Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib
Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib
Case Tonsilektomi Anestesi Denis Habib
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Anestesi Umum pada Ekstirpasi Fiboadenoma Mamae.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Dublianus, Sp.An, dr. Evita, Sp.An dan dr Tati, Sp.An yang telah membimbing
dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun laporan
kasus ini.
2. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di Kamar Operasi RSU Kota Cilegon,
terutama kepada seluruh penata anestesi yang telah membantu kami selama
menjalankan kepaniteraan.
3. Semua pihak yang telah membantu penulisan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan serta pengalaman, walaupun demikian kami telah berusaha sebaik
mungkin. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaannya.
Penyusun
Page 1
DAFTAR ISI
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang
meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan
menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu
keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya
sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi
umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi
dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi
riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,
obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinankemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang
mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang
dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan
pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan
sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.
BAB II
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. AD
Usia
: 16 tahun
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
Tanggal Masuk RS
: 08 Januari 2013
II. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh terasa adanya benjolan
ditenggorokannya
sejak
tahun
yang
lalu.
Pasien
mengeluh
benjolan
ditenggorokannya terasa makin lama makin membesar. Pasien juga merasa sulit
menelan dan mendengkur di malam hari ketika tidur.
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat asma, alergi terhadap makanan,
maupun alergi terhadap obat-obatan. Pasien juga tidak memiliki penyakit hipertensi,
diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit gastritis, dan juga
riwayat batuk yang lama. Namun pasien mengatakan bahwa ibunya memiliki penyakit
kencing manis dan ayahnya memiliki penyakit darah tinggi. Pasien juga mangaku
tidak punya gigi palsu dan tidak ada gigi yang goyang. Pasien tidak memiliki riwayat
operasi sebelumnya.
Pasien
juga
tidak
memiliki
kebiasaan
merokok,
minum
alkohol,
Page 4
Sebelum operasi pasien sudah menjalani puasa selama 9 jam. Selama itu
selang infus telah terpasang pada tangan kanan pasien.
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan
: 40 kg
: 30,2 (overweight)
: 96 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Pernafasan
: 20 x/menit
Status Generalis
Kepala
: Normocephali
Mata
Telinga
Mulut
: Bibir pucat (-), sianosis (-), trismus (-), bau pernafasan (-),
: Gigi palsu (-), gigi goyag (-), gigi depan menonjol (-)
: Terlihat palatum mole dan durum, terlihat tonsil dan uvula
Page 5
: Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak teraba
Cor
Pulmo
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
o
Hb
: 12,4 gr/dl
o Ht
: 38,1 %
o Leukosit
: 7830 /uL
o Trombosit
: 293000 /uL
o LED
: 45 mm/jam
Gula sewaktu
: 98 mg/dl
SGOT
: 17 u/L
o SGPT
o
Ureum
: 16 u/L
: 14 mg/dl
Page 6
o Kreatinin
: 0,7
o HBsAg
: Non reaktif
o Anti HIV
: Non reaktif
3. PS ASA 1
RESUME
Seorang anak perempuan umur 16 tahun, datang dengan keluhan benjolan di
tenggorokannya yang sudah sekitar 2 tahun. Karena sering kambuh, dokter
menganjurkan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan.
DIAGNOSA KERJA
Tonsilitis Kronis
KESIMPULAN
Page 7
BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre Operatif
Informed Consent (+)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 8
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
RR
: 20 x/menit
08.45
Tindakan
Tekanan
Nadi
Saturasi
Darah
(x/menit)
O2 (%)
102
100
108
100
(mmHg)
- Pasien masuk ke kamar operasi, 131/80
dan dipindahkan ke meja operasi
Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
Infus RL terpasang pada tangan
kanan
Pemberian
08.55
premedikasi:
Propofol 100mg
Fentanyl 100g
Dalam
beberapa
saat
pasien
teranestesi penuh
Dilakukan tindakan face mask
dengan
sungkup
no.3,
dan
diberikan:
o O2 : 2L/menit
o N2O : 2L/menit
o Isoflurane : 1,5 vol%
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 9
09.00
83
99
Nasal tube no 26
Kedua
ophtalmic
ditutup
ointment
dengan
kemudian
menggunakan
kasa
Dan ditutup dengan menggunakan
09.05
kassa.
