Kelainan Eritrosit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

KELAINAN ERITROSIT

(WARNA, ANISOSITOSIS, POIKILOSITOSIS)

Oleh :
NI PUTU PURI ARTINI
P07134014014

Jurusan Analis Kesehatan


Politeknik Kesehatan Denpasar
Tahun akademik 2015-2016
Kelainan Eritrosit
(Warna, Anisositosis, Poikilositosis)

Hari, tanggal
Tempat

: Senin, 12 April 3 Mei 2016


: Lab Hematologi

I. TUJUAN
Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui kelainan warna eritrosit

Mahasiswa dapat mengetahui kelainan ukuran eritrosit (anisositosis)

Mahasiswa dapat mengetahui kelainan bentuk eritrosit (poikilositosis)

Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan pada sediaan hapusan darah

Mahasiswa dapat membedakan kelainan warna eritrosit pada sediaan apusan darah.

Mahasiswa dapat membedakan kelainan ukuran eritrosit (anisositosis) pada sediaan


apusan darah.

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan dan mengamati kelainan bentuk eritrosit


(poikilositosis) pada sediaan apusan darah

II.

METODE
Metode yang digunakan pad praktikum ini adalah metode indirect preparat

III.

PRINSIP
Sediaan apusan darah diletakkan di atas meja mikroskop dan diamati pada pembesaran
lensa objektif 100 x dengan penambahan oil imersi. Pengamatan dilakukan pada counting
area. Secara mikroskopis ukuran eritrosit normal sama dengan inti limfosit matur dengan
di tengah berwarna pucat.

IV.

DASAR TEORI
1.

Eritrosit Normal
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm 3 darah
terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan darah
yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit

manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8 m, tebal 2.6 m dan tebal
tengah 0.8 m dan tanpa memiliki inti (Widayati. 2010).
Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Hemoglobin
(Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin
mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke seluruh jaringan
tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paru-paru terjadi reaksi antara hemoglobin dengan
oksigen. Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah berwarna merah (Widayati.
2010).
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari
air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit
merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak.
Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang
dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen yang
akan diedarkan keseluruh bagian tubuh. Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun
dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah
agar koloid yang dikandungnya tetap didalam (Iqbal. 2012).
Dari pengamatan eritrosit banyak hal yang harus diperhatikan untuk mengungkapkan
berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat
kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal. Eritrosit normal mempunyai bentuk
bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit
kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat
pigmen warna merah berupa hemoglobin (Widayati. 2010).
Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih
pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan normal
bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit
normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang
kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik. Sebaliknya
apabila

bagian

tengah

yang

hiperkhromatik (Iqbal. 2012).

memucat

menyempit

selnya

dimanakan

eritrosit

(eritrosit normal)
2. Kelainan Eritrosit
Kelainan eritrosit terdiri dari tiga jenis yaitu kelainan bentuk (poikilositosis), kelainan
ukuran (anisositosis) dan kelainaan warna eritrosit.
A. Kelainan Warna Eritosit
1. Hipokrom
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari normal
sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit
yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih
pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan
eritrosit berbentuk cincin

(anulosit). Distribusi normal sel ini adalah 10 % dalam

darah. Hipokromia ditemukan pada:


a. Anemia defesiensi fe
b. Anemia sideroblasti
c. Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)
d. Talasemia
e. Hb-pati (C dan E)
2. Normokrom
Normokrom adalah eritrosit dengan warna normal (ada pucat dibagian tengah
dan lebih merah dibagian pinggirnya) dan dengan konsentrasi hemoglobin yang
normal. Ciri-ciri eritrosit normal manusia adalah berbentuk cakram bikonkaf, (bentuk

bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewati


pembuluh darah yang sangat kecil dengan baik ). Berdiameter 7,2-8,4 m tebalnya
0,45-2,85m, bersifat elastic, serta tidak memiliki inti (pada eritrosit tua).
B. Kelainan Ukuran Eritrosit (anisositosis)
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat
di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi). Anisositosis tidak
menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan
adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi.
Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia
makrositik seperti pada anemia gizi (Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama,
1996).
Kelainan eritrosit berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi:
1. Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm( lebih besar dari inti limfosit matur).
MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah. Terjadi karena pematangan
inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B atau asam folat.
Penyebab

