Albumin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

PEMERIKSAAN ALBUMIN

I. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pemeriksaan albumin dalam serum yang diperiksa
b. Untuk mengetahui kadar albumin serum yang diperiksa.
II. METODE
Metode yang digunakan adalah BCG (Bromocresol green)
III.PRINSIP
Dengan adanya BCG (Bromocresol green) pada pH yang sedikit asam, serum albumin
memproduksi perubahan warna dari indikator kuning hijau menjadi hijau biru yang
absorbansinya diukur pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 632 nm.
IV. DASAR TEORI
Albumin (bahasa Latin: albus, white) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk ke
segala jenis protein monomer yang larut dalam air dan larutan garam, dan mengalami
koagulasi saat terpapar panas. Substansi yang mengandung albumin, seperti putih telur
disebut albuminoid.
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu
sekitar 55-60% dan total kadar protein serum normal adalah 3,8-5,0 g/dl. Albumin terdiri
dari rantai tunggal polipeptida dengan berat molekul 66,4 kDa dan terdiri dari 585 asam
amino. Pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asamasam amino yang mengandung sulfur. Molekul albumin berbentuk elips sehingga dengan
bentuk molekul seperti itu tidak akan meningkatkan viskositas plasma dan larut sempurna.
Kadar albumin serum ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, dan distribusi
antara kompartemen intravaskular dan ekstravaskular. Ca dangan total albumin 3,5-5,0
g/kg BB atau 250-300 g pada orang dewasa sehat dengan berat 70 kg, dari jumlah ini 42%
berada di kompartemen plasma dan sisanya didalam kompartemen ektravaskular (Evans,
2002). Albumin manusia (human albumin) dibuat dari plasma manusia yang diendapkan
dengan alkohol. Albumin secara luas digunakan untuk penggantian volume dan mengobati
hipoalbuminemia (Boldt, 2010).
Albumin pada umumnya dibentuk di hati. Hati menghasilkan sekitar 12 gram
albumin per hari yang merupakan sekitar 25% dari total sintesis protein hepatic dan
separuh dari seluruh protein yang diekskresikan organ tersebut. Albumin pada mulanya

disintesis sebagai preprotein. Peptida sinyalnya dilepaskan ketika preprotein melintas


kedalam sinterna reticulum endoplasma kasar, dan heksa peptide pada ujung terminalamino yang dihasilkan itu kemudian dipecah lebih lanjut disepanjang lintasan skreotik.
Berat molekul albumin plasma manusia 69.000.
Dalam tubuh manusia dewasa albumin disintesa oleh hati sekitar 100-200
mikrogram per gram jaringan hati per hari. Asam-asam amino tertentu seperti triptofan,
arginin, trisin, fenilalanin, glutamin, alanin, treonin dan prolin dapat merangsang proses
sintesa albumin. Albumin pada manusia terutama banyak mengandung asam aspartat dan
glutamat dan sangat sedikit triptofan. Sintesa albumin dalam sel hati dilakukan dalam dua
tempat, pertama pada polisom bebas dimana dibentuk albumin untuk keperluan
intravaskuler. Kedua, poliribosom yang berkaitan dengan retikulum endoplasma dimana
dibentuk albumin untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.
Albumin diproduksi oleh hati dalam bentuk prealbumin. Prealbumin didistribusikan
secara vaskuler dalam plasma dan secara ekstravaskuler dalam kulit, otot, dan beberapa
jaringan lain. Sintesa albumin dipengaruhi beberapa faktor, yaitu nutrisi terutama asam
amino, hormon dan adanya suatu penyakit. Asam amino yang dapat merangsang
terjadinya sintesa albumin adalah triptofan, arginin, ornitin, lisin, fenilalanin, treonin dan
prolin. Sedangkan hormon yang dapat merangsang sintesa albumin adalah tiroid, hormon
pertumbuhan, insulin, adrenokortikotropik, testosteron, dan korteks adrenal. Adapun yang
dapat menghambat sintesa albumin adalah alkohol serta adanya suatu penyakit yang
mengakibatkan gangguan sintesa albumin seperti pada seseorang penderita penyakit hati
kronis, ginjal, dan kekurangan gizi seperti kwashiorkor.
Albumin dalam darah merupakan penentu utama tekanan plasma darah. Akibatnya,
penurunan kolestrol albumin dalam sirkulasi menyebabkan pergeseran cairan dari ruang
intravaskular keruang ekstravaskular. Beberapa mekanisme berbeda dapat menyebabkan
penurunan kadar albumin atau hipoalbumunemia. Mungkin yang tersaring adalah
penurunan produksi albumin yang disintetis di hati.
Gejala Klinis Hypoalbuminemia dan Hyperalbuminemia
1. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia adalah Rendahnya kadar albumin di dalam darah akibat


