Lapsus Individu Bedah
Lapsus Individu Bedah
Lapsus Individu Bedah
BAB I
PENDAHULUAN
hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan, kurang olah raga dan kehamilan
(Simadibrata M, 2006).
Hemoroid bukan merupakan penyakit yang berbahaya atau mengancam
nyawa. Gejala biasanya menghilang dalam beberapa hari, dan pada beberapa
orang bahkan tidak memiliki gejala. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa,
tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5% -10% dari pasien yang menderita
hemoroid tidak respon dengan perawatan konservatif, sehingga diperlukan
prosedur bedah sebagai pengobatan pilihan dalam kasus tersebut (Sakr, Mahmoud
dan Khaled Saed, 2014).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 32 tahun
Alamat
Pendidikan Terakhir : D3
Pekerjaan
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Tanggal masuk
: 26 Juni 2015
No RM
: 69.12.88
2.2
Anamnesis
Keluhan utama
buang air besar seperti ada benjolan yang keluar dari anus sebesar 0,5-1 cm.
Benjolan tidak terasa nyeri dan dapat masuk sendiri setelah buang air besar
selesai. Feses kecil-kecil dan kadang disertai darah berwarna merah segar. Pasien
jarang mengkonsumsi makanan berserat, dan minum kurang dari 8 gelas per hari.
Untuk mengatasi benjolannya pasien sudah mengkonsumsi obat ambiven dan
obat dalam bentuk suppositoria untuk melunakan feses.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku terdapat benjolan sudah 1 tahun ini tetapi benjolan dapat masuk
kembali setelah buang air besar. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit
jantung, ginjal, hipertensi, keganasan, diabetes mellitus, asma, sakit kuning dan
alergi terhadap obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien, ayah dan kakak pasien memiliki keluhan yang serupa, yaitu
terdapat benjolan keluar dari anus ketika buang air besar, namun benjolan dapat
masuk kembali setelah buang air besar selesai. Riwayat penyakit jantung, ginjal,
hipertensi, keganasan, diabetes mellitus, asma, sakit kuning dan alergi terhadap
obat-obatan disangkal.
Riwayat Penyakit Sosial
Pasien mengaku jarang mengkonsumsi makanan berserat, suka makanan pedas,
dan sedikit minum air putih (<8 gelas sehari). Pasien menyangkal sering
melakukan aktivitas yang berat, seperti duduk dan berdiri lama. Kebiasaan buang
air besar 3 hari sekali (BAB posisi jongkok), feses terasa keras sehingga pasien
harus mengedan untuk mengeluarkan feses.
2.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
1. Vital sign
Tekanan darah
: 114/60 mmHg
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Suhu
: 36,9 C
2. Status Generalis
a.
Kepala-leher
-
Kepala : Normocephal
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, pupil bulat isokor 3
mm/3mm, refleks pupil +/+
- Telinga : Bentuk normal,serumen -/- Hidung : deviasi septum -, secret - Mulut : bibir sianosis -, mukosa basah, bercak-bercak putih pada rongga
mulut -, gusi berdarah -, tonsil tidak membesar (T1-T2) tenang
- Leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, pembesaran KGB b.
- Cor:
Abdomen
- I : datar, jaringan parut -, bekas operasi , darm contour - A : Bising usus (+) normal
- P : Supel, defans muscular -, nyeri tekan -, Hepar dan Lien tidak teraba
membesar
- P : timpani, meteorismus -
d.
Ekstremitas
- Edema -/-, akral hangat kering merah +/+, CRT <2 detik
e.
f.
2.4. Assessment
Hemoroid Interna Grade IV dan Hemoroid Eksterna
2.5. Planning
1. Planning Diagnosis
(Pemeriksaan Darah Lengkap)
Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Lekosit
Neutropil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Trombosit
MPV
LED 1
LED 2
PT
APTT
2. Planning Terapi
Hasil
7,1 10 3/uL
66,7 %
21,2 %
4,5%
3,2%
4,4%
5,26 106/uL
13,4 g/dL
40,3 %
80,40 fl
25,50 pg
31,70 g/dL
12%
300 103/uL
5
8
17
15,30 detik
27,60 detik
Normal
4,0-11,0
49,6-67
25,0-33,0
3,0-7,0
1,0-2,0
0,0-1,1
3,8-5,3
13-18
35-47
87-100
28-36
31,0-v37,0
10-16.5
150-450
5-10
0-1
1-7
10,30 16,30
24,20 38,20
- Operatif Haemoroidectomy
- Injeksi Metamizole 3x 1 gr IV/po asam mefenamat 3x500 mg
3. Planning Monitoring
- Keluhan pasien
- Vital Sign
- Rectal Toucher pada hari ke-5 atau ke-6 untuk memastikan penyembuhan
luka dan adanya spasme sfingter ani interna
4. Planning Edukasi
-
yaitu
secara operasi dan resiko yang akan terjadi apabila tidak dilakukan operasi
-
- Obyektif
- Obyektif
: Terapi lanjut
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
fossa ischioanalis yang berisi lemak. Batas anterior pada laki-laki berbatasan
dengan corpus perineale, diaphragma urogenitale, urethra pars membranacea,
dan bulbus penis, sedangkan pada perempuan, di anterior berhubungan dnegan
corpus perineale, diaphragm urogenitale, dan bagian bawah vagina (Snell, S.
