Referat Gigi Mulut

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

MANIFESTASI KELAINAN RONGGA MULUT


PADA PENYAKIT AUTOIMUN

Oleh:

Yulia Karmila

09700263

I Putu Alam Martadipura

09700270

LAB/SMF ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya maka penulis mampu menyelesaikan tugas referat tentang Manifestasi
Kelainan Rongga Mulut pada Penyakit Autoimun ini dengan tepat waktu. Referat ini diajukan
untuk memenuhi tugas dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik di Lab / SMF Gigi dan
Mulut Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Pada kesempatan ini penulis hendak
menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1. Drg. Enny Willianti, M.Kes selaku pemnimbing kepaniteraan serta kepala Lab / SMF
Gigi dan Mulut Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Drg. Wahyuni Dyah Permatasari, Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan serta
pembimbing tugas referat.
3. Drg. Theodora, Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan.
4. Drg. Dyan Paramita, Sp.KG selaku pembimbing kepaniteraan.
5. Teman dan saudara sejawat dokter muda kelompok F RST Dr. Soepraoen Malang yang
memberi masukan dan saling membantu dalam menyelesaikan referat ini. Juga kepada
semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dokter pembimbing dan
saudara sejawat dokter muda demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan terima
kasih.

Surabaya, 25 Februari 2014


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat
badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa
yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad,
parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokan organ dan jaringan.
Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul
yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel
kanker). Beberapa antigen ada pada jaringan sendiri tetapi biasanya, sistem imunitas bereaksi
hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen sendiri.
Sistem munitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai
antigen asing dan menghasilkan antibodi (disebut autoantibodi) atau sel imunitas
menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal
tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan
gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil
autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi.
Sistem kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu bereaksi terhadap antigen yang
lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun. Keadaan tersebut disebut toleransi kekebalan
(immunological tolerance) dan terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
1. Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel) limfosit,
terutama limfosit T dan sebagian kecil lmfosit B, selama proses pematangan
2. Anergi klon, yaitu ketidakmampuan klon limfosit menampilkan fungsinya
3. Supresi klon, yaitu pengendalian fungsi pembantu limfosit T
Pada umumnya, sistem kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self antigen)
dan antigen asing atau bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini terjadi toleransi
imunologik terhadap antigen diri (self tolerance). Apabila sistem kekebalan gagal
membedakan antara antigen self dan non-self, maka terjadi pembentukan limfosit T dan B
yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi terhadap antigen diri (reaksi auto imun).

Penyakit autoimun terdiri dari dua golongan, yaitu :

1. Khas organ (organ specific) dengan pembentukan antibodi yang khas organ; contoh :
Thiroiditis, dengan auto-antibodi terhadap tiroid; Diabetes Mellitus, dengan autoantibodi terhadap pankreas; sclerosis multiple, dengan auto-antibodi terhadap susunan
2.

saraf; penyakit radang usus, dengan auto-antibodi terhadap usus.


Bukan khas organ (non-organ specific), dengan pembentukan auto antibodi yang
tidak terbatas pada satu organ. Contoh : Systemic lupus erythemathosus (SLE),
arthritis rheumatika, vaskulitis sistemik dan scleroderma, dengan auto-antibodi
terhadap berbagai organ.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Imunitas Rongga Mulut


2.1.1 Rongga Mulut
Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai
barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya, tergantung pada
deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat
keratinisasinya yang sangat efisien sebagai barier. Kedua hal ini harus dalam
keadan seimbang. Keratinisasi palatum keras dan gingiva sangat baik, sedangkan
keratinisasi epitel kantong gingiva dan permukaan gigi, dapat menurunkan
kemungkinan penetrasi mikroorganisme. Kecepatan pertukaran sel epitel juga
berpengaruh dalam mekanisme pertahanan di dalam rongga mulut.
Membran basal epitel merupakan barier untuk menahan penetrasi
mikrobial. Di dekat sini terdapat sel limfoid dan antibodi yang merupakan
pertahanan berikutnya. Antigen mikrobial yang menembus epitel masuk ke lamina
propria, akan difagositosis oleh sel Langerhans yang banyak terdapat di bawah
mukosa mulut
2.1.2