abnormalitas. Oleh karena albumin merupakan protein, maka hipoalbuminemia
merupakan salah satu bentuk hipoproteinemia. Jika protein plasma khususnya albumin
tidak dapat lagi menjaga tekanan osmotic koloid akan terjadi ketidakseimbangan tekanan
hidrostatik yang akan menyebabkan terjadinya edema.
Hipoalbuminemia sebagai akibat dari peningkatan pengeluaran albumin terjadi pada
penyakit ginjal yang disertai proteueria pada luka bakar dengan protein keluar melalui
permukaan tubuh yang terkelupas dan pada penyakit saluran cerna berupa protein-iosin
enteropathy.
2. Hiperalbuminemia
Tingkat albumin tinggi (Hyperalbuminemia) dalam jangka waktu lama bisa menjadi
tanda adanya masalah kesehatan. Hiperalbuminemia adalah kedaan dimana tingginya
kadar albumin di dalam darah. Dehidrasi adalah salah satu penyebab terjadinya
hiperalbuminemia dapat dilihat dengan gejala berkurangnya volume urin, urin berwarna
gelap, kelelahan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, iritabilitas, air mata tidak keluar
saat menangis (pada anak), sakit kepala, mulut kering, kulit yang kering akibat turgor
yang berkurang, pusing saat berdiri akibat terjadinya hipotensi ortostatik, dan pada
beberapa kasus dapat menyebabkan insomnia. Leukemia atau yang lebih dikenal sebagai
kanker darah juga membuat albumin berada pada kisaran tidak normal. Kekurangan
vitamin A dapat pula meningkatkan albumin diluar level normal.
Saat ini, pengukuran protein telah banyak menggunakan analyzer kimiawi otomatis.
Pengukuran kadar menggunakan prinsip penyerapan (absorbansi) molekul zat warna.
Albumin biasanya diukur dengan reagen Bromcresol Green dengan tembaga sulfat basa.
Penyerapan dipantau secara spektrofotometri pada panjang gelombang 546 nm. Prinsip
pemeriksaan albumin dengan metode Bromcresol Green yaitu serum ditambahkan
pereaksi albumin akan berubah warna menjadi hijau, kemudian diperiksa pada
spektrofotometer. Intensitas warna hijau ini menunjukkan kadar albumin pada serum
(Kumaladewi, 2015).
V. ALAT DAN BAHAN
a. Alat :
Tabung serologi
Kuvet

Spektrofotometer
Mikropipet
Yellow Tip
Rak tabung serologi
b. Bahan
Reagen albumin
Standar albumin
Sampel serum
Aquadest
Tissue
VI. CARA KERJA
1. Semua alat dan bahan disiapkan terlebih dahulu.
2. Reagen dan sampel dikondisikan pada suhu ruang.
3. Disiapkan 3 tabung serologi dan dilabeli blanko, standard an test.
4. Dipipet 500 l reagen albumin dan dimasukkan pada ketiga tabung.
5. Pada tabung blanko ditambahkan 5 l aquadest.
6. Pada tabung standar ditambahkan 5 l serum standar.
7. Pada tabung sampel ditambahkan 5 l sampel serum.
8. Masing - masing tabung diinkubasi selama 10 menit.
9. Kemudian dimasukkan kedalam kuvet dan diukur absorbansinya

dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm.

