Sejarah Gereja Asia
Sejarah Gereja Asia
Sejarah Gereja Asia
SILABUS
b. SKS : 2 SKS
c. Deskripsi singkat : Mata kuliah ini membahas sejarah pekabaran Injil dan per-
tubuhan Gereja di Asia, terutama yang tidak tercatat dalam
Alkitab, yakni dalam Kitab Kisah Para Rasul.
d. Tujuan Instruksional umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa akan sanggup
menjelaskan upaya pekabaran Injil dan pertumbuhan Gereja
di Asia, terutama tantangan/hambatan yang dialami yang
muncul dari agama-agama besar dan kebudayaan-kebudayaan
yang tinggi yang terdapat Asia.
f. Pokok-pokok bahasan.
1
c. Di Jepang
d. Di Cina
BAB I
a. PENGANTAR
Agama Kristen pada umumnya dianggap sebagai Agama yang datang dari Barat. Padahal,
lahirnya di Timur Tengah, daerah Asia Barat, tepatnya di kota Yerusalem.
Dalam Sejarah Gereja Umum (yang sudah kita pelajari), kita mengetahui bahwa dari
Yerusalem Injil berkembang dengan pesat ke arah Barat (Eropa). Sedangkan ke arah
Timur (Asia), Injil tidak dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan, karena
mendapat tantangan yang keras dari agama-agama besar dan kebudayaan-kebudayaan
yang tinggi yang sudah terdapat di wilayah Asia.
Kendati mendapat tantangan yang luar biasa keras, dalam kenyataannya Injil dapat
memasuki wilayah Asia, walaupuan tersndat-sendat. Pekabaran Injil dan perkembangan
Gereja ke wilayah Asia ini tidak tercatat dalam Alkitab (Kitab Kisah Para Rasul).
Dalam Sejarah Gereja Asia yang kita pelajari saat ini, kita akan mempelajari secara khusus
sejarah pekabaran Injil dan pertumbuhan Gereja ke wilayah Asia yang tidak tercatat
dalam Kitab Kisah Para Rasul itu.
Di Timur Tengah
Dari Sejarah Gereja Umum kita sudah mengetahui bahwa dibandingkan dengan
pekabaran Injil ke arah Barat (Eropa), pekabaran Injil ke arah timur (Asia) sangatlah
sulit karena mengalami tantangan hebat, terutama dari agama-agama besar dan
kebudayaan-kebudayaan yang tinggi yang sebelumnya sudah berada di Asia.
Akan tetapi tantangan dan kesulitan itu sedikit demi sedikit dapat diatasi oleh para
pekabar Injil, oleh karena masih ada peluang dan kesempatan (walaupun sangat kecil)
untuk mengabarkan Injil.
2
Di antara beberapa peluang/kesempatan yang terbuka, peluang/kesempatan utama
yang terbuka bagi pekabaran Injil adalah adanya “orang-orang Yahudi” yang tersebar
di berbagai wilayah/Negara, terutama di Timur Tengah. Mereka ini terseber mulai dari
“zaman pembuangan” (Biasanya dikenal dengan sebutan “Diaspora Pertama).
Selain mereka yang tersebar pada “zaman Pembuangan”, setelah kota Yerusalem
diruntuhkan pada tahun 70 M, terjadilah “Diaspora Kedua” , dan banyak di antara
mereka adalah orang-orang Kristen Yahudi yang tersebar di mana-mana.
Mereka yang tersebar di mana-mana itu masih tetap memiliki hubungan yang erat
dengan kampung halaman mereka, terutama Bait Allah di Yerusalem, yang mereka
kunjungi paling kurang setahun sekali.
Dalam Kisah Para Rasul 2:9-11, kita mengetahui bahwa pada hari Pentakosta Injil
dikabarkan kepada penganut “agama Yahudi” yang berasal dari 14 daerah, termasuk 5
tempat di Asia: yaitu Persia, Media, Elam, Mesopotamia dan Arabia. Sebagai hasilnya,
banyak orang-orang Yahudi itu yang percaya dan dibaptis.
Mereka yang percaya dan dibaptis itu kemudian pulang ke daerah mereka masing-
masing, dan mereka itulah yangmenjadi pekabar-pekabar Injil mula-mula di daerah
mereka.
Dalam sejarah Gereja Asia, orang-orang Yahudi yang tersebar di berbagai daerah itu
disebut sebagai JEMBATAN pekabaran Injil, karena merekalah yang menjadi
penghubung antara para pekabar Injil (khususnya di Yerusalen dan Antiockhia) dengan
bangsa-bangsa Asia yang lain, khususnya yang tinggal di wilayah Timur-Tengah.
Ada tanda-tanda, misalnya nama orang Kristen, yang menunjukkan bahwa jemaat-
jemat Kristen pertama di Asia, di luar kekaisaran Romawi, mempunyai akar-akar ke-
Yahudian.
Di India
Selain di wilayah Timur Tengah, Injil juga pada abad-abad pertama sudah dikabarkan di
India. Menurut “Kisah Rasul Tomas”, setelah hari Pentakosta para rasul membuang
undi untuk menentukan ke mana orang diutus untuk mengabarkan Injil.
Rasul Tomas mendapat tugas di India, tetapi dia tidak mau pergi ke sana, kendati
Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya dalam mimpi.
Oleh karena itu Tuhan mengatur agar Tomas dijual sebagai budak kepada seorang
pedagang India, yang bernama Haban, yang datang ke Yerusalem untuk mencari
tukang kayu.
Di India, Tomas disuruh membangun istana untuk raja Gundnaphar. Akan tetapi uang
yang diterima Tomas untuk membangun istana diberikannya kepada orang miskin.
Tomas menerangkan bahwa ia sedang membangun istana di sorga bagi Gundnaphar.
Raja itu sangat marah dan memenjarakan Tomas.
3
Akan tetapi sesudah Tomas melakukan beberpa mujizat, raja sendiri bersama adiknya
menerima tiga tanda meterai kekristenan, yaitu urapan minyak, Baptisan dan Perjamuan
Kudus. Tomas kemudian berjalan jauh untuk mengabarkan Injil di India, sampai ia ditombak
mati di suatu tempat di India.
Kisah rasul Tomas itu ditulis kira-kira tahun 180-230 di kota Edessa. Ceriteranya didukung
oleh tulisan-tulisan Siria lain pada zaman itu. Gereja tertua di India bernama Gereja
Marthoma, di India Selatan, yang hingga dewasa ini mempertahankan tradisi kuno, baik
dalam puisi maupun nyanyian-nyanyian, bahwa rasul Tomas datang ke Malabar tahun 52 M.
Menurut tradisi yang tidak tertulis, Tomas mendirikan 7 jemaat Kristen di daerah pantai
barat, kemudian ia dibunuh oleh tokoh-tokoh Barahman di Mylapore, dekat kota Madras.
Di Edessa
Di antara dua Negara besar yang sangat berkuasa pada abad-abad pertama, yakni kekaisaran
Romawi dan Kekaisaran Partia/Persia, terdapat beberapa Negara kecil yang dengan susah
payah mempertahankan kedudukan mereka sebagai negara merdeka.
Salah satu Negara kecil itu adalah kerajaan Osrhoene. Ibu kotanya adalah Edessa. Edessa
adalah kota pertama di kerajaan Oshrhone yang memiliki gedung gereja, bahkan di kemudian
hari kota ini menjadi sangat terkenal sebagai pusat pendidikan teologi pertama di Asia.
Tetapi pertanyaan yang timbul ialah bagaimana Injil pertama kali dikabarkan di Negara ini?
Eusebius, dalam bukunya Sejarah Gereja (ditulis kira-kira tahun 320) melaporkan ceritera
yang diambilnya dari kantor arsip Edessa, tentang pertobatan raja Abgar V. Ketika raja ini
sakit parah, ia mendengar kabar tentang mujizat-mujizat yang dilakukan oleh Yesus orang
Nazaret. Sang raja lalu mengirimkan surat kepada Yesus yang intinya memohon pertolongan
Yesus untuk menyembuhkannya.
Yesus membalas surat raja Abgar V yang antara lain mengatakan bahwa Ia sedang sangat
sibuk menyelesaikan segala tugas keutusanNya, dan karena itu Ia tidak dapat datang sendiri
menemui raja Abgar.
Tetapi Yesus berjanji bahwa setelah Ia terangkat ke Sorga nanti, Ia akan mengutus salah satu
dari murid-muridNya untuk menyembuhkan sang raja. Murid yang Yesus maksudkan adalah
Rasul Tomas.
