita sadari betul bahwa mestinya
kebijakan prioritas pembangunan harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan rakyat
misalnya meningkatkan pendapatan masyarakat. Jika pendapatan masyarakat meningkat,
pada gilirannya pemerintah daerah juga akan memiliki peluang untuk meningkatkan
pendapatan daerahnya. Prioritas pembangunan di atas akan diimplementasikan dengan
berbagai program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh berbagai Satuan Kerja
Perangkat Daerah.

f. Kebijakan Pembiayaan

Rencana jumlah pendapatan dan rencana belanja daerah dapat diprediksi estimasi surplus
atau defisit. Jika estimasi jumlah pendapatan lebih tinggi daripada estimasi belanja akan
menghasilkan estimasi surplus. Sebaliknya jika estimasi pendapatan lebih kecil daripada
estimasi belanja akan menghasilkan estimasi defisit. Pada bagian ini diatur bagaimana
memanfaatkan surplus dan bagaimana mengatasi defisit. Dalam hal ada surplus, maka
harus ditentukan kebijakan apa yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus tersebut.
Daerah dapat memanfaatkan surplus misalkan untuk melakukan investasi atau membayar
hutang daerah jika memang mempunyai hutang. Dalam hal akan terjadi defisit maka harus
ditentukan kebijakan yang harus diambil. Misalkan daerah dapat melakukan rasionalisasi
belanja dan sebagainya. Pemda juga mencairkan investasi jika memang memiliki
investasi, atau daerah juga dapat menarik pinjaman.
2.7 Proses dan Tahap Perumusan Penyusunan APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan


penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapat daerah. Penyususnan APBD

12
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya tujuan bernegara.

Setidaknya terdapat 6 sub proses dalam penyusunan APBD, yaitu penyusunan KUA,
penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), penyiapan SE kepala
daerah tentang pedoman penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) SKPD,
penyusunan RKA SKPD, penyiapan rancangan peraturan daerah (raperda) APBD,
pembahasan Rperda APBD dan penyusunan Raper KDH penjabaran APBD, evaluasi serta
penetapan Raperda APBD dan Raper KDH penjabaran APBD.

1. Penyusunan Kebijakan Umum APBD

Proses penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses perencanaan. Seperti diketahui, setiap SKPD mengembangkan
Renstra dengan mengambil program yang tercantum dalam RPJMD yang sesuai dengan
bidangnya.

KUA disusun berdasarkan APBD yang ditetapkan mendagri melalui SE mendagri.


Proses penyusunan diawali dengan pembuatan rancangan awal KUA oleh tim anggran
pemerintah daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah, rancangan awal KUA
tersebut terdiri atas dua komponen utama yaitu :

a. Target tercapainya kinerja yang terukur dari program yang akan dilaksankan.
b. Proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, serta sumber dan pengguunaan
pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
2. Peyusunan prioritas dan plafon anggaran sementara

PPAS merupakan dokumen yang berisi seluruh program kerja yang akan dijalankan
tiap urusan pada tahun anggaran, dimana program kerja tersebut diberi perioritas sesuai
dengan visi, misi, dan strategi Pemda.

a. Menentukan skala perioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.


b. Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan
c. Menentukan plafon anggaran untuk tiap program
3. Penyiapan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA
SKPD

13
Surat edaran kepala daerah tantang pedoman penyusunan RKA SKPD merupakan
dokumen yang sangat penting bagi SKPD sebelum menyusun RKA.

a. Dokumen KUA yang memberikan rincian program dan kegiatan per SKPD.
b. Standar satuan harga, yang menjadi referensi dalam penentuan rincian anggaran
di RKA.
c. Kode rekening untuk tahun anggaran bersangkutan.

4. Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD

Dokumen perencanaan dan pengaggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana


belanja program dan kegiatan SKPD, serta rencana pembiayaan sebagai dasar
penyususnan APBD. SKPD menyususn RKA SKPD menggunakan pendekatan MTEF
daerah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja. Dokumen
RKA SKPD terdiri atas rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak
langsung, rincian anggaran belanja langsung, rekapitulasi anggaran belanja langsung,
rincian penerimaan pembuiayaan daerah, dan rincian pengeluaran pembiayaan daerah.