VII. PEMBAHASAN
Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia dan membentuk sekitar 60%
protein plasma total. Sekitar 40% albumin terdapat dalam plasma, sedangkan 60% lainnya
terdapat di ekstrasel. Setiap harinya, hepar menghasilkan sekitar 12 gram albumin, yang
berarti sekitar 25% dari seluruh sintesis protein oleh hepar. Albumin memiliki sejumlah
fungsi. Pertama, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel.
Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolism asam lemak bebas dan bilirubuin dan
berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus diangkat melalui darah dari
satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Fungsi kedua yakni
memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. (Hartono, Andry. 2006).
Praktikum pemeriksaan kadar albumin pada sampel serum bertujuan untuk menentukan
kadar albumin dengan tujuan diagnosa penyakit. Perinsip pemeriksaan albumin dengan

metode BCG (Bromocresol Green) yaitu Serum ditambahkan pereaksi albumin akan
berubah warna menjadi hijau, kemudian diperiksa pada spektrofotometer. Intensitas
warna hijau ini menunjukkan kadar albumin pada serum. Adapun langkah awal yang
dilakukan ialah gunakan APD dengan baik dan benar lalu siapkan segala alat dan bahan
yang akan digunakan seperti reagen serta serum dari probandus. Setelah mempersiapkan
bahan, siapkanlah spektrofotometer yang akan digunakan. Untuk mempersiapkan
spektrofotometer, langkah awal yang digunakan ialah menghidupkan mesin selama 15
menit untuk warming-up. Selanjutnya lakukan teknik aseptis seperti membersihkan meja
kerja agar terbebas dari kuman serta bakteri. Selesai mempersiapkan keperluan
praktikum, selanjutnya ialah preparasi sampel yang akan diuji. Sampel kali ini ialah
serum yang berasal dari RSUP Sanglah Denpasar. Apabila sampel yang didapat darah
whole blood, maka perlu dilakukan centrifugasi agar didapatkan serum. Pada praktikum,
disiapkan 3 buah tabung serologis. Tabung pertama diisi dengan 5 ul aquadest dan 500 ul
reagen albumin. Tabung ini digunakan sebagai blanko dalam pengujian albumin.
Kemudian tabung kedua diisi dengan larutan standar 5ul dan 500 ul reagen albumin.
Setelah itu barulah pipet sampel sebanyak 5 ul dan tambahkan 500 ul reagen albumin,
serta inkubasi ketiga tabung selama 10 menit dan baca absorbansinya. Pada praktikum
kali ini, digunakan panjang gelombang 546 nm.
Reagen abumin ini menggunakan metode Bromocresol Green (BCG). Reagen abumin
digunakan untuk menentukan kandungan/konsentrasi albumin di dalam serum manusia.
Albumin dalam reaksinya akan berikatan dengan senyawa 3,3-5,5-tetrabromokresol
sulfontalein atau yang senyawa yang punya nama trivial Bromocresol Green/BCG.
Reaksi ini terjadi pada kondisi asam (pH 4.2). Reagen albumin yang berwarna kuning
akan menghasilkan produk berupa kompleks [ALB-BCG] yang berwarna hijau kebiruan.
Warna hijau kebiruan yang terbentuk akan proporsional dengan konsentrasi albumin
dalam serum yang terukur jika diukur secara spektrofotometrik pada panjang gelombang
580-630 nm, dengan panjang gelombang max. 625 nm. Proses inkubasi tersebut
bertujuan agar terjadinya pemebentukan senyawa kompleks anatar reagen dengan
albumin yang terkndung dalam serum (Sevana, 2012).

Adapun nilai absorbansi pada blanko, standarisasi dan sampel ialah: 0,2390; 1,8592; 1,7262.
Adapun konsentrasi dari larutan standar ialah 3,6 ul sedangkan konsentrasi dari sampel
ialah sebesar 3,3 ul. Hasil kadar sampel yang didapat tidak menunjukan penurunan yang
sangat drastis dari nilai standar yang tertera yaitu sebesar 3,5 5,2 gr/Dl. Jadi dari hasil
yang didapat dapat dikatakan kadar albumin dalam tubuh pasien dinyatakan normal.
Penurunan albumin (Hypoalbuminemia) mengakibatkan keluarnya cairan vascular (cairan
pembuluh darah) menuju jaringan sehingga terjadi oedema (bengkak). Penurunan
albumin bisa juga disebabkan oleh :
1. Berkurangnya sintesis (produksi) karena malnutrisi, radang menahun, sindrom
malabsorpsi, penyakit hati menahun, kelainan genetik.
2. Peningkatan ekskresi (pengeluaran), karena luka bakar luas, penyakit usus,nefrotik
sindrom (penyakit ginjal).
(Dewi, Nilu Kumala. 2015)