Tetapi karena Rasul Tomas juga sedang sibuk mengabarkan Injil di India, maka ia mengutus
Thadeeus (dalam bahasa Sirya ia disebut Addai), salah seorang dari ke 70 murid (Luk. 10:1) ke
Edessa. Thadeeus/Addai kemudian menyembuhkan raja Abgar V bersama orang-orang sakit
lainnya di kota Edessa.
Mulai saat itu, Injil diperbolehkan dikabarkan di seluruh kerajaan Oshrone, khususnya di kota
Edessa, yang kemudian menjadi pusat pendidikan teologi di Asia.
4
c. PERTUMBUHAN DAN PENGHAMBATAN DI PERSIA
Kerajaan Partia (di kemudian hari berubah nama menjadi Persia) telah menguasi daerah Asia
Barat-Tengah (sekarang Iran) mulai abad ke-6 sampai abad ke-4 sM. Corak kebudayaan dan
agama dalam kerajaan ini ada bermacam-macam. Tetapi agama utamanya adalah agama
Zoroaster, yang menjadi penghalang utama bagi masuknya Injil ke kerajaan ini.
Tarik Arbil, yang ditulis kira-kira tahun 560 M, menceriterakan awal berdirinya gereja di
propinsi Adiabene, yang ibukotanya adalah Arbela. Addai, pembawa Injil ke Edessa, atau
penggantinya yang bernama Agai, datang ke Adiabene kira-kira tahun 99 M. Ia berjumpa
dengan Paquida, seorang budak milik imam Zoroaster.
Paquida langsung percaya dan melarikan diri dari rumahnya agar dapat dibaptis menjadi
Kristen. Pada tahun 104, Addai menahbiskan Paquida sebagai Uskup pertama di Adiabene.
Kendati pemerintah bersikap toleran terhadap agama Kristen, agama Kristen di Partia
menghadapi lawan yang kuat sekali, yaitu dari imam-imam agama Zoroaster, yang disebut
Magnus.
Pada tahun 120 M, penginjil Samsun yang menginjili desa-desa dan membaptis sejumlah
besar orang percaya, ditangkap oleh magnus-magnus lalu disiksa dan dipenggal kepalanya.
Samsun disebut sebagai “martir pertama yang naik ke Sorga dari negeri kami”.
Walaupun Gereja menghadapi penghambatan dari imam-iman Zoroaster, namun Gereja
terus berkembang. Menurut Tarikh Arbil, pada tahun 225 sudah ada lebih dari 20 keuskupan
di Partia.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa Pada tahun 225 propinsi Persia memberontak melawan
kekaisaran Partia. Dalam waktu satu tahun mereka merebut kekuasaan, lalu menggantikan
nama kerajaan Partia menjadi kerajaan Persia.
Pada tahun 226, agama Zoroaster dinyatakan sebagai agama resmi Negara Persia. Mulai pada
saat itu agama Kristen mendapat perlawanan yang hebat, bukan hanya dari imam-imam
Zoroaster, melainkan juga dari pemerintah.
Perlawanan yang hebat dari pemerintah ini berhubungan dengan perubahan situasi Politik
dunia yang terjadi pada waktu itu. Pada tahun 312, Konstantinus Agung merebut kota Roma
dengan lambang salib.
Pertobatan Konstantinus menjadi Kristen mempunyai akibat yang luas sekali, karena mulai
saat itu agama Kristen diakui sebagai agama resmi kekaisaran Romawi. Namun hal ini
memperburuk keadaan orang-orang Kristen di Persia, karena orang-orang Kristen dianggap
sebagai penganut agama musuh Persia.
Keadaan ini diperburuk lagi pada tahun 337, ketika Konstantinus mau menyerang Persia. Ia
memangil para uskup untuk mendoakan kemenangan tentara Roma. Arfat, seorang Kristen
berkebangsaan Persia, bahkan menulis bahwa “Yesus akan datang dengan kuasaNya untuk
mendukung tentara Roma dalam peperangan melawan tentara Persia yang jahat”.
5
Serangan yang direncanakan tentara Roma itu tidak jadi, karena kematian Konstantinus.
Tetapi Raja Persia (Syahpur II) telah menyuruh tentaranya mengepung kota Nisbis, pusat
kekristenan di Persia.
Tidak lama setelah peristiwa tersebut, mulailah masa penganiyayaan yang lebih dahsyat lagi
terhadap Gereja/orang-orang Kristen. Pemerintah Persia memusnahkan semua gedung
gereja dan merampas harta bendanya. Para pastor yang tidak menyembah matahari dihukum
mati. Antara tahun 339 dan 379 (kematian Syahpur II), diperkirakan lebih dari 16.000 orang
Kristen yang mati syahid.
Akan tetapi mulai tahun 410, terjadilah masa baru bagi hubungan Gereja dan Negara di
Persia. Iman Kristen diberi status resmi di samping agama Zoroaster. Hal ini disebabkan
karena uskup Marutha dari Armenia diutus ke ibukota Persia, Ktesiphon, sebagai pengantara,
dengan tugas menyusun surat perjanjian damai antara kekaisaran Roma dengan kekaisaran
Persia.
Uskup Marutha kelihatannya mempunyai pengaruh terhadap raja Persia, Yazdgard I,
sehingga ia dapat meminta gereja-gereja yang dihancurkan dibangun kembali, dan
pembebasan orang-orang Kristen yang telah dipenjarakan.
Yazdgard kemudian mengeluarkan edik yang menyatakan Gereja sebagai kelompok
masyarakat yang diakui Negara. Izhaq, uskup Ktesiphon diakui sebagai “Katolikos” atau
pimpinan Gereja di Persia.
Hubungan antara Gereja dan Negara di Persia ini kemudian terjalin dengan lebih erat lagi,
setelah tahun 424 Gereja di Persia secara resmi melepaskan diri dari Gereja Barat (yang
berpusat di Roma).
Dengan menyatakan kemerdekaan Gereja Persia dari Gereja Barat, Gereja lebih dipercayai
dan lebih gampang diterima oleh pemerintah Persia. Perkembangan Gereja di Persia paling
berhasil di antara golongan berbahasa Sirya, terutama pedagang dan orang yang mempunyai
ketrampilan.
Pada abad ke-6, kebanyakan dokter di Persia adalah orang Kristen, termasuk dokter pribadi
raja. Pada abad ke-7, jumlah orang Kristen (dan Yahudi) di Persia diperkirakan satu setengah
juta orang.
Pada tahun 650 Gereja Nestorian sudah mempunyai struktur Gereja yang mantap, dengan
satu orang patriarch, 9 mertopolit, 96 Uskup. Ada juga beberapa golongan Kristen di Persia
pada waktu itu, termasuk Gereja Yakobit, suatu persekutuan Kristen Monofisit, dengan
seorang metropolit dan 12 uskup.
Sumber utama permulan Gereja di Cina adalah monumen “Ch’ang- an”, yang ditemukan oleh
buruh-buruh di Cina Utara Barat pada tahun 1625. Monumen terserbut terdiri dari batu yang
6
tingginya lebih dari 2 meter yang didirikan pada tahun 781 untuk merayakan kedatangan
“ Agama Siria Termasyhur” ke Cina. Sumber kedua adalah kumpulan naskah-naskah yang
ditemui di “gua Seribu Buddha” di Tunhuang, dekat perbatasan Utara Barat Cina.
Dari sumber-sumber tersebut (terutama dari monument Ch’ag An) diketahui bahwa agama
Kristen pertama kali masuk di Cina pada tahun 635 dan dibawa oleh seorang biarawan
Nestorian dari Sirya yang bernama Alopen. Alopen tiba di Cina pada saat yang sangat
strategis, karena pada saat itu sedang terjadi pertentangan antara Kong Hu Cu dengan agama
Buddha.
Kaisar T’Ai Tsung yang memerintah saat itu meminta Alopen untuk menyusun intisari ajaran
agama Kristen untuk depelajarinya. Setelah kaisar mempelajari inti sari agama Kristen itu,
maka pada tahun 638 kaisar mengeluarkan edik tentang “Kebaikan Agama Siria ”, dan ia
memberi izin kepada Alopen untuk mengabarkan Injil di seluruh Negara Cina.
Pegawai-pegawai negeri disuruh mendirikan sebuah biara di Ibukota untuk menampung 21
orang biarawan. Dinding biara dihiasi dengan potret kaisar, sebagai tanda bahwa kaisar
menjadi pelindung atau sponsor kekristenan, meskipun ia sendiri tidak menganut agama
tersebut.
