Liturgi Yang Baik Dan Benar
Liturgi Yang Baik Dan Benar
Liturgi Yang Baik Dan Benar
diperhatikan:
1. Masuk ke Gereja membuat tanda salib. Jangan buru2, tetapi hayatilah dan syukurilah
bahwa karena rahmat Baptis anda bisa bergabung ke dalam persekutuan Gereja. Jangan
membiasakan memberi air suci pada orang lain dengan mengulurkan jari anda. Ketika anda
dibaptis anda dipanggil dengan nama pribadi anda, berarti sangat personal, maka tanda
salib jangan dibuat dengan asal2an.
2. Perayaan Ekaristi/ Misa Kudus adalah rangkaian doa. Maka tanda salib hanya
dilakukan pada AWAL dan AKHIR MISA KUDUS saja yaitu ketika imam memulai dan
mengakhiri misa. Jangan buat tanda salib banyak-banyak. Tanda Salib disini menunjuk pada
tanda salib biasa dan bukan penandaan dahi, bibir, dan dada dengan salib yg tetap harus
dilakukan saat bacaan injil.
3. Ujud pribadi disampaikan ketika SAAT HENING sesudah ajakan Imam "Marilah
berdoa." dan bukan "ketika doa pembuka". Doa pembuka didoakan oleh Imam atas nama
seluruh jemaat, dan umat hendaknya menjadikan doa itu sebagai doanya sendiri (PUMR
54). (Kesempatan lain yang bisa dilakukan untuk menyampaikan ujud pribadi adalah ketika
doa umat, pada waktu yang disediakan).
4. Sejak jaman dulu tanda salib resmi yg dipakai dalam Ritus Latin adalah dengan tangan
kiri menebah di atas perut, tangan kanan terbuka menyentuh dahi pada "Dalam nama Bapa",
menyentuh DADA pada "dan Putra", menyentuh bahu kiri lalu kanan pada "dan Roh Kudus".
Dan ketika "Amin" kedua tangan sudah terkatup kembali. Tidak membuat tanda salib ketika
imam memberi absolusi umum ("...semoga Alah mengasihani kita...dst.."), karena yg kita
ikuti adalah Misa Kudus bukan Sakramen Tobat.
5. Siapapun diwajibkan berlutut setiap kali lewat di depan tabernakel (PUMR 274)
berlutut jangan asal-asalan, jangan hanya membungkuk, kecuali terpaksa. Yang ada di
depan anda adalah Kristus sebenar-benarnya dalam rupa Hosti di Tabernakel. Ingatlah
sejenak juga akan inkarnasi Kristus. Hosti dalam Tabernakel, bisa diasosiasikan dengan
Kristus dalam rahim Maria.TENTANG PAKAIAN YANG PANTAS untuk menghadap
Pencipta anda sendiri yang ada secara fisik di hadapan anda, anda pasti bisa
memilihnya bukan?
7. Bacaan kitab suci yang dibacakan dari ambo (mimbar) adalah waktu Allah berbicara dan
kita mendengarkan, yaitu menyimak dengan penuh perhatian. Jika paroki anda menyediakan
teks misa, anda lebih baik membaca kutipan bacaan sebelum misa dimulai. TATAP
lektor/imamnya karena Allah sedang berbicara pada anda. Komunikasi yg baik dalam
percakapan adalah SALING MENATAP bukan? PEMBACAAN INJIL -dan bukannya
homili - adalah PUNCAK LITURGI SABDA. Harap diingat, suara yg anda dengar adalah
Suara Kristus sendiri karena imam bertindak IN PERSONA CHRISTI(mewakili Kristus
sepenuh-penuhnya)
8. Mohon menyanyikan KUDUS dengan sepenuh hati, dengan keagungan, jangan asal-
asalan. Dikarenakan bahwa ketika menyanyikan/mengucapkan KUDUS kita bergabung
dengan seluruh penghuni surga yang memuji Allah tak henti.
9. Ketika konsekrasi (Inilah TubuhKU, Inilah DarahKu atau ketika Hosti diangkat dan Piala
diangkat) anda boleh mengangkat kedua tangan yg terkatup seperti ritus ibadat di pura
Hindu, NAMUN SEBENARNYA berlutut sudah merupakan ungkapan
PENYEMBAHAN. Yang terpenting ketika konsekrasi adalah anda harus
menatapNya. Harap diingat, Suara yang anda dengar (Inilah TubuhKU, Inilah darahKU,
adalah Suara Kristus sendiri. Lagi, hal ini dikarenakan Imam bertindak IN PERSONA
CHRISTI. Jadi? Tataplah Hosti dan Piala itu dengan penuh hormat, yakinkan pada diri anda
kalau itu adalah Kristus sendiri, bukannya sibuk dengan permohonan dalam hati.