lainnya

adalah

karena

rangsangan

eritropoietin

yang

berakibat

meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit


kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati
menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti
anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan (Anonim, 2011).
2. Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm (lebih kecil dari inti limfosit matur)
biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel darah lengkap
didapatkan MCV yang rendah. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin
yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria
yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada
anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi (Anonim,
2011).

C. Kelainan Bentuk Eritrosit (Poikilositosis)


Poikilositosis ialah keadaan dimana populasi eritrosit tampil dengan bentuk yang
bervariasi. Biasanya poikilositosis bersamaan dengan anisositosis. Meningkatnya
poikilositosis sering menunjukkan adanya kelainan eritropoiesis yang disebabkan
oleh defek sumsum tulang atau kelainan destruksi eritrosit.
Dalam situasi normal, suatu poikilositosis merupakan penuaan eritrosit yang
sejalan dengan kekuatannya. Sebagian kecil dari membrannya terkelupas. Dalam
situasi yang abnormal, poikilositosis menjadi sedemikian nyata sehingga eritrosit
berbentuk tetesan airmata ("teardrops").
Suatu sampel dikatakan poikilositosis apabila dalam sediaan apus ditemukan
bermacam macam bentuk eritrosit. Poikilositosis ditemukan pada: (Anonim. 2013)

Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis


ekstrameduler

Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll)

Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)

Macam macam bentuk eritosit yang termasuk dalam poikilositosis antara lain:
1.

Akantosit
Akantosit adalah eritrosit yang pada dindingnya terlihat tonjolan-tonjolan
sitoplasma yang runcing dan tersebar tidak merata di permukaan sel. Sel ini bisa
dilihat pada abetalipoproteinemia,sirosis hati,anemi hemolitik, dll. Mikroskopis sel ini
adalah:
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma runcing
Bentuk tidak teratur seperti duri
sitoplasma tampak tidak berwarna pucat
ditribusi normal tidak ada
2. Burr cells/Echynosit
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur. Sel biasanya bikonkaf dan
distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Sel ini berbeda dengan crenated cell.
Diakibatkan kadar ureum tinggi (GGK). (Quintana. 2012)
3. Sperosit

Sel ini adalah eritrosit yang tidak lagi berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya bulat
(sferik) dengan diameter kurang dari 6 m. Dengan kata lain, volume sel berkurang
sedang dindingnya menjadi lebih tebal. Oleh sebab itu pada sediaan apus sel ini
tampak tidak memiliki akromia sentral dan warna lebih atau sangat gelap dari warna
normalnya, disebut mikrosperofit hiper kromik. Kelainan bentuk sel ini terjadi karena
terganggunya fungsi membran sel. Walaupun gangguan ini dapat disebabkan oleh
banyak hal tetapi sperositosis sering dijumpai pada kelainan bawaan sperositosis
herediter dimana terjadi sumbatan dalam pembuluh darah.
Mikroskopis :
ukuran kecil sekitar 3-4m
Tampak pula eritrosit normal ukuran 7-8m
dengan sitoplama pucat
4. Sel target
Eritrosit dengan permukaan luas, bundar, tengahnya menonjol sehingga tampak
lebih gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil. Distribusi dalam
darah > 2%
5. Sel bulan sabit
Sel bulan sabit adalah eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau clurit.
Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf L, V, atau S dan kedua
ujungnya lancip. Sel ini dapat dijumpai pada "sickle cell disease", atau
hemoglobinopati lainnya. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan
pada penyakit-penyakit Hb-pati seperti Hb S dan lain-lain (Quintana,2012).
6. Sel Krenasi
Sel krenasi adalah eritrosit yang kelihatan dengan dinding "bergerigi" karena
adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tumpul dan tersebar merata dipermukaan
sel, Umumnya terjadi karena kesalahan teknik dalam pembuatan sediaan apus.
(Quintana,2012).
7. Teardrop cell
Teardrop cell adalah eritrosit yang bentuknya seperti tetesan air mata atau
kelihatan seperti buah "pear", dapat dijumpai pada thalasemia,mielofibrosis,dll.