Kaisar Kao Tsung (yang memerintah dari tahun 649-683), kemudian mengikuti kebijakan
ayahnya, kaisar T’Ai Tsung, yang memberi toleransi serta dukungan terhadap agama Kristen.
Tetapi setelah meninggalnya kaisar Kao Tsung, terjadi kekacauan di Cina. Kao Tsung diganti
oleh permaisurinya yang beragama Buddha (683-705).
Tampaknya orang-orang Buddhis sudah mulai memandang agama Kristen sebagai saingan
yang membahayakan bagi kedudkan mereka di Tiongkok. Maka mulai tahun 698 mereka
menyerang biara-biara di ibukota dan di tempat-tempat lain.
Kekacauan politik yang silih berganti di kemudian hari sangat menentukan maju-mundurnya
kekritenan di Tiongkok. Apabila pemerintah yang berkuasa bersimpati terhadap agama
Kristen, maka amanlah agama ini. Sebaliknya, jika pemerintah yang berkuasa membenci
agama Kristen, maka hancurlah agama ini.
Di Tiongkok sendiri sering terjadi pemberontakan-pemberontakan dan perang saudara untuk
saling merebut kekuasaan. Banyak orang Kristen yang terbunuh di dalamnya. Pada tahun
890, hanya tinggal 1 orang Kristen di Tiongkok. Dan kemudian daripada itu tidak ada lagi
berita. Tetapi iman Kristen masih bisa bertahan di Asia Tengah, di daerah-daerah sebelah
barat Tiongkok, dan dari sana pada abad ke 13 nanti agama Kristen kembali ke Tiongkok.
Sementara pekabaran Injil di Asia mengalamai tantangan dan hambatan yang luar biasa
besar, pada abad ke-7 lahir sebuah agama di wilayah Arab, yakni agama Islam. Agama inilah
yang kemudian menjadi “Penghalang Terbesar” bagi perkembangan Injil di hampir
sebagian besar Asia, termasuk di Indonesia.
7
Muhammad, pencetus lahirnya agama Islam, lahir di Mekah lebih kurang tahun 570 M. Pada
tahun 610 Muhammad menyerukan kepada penduduk Mekah untuk menyembah Allah yang
Maha Esa, dan membuang kepercayaan-kepercayaan yang bersifat animistis.
Ia tidak begitu saja bisa diterima sebagai seorang nabi, melainkan menerima banyak
tantangan dari masyarakat Mekkah. Saat yang menentukan dari kehidupan Muhammad
adalah ketika Ia “Hijrah/berpindah” ke kota Medina (Yathrib). Di Medina ia mendirikan suatu
masyarakat baru, yaitu umat Islam.
Dengan memadukan jalan peperangan dengan diplomasi, dalam waktu yang tidak terlalu
lama ia dapat mengusai Jazirah Arab. Ketika ia kembali ke Mekkah pada tahun 630, ia diakui
sebagai pemimpin rohani dan pemimpin politik oleh seluruh dunia Arab.
Agama Islam kemudian mempersatukan suku-suku Arab dalam satu umat, dengan satu
kepercayaan dan satu tujuan yaitu “jihad” atau berjuang pada jalan Allah. Konsep jihad
termasuk di dalamnya perang suci untuk menyebarkan nama Allah.
Menurut ajaran Alquran, baik orang yang tewas atau mati sahid pada jalan Allah maupun
orang yang menang dalam membela Allah, akan mendapat kemuliaan. Bertitik tolak pada
ajaran Islam tentang jihad itu maka khalifah-khalifah (pengganti Muhammad) dalam waktu
sangat singkat menyerang negara-negara tetangga hingga menguasai seluruh daerah Timur
Tengah.
Panglima-panglima ulung memimpin bagsa Arab sehingga dalam waktu singkat mereka
merebut Negara-negara sekitarnya, dimulai dengan tanah jajahan Byzantin, kota Damaskus
(tahun 635), seluruh Negara Sirya (tahun 636), dan kota Yerusalem pada tahun (tahun 638).
Kota Aleksandria dengan seluruh negeri Mesir dikuasai pada tahun 642. Pada tahun 651
bangsa Arab sudah mengalahkan kekaisaran Persia, yang dijadikan Negara Arab, dengan ibu
kota Bagdad.
Meskipun di kemudian hari dunia Islam terpecah menjadi dua yakni kaum Suni dan kaum
Syiah, di bawah kekuasaan khalifah Umayyah kekuasaan Islam meluas ke arah barat Afrika
utara. Bahkan pada tahun 711 sempat masuk ke Spanyol dan dengan cepat menguasai
seluruh negeri, Lalu memasuki Prancis. Untung sekali raja Prancis, Karel Martel dapat
mengalahkan tentara Arab dalam pertempuran di Tours (732) dan mengusir mereka.
Perlu dicatat bahwa dalam waktu satu abad pemimpin-pemimpin Islam telah menaklukan
seluruh wilayah kekristenan, baik di Afrika maupun di Asia. Pada abad ke 10 ada tiga
kekaisaran Islam terbesar, yakni di Asia, di Eropa, dan di Afrika Utara.
Ketika Islam menaklukkan wilayah-wilayah Kristen (terutama di Asia), para penguasa Islam
(Khalifah Arab ) semula bersikap toleran Terhadap Gereja/orang-orang Kristen yang
dijumpainya. Selain karena agama Kristen dianggap mirip dengan agama Islam, sikap
toleransi ini disebabkan pula karena tiga hal:
a) Orang-orang Arab itu belum sanggup mengurus wilayah-wilayah yang luas yang baru saja
mereka rebut. Karena itu mereka membutuhkan tenaga-tenaga administratif yang handal
8
yang kebanyakan terdiri dari orang-orang Kristen, terutama orang-orang Kristen di Sirya dan
Mesir.
b) Penduduk Kristen dari sudut kebudayaan berada pada taraf yang lebih tinggi daripada
pendatang-pendatang Arab-Islam. Terutama orang-orang Kristen Mesopotamia di Persia.
Mereka ini memiliki keahlian dalam menerjemahkan literatur ilmu pengetahuan dari bahasa
Yunani ke bahasa Arab, sehingga mereka sangat dibutuhkan oleh para penguasa Arab-Islam.
C) Orang-orang Arab-Islam sangat membutuhkan Jizyah (Pajak Perlindungan) dari orang-
orang Kristen untuk membiyayai tentara-tentara professional mereka.
Akan tetapi di kemudian hari setelah para penguasa Islam sudah memiliki kekuatan dalam
berbagai bidang, terutama dalam bidang pemerintahan, mereka tidak membutuhkan lagi
orang-orang Kristen. Dan mulai saat itu (terutama pada masa pemerintahan dinasti
Abbasyah (750-1250), orang-orang Kristen tidak diperlukan lagi, bahkan dihambat dan
dianiyaya dengan kejam.
Sekitar tahun 760 penderitaan orang-orang Kristen semakin bertambah lagi dengan
dilipatgandakannya pajak perlindungan (Jitza) bagi mereka. Hal ini mengakibatkan
beralihnya orang-orang Kristen secara besar-besaran ke agama Islam untuk menghindari
pajak. Karena beban penderitaan semakin hari semakin bertambah, pada abad ke-9 terjadi
pelarian besar-besaran orang-orang Kristen ke luar wilayah kekhalifahan, terutama ke pulau
Ciprus.
Sekitar tahun 780, suku-suku Arab Kristen terakhir (Banu Tarukh) dipaksa untuk beralih ke
agama Islam. Pada masa pengabdian bapa Gereja Koptis, Mikhael (744-768) dilaporkan
bahwa sekitar 24.000 orang Kristen Koptik menerima agama Islam di Kairo dan sekitarnya
untuk menghindari beban pajak.
Penderitaan Gereja/orang-orang Kristen ini semakin bertamabah lagi menjelang akhir abad
ke-14, ketika Tamerlam (panglima perang Turki-Mongol), seorang Islam fanatik, menguasai
seluruh wilayah Asia Tengah dan mendirikan Kekaisaran Islam terluas yang terbentang dari
sungai Gangga di India hingga ke Laut Hitam.
Tentara Tamerlam dengan sangat kejam memusnahkan banyak suku, termasuk suku Kerait
dan suku Ongul, yang sudah masuk Kristen. Suku-suku yang tidak dibunuh segera masuk
Islam. Mulai saat itu kekristenan di Asia mengalami kemunduran yang luar biasa. Keristenan
di Asia memang tidak padam sama sekali, tetapi dapat disebut merana, justru di tanag
kelahirannya.
