Tak Gerontik

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

PER-PLANNING

PROGRAM TERAPI MODALITAS (TERAPI OKUPASI): MEMBUAT


KERAJINAN TANGAN DARI BARANG BEKAS PADA LANSIA
DI WISMA CINTA KASIH YOS SUDARSO PADANG

Oleh Kelompok X

Anggota :

FITWI WULAN DARI


EVA YANTI
JEKKY GUSRIYANTO
RAHMA YUWITRI
SANTRI ANIEL

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2016
PER-PLANNING
PROGRAM TERAPI MODALITAS (TERAPI OKUPASI): MEMBUAT
KERAJINAN TANGAN DARI BARANG BEKAS PADA LANSIA DI WISMA
CINTA KASIH YOS SUDARSO PADANG

Topik : Membuat Kerajian Dari Barang Bekas


Sasaran : Semua Lansia yang ada di Wisma Cinta Kasih Yos Sudarso
Hari/Tanggal : Sabtu/15 Oktober 2016
Tempat : Wisma Cinta Kasih Yos Sudarso Padang

A. Latar belakang
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua (Mubarak, 2011). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara
fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat
dan kurang gairah.
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang
mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau
organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan
secara keseluruhan (Fatmah, 2010).
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan daya kemampuan untuk hidup serta keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi,
2009).
Salah satu kegagalan berkaitan dengan fungsi penurunan daya
kemampuan pada lansia adalah penurunan fungsi kognitif yaitu demensia.
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi penyesuaian dan kemampuan bersosialisasi
(Arif Mansjoer, 2010).
Saat ini kasus demensia telahmelonjak tajam dengan semakin besarnya ju
mlah lansia di Indonesia. Bahkan demensia diperkirakan akan melonjak dalam
beberapa dekade mendatang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hingga kini saja terdapat 35,6 juta orang yang hidup dengan demensia pada
2010. Angka itu berpotensi meningkat hingga dua kali lipat menjadi 65,7 juta
pada 2030 (menurut WHO di Swiss).
Pada tahun 2050, kasus dimensia bisa meningkat tiga kali lipat hingga
mencapai 115,4 juta (menurut WHO di Swiss). Saat ini jumlah penyandang
dimensia di Indonesia hampir satu juta orang.
Sebagian besar demensia tipe Alzheimer yang gejala dirinya berupa
pelupa dan kesulitan visuopasial sering terlewatkan sehingga sulit mengetahui
waktu pasti muncul penyakit. Biasanya penyandang dibawa ke rumah sakit (RS)
atau Dokter karena penyakit lain seperti; stroke, dieabetes, hipertensi atau
kolesterol. Dan ketika diperiksa dokter baru mengetahui bahwa itu adalah proses
dimensia. Angka kejadian Dimensia di Asia Afrika adalah 4,3 juta pertahun yang
akan meningkat menjadi 19,7 juta per tahn pada tahun 2050. Artinya, laju
demensia adalah 1 kasus baru setiap 7 detik menurut penelitian Graff.
Salah satu cara untuk mengoptimalakn fungsi kognitif lansia adalah
dengan menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan suatu bentuk
psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian
secara manual, kreati, dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan
lingkungan dan meningkatkan derajat kesejahteraan fisik dan mental pasien.
Terapi okupasi bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan
fungsi dan atau mengupayakan kompensasi / adaptasi untuk aktifitas sehari-hari,
produktivitas dan luang waktu melalui pelatihan, remediasi, stimulasi dan
fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan kemampuan individu untuk terlibat dalam
bidang kinerja berikut; aktivitas hidup sehari-hari (misalnya makan, mandi,
minum, toileting, mobilisasi fungsional) dan kegiatan instrumental hidup sehari-
hari. Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai relasi atau
hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan dapat bersama-sama mengikuti
norma yang sama.
Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan
kelompok klien dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Salah satu
TAK adalah terapi okupasi yang merupakan usaha penyembuhan melalui
kesibukan atau pekerjaan tertentu, bagian dari rehabilitas medis sehingga pasien
tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai suatu kebutuhan dan
akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup. Salah satu terapi okupasi
adalah membuat kerajinan tangan yang bertujuan untuk meningkatkan minat
lansia pada rekreasi atau kreativitas.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan kelompok lansia dapat bersosialisai dengan
efektif.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah mengikuti kegiatan lansia dapat menunjukan/meningkatkan harga
dirinya dengan menunjukan keterampilanya (hobinya).
b. Dapat mengurangi kebosanan.
c. Menjadikan lansia lebih produktif.
d. Meningkatkan hubungan kekeluargaan antara penghuni wisma cinta
kasih dengan mahasiswa praktek.