Nodus limfatik
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik
ekstraoral dan agregasi limfoid intraoral. Kapiler limfatik yang terdapat pada
permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal
dari gingiva dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik
besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian dalam
otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatal,

2.1.3

lingual, dan faringeal, yang banyak mengandung sel-B dan sel-T


Saliva
Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya
memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan
fisiologik saliva yang disekresikan oleh kelenjar parotis, submadibularis,
submaksilaris, dan beberapa kelenjar saliva kecil yang terbesar di bawah mukosa,

berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikrooganisme,


selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara. Penurunan
jumlah aliran saliva dapat meningkatkan frekuensi karies.
Saliva melindungi rongga mulut dari kerusakan akibat perubahan pH
melalui kemampuannya sebagai penyangga. Pada pH saliva yang rendah,
mikroorganisme dapat berkembang dengan balk, sebaliknya pada pH tinggi dapat
mencegah

terjadinya

karies.

Penyangga

utama

saliva

adalah

sistem

karbonat/bikarbonat, sedangkan yang lainnya adalah orotfosfat anorganik. Saliva


jugs mengandung senyawa yang dapat meningkatkan pH seperti tetrapeptida sialin
(glisin-glisin-lisin-arginin) dan urea yang akan diubah oleh urease menjadi karbon
dioksida dan amonia.
2.1.4

Celah Gingiva
Junctional epithelium yang terletak pada celah gingiva, berguna untuk
memahami hubungan biologik antara komponen vaskular dan struktur
periodontal. Epitel ini mempunyai dua lamina basalis, satu melekat pada jaringan
konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi. Komponen selular dan humoral
dari darah dapat melewati epitel jangsional yang terletak pada celah gingiva dalam
bentuk CCG. Aliran CCG ini merupakan proses fisiologik atau merupakan respon
terhadap inflamasi, sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat
yang banyak dianut saat ini adalah, pada keadaan normal CCG yang mengandung
lekosit ini akan melewati epitel jangsional menuju ke permukaan gigi. CCG yang
berasal dari darah melewati jaringan dan

keluar melalui sulkus gingiva.

Merupakan eksudat inflamasi bukan transudat yang terus-menerus hingga pada


gingiva normal hanya sedikit bahkan tidak ada. Aliran CCG ini akan meningkat
bila terjadi gingivitis atau periodontitis.
2.2 Respon Imun di Dalam Rongga mulut
Komponen respon imun di dalam rongga mulut, baik spesifik maupun tidak
spesifik, berasal dari tiga kompartemen cairan yaitu saliva, CCG, dan darah.
Ketiganya menjadi satu dalam bentuk cairan rongga mulut. Respon imun di dalam
domain saliva lebih bergantung pada fungsi IgAs, sedangkan di dalam domain gingiva
hampir sebagaian besar komponenya berasal dari darah.

Dalam kaitannya dengan kelainan di dalam rongga mulut, saliva ikut berperan
dalam mengawali pembentukan dan pematangan plak gigi serta metabolisme di dalam
plak gigi. Pembentukan karang gigi, kelainan periodontal, dan karies gigi juga
dipengaruhi oleh aliran dan komposisi saliva. Hal ini bisa dilihat pada hewan coba
yang diangkat kelenjar salivanya, akan terjadi peningkatan yang bermakna insidensi
karies gigi, kelainan periodontal, lambatnya penyembuhan luka. Peningkatan kelainan
periodontal, karies gigi, dan cepatnya kerusakan gigi yang berkaitan dengan karies
servikal dan sementum pada manusia, sebagian disebabkan hiposalivasi atau
xerostomia.
Pemeran utama respin imun spesifik di dalam saliva, adalah IG As saliva yang
berasal dah kelenjar saliva utama dan kelenjar saliva kecil. IgAs berfungsi mencegah
transfer antigen melewati permukaan mukosa. Antibodi ini mampu mencegah
perlekatan S. Sanguis pada sel epitel. Melalui mekanisme yang sama, IgAs juga
berperan dalam mencegah pembentukan plak gigi karena dapat menghambat
pembentukan glukan ikatan glikosidik a ( 1-->3) dari sukrosa oleh Straptococcus
mutans. Oleh karena itu, IgAs juga diguga daapt mencegah terjadinya karies gigi. IgG
dari CCG juga ditemukan di dalam saliva. Banyak bakteri di dalam saliva yang
dilapisi Ig As dan deposit bakteri pada permukaan gigi mengandung IgA dan IgG
dengan jumlah lebih dari 1% berat kering.
Pada pemeriksaan sitologi, sekitar 60% PMN di dalam saliva sudah
mengalami degenerasi, karena itu fungsinya masih dipergunakan. Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa kecepatan migrasi PMN leukosit mempunyai hubungan dengan
keparahan gingivitis.
Keluarnya CCG yang berasal dari domain gingiva diinduksi oleh plak
bakterial yang biasanya terdapat di dekat tepi gingiva. Ditemukannya C3, C4, C5 dan
C3 proaktivator menunjukkan bahwa di dalam celah gingiva terjadi aktivasi
komplemen melalui jalur klasik dan alternatif. Komponen imun yang terdapat di
dalam celah gingiva juga berfungsi dalam mekanisme pertahanan untuk gigigeligi.
Pada gingivitis atau kelainan periodontal, kadar IgG, IgA, IgM, C3 dan PMN netrofil
di dalam CCG meningkat diperkirakan, proses fagositosis, reaksi antigenantibodi
yang tergantung komplemen dan juga respon seluler terjadi di dalam celah gingiva
bukan di dalam rongga mulut.
2.3 Respon Imun Terhadap Berbagai Kelainan Rongga Mulut