BAB II
a. PENGANTAR
Pada bagian terdahulu kita telah mempelajari bahwa mulai abad ke-14 pekabaran Injil di Asia
menjadi macet, dan kekristenan di Asia hampir hilang/lenyap sama sekali. Nanti pada abad
9
ke 15 Kekristenan di Asia mulai hidup kembali berkat bangkitnya dua bangsa yang besar,
yakni Spanyol dan Portugis (yang beragama Kristen KATOLIK), yang mengabarkan Injil di Asia.
Seperti kita ketahui bahwa mulai abad ke-15 bangsa Spanyol dan Portugis menemukan jalan
laut ke Asia, dan setelah itu mereka menduduki dan menguasai wilayah Asia (dan Amerika).
Kepada kedua bangsa ini Paus Aleksander VI di Roma (pimpinan Gereja Katolik) memberikan
mandat untuk memberitakan Injil di wilayah-wilayah yang mereka taklukkan. Mandat Paus
tersebut dikenal dengan nama PADROADO.
Dalam system PADROADO dunia dibagi dua oleh Paus agar tidak terjadi pertentangan antara
bangsa Spanyol dan Portugis, baik dalam upaya mereka merebut wilayah kekuasaan, dan
terutama dalam hal mengabarkan Injil. Bangsa Portugis mendapat kepercayaan untuk
menguasai Asia, sedangkan bangsa Spanyol mendapat kepercayaan untuk menguasai
wilayah-wilayah di luar Asia, Khususnya benua Amerika yang baru ditemukannya.
Dengan demikian maka jika kita mempelajari Sejarah Gereja Asia pada zaman Misi Katolik
Roma, itu berarti kita berbicara tentang Pekabaran Injil di Asia yang dilakukan oleh bangsa
Portugis, dengan prkabar Injilnya yang sangat terkenal yakni FRANSISKUS XAVERIUS
b. DI INDIA
Misi Katolik Roma di India dimulai ketika Fransiskus Xaverius (dari ordo Serikat Yesus) tiba di
Goa pada bulan Mei 1542. Akan tetapi ia tinggal di Goa hanya beberapa bulan. Ia lalu
mengngonsentrasikan pelayanannya di tengah-tengah para nelayan di desa-desa Prava, lalu
mengunjungi Sri Langka.
Dengan bantuan juru bahasa ia menerjemahkan empat pernyataan pokok iman Katolik,
yakni: Doa Bapa Kami, Pengakuan Iman Rasuli , Sepuluh Hukum (Torat), dan Ave Maria. Di
setiap kampung Xaverius mengumpulkan anak-anak dan mengajarkan empat pokok iman
Katolik tersebut di atas hingga mereka menghafalnya dengan sempurna. Anak-anak ini
kemudian ditugaskan untuk mengajar orang tua mereka.
Diperkirakan selama 10 tahun pelayanannya, Xaverius membaptis 700.000. Xaverius
kemudian meninggalkan India pada tahun 1546 menuju Malaka. Di Malaka (pusat
perdagangan rempah-rempah di Asia Tenggara), Xaverius belajar bahasa Melayu sebegai
persiapannya untuk mengabarkan Injil di Maluku.
Pada abad ke-16 Gereja Katolik Roma sudah kuat di Goa dan berkembang di daerah pantai
India. Akan tetapi perkembangan ini hanya terjadi di kalangan “Kasta Rendah”. Kasta Tingi
hampir belum desentuh karena kuatnya pengaruh agama Hindu.
ROBERTO DE NOBILI
Nanti pada tahun 1605, datanglah seorang Pekabar Injil Katolik yang bernama ROBERTO DE
NOBILI, yang mengngonsentrasikan pelayanannya di tengah-tengah “kasta tinggi”. Nobili
sendiri berasal dari lingkungan bangsawan Italia dan masuk ordo Serikat Yesus pada tahun
1597.
10
Harus diakui bahwa akibat pelayanan De Nobili ada orang-orang dari kasta tinggi yang
dibaptis, namun hanya dalam jumlah yang terbatas. Pada tahun 1609 ia sudah membabtis 63
orang bangsawan India, termasuk beberapa orang Brahman.
Karena meluasnya pekabaran Injil dan perkembangan Gereja di seluruh dunia, termasuk di
India, pada tahun 1622 Paus Gregorius XV mendirikan “Kongregasi Suci untuk Perambatan
Iman” sebagai badan misi yang berkuasa memimpin segala misi Gereja Katolik
Salah satu alasannya ialah, keluasan negeri India tidak mungkin seluruhnya diinjili oleh
bangsa Portugis. “Kongregasi” kemudian mengutus tenaga missi ke beberapa negara,
terutama India, dengan tujuan menetapkan hierakhi Gereja yang lengkap, serta
mempersiapkan “kaum klerus asli” di setiap Negara.
Pada tahun 1657, “Kongregasi” menahbiskan MATEO DE CASTRO, seorang India, sebagai
Uskup, dan mengangkatnya sebagai wakil Paus di pedalaman India. Ia berasal dari Goa, dari
kasta Brahman, dan ia adalah tamatan sekolah teologi di Roma.
Tetapi uskup agung Goa (seorang Portugis) tidak mau mengakui de Casto sebagai uskup.
Sesudah beberapa tahun bertikai dengan orang-orang Yesuit, de Castro mengalah dan
kembali ke Roma, tempat ia meninggal.
Usaha peng-Indianisasian Gereja berhasil dalam hal penahbisan kaum klerus, tetapi tidak
sampai pada tingkat pimpinan Gereja. Perselisihan dan dan persaingan, ditambah lagi dengan
pembubaran Serikat Yesus pada tahun 1770, merupakan faktor-faktor yang merintangi
pekerjaan misi, termasuk di India.
Pada akhir abad ke- 18 Revolisi prancis dan keadaan perang-perang di Eropa memutuskan
dukungan misi dari Gereja Katolik Roma di Eropa dengan wilayah-wilayah misinya, termasuk
di India.
Sementara umat Katolik di daerah-daerah India di luar penjajahan Portugal mengalami
penderitaan yang hebat dalam masa peperangan. Negeri-negeri Maratha (Hindu) di India
Tengan memberontak melawan kekaisaran Mongol, kemudian negeri-negeri Islam di India
Selatan juga memberontak.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Gereja berkembang terus, sehingga pada tahan
1800 jumlah anggota Gereja Katolik Roma di India diperkirakan sejuta orang.
c. DI JEPANG
Pada bagian terdahulu kita sudah mendengar bahwa pada tahun 1546 Fransikus Xaverius
meninggalkan India menuju Malaka. Di Malaka Xaverius bertemu denga seorang Jepang
yang bernama Yajira, yang melarikan diri dari Jepang karena melakukan pembunuhan.
Xaverius terkesan oleh apa yang ia dengar tentang orang-orang Jepang.
Pada tahun 1549 Xaveius pergi ke Jepang , tepat pada waktu yang strategis karena Jepang
baru terbuka terhadap orang asing. Situasi politis Jepang saat itu sedang kacau akibat Jepang
sedang mengalami keterpecah-belahan. Pemerintah pusat sangat lemah, dan setiap kepala
daerah (daimyo) dapat berbuat sesuka hati.
11
Xaverius dan Yajira tiba di Kagoshima, ibukota propinsi Satsuma, pada bulan agustus 1549.
Mereka disambut dengan baik oleh daimyo setempat, Shimazu Takahisa, sebagai wakil
pemerintah Portugis. Xaverius diizinkan berkhotbah, dan ia sangat berhasil. Dalam waktu
satu tuhun orang beralih ke agama Kristen berjumlah 100 0rang.
Seperti yang dilakukannya di India, Xaverius mempersiapkan terjemahan inti pokok iman
Katolik. Sulit untuk menemukan istilah-istilah Jepang yang tepat untuk menerjemahkan
konsep-konsep Kristen. Tetapi Ajiro, pembantu Xaverius, memakai istilah agama Budha
“Hotoke” atau “Dainici” (Matahari Besar) untuk Allah, dan “Jodo” (Tanah suci Biddisme
Jepang) untuk Sorga.
Mula-mula orang-orang Jepang melihat agama Kristen seperti salah satu sekte Buddhisme.
Xaverius sendiri heran melihat betapa besarnya persamaan antara upacara-upacara agama
Buddha dengan upacara-upacara agama Katolik.
Cara Xaverius untuk mempercepat perluasan agama Katolik di Jepang ialah, Ia mendekati
para daimyo yang dianggapnya sangat strategis untuk mempengaruhi derah yang lebih luas.
Menyadari bahwa pakaian yang sederhana membuatnya kurang dihormati, Xaverius
berpakaian sutera ketika mengunjungi daimyo yang terbesar, Ouchi Yoshika, dari Yamaguci.