C. Manfaat
1. Bagi Peserta Terapi Okupasi
Diharapkan terapi okupasi ini dapat dijadikan sebagai sebuah terapi selain
terapi medis yang bias mengurangi tingkat stress pada lansia, kejadian
dimensia pada lansia, dan alzheimer, sehingga lansia bisa lebih kooperatif,
bersemangat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, meningkatkan
kemampuan individu untuk terlibat dalam kegiatan sehari-hari.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dengan adanya pelaksanaan okupasi ini bisa menambah ilmu
pengetahuan mahasiswa tentang pentingnya terapi modalitas (terapi okupasi)
pada lansia.

Lampiran

MATERI AKTIVITAS KELOMPOK


MEMBUAT KERAJIAN TANGAN DARI BARANG BEKAS

A. Konsep Lansia
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis
(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung,
sedangkan biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang
berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari
keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan
berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan
fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah, 2010).
Proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil) kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan struktural dan fungsi
secara normal, ketahanan terhadap cedera, termaksud infeksi (Mubarak, 2010).
Menurut WHO dalam Setiabudhi (2005), usia lanjut meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun
2. Usi lanjut (elderly), kelompok usia 60-70 tahun
3. Usia lanjut tua (very old), kelompok usia diatas 75 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Depertemen Kesehatan RI (2006) memberikan
batasan lansia sebagai berikut:
1. Virilitas (prasenium): Masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun).
2. Usia lanjut dini (senescen): Kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun).
3. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia di
atas 65 tahun (Fatmah, 2010).
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan
berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan, Mubarak (2010);
1. Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2. Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari,
3. Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan
yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus-menerus. Apabila
proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah
berbagai masalah. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan
bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat
terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin
berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta
terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit.
Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu
menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut
diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk
meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap
yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung
dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan
ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan
masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial
(Goldstein, 1992).
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri- ciri
penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah:
Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya. Penarikan diri ke dalam dunia
fantasi Selalu mengingat kembali masa lalu Selalu khawatir karena
pengangguran, Kurang ada motivasi, Rasa kesendirian karena hubungan dengan
keluarga kurang baik, dan Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah:
minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas,
menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan
memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

B. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


1. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu
dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama
(Stuart & Sundeen, 1998) Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang
mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan
dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama. Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien
dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Dimana berkesempatan
untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon social. Therapy
Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi sejumlah klien
dalam membina hubungan sosial yang bertujuan untuk menolong klien dalam
berhubungan dengan orang lain seperti kegiatan mengajukan pertanyaan,
berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada kelompok, menyapa teman
dalam kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK):
orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada
klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.

2. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok


Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
a. Mengembangkan stimulasi persepsi
b. Mengembangkan stimulasi sensoris
c. Mengembangkan orientasi realitas
d. Mengembangkan sosialisasi

3. Prinsip-prinsip Memilih Peserta Terapi Aktivitas Kelompok


Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah
homogenitas, yang dijabarkan antara lain:
a. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk
pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok
memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama
ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut
akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama,
sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.
b. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil
kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok
adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam
satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi
akan lebih mudah tercapai.
c. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan
gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada
perempuan. Maka lebih baik dibedakan.
d. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar
pasien.
e. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan
terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu
sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

4. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia


a. Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai
eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain
b. Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta
merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptive
c. Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu
sama lain unutk menemukan cara menyelesaikan masalah

5. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia


a. Stimulasi Sensori (Musik) Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan
perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi
pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil
terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada
struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada
ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti
menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan
tubuh, pikiran, dan roh.
Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di
mana individu telah mengesampingkan kepentingannya demi
kepentingan kelompok.
b. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan :
seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman
masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau
destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian.

c. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat
dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan
klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu,
dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu,
tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.
d. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat
berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

6. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok


a. Pembinaan harapan
b. Universalitas
c. Altruism
d. Penyebaran informasi
e. Kelompok sebagai keluarga
f. Sosialisasi
g. Belajar berhubungan dengan pribadi lain
h. Kohesivitas
i. Katarsis dan Peniruan perilaku

7. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


Memperkenalkan diri
Tujuan kegiatan
Jenis kegiatan
Contoh kegiatan
Kontrak
Aturan main disepakati
Evaluasi
Reward jangan berlebihan

8. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok


Orientasi realitas
Sosialisasi
Stimulasi persepsi
Stimulasi sensori
Pengeluran energy

9. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Fokal konflik model
Mengatasi konflik yang tidak disadari
Terapis membantu kelompok memahami terapi
Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar anggota kelompok
b. Communication model
Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
Pesan yang disampaikan dipahami orang lain
c. Model interpersonal
Terapis ekerja dengan individu dan kelompok
Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi
d. Model psikodrama
Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan

10. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok


a. Fase pre-kelompok: membuat tujuan
b. Fase awal:
Tahap orientasi: penentu sistem konflik social
Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai komunikasi
Tahap kohesif: kebersamaan dalam pemecahan masalah
c. Fase kerja:
Fase yang menyenangkan bagi anggota dan pimpinan
Kelompok menjadi stabil dan realistis
d. Fase terminasi
Muncul cemas, regresi
Evaluasi dan feedback sangat penting
Follow up

C. Terapi Okupasi
1. Pengertian Terapi Okupasi
Pengertian terapi okupasi sangat banyak, antara lain sebagai berikut:
Occupation : kesibukan / pekerjaan. Terapi okupasi adalah usaha
penyembuhan melalui kesibukan atau pekerjaan tertentu. Terapi okupasi
adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari
rehabilitas medis. Penekanan terapi ini adalah sebagai pada sensomotorik
dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan
mengnibisi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan
pemeliharaan kamampuan anak. Dengan memperhatikan asset (kemampuan)
dan Emitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, terapi ini bertujuan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Terapi okupasi adalah prilaku atau kegiatan-kegiatan individu yang
akan dilakukan pada area kerja, perawatan diri dan rekreasi. Terapi okupasi
adalah suatu aktifitas-aktifitas yang secara disadari dapat dilihat,
direncanakan dan menyenangkan.
Terapi okupasi adalah ilmu dan seni untukmengarahkan
pertisipasiseseorang dalam melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah
ditentukan dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan keahlian yang
dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
Prinsip : Pasien tidak merasa dipaksa, tetapi memahami kegiatan ini sebagai
suatu kebutuhan dan akhir suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup.