Tingkat albumin tinggi (Hyperalbuminemia) dalam jangka waktu lama bisa menjadi tanda
adanya masalah kesehatan. Tingkat albumin tinggi terlihat pada pasien yang menderita
gangguan pernapasan seperti TBC. Dehidrasi dan konsumsi alkohol terlalu banyak adalah
faktor lain yang menyebabkan kadar albumin tinggi. Leukemia, lebih dikenal sebagai
kanker darah juga membuat albumin berada pada kisaran tidak normal. Kekurangan
vitamin A dapat pula meningkatkan albumin diluar level normal.
Albumin dalam darah merupakan penentu utama tekanan plasma darah. Akibatnya,
penurunn kolestrol albumin dalam sirkulasi menyebabkan pergeseran cairan dari ruang
intravaskular keruang ekstravaskular. Beberapa mekanisme berbeda dapat menyebabkan
penurunan kadar albumin atau hipoalbumunemia. Mungkin yang tersaring adalah
penurunan produksi albumin yang disintetis di hati.(Dewi, Nilu Kumala. 2015)
Masalah klinis kadar protein tertentu dalam plasma dapat mengindikasikan adanya :
1. Suatu keadaan peradangan akut atau akibat adanya kerusakan jaringan jenis tertentu,
misalnya pada C-Reactive Protein

2. Kelainan atau gangguan fungsi tempat sintesis. Misalnya, pada penyakit hepatitis akut
dan kronis
3. Gangguan imunitas tubuh
4. Gangguan pembekuan darah (Murray, 2009).
Akan tetapi, kadar albumin tersebut belum tentu merupakan hasil yang sebenarnya. Hal
tersebut dapat disebabkan karena ada kesalahan-kesalahan berdasarkan faktor praktikan
maupun faktor alat dan reagen.
1. Faktor Praktikan
Ketidaktelitian praktikan dalam menakar reagen yang akan dicampurkan.
2. Faktor Alat atau Reagen
a. Volume atau banyaknya reagen yang dicampurkan.
Perbedaan takaran reagen yang akan dicampurkan. Jika semakin banyak di teteskan, maka
akan semakin tinggi absorbansinya.
b. Cara pencampuran larutan
Ada beberapa reagen yang pencampurannya memerlukan teknik tertentu, misalnya
pengocokan harus dilakukan setiap kali meneteskan satu tetes reagen.
c. Perbedaan ukuran alat ukur, misalnya ukuran yang terdapat pada pipet ukur sedikit
berbeda dengan ukuran yang terdapat pada gelas ukur.
d. Alat praktikum yang digunakan kurang bersih.
e. Alat spektrofotometer yang digunakan tidak cukup memadai atau kurang terkalibrasi.

Dewi, Nilu Kumala. 2015. Pemeriksaan Kadar Albumin dalam darah. . [online] tersedia :
http://nilukumaladewi.blogspot.co.id/2015/02/pemeriksaan-kadar-albumin-dalamdarah.html (Diakses, 3 April 2016, 18:05 WITA)
Hartono,

Andry. 2006. Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran ECG.
Murray RK. et.al. 2009. Harpers Illustrated Biochemistry 28th ed. New York : Lange
Medical Publications, hlm. 155, 459
Sevana. Reagen Albumin. 2012. [online] tersedia : http://sevanadistribution.co.id/node/114
(Diakses, 3 April 2016, 13:05 WITA)

Kumaladewi. 2015. Pemeriksaan Kadar Albumin dalam Darah. [online]. Tersedia :


http://nilukumaladewi.blogspot.co.id/2015/02/pemeriksaan-kadar-albumin-dalamdarah.html [Diakses : 1 April 2016]
Evans, T.W. 2002. Albumin As A Drug-Biological Effects Of Albumin Unrelated To Oncotic
Pressure. Review Article. Aliment Pharmacol Ther. 5: 6-11
Boldt, J. 2010. Use of Albumin: an Update. British Journal of Anaesthesia. 104(3): 276284. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20100698 [diakses: 1 April 2016]

Anda mungkin juga menyukai