Operasi dimulai
104/58
78
100
09.10
Kondisi terkontrol
Kondisi terkontrol
127/71
92
100
09.15
kanan
Hasil skin test (-), diberikan 125/70
90
100
09.20-
120/75
89
95
09.35
09.40
Kondisi terkontrol
121/67
88
100
110/64
72
99
116/64
77
99
113/63
80
100
Dilakukan
Diberikan
09.45
ketorolac
30mg
iv
bolus
Kondisi terkontrol
Penggantian
cairan
infus
RL
500cc
09.55
N2O
distop,
gas
O2
10.00
Page 10
Gas 02 distop
Pelepasan alat monitoring
10.05
ruang 129/94
98
99
Recovery room
Dilakukan
pemasangan
alat
monitoring
: 50 menit (09.05-09.55)
Lama Anestesi
Jenis Anestesi
Posisi
: Supine
Pernafasan
: Spontan
Infus
Premedikasi
Induksi
Rumatan
: - O2 2L/menit
- N2O 2L/menit
- Isoflurane 1,5 Vol %
Medikasi
Page 11
Intubasi
: -Laringoskop grade 1
-
Cairan
Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar Aster
Variabel
Tem
Skor
Aktivitas
Page 12
Skor
Pasien
2
Respirasi
Tidak respon
Dapat bernapas dalam dan batuk
0
2
Dispnea, hipoventilasi
Apnea
0
Perubahan ,< 20 % TD sistol preoperasi 2
Sirkulasi
0
2
Tidak respon
Merah
0
2
Sianotik
0
9
Skor Total
9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi
8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)
Pada pasien ini didapatkan nilai aldrete score 9, pasien dipindahkan ke ruang
perawatan bangsal untuk dilakukan observasi lebih lanjut.
BAB IV
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 13
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis Tonsilitis kronis dengan ASA I, yakni pasien sehat organik, fisiologik , psikiatrik
dan biokimia. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi tonsilektomi. Menjelang operasi
pasien tampak sakit ringan, tenang, kesandarn compos mentis. Pasien sudah dipuasakan
selama lebih dari 8 jam. Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi general dengan teknik
Semi Close Circuit System dengan Nasal Tube no 26.
Pada pasien diberikan premedikasi ondancentron 4mg. Ondansentron merupakan
antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansentron diberikan pada pasien
untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi.. Pelepasan 5HT3 ke dalam
usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.
Dilakukan induksi dengan propofol 100mg (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB), propofol
dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi yang bekerja
cepat efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dan diberikan Fentanyl 100g (dosis 13g/kgbb) Fentanyl memiliki kekuatan 100x morfin distributifnya secara kualitatif hampir
sama dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak di paru dimetabolis oleh hati dengan Ndealkilasi dan hidroksilasi dan sisa metabolismenya dikeluarkan melalui urin efek depresi
napasnya lebih lama dibanding dengan efek analgesiknya (kurang lebih 30 menit) karena itu
hanya digunakan untuk anestesi pembedahan tidak untuk pasca bedah. Lalu diberikan
Noveron 15mg (dosis 0,6-1 mg/kg) Noveron (recuronium bromide) merupakan obat
golongan pelemas otot nondepolarisasi, yang memiliki kecepatan induksi sama atau bahkan
lebih cepat dari succinylcholine, namun pada pemeberiad dosis besar pada saat intubasi dapat
menyebabkan efek penghalangan otot yang lebih panjang. Memiliki waktu efek obat mulai
bekerja setelah 60 detik. Obat golongan ini sangat cocok untuk intubasi.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N20 2L, O2 2L, dan
isoflurane 1,5L vol% dengan cara inhalasi dengan mesin anesthesia. Isofluran merupakan
Isomer dan enfluran dengan efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia
dengan isoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
banyak digunakan. N20 bersifat anestetik lemah tetapi analgesik digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara efisien dan
terus menerus, dan pemberian cairan intravena RL
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 14
= 40 cc
2x10 kg
= 20 cc
1x 20 kg
= 20 cc
Total : 80 cc
Kebutuhan cairan operasi (O) :
Operasi sedang x berat badan=
6 x 40 kg
= 240 cc
= 720 cc
Page 15
berupa depresi pernapasan. Golongan analgetik nonopioid selain bersifat anti-inflamasi juga
merupakan analgetik, antipiretik dan anti pembekuan darah. Bekerja dengan menghambat
aktivitas siklo-oksigenase, sehingga terjadi penghambatan prostaglandin perifer.
Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien postoperatif
di Recovery Room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital meliputi tekanan darah, nadi,
respirasi dan saturasi oksigen.
BAB V
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 16
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendahuluan
Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah berusaha untuk
melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri
atau rasa sakit. (Anonim, 1989) Pada prinsipnya, seorang penderita akan dibuat tidak
sadarkan diri dengan melakukan tindakan-tindakan yang sering dilakukan secara fisik seperti
memukul, mencekik dan lain sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak
merasa kesakitan dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya
jalannya acara operasi. (Anonim, 1986).
Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene Morton
pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara-cara kekerasan fisik
yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi mulai ditinggalkan. Penemuan
tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu bedah, karena membuka cakrawala
kemungkinan dilakukannya tindakan bedah yang lebih luas, mudah serta manusiawi.
(Anonim, 1986). Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja
sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi. Dibutuhkan
keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan, menangani dan memelihara
keadaan anestesi pasien. Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain :
1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses pembedahan atau
prosedur medik lain.
2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga
fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga keselamatan pasien tetap
terjaga.
3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan
tugasnya dengan mudah dan efektif.
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah
menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti
akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 17
terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang
dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.
Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan
tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran
pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum
adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta
teratur. Bahkan, menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga
direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan
napas. Tulisan ini akan menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi
pada permasalahan tersebut.
Page 18
Page 19
Traktus respiratorius ini meliputi: (a) rongga hidung (b) laring (c) trakea (d) bronkhus
(e) paru-paru dan (f) pleura. Faring mempunyai dua fungsi yaitu untuk sistem pernafasan dan
sistem pencernaan. Beberapa otot berperan dalam proses pernafasan. Diafragma merupakan
otot pernafasan yang paling penting disamping muskulus intercostalis interna dan eksterna
beberapa otot yang lainnya.
Sistem Respirasi
2.4 Faring dan Laring
Hubungan faring dengan proses respirasi. Faring yang sering disebut-sebut adalah
bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem pernafasan. Hal ini merupakan
jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui
faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring terletak di bagian posterior rongga hidung yang
menghubungkannya melalui nares posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun
melewati dasar dari faring dan selanjutnya memasuki laring.
Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari esofagus dan membukanya
tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat ditutup secara volunter.
Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan, selama membukanya saluran
nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan
akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung posterior.
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 20
2.4.1 Laring
Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adams Apple) terletak di antara akar lidah
dan trakhea. Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum dan
sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya. Kartilago yang kaku pada dinding laring
membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami kolaps. Dalam
kaitan ini, maka laring membentuk trakea dan berbeda dari bangunan berlubang lainnya.
Laring masih terbuka kecuali bila pada saat tertentu seperti adduksi pita suara saat berbicara
atau menelan. Pita suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran
suara
yang
merupakan
jalannya
udara
antara
faring
dan
laring.
Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder.
Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar dan berbentuk V yaitu kartilago
tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago yang cukup lebar, dimana pada bagian depan
membentuk suatu proyeksi subkutaneus yang dikenal sebagai Adams Apple atau penonjolan
laringeal. Kartilago ini menempel pada tulang lidah melalui membrana hyotiroidea, suatu
lembaran ligamentum yang luas dan terhadap kartilago krikoid oleh suatu elastic cone
suatu ligamentum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastik berwarna kuning.
Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal terdiri dari cincin depan, tetapi meluas ke dalam
suatu struktur menyerupai plat untuk membentuk bagian bawah dan belakang laring.
Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari bagian yang luas
sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk piramid.Epiglotis, kartilago yang
berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan kartilago tiroid pada linea mediana anterior.
Kartilago ini melebar secara oblik ke belakang dan atas.
Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring serta ujung
dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut dengan trakhea.
Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan ventrikuler fold secara horizontal.
Vokal fold atau pita suara merupakan dua ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut
antara bagian depan terhadap dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold
sering disebut sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan
terselip suatu pita jaringan ikat. Lipatan-lipatan berada di samping terhadap pita suara yang
Page 21
asli. Ruangan di antara lipatan pita disebut sebagai glottis, bentuknya bervariasi sesuai
dengan ketegangan lipatan pita.
Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya
mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan
mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua fungsi ini sebagian besar
dikontrol oleh muskulus instrinsik laring. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold
atau yang membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap
udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau terjadinya regangan
pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang menahan nafas pada saat minum. Bila
otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan
suatu tekanan yang membukanya dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara
ngorok.
Pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan demikian
udara masuk dan keluar melalui laring. Namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis
yang berada di atas glottis berfungsi sebagai penutup laring. Ini akan dipaksa menutup glottis
bila makanan melewatinya pada saat menelan. Epiglotis juga sangat berperan pada waktu
memasang intubasi, karena dapat dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna
putih yang mengelilingi lubang.
Intubasi Endotrakeal
3.1 Pengertian Intubasi Endotrakheal.
Page 22
Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa
melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada
intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam
trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan
(Anonim, 2002).
3.2 Tujuan Intubasi Endotrakhea.
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan
saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi,
serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya,
tujuan intubasi endotrakheal :
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b.
pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
3.3 Indikasi dan Kontraindikasi.
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara
lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri
dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui
masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronchial toilet.
Page 23
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.
Dalam sumber lain (Anonim, 1986) disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :
a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan, karena pada
kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face mask tanpa
mengganggu pekerjaan ahli bedah.
c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang dan tidak
ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan dengan mudah,
memudahkan respiration control dan mempermudah pengontrolan tekanan intra
pulmonal.
e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
Page 24
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
3.4 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.
Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan
kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan
yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.
Sumber : http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Hi%20res/Laryngoscopy%201.jpg
Page 25
epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis dengan blade lurus lebih
sering terjadi.
b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai
dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala
dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi.
Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon
(cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan
kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi
aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi
daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit
jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan
diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0 mm dan perempuan 7,5 8,5 mm. Untuk
intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :
Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan
pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat
diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
Page 26
c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas
karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
Page 27
Page 28
terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.
Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal.
Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat
melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu,
stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa
balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop
dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan
auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadangkadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat.
Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar
cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut
pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f. Ventilasi.
Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.
3.7 Langkah-langkah pemasangan
1. Siapkan alat dan pasien
2. Cuci tangan
3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan
4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi
Page 29
5. Tangan
kanan
memegang
kedua
bibir
lalu
buka
mulut
pasien
Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan mulut sambil
membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglottis.
6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya epiglottis
7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk putar ke
arah tengah
8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong
9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag
10. Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu kanan atau
terlalu kiri dari bronchus
11. Fiksasi menggunakan plester
Langkah-langkah intubasi
Page 30
Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision
d.
Iritabilitas laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar
dapat mendepresi pernafasan.
Page 31
e.
N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
laringeal cuff.
b.
Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi
kulit hidung
c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.
C. Komplikasi setelah ekstubasi.
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 32
a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara
sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
http://www.medicinet.com/script/main/art.asp?li=mni&articlekey=7035
Page 33
http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1219.html
5. Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html
6. Halliday HL., (2002), Endotracheal Intubation at Birth for Preventing Morbidity and
Page 34