11. Jangan menadahkan tangan seperti imam, pada waktu berdoa atau menyanyikan Bapa
Kami. Dikarenakan imam sedang berdoa atas nama Gereja atau IN PERSONA ECCLESIA.
Sikap yg benar adalah mengatupkan tangan, tanda berdoa. Hayatilah doa Bapa Kami.
Sadarilah bahwa "rezeki" yg anda minta ituterutama adalah "Roti Hidup" dalam Ekaristi.
(dalam bahasa aslinya (Aram), doa Bapa Kami menggunakan kata "roti" bukan rezeki.
Pun,dalam bahasa latin digunakan kata "PANEM" yg berarti roti.)
12. TIDAK MENGUCAPKAN DOA PRESIDENSIAL (yang boleh diucapkan oleh imam
saja) doa: "..jgn perhitungkan dosa kami tetapi perhatikanlah iman GerejaMu"
Jika Imam mengucapkan "marilah kita mohon damai Tuhan" dsb sebelum doa ini,
bukan berarti kita harus ikut mengucapkan doa ini. Ucapkan dalam hati saja
KEMUDIAN DIAMINKAN DENGAN IMAN.
13. Sebelum umat menerima Komuni entah berlutut atau berdiri (sesuai dengan konferensi
Uskup yang telah disetujui oleh Takhta Suci) Tanda hormatharuslah dilakukan terlebih
dahulu (PUMR 160). Ketika menerima komuni,TATAPLAH terlebih dahulu hosti yg
diangkat sebelum ditaruh di lidah/ di tangan anda. AMIN HARUS DIUCAPKAN
DENGAN PENUH IMAN.Makanlah segera Hosti didepan hadapan petugas komuni (PUMR
161, RS 92).
14. Tidak perlu ikut menghormat ketika imam menghormati Tabernakel dan altar (juga pada
waktu awal misa). Tidak masalah jika anda tetap melakukannya karena merupakan
kebiasaaan yg saleh. Namun kalau anda menghadiri misa di luar negeri, jangan kaget kalau
di negara tertentu praktik ini tidak dilakukan.
15. Tanda salib pada saat keluar Gereja, sebenarnya tidak perlu dilakukan. Tanda salib
sebelum anda masuk sebenarnya kurang lebih berfungsi seperti wudhu, yaitu untuk
menyucikan (dan mengingatkan akan Baptis). Ketika anda selesai misa, Kristus yang Maha
Suci sudah masuk dalam tubuh anda, tidak diperlukan lagi sarana penyucian
lain. Namun demikian, tidak ada salahnya kalau dilakukan, asal jangan karena latah, namun
harus disertai kesadaran iman, bahwa anda kini diutus untuk mewartakan karya salib Kristus
lewat perkataan dan perbuatan.
Anda harus menjadi contoh bagi orang lain. Jangan takut untukmensosialisasikan hal-hal di
atas pada siapa saja yg menghadiri misa bersama anda.
Tambahan :
Info ini BUKAN TPE BARU. TPE yg berlaku tetap TPE 2005. Info ini hanya merupakan
hasil olahan setelah penulis mengikuti rekoleksi liturgi di salah satu paroki di KAJ oleh
komisi liturgi KWI yg pastinya juga berdasarkan TPE 2005. Coba perhatikan dengan
seksama bahwa sama sekali tidak ada yg berubah. Yang ditulis di atas lebih ke arah praktikal,
terutama bagaimana sebenarnya menghayati apa yg kita lakukan atau katakan atau nyanyikan
setiap kali kita menghadiri Misa.
Sampaikan dengan sopan pada saudara dari persekutuan gerejawi lain (Protestan) agar
mereka tidak ikut mengambil komuni, namun boleh menerima berkat seperti katekumen yaitu
dengan menyilangkan tangan di depan dada, sehingga yang memberikan komuni tahu bahwa
dia bukanlah seorang katolik. Walaupun mereka tergabung dalam semacam persekutuan
dengan Gereja Katolik berkat Sakramen Baptis, namun komuni hanya diperuntukkan bagi
mereka yg berada dalam persekutuan penuh dengan Uskup Roma (Paus sebagai penerus
Petrus), dengan kata lain komuni hanya eksklusif untuk umat Katolik.
