Isi Hukum Agraria Land Form
Isi Hukum Agraria Land Form
Isi Hukum Agraria Land Form
PENDAHULUAN
1
1.2.5 Apa tujuan dari Land Reform?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Landreform berasal dari bahasa Inggris yaitu land dan reform. Land
artinya tanah, sedang reform artinya perombakan atau perubahan untuk membangun
atau membentuk atau menata kembali struktur pertanian baru. Dalam pasal 10 aayat
(1) dan (2) UUPA dirumuskan suatu azas yang menjadi dasar dari pada perubahan
perubahan dalam struktur pertanahan hampir seluruh dunia, yaitu di negara negara
yang sedang menyelenggrakan apa yang di sebut Landreform atau Agraria reform
yang dimaksud ini, bahwa tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara
aktip oleh pemiliknya sendiri.1 Boedi Harsono menyatakan Bahwa UUPA merupakan
Undang Undang yang melakukan pembaruan agraria karena didalamnya memuat
program yang dikenal dengan panca program agrarian reform Indonesia yakni:2
2 Ibid, hlm. 3
3
pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan - hubungan hukum yang
bersangkutan dengan penguasaan tanah.3 Urip Santoso memberi pengertian
Landreform adalah perubahan secara mendasar mengenai penguasaan dan pemilikan
tanah dari sistem yang lama sebelum berlakunya UUPA ke sistem yang baru menurut
UUPA.4 Sedangkan pendapat R soeprapto menyatakanbahwa landreform berarti
perombakan sistem penguasaan dan pemilikan tanah pertanian disesuiakan dengan
batas kemampuan manusia untuk mengerjakan sendiri tanahnya dengan
memperhatikan keseimbangan antara tanah yang ada dan manuasia yang
membutuhkan.5 Dari pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan landreform adalah
perombakan sistem penguasaan tanah dan pemilikan tanah pertanian yang
meninggalkan konsep lama ( konsep sebelum UUPA ) menjadi konsep baru sesuai
dengan UUPA.
Pengertian Land Reform menurut UUPA meliputi pengertian yang luas atau dapat
disebut Agraria Refrom, mencakup tiga masalah pokok, yaitu:
4 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2012, hlm. 207
4
a. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
b. Undang-Unadang No. 2 Tahun 1960 tenatang Perjanjian Bagi Hasil,
LNKRI Tahun 1960 No. 2 TLNRI No. 1924.
c. Undang-Undan No.56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian, LNRI Tahun1960 No. 174 TNRI No. 2117.
d. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, LNRI Tahun 1961 No.
280 TNRI No. 2322.
e. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan
Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang
Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
f. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1992 tentang
Penyesuaian Harga Ganti Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan
Absentee/Guntai
5
4. Tercapainya batas minimum termasud dalam ayat 1 pasal ini, yang akan
ditetapkan dengan peraturan perundangan dilaksanakan secara berangsur-
angsur.
c. Asas larangan pemerasan orang oleh orang lain.
Asas ini dimuat dalam Pasal 11 UUPA, yaitu:
1. Hubungan hukum antara orang, termaksud badan hukum, dengan bumi,air,
ruang angkasa wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan
hukum itu akan diatur, agar tercapainya tujuan yang disebut dalam Pasal 2
ayat 3 dan dicegah penguasaan atas kehiduapan dan perkerjaan orang lain
uang melampaui batas.
2. Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan
rakyat dimana perludan tidak bertentangan kepentingan nasional
dierhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan
golongan yang ekonomi lemah.
d. Asas kewajiban mengerjakan atau mengushakan sendiri secara aktif tanah
pertanian.
Asas ini dimuat dalam Pasal 10 UUPA, yaitu:
1. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak aatas tanah
pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau menegusahakan
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
2. Peaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
3. Pengecualian terhadap asas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur dalam
peraturan perundangan.
Tanah-tanah yang menjadi objek land reform yang akan dibagikan kepada
petani yang belum memiliki tanah diatur dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 224
Tahun 1961, yaitu:
a. Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagai dimaksud dalam
Undang-undang No. 56 Prp Tahun 1960 dan tanah-tanah yang jatuh
pada negara, karena pemiliknya melanggar ketentuan-ketentuan
undang-undang tersebut.
b. Tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah karena pemiliknya
berdomisili di luar kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan.
6
c. Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh ditegaskan lebih lanjut
oleh Menteri Agraria (sekarang Kepala Badan Naional Republik
Indonesia).