Xaverius membawa kenang-kenangan yang indah dan menarik, termasuk sebuah jam besar
yang berdiri dan kotak perhiasan yang dapat bermain. Akibatnya Xaverius diberi izin
berkhotbah dan menjawab pertenyaan-pertanyaan sampai malam, baik tentang astronomi
dan geografi maupun tentang kekristenan. Hasilnya , dalam waktu dua bulan 500 orang
dibaptis di Yamaguci.
Pada tahun 1552 Xaverius harus pulang ke Goa (India) karena diangkat menjadi pimpinan
Ordo Yesuit di wilayah Timur. Ia langsung berangkat ke Cina karena telah mendengar bahwa
pengaruh kebudayaan Cina sangat besar di Jepang. Dalam perjalanannya ia jatuh sakit lalu
meninggal dekat pantai Cina, lalu dikuburkan dekat Macao.
Pada tahun 1580 dilaporkan bahwa ada 150.000 orang Kristen Katolik di Jepang, dengan 200
gereja, 85 imam Yesuit (berkebangsaan Portugis), 28 bruder awam berkebangsaan Jepang
dan 100 guru katikesasi berkebangsaan Jepang pula.
Kehidupan sehari-hari jemaat Katolik memberi kesaksian yang baik sekali. Gereja-gereja di
desa menjadi pusat pelayanan medis serta pelayanan kasih dengan cara membantu orang
miskin. Ternyata, ajaran Kristen tentang kasih dapat disesuaikan dengan cita-cita Kong Hu Cu
tentang pengabdian masyarakat, sehingga menghasilkan pelayanan yang baik.
Tetapi pekerjaan Gereja yang pesat itu kemudian disusul dengan penghambatan yang
dahsyat. Daimyo-daimyo semuala menyambut baik kedatangan kekristenan karena
membantu dalam perjuangan melawan agama Buddha militantan.
Akan tetapi melihat Gereja bertumbuh pesat dan berpengaruh di antara golongan tinggi,
maka para daimyo semakin curiga terhadap agama Kristen. Kecurigaan ini disebabkan karena
12
tokoh-tokoh agama Buddha membisikan bahwa para pekabar Injil merupakan kaki tangan
Negara Portugal.
Para pedagang berkebangsaan Inggris dan Belanda karena persaingan perdangangan sesudah
tahun 1600, mengulangi tuduhan bahwa Gereja Katolik Roma bekerja sebagai mata-mata
penjajah Portugal.
Pada tahun 1587 kaisar Hideyoshi mengeluarkan edik yang intinya menyatakan bahwa para
imam Gereja Katolik tidak boleh tinggal di tanah Jepang, dan dalam waktu segera mereka
harus pulang ke negeri mereka sendiri.
Penghambatan kemudian semakin meningkat pada tahun 1604, ketika kaisar Leyasu
(pengganti Hideyoshi) mengeluarkan edik yang menuduh orang-orang Kristen mau
mengubah pemerintahan serta merebut kekuasaan. Tokoh-tokoh Kristen Jepang yang
terkemuka dibuang pemerintah ke Cina, Filipina, ataupun ke propinsi-propinsi utara.
Orang-orang Jepang diwajibkan mendaftarkan diri di kuil-kuil Buddha terdekat dengan
rumahnya, supaya imam dapat mengawasi ibadah mereka.
Sesudah kematian kaisar Leyasu (1616), Gereja menghadapi penghambatan yang lebih
dahsyat lagi. Dengan ancaman-ancaman dan siksaan, orang-orang Kristen Jepang dipaksa
menyangkal imannya. Antara 1514-1543 hampir 5000 orang Kristen mati syahid.
Sering orang Kristen Jepang disalibkan. Misalnya di pantai Yedo, 70 orang Katolik disalibkan
dalam keadaan terbalik, dengan harapan waktu air pasang naik mereka akan mati tenggelam.
Imam-imam Buddha selalu menentang agama Kristen. Setiap tahun di desa yang
penduduknya dicurigai percaya kepada Yesus Kristus disuruh menginjak-injak tanda salib atau
gambar-gambar Katolik. Akibatnya kekristenan semakin dicurigai oleh orang-orang desa dan
semakin dianggap jahat dan berbahaya. Kaum klerus di Jepang kemudian hilang lenyap,
namun GEREJA BAWAH TANAH bertahan secara diam-diam selama dua abad.
d. DI CINA
Pada bagian terdahulu kita sudah mendengar bahwa Fransiskus Xaverius bercita-cita
mengabarkan Injil di Cina, tetapi ia meninggal dalam perjalanan dan tidak sampai ke Cina.
Nanti pada tahun 1583 datanglah 2 orang misionaris Katolik dari ordo Yesuit, yakni Michael
Rugerius dan Matteo Ricci, dan mereka diberi izin dan tinggal di daerah Kanton.
Bangsa Cina menganggap peradaban Cina sebagai peradaban yang tinggi di dunia, sehingga
mereka sulit menerima ajaran dari luar, yang dianggap lebih rendah. Ditambah lagi filsafat
Kong Hu Cu yang bersifat sangat konservatif, menghargai adat istiadat yang diwarisi sejak
nenek moyang.
Matei Ricci (1552-1610) menghargai para sarjana Kong Hu Cu. Ia menggunakan keahliannya,
mislnya membuat jam, sebagai cara untuk menarik perhatian golongan tinggi. Sejauh
mungkin Ricci menyesuaikan diri dengan kebudayaan Cina, termasuk berpakaian gaya Cina.
Ricci mempelajari Kong Hu Cu dan kesusastraan Cina. Ia menulis karangan-karangan
mengenai iman Kristen maupun mengenai ilmu pengetahuan Eropa, dalam gaya tulisan
sastra Cina.
13
Ricci membuktikan bahwa kekristenan tidak bertentangan dengan ajaran Kong Hu Cu
ataupun dengan pengharapan terhadap kehidupan berkeluarga. Setelah dipelajari dan
dipikirkan masak-masak, Ricci memutuskan bahwa orang Kristen boleh tetap mengadakan
upacara menghormati Kong Hu Cu dan nenek moyang, atas dasar upacara tersebut
mempunyai arti penghormatan, dan bukan sembahyang.
Pada tahun 1601 , sesudah menunggu 18 tahun, Ricci diizinkan memasuki ibukota Berijing
dan diterima di Istana. Dengan rasa hormat ia mempersembahkan hadiah dua buah jam
kepada kaisar.
Ketika jam-jam tersebut habis putarannya, keahlian Ricci menghidupkannya kembali bersama
dengan kepandaiannya membuat peta dan menilik bintang, mengakibatkan rasa kagum
kaisar kepadanya. Karenanya Ricci diberi izin berdiam di Istana, dan baginya disediakan
rumah dan gaji.
Hasil pelayanan Ricci membuat beberapa orang orang cendekiawan menjadi Kristen, di
antaranya Shu Kuang c’hi, dengan nama Paul Hsu, yang keturunannya sampai sekarang
menonjol dalam Gereja Katolik di Cina.
Para pengganti Ricci di Cina meneruskan kebijakannya, yakni memakai ilmu pengetahuan
sebagai jalan masuk ke istana. Adam Shell von Bel dari Jerman, seorang astronom piawai,
meramalkan gerhana bulan dan berhasil mendudukkan dirinya dalam dewan yang
menetapkan kalender.
Pada tahun 1644 diperkirakan ada 225000 orang Kristen di Cina, termasuk beberapa anggota
istana. Pada tahun tersebut bangsa Mancu merebut Beijing, mengusir dinasti Ming, dan
akhirnya menguasai kekaisaran Cina.
Para Yesuit berhasil bertahan di istana, berkat Adam Shall berhasil meyakinkan bangsa
penakluk bahwa kehadirannya dibutuhkan. Shall juga mengurus pembuatan senjata meriam.
Kaisar Sun Chi membalas dengan membangun gereja di ibukota Beijing.
Pada abak ke-17, banyak biarawan datang ke Cina, baik orang Yesuit berkebangsaan Portugis
ataupun Prancis, maupun biarawan Fransiskan dan Dominikan dan lain lagi. Pada tahun 1695
ada kurang lebih 75 imam Katolok di Cina, separo adalah Yesuit.
Ordo Yesuit (Serikat Yesus) berusaha mewujudkan kekristenan dalam konteks Cina. Buku-
buku liturgi diterjemahkan ke dalam bahasa Cina, dan Paus memberi izin (1615) kepada
kaum klerus setempat melangsungkan misa dalam bahasa Cina.