Distribusi dalam darah < 5 %. Kelainan di dapat pada pasien Mielofibrosis


(Quintana,2012).
8. Ovalosit/eliptosit
Ovalosit atau elliptosit adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada
ovalositosis herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan
konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpul pada kedua
kutub sel. Ditemukan pada:

Elliptositosis herediter ( 90 95% eritrosit berbentuk ellips)

Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)

Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis (Quintana,2012)

9. Stomatosit
Khas kelainan sel ini pada sitoplasmanya dimana tampak daerah kepucatan pada
sitoplasmanya. Distribusi dalam darah tepi < 5% dari eritrosit normal. Jumlahnya
biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Pada stomatosis
herediter tampak sel ini lebih banyak tersebar. Pada mikroskop elektron tampak sel
seperti mangkok. Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi
memanjang seperti celah bibir mulut. Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya
banyak disebut stomatositosis. (Anonim,2013)
3. Jenis-jenis Anemia
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis
anemia:
1. Anemia normositik normokrom
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan ukuran
eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom

Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl,
MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi
vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
3. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH
< 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
2) Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
3) Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik. (E Alamanda, 2013).
V.

ALAT DAN BAHAN


a. Alat
1. Mikroskop
2. Alat tulis
b. Bahan
1. Tissue lensa
2. Tissue
3. Oil imersi
4. Preparat Hapusan Darah

VI.

CARA KERJA
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sediaan apusan darah diletakkan pada meja preparat
3. Mikroskop dinyalakan dengan menekan tombol ON
4. Intesitas cahaya diatur sesuai kebutuhan
5. Lensa objektif diarahkan ke pembesaran 10 X lalu diafragma diatur
6. Ketinggian konsesor diatur

7. Jarak lensa okuler disesuaikan dengan mata


8. Makrometer dan mikrometer diatur hingga menemukan lapang pandang yang jelas
9. Sediaan ditetesi oil imersi, lalu lensa objektif dipindahkan ke pembesaran 1000 X
10. Diafragma dan kondesor diatur
11. Pengamatan dilakukan pada counting area
12. Dicari limfosit matur (tua), lalu dibandingkan ukuran ini limfosit matur dengan ukuran
eritosit.
Bila eritrosit lebih besar
Bila eritrosit lebih kecil

: Makrositer
: Mikrositer

13. Diamati kelainan eritrosit pada preparat seperti warna, poikilositosis dan anisositosis.
VII.

HASIL PENGAMATAN
Kelainan warna eritrosit

Hipokrom

Normokrom

Kelainan ukuran eritrosit (Anisositosis)

Normositer

Makrositer

Mikrositer

Kelainan bentuk eritrosit (Poikilositosis)

Akantosit

Tear Drop Cell

Sel target

Stomatosit

Burr Sel

Helmet Sel

Cigarette Sel

Sperosit

Ovalosit

VIII.

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan pada preparat hapusan darah tepi. Tujuan
pemeriksaan hapusan darah tepi adalah menilai berbagai fungsi unsur sel darah tepi seperti
eritrosit atau sel darah merah, leukosit atau sel darah putih, dan platelet juga digunakan sebagai
indicator ditemukannya parasit seperti malaria, Tripanosoma, microfilaria dan lainnya.
Hapusan darah tepi yang dibuat dan diwanai dengan baik merupakan syarat untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan yang baik. Untuk eritrosit atau sel darah merah dilakukan dengan
pemeriksaan dengan lensa objektif 100 x dan diamati kesan warna, ukuran dan bentuk eritrosit.