Richard, 2006).
12
13
14
15
16
Ciri-Ciri
Tidak pernah prolaps
Prolaps pada saat defekasi dan
tereduksi spontan
Prolaps
pada
saat
defekasi,
memerlukan reduksi manual
Prolaps yang permanen
Gejala Klinis
Perdarahan per rektum
Ada sesuatu yang turun dan
kembali lagi
Ada
sesuatu
yang
turun,
perdarahan,
secret,
mucus,
pruritus
Nyeri yang akut, rasa tidak enak
yang berdenyut
17
Teori Mekanik
Ligamentum suspensorium dan ligamentum Parks adalah jaringan
18
setelah terjadi dilatasi dan motilasi, timbul kerapuhan dinding mukosa yang
melapisi hemorhoid interna, sehingga akibat tindakan mengejan dan bergeseran
dengan
permukaan
feses
akan
memudahkan
terjadinya
perdarahan.
Teori Hemodinamik
Struktur vena dan arteri di dalam hemorhoid saling berhubungan
19
abdomen oleh karena kebiasaan mengejan yang terlalu kuat ketika buang air
besar, yang terjadi pada keadaan konstipasi, kehamilan, feses yang tersisa dan
melekat (fecolith) dalam ampula recti, dan kegagalan relaksasi muskulus stingfer
interna setelah defekasi, akan menyebabkan hambatan drainase aliran vena
(gangguan venous return). Keadaan tersebut menimbulkan dilatasi bantalan
karena terisi darah dan dinding yang meregang menjadi menipis. Feses keras yang
melalui bantalan vaskuler yang melebar dapat menyebabkan bantalan tersebut
robek dan mengeluarkan darah merah terang yang menetes di atas masa feses
yang telah lebih dahulu keluar. Peningkatkan aliran darah dalam perut yang terjadi
segera setelah makan dapat menyebabkan dilatasi hemoroid interna (dilatasi post
prandial), yaitu karena terdapat hubungan antara vena porta dengan plexus
hemorhoidalis.
c)
20
21
22
23
3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras,
yang membutuhkan tekanan intraabdominal meninggi (mengejan), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi
peradangan. Saat anamnesis juga harus diperhatikan gambaran klinis yang
sesuai yang terdapat pada pasien seperti perdarahan, prolaps, nyeri dan
pruritus.
2. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat
disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid
eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila terjadi thrombosis. Bila
hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.
3. Pemeriksaan Rectal Toucher
Pada pemeriksaan RT, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak
nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid
sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Thrombosis dan fibrosispada
perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Selain itu, pemeriksaan RT
juga untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
4. Pemeriksaan Anoskopi
Pemeriksaan ini dapat melihat hemoroid anoskopi yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran.
24
Penderita
dalam
posisi
litotomi.
Anoskop
dan
penyumbatannya
25
3.8 Penatalaksanaan
Hemoroid Eksterna
Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri
yang konstan pada anus. Penderita umunya berobat ke dokter pada fase
akut (2-3 hari pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi
dengan anastesi lokal, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan non
operatif. Eksisi dianjurkan karena thrombosis biasanya meliputi satu
pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak sepenuhnya mengevakuasi
bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan lebih lanjut dan
perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan. Selain itu, insisi juga
lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi (F, Charles B, 2010).
Hemoroid Interna
26
1. Terapi Non-Bedah
Terapi non bedah diindikasikan pada hemoroid grade I dan II yang
tidak menyebabkan perdarahan atau rasa tidak enak yang bermakna.
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat diterapi dengan pengobatan
konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada,
meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang
dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, W.J., 2010).
Penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat
memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada
derajat awal hemoroid (Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J.,dan Allonso,
C.P., 2006). Micronized Purified Flavoniod Fraction yang terdiri dari 90%
Diosmin dan 10% Hesperidin telah terbukti memiliki efikasi dalam terapi
hemoroid. Meskipun memiliki aktivitas phlebotonic, efek protektif
pembuluh darah, dan antagonis mediator biokimia inflamasi (Sakr,
Mahmoud dan Khaled Saed, 2014). Kombinasi diosmin dan hesperidin
(radium) yang bekerja pada vascular dan mikrosirkulasi dikatakan dapat
27
28
29
4. Terapi Bedah
Terapi pembedahan hemoroidektomi merupakan terapi yang paling
efektif untuk semua jenis hemoroid dan terutama dengan indikasi seperti
berikut (Thornton, 2014):
a.
b.
c.
d.
Keinginan pasien.
30
ini
dikembangkan
oleh
Milligen-Morgan,
31
Memperkecil
serous
discharge
setelah
operasi
dan
32
Whitehead Hemorrhoidectomy
Teknik pembedahan ini melibatkan eksisi secara melingkar dari
kompleks hemoroid yang berada tepat diatas linea dentate. Setelah
dilakukan eksisi, mukosa rektum kemudian ditarik dan dijahit pada
linea dentate. Beberapa ahli bedah masih menggunakan teknik ini,
namun sebagian besar telah meninggalkanya karena ada resiko
terjadinya ektropion (Bullard, 2010).
donat terbentuk
komplit,
perlu
33
34
kadang kasus fisura pasca bedah, secret mukosa, tenesmus yang menetap,
infeksi dan komplikasi jangka panjang seperti fistula rektovaginalis, polip
pada lini stapler dan kekambuhan (Shenoy, K. Rajgopal dan Anitha
Nileshwar, 2014).
Cryotherapy
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
Bipolar Diathermy
Metode ini menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi
Infrared Thermocoagulation
Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi panas.
Manipulasi
instrumen
tersebut
dapat
digunakan
untuk
mengatur
35
36
37
BAB IV
PEMBAHASAN
ukuran + 3 cm, kenyal, merah, nyeri +, fissure (-), abses (-), thrombus +, pada RT
tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula recti tidak kolaps, nyeri tekan -, pada
handscoon tidak didapatkan darah dan feses, lendir (+).
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dimana terdapat
benjolan pada anus dengan prolaps permanen diliputi mukosa dan kulit disertai
nyeri akut, maka diagnosis pada pasien ini adalah Hemoroid Interna grade IV dan
Hemoroid Eksterna. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan seperti anoskopi
dan proktosigmoidoskopi, hal ini dikarenakan pada kasus ini, hemoroid sudah
masuk grade IV sehingga dapat dikaji dengan melakukan pemeriksaan fisik.
38
39
hemoroid
pada
pasien
ini
yaitu
dengan
40
lama dan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi dan diare dapat menurunkan
faktor resiko terjadinya hemoroid (Sakr Mahmoud dan Khaled Saed, 2014).
41
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
42
American
Gastroenterological
Association
Clinical
Practice Comitee.
Bullard,KM. Schwartzs Principles of Surgery 9th Edition. Colon, Rektum, and
Anus. USA: McGraw-Hill Companies.2010
Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician Journal. 39 (6). p.376-381.
F. Charles, Brunicardi. 2010. Schwartzs Principles of Surgery. Ed 9. United States
of America: McGraw-Hill Companies
Mounsey, Anne, Jacqueline Halladay, dan Timothy S. Sadiq. 2011. Hemorrhoids.
American Family Physician Journal. 84(2). p.204-210
Person, Orit Kaidar, Benjamin Person,dan Steven D Wexner. 2007. Hemorrhoidal
Disease: A Comprehensive Review. American College of Surgeons.
204(1). p.101-117
Riwanto, Ign, Ahmad Hidayat, John, Pieter, et al. 2010. Usus Halus, Apendiks,
Kolon dan Anorektum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. (ed).
Sjamsuhidayat dan De Jong. Jakarta: penerbit EGC. p.781-792
Sakr Mahmoud dan Khaled Saed. 2014. Recent Advances In The Management Of
Hemorrhoids. World Journal of Surgical Procedures. 4(3). p.55-65
Shenoy, K. Rajgopal dan Nileshwar, Anitha. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi
Berwarna. Ed 3. Tanggerang: Karisma Publishing Group
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6.
Jakarta: EGC
43
SC.
2014.
Haemorrhoids.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview#a0156.
Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., dan Allonso, C.P. 2006. Metaanalysis of
Flavonoid for The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg. 93. p.909-920.