2.3.1

Respon imun terhadap plak bakterial


Plak bakterial mengandung tiga komponen fungsional:
a. organisme kariogenik, terutama S. Mutans, L. acidophilus, dan A.
Viscosus
b. organisme penyebab penyakit periodontal, khususnya Bacteroides
asaccharolyticus (gingivalis)
c. Actinobacillus (actinomycetemcomitans), walaupun A. Viscosus,
Bacteroides

melaninogenicus,

Veillonella

alcalescens,

Fusobacteria, dan Spirochaetes juga telibat, serta (c) bahan adjuvan


dan supresif, yang paling potensial adalah lipopolisakarida (LPS),
dekstran, levan, dan asam lipoteikoat (LTA)
Respon imun terhadap plak gigi bervariasi dan kompleks. Sejumlah besar
bakteri positif dan negatif Gram berikut produknya seperti LPS, LTA, dekstran, dan
levan, mampu menstimulasi respon imun. Dua jalur komplemen, klasik, dan
alternatif, diaktivasi, limfosit distimulasi, limfokin dilepaskan, dan makrofag menjadi
aktif. Reaksi potensial ini, mungkin diatur oleh efek potensial dan supresi beberapa
komponen yang ada di dalam plak gigi dan akan menghasilkan respon inflamasi
kronis yang terlokalisasi. Efek toksik langsung komponen plak pada jaringan gingiva,
mempunyai andil pada reaksi inflamasi lanjut.
Akumulasi plak gigi dalam kaitannya dengan inflamasi gingiva, berkorelasi
dengan peningkatan transformasi limfosit dan penglepasan faktor penghambat migrasi
makrofag (MIF). Aktivasi komplemen merupakan pemicu respon inflamasi yang
kompleks karena penglepasan histamin oleh mastosit yang diinduksi oleh C3a dan
C5a. Kedua komponen komplemen ini juga menyebabkan agregasi platelet sehingga
terjadi pembekuan intravaskular. Kejadian ini dapat menghambat penyebaran bakteri,
namun juga menyebabkan kerusakan jaringan karena kurangnya pasok darah. Akhir
aktivasi komplemen, akan terjadi sintesis PGE2 yang dapat mengakibatkan resorpsi
tulang.
2.3.2

Respon imun pada penyakit periodontal


Gingivitis dan penyakit periodontal, diinduksi oleh plak bakterial.
Aktivitas bakteri patogen dalam menyebabkan kelainan periodontal, meliputi
invasi, produksi eksotoksin, peran konstituen sel seperti endotoksin dan
komponen permukaan sel, produksi enzim, serta menghindari respon imun
pejamu. Respon imun pejamu sangat berperan pada patogenesis kelainan