2. Tujuan Terapi Okupasi


a. Tujuan Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produkti
vitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah dis
ediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari
tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisan
g, sedotan, botol bekas, bijibijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari be
nang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan se
kitar, menjemur kasur, dll).Adapun tujuan terapi okupasi menurut Riyadi
dan Purwanto (2009), adalah:
b. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi mental.
Menciptakan kondisi tertentu sehingga lansia dapat mengembangkan
kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan orang lain dan mas
yarakat sekitarnya.
Membantu melepaskan dorongan emosi secara wajar.
Membantu menemukan kegiatan sesuai bakat dan kondisinya.
Membantu dalam pengumpulan data untuk menegakkan diagnosa da
n terapi.
c. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan gerak,
sendi, otot dan koordinasi gerakan.
d. Mengajarkan aktivitas kehidupan seharihari seperti makan, berpakaian,
buang air kecil, buang air besar dan sebagainya.
e. Membantu lansia menyesuaikan diri dengan tugas rutin di rumah dan me
mberi saran penyederhanaan (siplifikasi) ruangan maupun letak alat-alat
kebutuhan sehari-hari.
f. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampun
yang dimiliki.
g. Menyediakan berbagai macam kegiatan agar dicoba lansia untuk menget
ahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan, kemampuan bersosialisasi,
bakat, minat dan potensi dan lainlainnya dari si pasien dalam mengarahka
nnya kepekerjaan yang tepat dalam latihan kerja.
h. Mengarahkan minat dan hobi untuk dapat digunakan setelah lansia kemb
ali di lingkungan masyarakat.

3. Metode Pendekatan Terapi Okupasi


Metode pendekatan terapi okupasi ini menggunakan beberapa
kerangka acuhan yang terstandarisasi oleh WFOT(Word Federation
Of Occupation Therapy) meliputi:
1) Kerangka acuan Psikososial
a. Behavior / perilaku
b. Object relation
c. Cognitif behavior
d. Occupation behavior
2) Kerangka acuan sensomotorik
a. NDT (Neoro Development Treatment)
b. Sensori integritas (Sensori Integration)
Beberapa acuan ini, secara umum terapi okupasi mencakup empat
tahan atau program :
Penilaian atau semacam diagnosis dengan serangkaian wawancara
dan uji kemampuan untuk mendaptkan gambaran kondisi anak.
Rangkaian terapi yang disesuaikan dengan hasil penelitian
Bimbingan berupa pemaparan, penelitian, konsultasi dan
penyelidikan kepustakaan bagi orang tua dan pengasuh untuk
membantu kemajuan yang telah didapat anak selama terapi.
Bila perlu konsultasi dan bantuan untuk program disekolah, jika
anak mengalami kesulitan akademi karena gangguan tumbuh
kembangnya. Antara lain mencakup kemampuan menulis (fingsi
tangan) dan sensomotorik.
4. Persiapan Terapi Okupasi
a. Penetuan materi latihan
Materi latihan dipilih dan ditentukan dengan memperhatikan karakteristik
atau cara khas masing-masing klien
b. Penetuan cara atau pendekatan
Dengan system kelompok / individu
c. Penentuan waktu
Kapan latihan diberikan pagi, siang atau sore hari dan berapa lamanya
d. Penetuan tempat
Disesuaikan dengan keadaan klien, materi latihan dan alat yang
digunakan.

5. Proses Terapi Okupasi


Pelayanan terapi okupasi di rumah sakit jiwa cenderung berubah
ubah, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi secara umum proses
intervensi itu melalui tiga tahap yaitu :
a. Assessment
Adalah proses dimana seseorang terapi memperoleh pengertian tentang
pasien yang berguna untuk membuat keputusan dan mengkontruksikan
kerangka kerja atau model dari pasien. Proses ini harus dilakukan dengan
adekuat untuk menentukan jenis okupasi yang diberikan pada pasien.
b. Treatment
Setelah dilakukan assessment dengan detail, maka dilakukan treatment
yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
formulasi pemberian terapi
impelementasi terapi yang telah direncanakan
review terapi yang diberikan dan selanjutnya dilakukan evaluasi
c. Evaluasi
Dari hasil evaluasi ini perawat dapat menentukan apakah pasien dapat
melanjutkan divokasional training atau pulang.
6. Jenis Aktivitas Terapi Okupasi
a. Aktifitas latihan fisik untuk meningkatkan kesehatan jiwa
b. Aktifitas dengan pendekatan kognitif
c. Aktifitas yang memacu kreativitas
d. Training ketrampilan
e. Terapi bermain