Praktikum hematologi kali ini, dilakukan pemeriksaan kelainan eritrosit, yakni kelainan
warna, ukuran (anisositosis), bentuk (poikilositosis). Preparat yang digunakan adalah
preparat jadi yang diamati dengan lensa objektif 100x menggunakan minyak imersi.
Pengamatan yang dilakukan adalah pada counting area karena pada daerah tersebut sebaran
eritrosit rata. Berikut deskripsi hasilnya :
a. Kelainan Warna
Kelainan warna eritrosi terdapat tiga jenis yaitu

Eritrosit normal (daerah pucat 1/3 bagian) disebut normokrom

Eritrosit yang daerah pucatnya lebih besar dari 1/3 bagian disebut hipokrom

Eritrosit yang tidak pucat = hiperkrom


Kelainan hiperkrom pada eritrosit tidak digunakan untuk diagnose klinis. Dalam

praktikum ini didapatkan kelainan warna yaitu : hipokrom dan normokrom. Kelainan
morfologi eritrosit karena bentuk yang tidak bikonkaf sempurna dapat dililihat dari
warna / kepucatan eritrosit.
Pada pengamatan mikroskop untuk mengetahui suatu preparat hipokrom atau
normokrom dilihat sebaran eritrositnya, apabila sebaran eritrositnya menunjukan warna

eritrosit normal yakni daerah pucat atau central palornya 1/3 bagian maka disebut
sebagai normokrom sedangkan apabila daerah pucat nya lebih besar dari 1/3 bagian
disebut hipokrom. Tidak ada interpretasi khusus untuk menentukan kelainan warna
eritrosit. Pada preparat jadi setelah diamati tidak ada kelainan warna, yaitu eritosit
normal (normokrom).

b. Kelainan ukuran (anisositosis)


Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat
di dalam suatu sedian apusan berbeda-beda atau bervariasi. Anisositosis tidak
menunjukkan kelainan hematologi yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya
eritrosit yang ukurannya tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi. Anisositosis
jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersama dengan anemia makrositik
seperti pada anemia gizi.
Untuk mengetahui ukuran eritrosit apakah normal, besar atau kecil, dibandingkan
dengan inti limfosit matur. Eritrosit normal akan memiliki ukuran yang sama dengan
limfosit matur yaitu 7-8 mikrometer, sebaran limfosit mudah ditemukan pada lapang
pandang dan ukurannya paling mendekati dengan eritrosit. Hal tersebut yang
menyebabkan limfosit dijadikan pembanding dalam ukuran eritrosit.
Kelainan ukuran eritrosit ada tiga yaitu, makrositik, normositik dan mikrositik.
Makrositik merupakan suatu keadaan eritrosit lebih besar dari 8,2 nm (lebih besar dari
inti limfosit matur), normositik adalah ukuran eritrosit yang normal atau sama dengan
ukuran inti limfosit matur dan mikrositik adalah ukuran eritrosit yang kurang dari 8,2
nm (lebih kecil dari ukuran inti limfosit matur).
Dalam praktikum ini untuk menentukan mikrositik, normositik atau makrositik
suatu ukuran eritrosit, terlebih dahulu harus ditemukan limfosit matur pada counting
area, selanjutnya barulah membandingkan eritrosit sekitar dengan inti limfosit matur
tersebut. Pada preparat yang kami amati, sangat sulit untuk menemukan limfosit

sehingga membutuhkan waktu pengamatan yang cukup lama. Limfosit pada darah
manusia harusnya sangat mudah ditemukan, limfosit yang rendah mungkin saja terjadi
karena kesalahan pembuatan hapusan atau pengamatan bukan pada counting area.
Selain itu, penurunan limfosit mungkin saja terjadi pada penderita kanker, anemia
aplastik, gagal ginjal, dan lain-lain.
Pada preparat yang diamati, didapatkan ukuran eritrosit lebih besar dari limfosit
(makrositer). Biasanya akan diikuti dengan MCV lebih dari normal dan MCH biasanya
tidak berubah. Terjadi karena pematangan eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi
vitamin B12 atau asam folat. Penyebab lain adalah karena rangsangan eritropoietein
yang berakibat meningkatnya sintesa hemoglobin dan meningkat pelepasan retikulosit
ke dalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati
menahun berupa thinmakrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis seperti
anemia hemolitik atau anemia pasca pendarahan.
Ditemukan pada:
-