7
a. Untuk menyempurnakan adanya pemertaan tanah. Ada dua dimensi
untuk tujuan ini, yaitu pertama, adanya usaha untuk menciptakan
pemerataan ha katas tanah di antara para pemilik tanah; kedua, untuk
mengurangi perbedaan pendapan antara petani besar dan kecil yang
dapat merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan di antara petani
secara menyeluruh.
b. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan tanah.
Substansi ketentuan Pasal 7 UUPA dirinci dan diatur lebih lanjut dalam
ketentuan Pasal 17 UUPA sebagai berikut :
8
minimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak tersebut dalam
pasal 16 oleh satu keluarga atau badan hukum.
2. Penetapan batas maksimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilakukan dengan peraturan perundangan didalam waktu yang singkat.
3. Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud dalam ayat (2) pasal ini diambil oleh Pemerintah dengan ganti
kerugian, untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan
menurut ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah.
4. Tercapainya batas minimum termaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang
akan ditetapkan dengan peraturan perundangan, dilaksanakan secara
berangsur-angsur.
Untuk melaksanakan penetapan batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 UUPA, maka dikeluarkanlah UU No. 56 Tahun 1960 yang selanjutnya
dikenal dengan sebutan Undang-undang Landreform Indonesia. Pada mulanya
undang-undang ini berbentuk Peraturan Pemerintah (Perpu) pengganti Undang-
undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tanggal 29 Desember 1960, yang
mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1961. Undang-undang ini memuat tiga hal, yaitu
:
1. Penetapan luas maksimum pemiilikan dan penguasaan tanah pertanian.
2. Penetapan luas maksimum pemiilikan tanah pertanian dan larangan
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah itu
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
3. Pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan.
9
Beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai adalah :
1. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di kecamatan yang
berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah uang bersangkutan, asal
jarak antara tempat tinggal pemilik tanah dan tnahnya menurut
pertimbangan Panitia Land Reform Kabupaten/ kota masih
memungkinkan untuk mengerjakan tanah pertanian tersebut secara efisien.
2. Pegawai negeri sipil dan Tentara Nasional Indonesia, yang dipersamakan
dengan hal itu, yaitu pensiunan janda pegawai negeri sipil, janda
pensiunan nereka ini tidak kawin lagi dengan bukan pegawai negeri sipil
atau pensiunan, istri dan anak-anak pegawai sipil dan Tenntara Nasional
Indonesia yang masih menjadi tanggungan.
3. Mereka yang sedang menjalankan tugas negara atau menunaikan
kewajiban agama.
4. Mereka yang memiliki alas an khusunya lainnya yang dapat diterima oleh
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republi Indonesia.
c. Redistribusi tanah yang selebihnya dari batas maksimum serta tanah-tanah yang
terkena larangan absentee, tanah bekas swapraja, dan tanah negara lainnya
Ketentuan tentang distribusi tanah pertanian diatur dalam Pasal 17 ayat (3)
UUPA, yaitu: Tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum
termaksud dalam ayat 2 pasal itu diambil oleh Pemerintah dengan gantikerugian
untuk selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan menurut ketentuan-
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Peraturan Perintahan ini dibuat
oleh PPeraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 entang Perubahan dan Tambahan
Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian
10
Ganti Kerugian. Kedua Peraturan Pemerintah ini memuat ketentuan-ketentuan
tentang tanah-tanah yang akan dibagikan, istilah yang lazim adalah diredistribusikan,
pemberian ganti kerugian kepada bekas pemilik, pemeberian pembagian tanah, dan
syarat-syaratnya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasaan di atas maka dapat saya simpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
4. Tanah-tanah yang menjadi objek land reform yang akan dibagikan kepada
petani yang belum memiliki tanah diatur dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No.
224 Tahun 1961.
13
5. Tujuan land reform yang diselenggarakan di Indonesia yaitu untuk
mempertinggi penghasilan dan taraf hidup petani penggarap tanah, sebagai
landasan atau persyaratan untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi maju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk menambah ilmu dan pemahaman pada
mahasiswa Semester Tiga, Kelas A jurusan Ilmu hukum. Namum tidak dapat
dipungkiri makalah ini memiliki banyak kekurangan dari berbagai aspek, seperti
perbedaan-perbedaan argumen oleh para ahli yang dimuat dalam buku-buku terkait
dengan Hukum Agraria. Maka dihimbau dari penulis kepada mahasiswa untuk lebih
selektif dan dengan seksama mengikuti sesi Tanya jawab yang nantinya akan
diklarifikasi langsung oleh Dosen yang bersangkutan.
14