Tambahan bagi perempuan katolik: Jangan merasa terhalang menerima komuni jika anda
sedang mengalami datang bulan. Tuhan Yesus tidak mempermasalahkan sesuatu yg
manusiawi. Konsep terhalang karena datang bulan hanya ada di tetangga seberang.
Menurut pengamatan, Perayaan Ekaristi itu masih diminati oleh umat. Secara
kwantitatif umat masih pergi ke gereja. Meskipun bisa saja dianggap hanya rutin. Bahkan
sekedar memenuhi kewajiban, dan kelayakan seorang yang beragama Katolik. Ada kesan
yang belum menjadi suatu kebutuhan dengan kesadaran. Malah ada sebagian yang
sekedar ikut-ikutan sekedar untuk menunjukan identitas kekatolikannya. Bila potret ini
benar, tidak heranlah kalau perayaan Liturgi Ekaristi itu dirasa kering, dingin, tidak menarik
dan menjadi beban. Sikap seperti itu agaknya tidak hanya terjadi pada umat pada
umumnya, namun juga pada imamnya.
Kenyataan di atas itu bisa sebagai sebab tapi juga bisa merupakan akibat. Disebut
sebab dalam arti memang liturgi tidak menarik, tidak memikat dan tidak memnuhi kebutuhan
dasar umat beriman. Disebut akibat artinya bahwa kekurang pemahaman akan Liturgi
Ekaristi itu sendiri yang minim yang membuat tidak menarik, kering dan tak berdaya guna.
Angket yang pernah dilakukan oleh Komlit KWI (Juli 2000) menunjukan bahwa
pengetahuan dan pemahaman (know how dan know why) umat (begitu juga imamnya)
mengenai Liturgi Ekaristi itu sangat memprihatinkan. Katekese yang lemah telah membuat
para peraya sekedar melaksanakan upacara tanpa penghayatan, tanpa mengerti makna
dan arti secara keseluruhan perayaan termasuk juga detail dan bagian-bagian dari Liturgi
Ekaristi tersebut. Belum lagi penghayatan simbol yang tidak mudah untuk mengajarinya.
Jadi pendidikan dan pemahaman Liturgi bisa dijadikan akar permasalahannya. Dalam hal
ini Komlit telah menyodorkan suatu rekomendasi kepada KWI agar menggalakkan
pendidikan Liturgi para imam (calon imam), di paroki-paroki, keuskupan dan juga umat pada
umumnya (ILSKI Bandung pada hakekatnya hendak mewadahi atau memenuhi kebutuhan
itu).
Permasalahan lainnya yang cukup serius adalah Liturgi Ekaristi telah kehilangan
dimensi misterinya. Liturgi sudah tidak menciptakan atmosfir sakral dalam perayaannya.
Karena dimensi misteri itu merupakan hakekat dari liturgi itu sendiri, oleh karenanya sangat
diperlukan dan harus dikembalikan lagi. Liturgi tidak sakral, tidak gaib dan tidak keramat
lagi. Liturgi Ekaristi tidak menciptakan extra quotidiana. Perayaan dirasa hambar, datar, tak
menyentuh dan tidak memberi impak pada pengalaman pertemuan dengan Yang Suci.
Bila permasalahan liturgi terletak pada imamnya (sebagai pemimpin perayaan) yang
kurang pemahaman dan pembekalan dalam pendidikannya dan pada umatnya yang tidak
berpartisipasi secara penuh dan aktif dalam perayaan Liturgi. Maka masalah itu tidakbisa
ditimpakan pada ritual/liturginya, yang selama ini dijadikan kambing hitam. Ritus liturgi kita
bila dirayakan sebagaimana mestinya telah memiliki karakater yang elegan, simpel tetapi
jelas. Seperti kata pepatah; "buruk muka cermin dibelah". Karakter suatu ritual (yang terdiri
atas tata gerak, tata kata, dan tata gelar) sifatnya selalu sama dan menjunjung tinggi nilai
tradisi dan kelestarian. Semakin mentradisi semakin kuat makna spiritualnya. Tidak sangat
beralasan untuk mengkutak-katik struktur dan elemen-elemen ritus Ekaristi itu.
Kiranya dalam kesempatan ini perlu ada penjelasan mengenai ajaran resmi atau
konsep resmi menengai Ekaristi. Selain perlu penjelasan tata cara tapi mendesak juga
mengamati "whatness"- nya. Bukan hanya pada how nya saja.