Akan tetapi misi Katolik di Cina kemudian dilemahkan oleh pertikaian sengit yang berlarut-
larut, yaitu kontroversi yang terjadi di antara ordo-ordo tentang upacara istiadat Cina.
Ordo Dominikan dan ordo Fransiskan (yang baru datang belakangan) mengatakan bahwa
upacara-upacara pada waktu pemakaman, penghormatan kepada nenek moyang dan Kong
Hu Cu, serta istilah-istilah yang dipakai untuk Allah, semuanya merupakan aspek sinkretisme.
Memperhatikan kontroversi tersebut, pada tahun 1704 terbit bulla paus yang melarang
upacara penghormatan Kong Hu Cu, upacara penghormatan nenek moyang, atau istilah-
istilah asli bahasa Cina sebagai gelar atau nama Allah. Ini berarti paus setuju dengan
pendapat ordo Dominikan dan Fransiskan, dan menolak pendapat ordo Yesuit yang selama
ini menaruh penghormatan kepada kebudayaan Cina.
14
Akibatnya kaisar tersinggung dan mengusir setiap utusan Gereja Katolik Roma yang tidak
mengikuti kebijakan Ricci (dari ordo Yesuit) . Serikat Yesus kemudian berusaha naik banding
ke Roma, tetapi tidak berhasil mengubah keputusan paus, yang malah dibenarkan oleh bulla
paus berikutnya pada tahun 1742.
Pemerintah Cina kemudian bersikap semakin keras terhadap Gereja. Kaisar Yung Ceng
(1723-36) memerintahkan mengusir semua pekabar Injil ke Macao, kecuali mereka yang
keahliannya dibutuhkan pemerintah. Gedung-gedung gereja diambil alih, dan orang-orang
Kristen berkebangsaan Cina disuruh menyangkal imannya.
Pada akhir abad ke-18, umat Katolik di Cina diperkirakan tinggal 200.000-300.000 orang.
BAB III
a. PENGANTAR
Salah satu ciri yang perlu dicatat mengenai pekabaran Injil (bahasa Belanda: Zending) pada
masa ini ialah, pekabaran injil tidak merupakan usaha negara (seperti pada masa
sebelumnya), tetapi juga tidak terikat pada suatu Gereja (seperti pada masa sesudahnya),
melainkan diusahakan oleh badan-badan yang anggota-anggotanya adalah orang-orang
Kristen secara pribadi.
Orang-orang Kristen tersebut di atas bergabung, lalu mendirikan lembaga-lembaga
pekabaran Injil yang mengutus para pekabar Injil ke seluruh dunia, terutama ke Asia. Harus
diakui bahwa semangat orang-orang Kristen pada masa ini untuk bergabung dan
membentuk lembaga-lembaga pekabaran Injil, sangat dipengaruhi oleh gerakan Pietisme
dan Revivalisme yang muncul di Eropa pada abad ke-18 dan abad ke-19.
Usaha pekabaan Injil pada masa inilah yang mengalami kemajuan yang sangat pesat,
sehingga menghasilkan berdirinya Gereja-gereja Protestan di sebagian besar dunia, terutama
di Asia. Gereja-gereja Protestan ini masih berdiri/bertahan hingga dewasa ini (abad ke-21).
b. DI INDIA
Zending Protestan di India sebenarnya telah dimulai pada zaman pra-pietisme pada abad ke
17 sampai abad ke 18. Kegiatan pekabaran Injil oleh kalangan Pietis di Asia mulai pada tahun
1706 di Tranquebar, India Selatan.
Tranquebar pada waktu itu suatu daerah kantong Denmark, di pantai India tenggara. Dan di
situ ada pendeta-pendeta, tetapi hanya untuk pendatang berkulit putih dan anak-anak
mereka. Agama Kristen hampir tidak memancar ke luar.
Keadaan tersebut di atas kemudian berubah karena kekuatan Pietisme. Raja Denmak pada
waktu itu bukanlah seorang pietis, tetapi ia menginginkan agar di daerah jajahannya ada
pekabaran Injil. Tetapi tidak ada orang Denmak yang mau berangkat sebagai pekabar Inil.
15
Lalu ia mencari tenaga penginjil di Jerman, dan ia menemukannya di Halle (pusat gerakan
pietisme). Salah seorang di antaranya adalah Bartholomeus Ziegenbalg (1864-1719),
berumur 22 tahun ketika ia datang ke Tranquebar.
Ziegenbalg adalah seorang yang berbakat. Ialah yang menyusun metode pekabaran Injil di
India, yang setelah dia diikuti oleh kebanyakan para pekabar Injil Protestan, dan yang satu
abad kemudian dirumuskan oleh William Carey.
Bulan-bulan terakhir dari kehidupan Ziegenbalg dibuat pahit oleh kesulitan-kesulitan dengan
pimpinan zending di Halle. Ada perselisihan tentang satu hal yang asasi, yakni pembiayaan
usaha pekabaran Injil.
Menurut pimpinan zending di Halle, pekerjaan penginjilan tidak boleh menjadi beban Gereja
yang sedang berkembang itu. Pekabar Injil hendaknya tidak kawin, tidak menetap di sutu
tempat yang membutuhkan rumah, tetapi berkeliling terus. Dengan demikian pekerjaan
pekabaran Injil tidak membutuhkan biaya yang besar.
Ziegenbalk sebaliknya telah kawin, dan memilih Tranquebar sebagai pangkalan tetap, di
mana ia bekerja secara sistematis dengan mendirikan sekolah-sekolah. Dengan demikian ia
membutuhkan banyak biaya, terutama dari dari pusat zending di Eropa.
Akan tetapi perlu diketahui bahwa di belakang persoalan tersebut sebenarnya ada persolalan
pandangan teologis, yaitu dalam hal penlaian terhadap “dunia”. Persoalannya ialah: sampai
berapa jauh agama Kristen/Gereja harus mencampuri perkembangan sosial, politis, dan
sebagainya?
Akibat perbedaan pandangan antara Ziegenbalg dengan pipinan zending di Halle (Jerman),
usaha pekabaran Injil pada waktu itu menjadi terhambat.
WILLIAM CAREY
Usaha pekabaran Injil Protestan di India baru kemudian mengalami kemajuan yang berarti
dengan datangnya seorang penginjil yang sangat terkenal, yaitu WILLIAM CAREY. Ia
adalah seorang anak guru desa yang miskin, anggota Gereja Anglikan di Inggris.
Carrey kemudian berkenalan dan bersahabat dengan anggota-anggota Gereja Baptis, dan
dengan demikian ia terpengaruh dengan teologia yang bercorak kebangunan rohani dari
kaum Baptis. Akibatnya ia meminta dibaptis ulang.
Pada tahun 1792 Carrey berkhotbah pada Sinode Gereja Baptis mengenai nas Yesaya 44:2-3.
Dalam khotbah itu ia mengucapkan kata-kata yang sangat termasyur: EXPECT GREAT THING
FROM GOD --- ATTEMT GREAT THING FOR GOD (Hormatilah hal-hal besar dari Tuhan ----
Usahakan hal-hal besar bagi Tuhan).
Pada tahun 1793 Carey sendiri berangkat ke India. Di situ ia mengalami kesulitan dengan East
India Company (EIC) yang sampai 1858 mempunyai kedudkan yang sama dengan VOC di
Indonesia. Carey tidak diperbolehkan mengabarkan Injil di daerah-daerah kekuasaan EIC.
Karena itu Carrey pergi ke daerah-darerah yang masih merdeka. Dan untuk mendapat nafkah
ia menjadi mandor di sebuah perkebunan nila. Di sini ia sempat mempelajari bahasa
Sansekerta dan bahasa Benggali, dan menerjemahkan bagian-bagian Alkitab ke dalam
bahasa-bahasa itu.
16
Pada tahun 1800 perkebunan nila itu menjadi bangkrut, dan Carrey kembali ke daerah
pantai. Ia menetap di Serampore, suatu daerah kantong Denmark, dekat Calkuta.
Di situ Carey merumuskan 4 azas usaha pekabaran Injil, yang kira-kira sesuai dengan azas-
azas yang telah ditetapkan oleh Ziegenbalg, penginjil pietis terdahulu.
Keempat azas tersebut adalah: a)Pemberitaan Injil yang langsung dan seluas mungkin; b)
Penyebaran Alkitab dalam bahasa setempat; c) Pelajaran yang sedalam mungkin tentang
latar belakang dan dunia pemikiran pribumi; d) Secepat mungkin harus mendirikan Gereja
yang berdiri sendiri.