5. Penyiapan rancangan peraturan daerah APBD

Dokumen sumber yang utama dalam penyiapan Raperda APBD adalah RKA SKPD.
Oleh karenanya harus dipastikan bahwa setiap RKA SKPD telah disusun sesuai dengan
pedoman dan ketentuan yang berlaku. Proses selanjutnya adalah penggabungan seluruh
RKA yang telah dievaluasi TAPD menjadi dokumen kompilasi RKA. Proses ini dilakukan
oleh PPKD. Berdasarkan dokumen kompilasi tersebut, PPKD kemudian membuat
lampiran-lampiran Raperda APBD yang terdiri atas:

a. Ringkasan APBD
b. Ringkasan APBD (menurut urusan pemerintahan dan organisasi)
c. Rincian APBD (menurut urusan pemerintah, organisasi, pendapatan, belanja dan
pembiayaan).
d. Rekap belanja (menurut urusan pemerintah, organisasi, program dan kegiatan,
dan keselarasan urusan dengan fungsi)

14
6. Evaluasi rancangan peraturan daerah APBD

Kepala daerah menyampaikan Raperda tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada
gubernur untuk dievaluasi.

a. Persetujuan bersama pemda-DPRD terhadap raperda APBD


b. KUA dan PPA yang disepakati kepala daerah dan pimpinan DPRD
c. Risalah sidang jalannya pembahsan raperda APBD
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota
keuangan pada sidang DPRD.

Proses evauasi ini dilakukan maksimal selama 15 hari kerja sejak penyerahan
dilakukan. Jika kedua rancangan peraturan tersebut dinyatakan tidak olos evaluasi, maka
pemda bersamaDPRD harus melakukan penyempurnaan.

2.8 Proses Penetapan APBD

Sedangkan proses penetapan APBD meliputi langkah-langkah berikut:

1. penyampaian dan pembahasan RAPBD


2. Persetujuan RAPBD
3. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD

NB:

1. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional


yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja;
2. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan
yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
APBD/Perubahan APBD;
3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan
harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah.

15
Pendekatan Dalam Penyusunan Anggaran

1. Pendekatan Penganggaran Terpadu

Penyusunan anggarannya dilakukan dengan mengintegrasikan proses perencanaan


dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja,
dengan tidak ada lagi dikotomi antara anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan. Dengan demikian, penganggaran menjadi lebih terarah karena dikaitkan
langsung dengan perencanaan program/kegiatan.

2. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja

Penyusunan anggarannya berorientasi pada pencapaian keluaran dan hasil yang


terukur (kinerja). Di samping itu, dalam merealisasikan suatu anggaran untuk membiayai
program/kegiatan harus memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitas. Efisien diukur
dengan membandingkan antara input yang digunakan dengan keluaran (output) yang
diperoleh. Sedangkan efektivitas diukur dengan menilai apakah keluaran dapat berfungsi
sebagaimana diharapkan sehingga mendatangkan hasil (outcome) yang diinginkan.

3. Pendekatan Penganggaran dengan Perspektif Jangka Menengah

Penyusunan anggaranya memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan


keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin
fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dengan pemberian pelayanan
yang optimal dan lebih efisien. Proses Penyusunan Anggaran

1. Penyusunan Rencana Kerja Pemda


2. SKPD menyusun Rencana Strategis (Renstra) SKPD
3. Pemda menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
4. Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun anggaran
sebelumnya RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapaic


selama periode waktu tertentu yang dinyatakn dalam ukuran finansial, sedangkan
penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran.
Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan
mengandung nuansa politik yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, pengaggaran
merupakan suatu proses politisnya. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari
rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor publik
anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan
diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang
publik.

APBD adalah dana yang dimiliki oleh daerah dalam penggunaannya dalam
pembangunan dan penyalurannya. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan
tanggal 31 Desember. Dalam perkembangannya APBD selalu mengalami pasang surut
sejalan dengan perkembangan ekonomi daerah dan nasional. APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah akan
mengakibatkan surplus atau desifit APBD. Selanjutnya pembiayaan netto merupakan
selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Jika terjadi
defisit, maka jumlah pembiayaan netto harus dapat menutup defisit anggaran. Sedangkan
SILPA tahun berjalan merupakan selisih antara surplus/defisit APBD dengan pembiayaan
netto.

3.2 Saran

Diharapkan Dengan selesainya makalah ini dapat dijadikan tolak ukur perubahan yang
terjadi di kalangan pembaca agar lebih sadar terhadap kehidupan politik di lingkungannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.


Nordiawan, Deddi, dkk. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat.

https://www.academia.edu/18075302/Makalah_tentang_APBD?auto=download

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-
perbendaharaan/9937-kebijakan-umum-anggaran-pendapatan-belanja-daerah

https://www.wikipedia.com

18

Anda mungkin juga menyukai