7. Peran Terapi Okupasi


a. Sebagai motivator dan sumber reinforces : memberikan motivasi pada
pasien dan meningkatkan motovasi dengan memberikan penjelasan ada
pasien tentang kondisinya, memberikan penjelasan dan menyakinkan
pada psien akan sukses.
b. Sebagi guru : terapi memberikan pengalaman learning re-rearnign
okupasi terapi harus mempunyai ketrampilan dan ahli tertentu dan harus
dapat menciptakan dan menerapkan aktifitas mengajarnya pada pasien
c. Sebagai peran model social : seorang terapi harus dapat menampilkan
perilaku yang dapat dipelajari oleh pasien, pasien mengidentifikasikan
dan meniru terapi melalui role playing, terapi mengidentifikasikan
tingkah laku yang diinginkan (verbal nonverbal) yang akan dicontoh
pasien.
d. Sebagi konsultan : terapis menentukan program perilaku yang dapat
menghasilkan respon terbaik dari pasien, terapis bekrja sama dengan
pasien dan keluarga dalam merencanakan rencana tersebut.
SATUAN ACARA KEGIATAN
TERAPI MEMBUAT KERAJINAN TANGAN DARI BARANG BEKAS

Judul : Terapi bermain membuat kerajinan tangan


Tanggal pelaksanaan: 15 Oktober 2016
Waktu : 09.00 - 10.00 WIB
Tempat :Di Ruang Wisma Cinta Kasih Yos Sudarso Padang

A. Peserta
1. Karakteristik/criteria
a. Peserta dapat diajak bekerjasama
b. Pasien dapat berkonsentrasi.

2. Proses seleksi
a. Pengkajian oleh mahasiswa
b. Penyekesian peserta sesuai criteria
c. Peserta tidak disorientasi
d. Kooperatif dan dapat memahami pesan yang diberikan
e. Mengadakan kontrak dengan klien

3. Daftar Klien
Jumlah klien dalam TAK ada 10 orang, berikut daftar nama pesertanya:
1) Oma Herlina
2) Oma Dorkas
3) Oma Lani
4) Oma Amoi
5) Oma Rosalinda
6) Oma Yati
7) Oma Lisa
8) Oma Poniyem
9) Oma Lusi
10) Oma Elizabet
4. Pengorganisasian
a. Waktu
Hari/tanggal : Sabtu/ 15 Oktober 2016
Waktu : 09.00 wib sampai dengan 10.00 wib
Tempat : Wisma Cinta Kasih Yos Sudarso Padang

b. Pengorganisasian
1. Pembimbing Pendidikan : Gusti Sumarsih,
S.Kp, M.Biomed
Ns. Bunga Permata Wenny, S.Kep, M.Kep
2. Pembimbing Ruangan :
3. Leader : Rahma Yuwitri,
S.Kep
4. Co Lider : Fitri Wulandari, S. Sep
5. Fasilitator : Jekky Gusrianto, S.Kep
Eva Yanti, S.Kep
6. Observer : Santri Aniel

c. Tim Terapis
Setting : Peserta dan terapis duduk bersama dan keadaan ruangan tenang
Tim terapis dan uraian tugas
Leader:
Menyusun rencana TAK
Mengarahkan peserta sesuai tujuan
Memfasilitasi peserta untuk mengekpresikan perasaan, pendapatan
dan memberikan upan balik.
Role play
Mengkaji hambatan peserta
Mengkajikomplik interpersonal
Mengkaji sejauh mana peserta mengerti dan melaksanakan
kegiatan
Co leader:
Membantu leader memimpin peserta
Membantu mengorganisir peserta
Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas
peserta.
Mengingatkan leader jikakegiatan menyimpang
Mengingatkan leader tentang waktu
Fasilitator:
Membantu leader memfasilitasi anggota untuk berperan aktif
dalam mengkonsentrasikan peserta untuk ikut dan focus pada
arahan yang diarahkan oleh leader.
Membantu memotivasi peserta agar ikut dalam kegiatan
Berperan sebagai role model bagi peserta selama kegiatan
berlangsung
Mempertahankan kehadiran peserta:
Selama kegiatan TAK berlangsung kurang lebih 40 menit
Peserta yang ingin kebelakang untuk izin dan kembali
kekelompok awal.
Observer:
Mengobservasi respon peserta
Mengobservasi pelaksaan TAK
Mengobservasi jalannya/proses TAK
Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan
berlangsung
d. Metode
Diskusi
Demonstrasi
e. Alat
Kardus
Karton
Pipet
Lem Aibon
Potongan Kain Perca
Microvon
Meja
Lembaran Observasi
Mp3 music