Bertitik tolak pada azas-azas pekabaran Injil yang diletakkan oleh William Carey di atas, para
pekabar Injil yang lain melakukan pekabaran Injil secara luas di India, dan hasilnya sangat
mengagumkan.
Selain itu Carey membuat eksperimen-eksperimen di bidang pertanian, dengan mengimport
pohon buah-buahan serta tebu dan lain-lain. Bersama dengan orang lain ia mendirikan “Agri-
horticultural Society in India (Serikat Untuk Pertanian dan Perkebunan) untuk memperbaiki
penggunaan dan hasil tanah.
Aleksander Duff tiba di India pada tahun 1830, pada akhir hidup Carrey. Pada waktu itu
zending sedang mengalami krisis dan banyak mendapat kritik dari luar (Dari Inggris dan
masyarakat Eropa pada umumnya).
Kritik ini terutama menyangkut kenyataan bahwa orang-orang yang bertobat hanya relatif
sedikit, dan bahwa kebanyakan dari mereka berasal dari kasta rendahan.
Duff berpendapat bahwa cara kerja zending harus diubah. Zending harus berusaha secara
khusus untuk mencapai lapisan atas masyarakat India. Cara yang paling baik untuk mencapai
tujuan ini ialah mendirikan lembaga-lembaga perguruan tinggi.
Pengajaran harus diberikan dalam bahasa Inggris, yaitu suatu bahasa yang telah
“dikristenkan”. Dengan demikian calon-calon tokoh masyarakat India sempat dipengaruhi
oleh Injil, dan golongan pimpinan yang baru itu beragama Kristen. Serentak seluruh
kebudayaan India diresapi oleh kekristenan, sehimgga akhirnya seluruh India akan menjadi
Kristen.
Duff memang berhasil membuka sekolah di Calcuta. Mutu Pendidikannya baik sekali, dan
seperti yang diharapkan, beberapa orang Hindu terkemuka mengirimkan anak-anak mereka
untuk bersekolah di sana.
Hasil pekerjaan melalui perguruan tinggi ini ialah pembinaan sejumlah kecil orang Kristen
yang berkasta tinggi dan berpengetahuan baik. Jadi tujuan yang luas tadi tidak tercapai,
kecuali untuk sebagian saja.
William Miller (1838-1923) sepintas lalu mempunyai cita-cita yang sama seperti Duff. Hanya
ia bersifat lebih positif terhadap kebudayaan Hindu. Tujuannya ialah bukan mengganti
kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Kristen Barat, melainkan supaya kebudayaan Hindu
17
diresapi oleh nilai-nilai Kristen. Dengan demikian akan muncul suatu kebudayaan Hindu-
Kristen yang mempertahankan ciri-ciri khasnya sendiri terhadap kebudayaan Barat.
Usaha Miller sudah menuju ke arah yang juga ditempuh oleh sejumlah orang Kristen India
sendiri. Salah satu faktor yang menimbulkan keinginan untuk mempribumikan teologia di
India ialah adanya orang-orang Kristen India sendiri yang telah berpendidikan.
Dalam Gereja Protestan ada beberapa tokoh yang sangat terkenal. Salah satunya adalah
SAHDU SUNDAR SING (meninggal tahun 1929). Ia adalah seorang Sikh (suatu golongan
tersendiri yang menggabungkan unsur-unsur Hindu dan Islam). Ia masuk ke dalam Gereja
Anglikan, dan mulai studi teologi.
Akan tetapi ia tidak puas dengan kurikulum yang dipakai dalam sekolah yang ia masuki,
karena itu dianggapnya terlalu kebarat-baratan. Maka ia keluar, dan mulai berkeliling
sebagai seorang Sahdu (rahib India).
Ia mendirikan sebuah gerakkan Ashram (bandingkan dengan asrama di Indonesia). Suatu
Ashram ialah sekelompok orang Kristen pria dan wanita, yang hidup bersama dan yang
menjalani suatu kehidupan yang sederhana yang bertujuan melayani sesama manusia,
dengan mengikuti aturan-aturan tertentu.
Selain Sundar Singh, masih terdapat beberapa tokoh Kristen India lagi yang berupaya
mempribumikan Gereja dan teologia. Dan akibat usaya ini maka Gereja di India dapat
bertahan dalam konteks India hingga saat ini, kendati mendapat tantangan dan hambatan
yang luar biasa besar.
c. DI JEPANG
Sejak tahun 1858 pekabar Injil Protestan dari Amerika Serikat diutus ke Jepang oleh Gereja
Anglikan, Gereja Presbiterian, Gereja-gereja Baptis, dan Gereja-gereja Kongregasional. Dan
mulai tahun 1869, Church Missionary Society (Anglikan) di Inggris, mulai mengutus tenaga
pula.
Mula-mula hasilnya sangat sedikit. Nanti pada tahun 1866, Guido Verbeg (utusan Gereja
Baptis) membaptis orang pertama. Dan mulai 1810, baru 10 orang dibaptis oleh pekabar Injil
Protestan.
Usaha pekabaran Injil pada waktu ini pada umumnya dilakukan melalui pelayanan
medis/kesehatan dan pendidikan. Terutama melalui bidang pendidikan, hasilnya mulai
menampakkan kemajuan.
Pada tahun 1872 diadakan kebaktian khusus di Yokohama berkaitan dengan Pekan Doa
Sedunia, yang diatur oleh Persekutuan Evanggelikal Sedunia. Beberapa mahasiswa Jepang
ikut kebaktian tersebut dengan penuh semangat sehingga pertemuan diperpanjang.
Akibat pertemuan di atas 9 orang pemuda dibaptis. Dan akibat pertemuan-pertemuan
selanjutnya Gereja Protestan pertama didirikan di Jepang. Gereja ini diberi nama Nihon
Krisuto Hokai (Gereja Kristus Jepang). Pendeta pertama dari Gereja tersebut adalah utusan
18
Gereja Reformed dari Amerika, namun tujuannya adalah membangaun Gereja asli Jepang,
bebas dari semua dominasi Barat.
Sejumlah besar orang Jepang yang beralih ke agama Kristen Protestan berasal dari golongan
berpendidikan, yaitu golongan Samurai atau kesatria. Orang-orang Jepang menganggap
pendidikan Barat sebagai kunci kemajuan pembangunan Negara. Lagi pula pemerintah
Jepang membuka sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dan mengakkat orang-orang Kristen
sebagai staf pengajar.
KANSO UCHIMURA.
Salah satu lembaga pendidikan modern yang didirikan pemerintah Jepang pada waktu itu
adalah “Akademi Pertanian” di Saporo (Jepang Utara). Sekolah ini selama satu tahun
dikepalai oleh ahli pertanian dari Amerika Serikat yang bernama W.S. Clark.
Pengaruh Clark sangat besar sehingga semua mahasiswa tingkat pertama yang berjumlah 15
orang masuk Kristen. Pada tahun-tahun berikutnya mereka ini memanfaatkan masa orientasi
mahasiswa untuk menganjurkan agama Kristen kepada mahasiswa-mahasiswa baru.
Di antara mahasiswa baru itu terdapat seorang yang bernama KANZO UCHIMURA. Kanzo
beserta 6 orang lainnya masuk Kristen pula pada tahun 1877. Ia dan teman-temannya
kemudian membentuk sebuah jemaat mini yang terdiri dari 8 orang yang sama sekali berdiri
sendiri (khas Jepang).
Tidak ada pendeta yang memimpin jemaat mini ini; mahasiswa-mahasiswa itu sendiri secara
bergiliran memimpin kebaktian hari Minggu. Kebaktian dilakukan di kamar orang yang
memimpin kebaktian itu.
Cara orang-orang ini menghayati agama Kristen agak bersifat intelektualitas. Belum ada
buku-buku Kristen dalam bahasa Jepang; mereka terpaksa memakai buku-buku dalam
bahasa Inggris, yang hanya dimengerti setengah.
Setelah belajar selama 4 tahun KANZO UCHIMURA tamat dan pulang ke kampung
halamannya. Ia lalu berhasil membujuk keluarganya untuk masuk Kristen.
Perlu dicatat bahwa kelompok ini tidak mau menggabungkan diri dengan salah satu
denominasi Gereja kerena mereka mau berdiri sendiri 100 prosen. Maksud mereka dengan
tindakan ini ialah menjadi sadar tentang kemampuan dan bakat-bakat sendiri, dan untuk
sebanyak mungkin menyingkirkan keberatan-keberatan orang lain terhadap agama Kristen
sebagai agama asing.