periodontal, baik dalam mekanisme proteksi maupun destruksi. Sistem imun


sekretori akan menurunkan kolonisasi bakteri pada permukaan yang terpapar
saliva. Neutrofil, antibodi, dan komplemen bertindak sebagai bakteri sidal,
sedangkan limfosit, makrofag, dan limfokin menyebabkan kerusakan jaringan.
Respon imun ini dikontrol oleh sistem imunoregulasi.
Respon imun pada kelainan periodontal dapat dikelompokkan menjadi 4
stadium. Pertama, pada lesi awal terlihat respon inflamasi oleh PMN netrofil,
kompieks imun, aktivasi komplemen, dan kemotaksis yang disebabkan antigen
plak. Kedua, pada lesi dini terlihat infiltrasi lokal sel-B dan selT. Di dalam
sirkulasi, limfosit tersensitisasi oleh antigen lak yang dapat dilihat dari
kemampuannya melepaskan limfokin. Ketiga, pada lesi yang sudah menetap
terlihat adanya infiltrasi sel plasma secara lokal dan limfosit di dalam darah tepi
sudah dirangsang antigen plak untuk berproliferasi. Keempat, pada lesi lanjut
sudah terlihat respon imun yang destruktif, diikuti dengan ulserasi pada epitel
saku gingiva dan destruski kolagen serta tulang. Proses destruktif yang progresif
ini, akhirnya akan mengakibatkan kehilangan gigi.
Yang cukup menarik pada kasus kelainan periodontal adalah periodontitis
juvenil atau periodontosis. Pada kasus ini, tampak adanya tiga kelainan sistem
imunologik, pertama sedikit bahkan tidak ada sitesis DNA oleh limfosit sehingga
faktor penghambat migrasi mikrofag tidak ada. Kedua, terjadi peningkatan kadar
IgG, IgA, dan IgM terhadap mikroorganisme di dalam mulut. Ketiga, tidak
berfungsinya khermotaksis pada PMN netrofil yang mungkin disebabkan adanya
hambatan pada sel itu sendiri atau khemotaksisnya. Baik pada periodontitis
juvenil lokal (PJL) maupun general (PJG), tampak terjadi kerusakan khemotaksis.
PMN dan kemampuan fagositosisnya menurun. Pada PJL terjadi peningkatan
antibodi terhadap A. actinomycetecomitnas, sedangkan pada PJG antibodi
terhadap P. gingivalis yang meningkat. Pada PJ prapubertas, kerusakan
khemotaksis terjadi pada PMN dan monosit.
2.3.3

Respon imun pada karies gigi


Dalam menghadapi aksi bakteri kariogenik, di dalam saliva terdapat
komponen imunitas bukan imunoglobulin seperti lisozim, laktoferin, dan
peroksidase. Komponen imunitas spesifiknya didominasi oleh IgAs yang dapat
mencegah perlekatan S. mutans pada permukaan email yang licin. Dalam hal ini,
IgAs juga mencegah pembentukan plak dengan cars menghambat kerja

glukosiltransferase, enzim yang mengkatalisis pembentukan dekstran ikatan a (1->3) dari sukrose. IgAs juga dapat menghalangi aktivitas adhesin permukaan
bakteri sehingga tidak terjadi interaksi dengan permukaan gigi di samping
menginduksi aglutinasi bakteri. Kadar IgAs pada individu tahan karies gigi lebih
tinggi daripada individu rentan karies. IgG dan IgM dari CCG jamur melakukan
opsonisasi sehingga PMN leukosit akan meningkat kemampuan fagositosisnya.
Kedua antibodi ini juga akan mengaktivasi komplemen bila berkombinasi dengan
antigen kariogenik.
Karies gigi yang tidak ditumpat, akan memperluas deminerafisasi dentin
yang akhirnya akan mengenai atap pulpa. Pada keadaan ini, di dalam jaringan
pulpa sudah dibangkitkan respon imunologik. Bila keadaan ini tidak diatasi,
antigen kuman akan berdifusi ke dalam jaringan pulpa melalui cairan dentin dan
menimbulkan kelainan pada jaringan pulpa. Setelah atap pulpa terbuka, antigen
akan menginvasi ke periapikal dan dapat berkembang menjadi abses periapikal
akut atau dalam bentuk tiga kondisi kronis : abses kronis, granuloma, atau kista
bergantung kekuatan respon imun yang terjadi.
2.4 Manifestasi Autoimun di Dalam Rongga Mulut

Anda mungkin juga menyukai