Langkah Kerja:
1. Siapkan potongan kardus 25cm x 15cm,
2. Siapkan abjad nama dari potongan kain perca,
3. Siapkan sedotan berwarna/pipet
4. Siapkan lem aibon
5. Setelah alat lengkap, tempelkan sedotan berwarna di atas karton
menggunakan lem aibon, boleh secara vertikal dan boleh juga
secara horizontal
6. Setelah siap mengelem sedotan diatas kardus, kemudian ambil
potongan abjad dari kain perca dan tempetkan di atas susunan
sedotan secara vertikal.
Setting Tempat

P P
A K

F
F

Keterangan :
= Leader `

O = Observer = Klien
PA = Pembimbing Akademik PK = Pembimbing Klinik
F = Fasilitator

Catatan : Setting tempat disesuaikan dengan kondisi anak dan mengikut


sertakan peserta tambahan

STRATEGI PELAKSANAAN

No. Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit 1. Pembukaan :
2. Membuka kegiatan Memperkenalkan
3. Memperkenalkan diri : terapis,
diri
lansia, dan pembimbing
4. Menanyakan perasaan lansia

Menjelaskan

5. Menjelaskan tujuan dari terapi perasaannya


kelompok
Memperhatikan
6. Kontrak waktu dengan lansia

2. 15 menit Pelaksanaan :
1. Menjelaskan tata cara Memperhatikan
pelaksanaan terapi bermain
membuat kerajinan tangan kepada
lansia
2. Memberikan kesempatan kepada Bertanya
lansia jika belum jelas
3. Membagikan Kardus dan pipet Antusias saat
pada lansia serta potongan kain menerima
perca kepada lansia peralatan
4. Fasilitator mendampingi dan Memulai untuk
memberikan motivasi kepada melem kain
lansia
5. Menanyakan kepada lansia
apakah telah selesai melem pipet Menjawab
ke kardus dan menempet nama pertanyaan
dari potongan kain perca pada
kardus yang telah di hias dengan
pipet
6. Memberitahu lansia bahwa waktu
yang diberikan telah selesai Mendengarkan
7. Memberikan pujian terhadap
lansia yang mampu Memperhatikan
menyelesaikan dengan baik hasil
kerajinan tangannya
3. 5 menit Evaluasi :
1. Menanyakan bagaimana perasaan Menceritakan
lansia setelah mengikuti kegiatan

4. 5 menit Terminasi:
1. Memberikan motivasi dan pujian Memperhatikan
kepada seluruh lansia yang telah Gembira
mengikuti program terapi
kelompok
2. Mengucapkan terima kasih
Mendengarkan
kepada lansia
3. Menutup acara

KRITERIA EVALUASI

1. Evalusi Struktur

a. Lansia hadir di ruangan minimal 6 orang.

b. Pengorganisasian penyelenggaraan terapi dilakukan sebelumnya


2. Evaluasi Proses

a. 75 % lansia antusias dalam mengikuti kegiatan

b. 75 % lansia mengikuti terapi dari awal sampai akhir

c. Tidak terdapat lansia yang malas ketika kegiatan

3. Kriteria Hasil

a. 75% lansia terlihat senang dan gembira

c. 75% lansia mampu mengikuti seperti instruksi

Anda mungkin juga menyukai