Sikap Uchimura ini terkait pula dengan perasaan kebanggaannya terhadap nasionalisme
Jepang. Hal ini sangat tampak dari sebuah ucapannya yang sangat terkenal, yakni:
“I LOVE TWO J’S AND NOW THIRD; ONE IS JESUS, AND THE OTHER IS JAPAN. I DO NOT KNOW
WHICH I LAVE MORE, JESUS OR JAPAN” (Aku mengasihi 2 J dan tidak ada yang ke-tiga; satu
adalah Jesus, dan yang lainnya adalah Jepang. Aku tidak tahu yang mana yang lebih kukasihi,
Jesus atau Jepang).
19
e. DI CINA/TIONGKOK
Permulaan zending Protersan di Cina/Tiongkok dimulai tahun 1907, ketika Robert Morison ,
seorang utusan London Missionary Society (LMS) tiba di Kanton. Pada masa itu Tiongkok
tertutup samasekali bagi orang-orang Asing. Hanya di sini masih ada sisa-sisa orang Kristen
Katolok Roma dan beberapa imam Tionghoa dan kulit putih, yang sering mengalami
penghambatan.
Morison adalah anak seorang buruh tani yang mengalami pertobatan menurut corak Revival,
dan kemudian berkemauan untuk menjadi seorang pekabar Injil yang dapat mengatasi segala
rintangan.
Dalam waktu cukup lama Morrison belum mendapat kesempatan untuk mengabarkan Injil
secara terbuka. Akan tetapi di kemudian hari Tiongkok dibuka secara paksa melalui dua
perang, yaitu perang Anglo-Tiongkok I (1839-1842) dan yang kedua (1856-1860).
Setelah tahun 1842 para pekabar Injil mulai berdatangan sehingga usaha pekabaran Injil
semakin meluas. Antara tahun 1840-1856 terdapat sejumlah pekabar Injil yang menetap di
daerah pantai Tiongkok, tetapi jumlah mereka tidak melebihi 100 orang.
Hasil pekerjaan mereka masih sangat terbatas. Pada tahun 1842 hanya terdapat 6 orang
Kristen Protestan di Tiongkok, pada tahun 1853 terdapat 350 orang, dan pada tahun 1865
terdapat 2000 orang.
Keadaan tersebut di atas kemudian mulai mengalamai perubahan berkat usaha HUDSON
TAYLOR yang datang ke Tiongok pada tahun 1833. Akan tetapi pada tahun 1860 Taylor
terpaksa kembali ke negerinya, Inggris, karena ia mengalami gangguan kesehatan.
Di Inggris ia sangat gelisah tentang usaha pekabaran Injil di Tiongkok; ia sangat cemas bahwa
jumlah yang sangat besar dari orang-orang Tionghoa akan binasa karena belum mendengar
Injil.
Maka dari itu ia merencanakan cara pekabaran Injil yang baru. Dan untuk mewujudkan cara
itu ia mendirikan suatu Lembaga Pekabaran Injil yang baru yang bernama: CHINA INDLAN
MISSION (CIM)
Ada 6 azas yang ditetapkan oleh CIM sebagai pegangan bagi para pekabar Injil dalam
mengabarkan Injil di Tiongkok. Salah satu azas yang ditetapkan ialah: “Jangan hanya orang
berpendidikan saja yang dipilih menjadi pekabar Injil; orang tanpa berpendidikan formal pun
harus diterima.
Para pekabar injil tersebut diharuskan mengidentifikasikan diri dengan orang-orang
Tionghoa, yakni hidup sebagai orang Tionghoa dan berpakaian Tionghoa.
Pada tahun 1905 CIM sudah mendirikan 110 pusat missi dengan 7 rumah sakit, 16 klinik, dan
128 tempat rehabilitasi pecandu opium. Tercatat ada ada 550 anggota CIM yang bekerja di
Cina/Tiongkok, dan 4000 orang Kristen yang dibaptis sebagai hasil kerja CIM.
Pada paroan pertama abad ke-20 kekristenan berkembang dengan cepat di Cina. Pada tahun
1914 diperkirakan ada 300.000 orang Kristen Protestan di Cina. Jumlah pemeluk Katolik
20
Roma bertambah dua kali lipat dari 750 orang pada tahun 1900 menjadi 1.350.000 orang
pada tahun 1914.
THIMOTY RICHARD.
Selain Hudson Taylor yang telah kita dengar kisahnya di atas, seorang pekabar Injil Protestan
lain yang sangat terkenal di Tiongkok pula adalah THIMOTY RICHAR (1845-1920). Ia juga
adalah seorang Inggris dari keluarga petani.
Richard tiba di Cina tahun 1870 sebagai utusan dari Baptist Missionari Society (BMS). Azas-
azas pekabaran Injil yang ditetapkan Richard berbeda dengan azas-azas yang ditetapkan
Hudson Taylor bagi CIM.
Taylor menyesuaikan diri dengan adat dan kebudayaan Cina sebagai jalan mendekati dan
menginjili orang-orang Cina secara pribadi. Sedangkan Richard bercita-cita mengkristenkan
golongan berpendidikan di Cina, melalui pengajaran nilai-nilai kristiani dan ilmu pengetahuan
modern.
Taylor mengabarkan Injil seluas mungkin, sedangkan Richard berfokus pada golongan elite
dengan harapan melalui mereka masyarakat luas dapat dijangkau. Dalam ilmu pekabaran Injil
(Missiologi), Metode Taylor disebut sebagai METODE DIFUSI, sedangkan metode Richhard
disebut sebagai METODE KONSENTRASI.
Pendidikan Barat mendapat perhatian bangsa Cina. Pada tahun 1905 ujian Kong Hu Cu
dihapuskan sebagai syarat menjadi pegawai negeri. Pendidikan Barat dianggap lebih baik,
terutama setelah “Revolusi Petinju”. Sejumlah besar dokter dan juru rawat Cina dididik di
perguruan tinggi Kristen, termasuk banyak yang sudah dibaptis menjadi Kristen
Melalui pendidikan bergaya Barat itu maka terciptalah golongan baru di Cina, yaitu orang-
orang yang berpendidikan tinggi yang menilai dengan tajam dan mengecam korupsi
pemerintahan dinasti Manchu.
Mereka menganggap konsep baru tentang demokrasi, sosialisme dan etika Kristen akan
membawa pembaruan bangsa dan Negara Cina. Dengan demikian maka pendidikan Kristen
ikut mempersiapkan jalan bagi revolusi politik di Cina.
21
Sun Yat Sen bercita-cita mendirikan republik modern berdasarkan nasionalisme, demokrasi
dan reformasi ekonomi Cina. Akan tetapi pemerintah pusat tidak kuat sehingga ia tidak
mampu menguasai atau mempersatukan Negara Cina.
Akibatnya timbul anarkhi dan kekacau-balauan. Para panglima perang dan penguasa
daerah memperebutkan kekuasaan di propinsi-propinsi. Ribuan orang tewas dan banyak
kota hancur akibat peperangan.
Pada tahun 1921 partai Komunis didirikan di Cina. Mula-mula partai Komunis bergabung
dengan Goumintang, yaitu partai nasionalis Cina yang dipimpinan oleh Sun Yat Sen. Tetapi
sesudah kematian Sun Yat Sen pada tahun 1925, Goumintang terpecah menjadi dua. JIANG
KAI SEK, juga seorang Kristen yang dibaptis tahun 1930, diangkat sebagai pemimpin baru
Goumintang.
Partai Komunis yang didukung oleh kaum petani dan beberapa orang mahasiswa kemudian
melakukan propaganda dan menyerag baik imperialisme maupun kekristenan. Mereka
lalu menghasut masyarakat sehingga terjadi perpecahan.
Jiang Kai Sek menyerang dan mengepung kaum Komunis sehingga “Tentara Merah”
terpaksa mundur. Akan tetapi Tentara Merah dibawah pimpinan Mao Zedong itu kemudian
melakukan “Mars Panjang” pada tahun 1934 dari Hunan ke pusat baru di daerah
pegunungan Cina Utara.
Pemerintah Jiang Kai Sek kemudian dituduh kurang mampu dan korup. Lalu Tentara Merah
yang dipimpin oleh Mao Zedong kemudian merebut seluruh Negara, sehingga Jiang Kai
Sek terpaksa mengungsi ke pulau Taiwan.
Pada tahun 1949 partai Komunis meguasai seluruh daratan Cina, lalu memproklamasikan
Republik Demokratik Rakyat Cina.
Setelah partai Komunis menguasai Cina, kekristenan perlahan-lahan meredup, dan
kemudian boleh dikatakan hampiir mati. Memang masih tetap ada orang-orang Kristen di
Cina, tetapi mereka harus beribadah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh
para penguasa.
22