Memahami ajaran resmi dan yang benar mengenai Ekaristi berarti kita menyembah
Allah dalam roh dan kebenaran. Dalam Roh mengandaikan Liturgi itu dilakukan, dirayakan
dan diungkapkan dengan segenap pikiran (tahu, mengerti), kesadaran, sepenuh perasaan
dan kehendak tidak ada kepalsuan, kepura-puraan atau asal-asalan (asal bunyi dan asal
gerak). Dalam kebenaran artinya sesuai dengan Liturgi yang sudah merupakan identitas
ibadah Katolik. Nota bene, suatu ibadah yang sudah merupakan warisan kekayaan Gereja
yang sudah diuji dalam perjalanan sejarah. Suatu Liturgi yang menunjukkan universalitas
beribadat ala satu, kudus, katolik dan apostolik.
Pertama kita pahami bahwa Ekaristi itu sebagai titah sakral dari Yesus, Lakukanlah
ini sebagai kenangan akan Daku . Kita merayakan Ekaristi semata-mata karena perintah
dan kehendak dari Yesus Kristus. Mentaati perintah-Nya adalah jalan keselamatan. Dengan
melakukan perintah suci ini, serentak menghadirkan Kristus. Ekaristi sebagai anamnesis;
kenangan yang menghadirkan. Kurban keselamatan yang diaktualisir kini dan disini.
Disinilah primas dan desiderium Perayaan Ekaristi yang kita lakukan setiap saat. Yesus
Kristus telah menginstitusikannya. Kenangan yang menhadirkan itu menjadi praesentia
realis; inilah Tubuh-Ku, inilah Darah-Ku . Kerinduan mendasar manusia itu adalah ingin
melihat Allah. Dalam Ekaristi yang misteri itu menjadi real dan visible. Dalam hal ini perlu
memahami konsep transsubstatiatio; bahwa roti dan anggur yang dikonsekrasi oleh imam
itu adalah sungguh tubuh dan darah Kristus. Ingat analogi kedelai, kecap dan tahu yang
memiliki substasi yang sama tetapi wujud yang berbeda.
Ekaristi sebagai doa; sebagai ungkapan syukur; syukur atas penyelamatan dan
penebusan. Doa yang merupakan saat glorifikasi agar dapat di-divinisasi. Atau karena
telah didivinisasi maka perlu mengadakan syukuran.
Ekaristi sebagai kurban anak domba di salib. Kita sebagai Tubuh mistik Kristus ketika
melaksanakan Perayaan Ekaristi menjadi kurban Gereja. Disebut kurban Kristus karena Doa
Syukur Agung memohon agar menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Seperti yang dikatakan
oleh Agustinus, bahwa Ekaristi itu adalah kurban yang tampak dari yang tampak. Ingat
bahwa menurut para reformator Ekaristi itu hanyalah perjamuan, bukan kurban.
Ekaristi sebagai ekspresi dan ekperiensi iman, harapan dan kasih; saat mengungkapkan
dan menghayati iman sebagaimana Gereja Apostolis mengimani, mencintai dan mengharap.
Ekspresi dalam rupa perayaan iman, kasih dan harapan.
Apakah Ekaristi bisa dipahami sebagai "tolak bala", saat "ruatan"? Ekaristi dipahami
sebagai upaya melawan kekuatan jahat. Ekaristi adalah menghadirkan kembali Misteri
Pakah, yakni peristiwa penderitaan, kematian dan kebangkitan Kristus peristiwa Kristus
mengalahkan sengat si maut dan Iblis. Sebagaimana dalam 1 Yoh 3, 8; "barangsiapa yang
tetap berbuat dosa,berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah
Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu seupaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis
itu".
Ekaristi sebagai "sowan gusti". Sejajar dengan paham praesentia realis. Pengalaman
pertemuan selalu penting bagi manusia termasuk dengan yang suci misteri. Secara arketipis
manusia butuh ruang kudus dan waktu kudus sebagai ruang dan waktu untuk bertemu
dengan yang kudus.
Liturgi itu apa? Liturgi itu ekspresi dan ekperiensi misteri iman, harapan dan kasih.
Keutamaan teologal yang dirayakan, diungkapkan secara simbolik dalam upacara ritual
dimana roh dan kebenaran memegang peranan penting. Ungkapan iman yang berdasar
pada Gereja Katolik yang Kudus dan Apostolik. Jadi liturgi itu mengenal dimensi
universalitasnya; bukan sekedar keseragaman, tetapi berakar pada tradisi yang benar yang
telah diuji oleh sejarah.