Anemia megaloblastik

Anema aplastik/hipoplastik

Hipotiroidisme

Malnutrisi

Anemia pernisiosa

Leukimia

Kehamilan

c. Kelainan bentuk (poikilositosis)


Poikilositosis merupakan suatu keadaan eritrosit yang bentuknya tidak bikonkaf
melainkan bentuk lainnya dan bervariasi. Poikilositosis ialah keadaan dimana populasi
eritrosit tampil dengan bentuk yang bervariasi. Biasanya poikilositosis bersamaan

dengan anisositosis. Meningkatnya poikilositosis sering menunjukkan adanya kelainan


eritropoiesis yang disebabkan oleh efek sumsum tulang atau kelainan destruksi eritrosit.
Dalam keadaan normal, suatu poikilositosis merupakan penuaan eritrosit yang
sejalan dengan kekuatannya. Sebagian kecil dari membra eritrosit akan terkelupas.
Dalam situasi yang abnormal, poikilositosis menjadi demikian nyata sehingga eritrosit
berbentuk tetesan air mata (teardrops). Suatu sampel dikatakan poikilositosis apabila
dalam sediaan apus ditemukan bermacam macam bentuk eritrosit.
Dalam pengamatan preparat ditemukan beberapa bentuk eritrosit yaitu :
a. Akantosit, merupakan bentuk eritrosit yang membrane sel nya berbentuk runcing
serta tidak memiliki central palor dan tidak tersebar rata pada . Sel ini bisa dilihat
pada abetalipoproteinemia, sirosis hati, anemia hemolitik, dll (Silviana, 2012).
Secara mikroskopis, sel ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma runcing
Bentuk tidak teratur seperti duri
Tidak memiliki central pallor
Ditribusi normal tidak ada
b. Tear drop cell merupakan bentuk eritrosit yang sangat khas mirip dengan tetesan air
mata atau buah pir.
c. Sel target, merupakan bentuk eritrosit dengan diameter besar, bundar, tengahnya
menonjol sehingga tampak lebih gelap, menyerupai sasaran tembak yang dikelilingi
daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil.
d. Stomatosit, merupakan bentuk eritrosit yang central palornya berbentuk seperti
mulut, sehingga central palor yang harusnya bulat akan terlihat memanjang.

e. Burr cel, merupakan bentuk eritrosit yang

tonjolan sitoplasmanya teratur. Sel

biasanya bikonkaf dan distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Berbeda dengan
krenasi sel yang tonjolannya sitplasmanya lebih runcing.
f. Helmet cel, merupakan bentuk eritrosit yang menyerupai helm. Sickle sel akan
lebih runcing, lebih kecil dan lebih ramping daripada helmet sel.
g. Cigarette cell, merupakan bentuk eritrosit yang memanjang dan ramping
menyerupai cerutu, kadang memiliki central palor dan kadang tidak.
h. Sperosit, merupakan bentuk eritrosit yang kecil dan tidak memiliki central palor.
i. Ovalosit, merupakan bentuk eritrosit yang menyerupai oval. Ovalosit akan lebih
besar daripada Cigarette Sel.
Dalam preparat tersebut, didapatkan 9 jenis bentuk eritrosit yang sebarannya cukup
merata pada lapang pandang, hal tersebut berarti preparat positif poikilositosis.
Dalam kelainan eritrosit, parameter tersebut (warna, ukuran, bentuk) yang dijadikan
acuan untuk menentukan suatu eritrosit memiliki kelainan atau tidak. Menurut warnanya,
eritrosit pada preparat tersebut normal (normokrom) sedangkan menurut ukurannya,
eritrosit dalam preparat tersebut lebih besar dari inti limfosit (makrositer). Dan berdasarkan
bnetuknya, eritrositnya mengalami poikilositosis. Kesimpulannya eritrosit dalam preparat
tersebut adalah normokrom-makrositer-poikilositosis.
Anemia ini merupakan kondisi dimana ditemukan pada morfologi apusan darah tepi
berupa sel-sel darah merah yang besar (makrositik) dan warna yang normal (normositik).
Yang termasuk dari anemia jenis ini ialah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
ganngguan sintesis DNA akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Anemia Karena
Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang
disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan
vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah
satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik. Pada anemia jenis ini, sumsum tulang

menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan
trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh
kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk
menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang
digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan
sitarabin).
Faktor-faktor yang menyebabkan temuan-temuan di laboratorium
1. Pengambilan specimen darah yang terlalu lama, salah menggunakan antikoagulan,
volume darah yang tidak sesuai dengan antikoagulan, pemasangan tourniquet yang
terlalu lama sehingga dapat menyebabkan hemolysis darah.
2. Pengamatan bukan pada counting area, sehingga menyebabkan eritrosit menumpuk
dan sulit untuk diamati.
3. Hapusan yang kurang baik terlalu tebal atau tipis. Apabila terlalu tebal maka akan
menyebabkan eritrosit menumpuk pada counting area sedangkan apabila terlalu
tipis eritrosit akan jarang bahkan pada bukan counting area.
4. Pembuatan hapusan yang terlalu menekan sehingga ditemukan banyak crenated cel.
5. Kesalahan pengamatan dari praktikan, sehingga pengamatan harus dilakukan oleh
tenaga laboratorium yang sudah terampil untuk mengurangi kesalahan-kesalahan
yang terjadi.

IX.

SIMPULAN
Kelainan eritrosit ada tiga yaitu, kelainan warna, ukuran (anisositosis), bentuk

(poikilositosis). Menurut warnanya, eritrosit pada preparat tersebut normal (normokrom)


sedangkan menurut ukurannya, eritrosit dalam preparat tersebut lebih besar dari inti limfosit
matur (makrositer). Dan berdasarkan bentuknya, eritrositnya mengalami poikilositosis

(Akantosit, tear drop cell, sel target, stomatosit, burr cel, helmet cel, cigarette cell, sperosit,
dan ovalosit). Kelainan eritrosit dalam preparat tersebut adalah normokrom-makrositerpoikilositosis.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.

2009.

Gambaran

Eritrosit

http://drdjebrut.Wordpress.

Abmormal.

[online]

tersedia

com/2009/12/24/gambaran-eritrosit-abnormal/

(Diakses tanggal 6 Mei 2016, 05:09 WITA)


Anonim. 2013. Pengaruh Variasi Antikoagulan terhadap Krenasi Sel. [online] tersedia :
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=12346 (Diakses tanggal 6 Mei 2016,
18:06 WITA)
E,

Alamanda.

2013.

Jenis-jenis

Anemia.

[online]

tersedia

http://eprints.undip.ac.id/43853/3/Elsa_G2A009017_BAB_2.pdf (Diakses tanggal


8 Mei 2016, 19:23 WITA)
Iqbal.

2012.

Eritrosit.

[online]

http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/eritrosit/

tersedia

(Diakses tanggal 6 Mei

2016, 12:00 WITA)


Quintana, Kinositha. 2012. Kelainan Bentuk Eritrosit. [online] tersedia : http:// cocoquiin.
blogspot.com/2012/03/kelainan-bentuk-eritrosit.html (Diakses tanggal 7 Mei 2016,
06:25 WITA)
Rahayu,

Puji.

2011.

Eritrosit.

[online]

tersedia

http://blog.uad.ac.id/ratnasari/2011/12/06/eritrosit-sel-darah-merah/

(Diakses

tanggal 8 Mei 2016, 13:48 WITA)


Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus
Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Zakaria. 2012. Morfologi Sel Darah Merah. [online] tersedia :

http: //zakariadardin.

wordpress. com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/ (Diakses tanggal 5 Mei


2016, 11:53 WITA)

Anda mungkin juga menyukai