Rencana strategis yang dibuat oleh Sacrosanctum Concilium itu sangat jelas. Bahwa
pembaharuan liturgi itu seharusnya: memelihara, menjaga, mengusahakan agar tumbuh
berkembang dalam berpartisipasi aktif (participatio actuaosa) umat dalam merayakan
liturgi. Namun gagasan partisipasi aktif itu telah ditafsirkan secara sembarangan. Sekedar
agar umat bersibuk diri secara fisikal maupun verbal. Dimensi keheningan, dan membantu
umat agar berpartisipasi secara batin dianggap meninabobokan agar umat pulas tertidur.
Musik dan lagu-lagu liturgi (musik Gereja) telah diberi tempat istimewa dan integral
dalam liturgi. Musik liturgi yang semestinya menciptakan atmosfir sakral, menciptakan
pengalaman religius, pengalaman pertemuan dengan yang ilahi (seperti yang dimiliki oleh
musik-musik gregorian), kini telah jatuh pada sentimentalitas murahan dan mundane,
yang sekedar menciptakan nostalgia yang manusiawi bukan yang ilahi. Liturgi dibuat asala
umat senang.
Liturgi terbuka untuk beradaptasi dengan genus kultural setempat. Alasananya karena
ungkapan iman itu harus sesuai dengan bahasa pengungkapannya. Baik secara verbal
maupun secara simbolik. Diharapakan seautentik mungkin. Tapi tidak berarti kehilangan
sukma dan maknanya. Tidak semua hal yang berbau etnis bisa diinkulturasikan. Inkulturasi
berbeda dengan sekedar kreatifitas.
MAZMUR TANGGAPAN
LATIHAN PEMAZMUR :
MENDARASKAN MAZMUR
( . ) : Setiap akhir kalimat lagu diakhiri dengan tanda titik yang artinya
nada tersebutditahan.
PENGGUNAAN MIKROFON
Saat ini hampir di setiap gereja terdapat mikrofon. Mikrofon adalah alat
penerima getaran suara untuk selanjutnya diperkuat amplifier dan
diubah menjadi bunyi yang lebih keras pada loudspeaker.
f. Hindari bunyi decak di dalam mulut. Bunyi decak yang pada keadaan
biasa tidak memberi kesan apa-apa, di depan mikrofon dapat menjadi
keras sehingga mengganggu atau berkesan kurang sopan. Cara
menghindarinya ialah dengan menurunkan lidah (supaya tidak
menempel pada langit-langit) sebelum membuka mulut.
Seksi Liturgi, Sub Seksi Musik Liturgi Paroki atau atas inisiatif para
pemazmur sendiri membentuk semacam paguyuban pemazmur.
Relax, baik lahir maupun batin, maka sabar. Ambil waktu untuk membaca teks,
ambil waktu juga untuk mengamati detil-detil obyek. Suasana tergesa-gesa
membuyarkan kontemplasi. Seperti orches symphony, kontemplasi
membutuhkan waktu. Sikap orang menikmati waktu adalah relax.
Terbuka, baik mata maupun hati. Terbuka di sini berarti netral, tanpa tafsir yang
sudah siap dalam pikiran waktu membaca teks; tidak dengan sengaja mencari
makna atau ajaran moral dari peristiwa yang dikontemplasikan. Terbuka
terhadap misteri. Dalam kontemplasi yang penting bukanlah peristiwa
melainkan misteri kehadiran Kristus sekarang ini bagiku. Dalam misteri ini orang
bertemu dengan Kristus, secara sungguhan, hingga dirinya diresapi oleh
semangat-Nya dan diubah sehingga semakin menyerupai Dia.
5. Buah kontemplasi adalah mengenal Kristus secara mesra, supaya Dia semakin
hidup dalam diri saya: mengubah cara berpikir dan cara bersikap saya dalam
menghadapi segala sesuatu, memurnukan motivasi tindakan-tindakan saya,
hingga bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku (Gal 2:20)
sibuk mencari makna, arti & tafasir dengan rasio/akal sehat/eksegese dari
peristiwa yang sedang dikontemplasikan.
Tenggelam dalam fantasi, yang melangkahi pembatasan dari teks Injil. Dengan
cara ini kontemplasi bisa sangat menarik tetapi ada bahaya besar: sesat.