Makalah Demokrasi Liberal Dan Pimpinan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

Makalah

Demokrasi Liberal dan


Demokrasi Terpimpin

Kelompok 6 :
Bayu Herlambang
Nisha Kusumadewi
Rachmat Putro Ferdiawan
Vevani Budiarto

SMA Negeri 6 Kota Bekasi

MASA DEMOKRASI LIBERAL


Kabinet-kabinet masa demokrasi liberal
Masa demokrasi liberal di Indonesia dimulai pada tahun 1950 hingga 1959 dan dilaksanakan sesuai
UUDS 1950. Selama masa demokrasi liberal ini, Indonesia berganti-ganti perdana menteri sebanyak 7
perdana menteri, yaitu Mohammad Natsir, Sukiman Wirjosandjojo, Wilopo, Ali Sastroamidjojo,
Burhanuddin Harahap, Ali Sastroamidjojo, Djuanda Kartawidjaja. Hal ini menyebabkan Indonesia
memiliki pemerintahan yang tidak stabil.

A. Masa Kabinet Mohammad Natsir

Mohammad Natsir
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Perdana Menteri : Mohammad Natsir (Partai Masyumi).
Tanggal Pelantikan : 07 September 1950 - 21 Maret 1951

Tokoh terkenal dalam kabinet :

Sri Sultan Hamengkubuwono IX


Mr. Asaat
Ir. Djuanda
Prof. Dr. Soemitri Djojohadikoesoemo

Program-program :

Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.


Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan
negara yang kuat dan daulat.
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas bekas anggota tentara
dan gerilya dalam masyarakat.
Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan
ekonomi nasional yang sehat.
Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha usaha meninggikan
derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat.
Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha usaha meninggikan
derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat.

Pelaksanaan program industrialisasi (Rencana Sumitro).


Pembentukan DPRD.
Keberhasilan :
Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi nasional.
Indonesia masuk PBB.
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai masalah Irian
Barat.
Masalah-masalah :

Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi bentuan itu
diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran.
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di seluruh
wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan
RMS.
Seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai oposisi.

Kegagalan :

Kegagalan kabinet dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.


Adanya Mosi tidak percaya dari PNI tentang pencabutan peraturan pemerintah mengenai
DPRD dan DPRDS, Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga mandat kabinet harus
dikembalikan kepada Presiden.

B. Kabinet Sukiman

Sukiman Wirjosandjojo
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara partai Masyumi dan partai PNI.
Perdana Menteri : Sukiman Wiryosanjoyo (Partai Masyumi).
Tanggal Pelantikan : 27 April 1951 - 3 April 1952

Program-program :

Menjamin keamanan dan ketentraman.


Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan
kepentingan petani.
Mempercepat persiapan pemilihan umum.
Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.

Keberhasilan :
Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, dari program Menggiatkan usaha
keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.

Masalah :

Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan
Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Dimana dalam Mutual Security Act (MSA)
terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan
kepentingan Amerika. Tindakan tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara
Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat.

Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.

Masalah Irian Barat belum juga teratasi.


Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya tindakan
pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.

Kegagalan :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.

C. Kabinet Wilopo

Mr. Wilopo
Kabinet ini adalah zaken kabinet (kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
biangnya).
Perdana Menteri : Mr. Wilopo
Tanggal Pelantikan : 3 April 1952 3 Juni 1953

Program-Program :

Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD),
meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan
keamanan.
Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian
Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Tidak memiliki prestasi yang baik

Masalah :

Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang eksport
Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak terlebih setelah
terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah
yang tidak seimbang.
Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952, yang merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan
TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab
dipandang akan membahayakan kedudukannya. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanan di
Sulawesi Selatan.
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai bentrokan antara aparat kepolisian dengan
para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli) karena sesuai

dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke


Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan.

Kegagalan :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap
kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

D. Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Mr. Ali Sastroamidjojo


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Perdana Menteri : Mr. Ali Sastroamidjojo
Tanggal Pelantikan : 31 Juli 1953 12 Agustus 1955

Program-Program :

Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.


Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
Penyelesaian pertikaian politik.

Keberhasilan :

Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955.
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Masalah :

Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII
di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 yaitu suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut
dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI AD yang merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17

Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti
dan disetujui oleh kabinet.
Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik
kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.

Kegagalan :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang
memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

E. Kabinet Burhanuddin Harahap

Burhanuddin Harahap
Perdana Menteri : Burhanuddin Harahap
Tanggal Pelantikan : 12 Agustus 1955 3 Maret 1956

Program-program:

Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat


dan masyarakat kepada pemerintah.
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru.
Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
Perjuangan pengembalian Irian Barat.
Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Keberhasilan:

Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota
DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.

Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer.
Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel AH Nasution
sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Masalah :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.

Kegagalan :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga cabinet pun jatuh.

F. Ali Sastroamidjojo II

Mr. Ali Sastroamidjojo


Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Perdana Menteri : Ali Sastroamidjojo
Tanggal Pelantikan : 20 Maret 1956 4 Maret 1957

Program yang disebut sebagai "Rencana Pembangunan Lima Tahun" :

Perjuangan pengembalian Irian Barat.


Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.

Program Pokok :

Pembatalan KMB.
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif.
Melaksanakan keputusan KAA.

Keberhasilan :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and
investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.

Masalah :

Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.


Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah pada gerakan
sparatisme dengan pembentukan dewan.
Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai nasib
modal pengusaha Belanda di Indonesia. Sehingga muncullah peraturan yang dapat
melindungi pengusaha nasional.
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat
bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

Kegagalan :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.

G. Kabinet Djuanda

Ir. Djuanda
Kabinet ini adalah zaken kabinet (kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya). Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar
pengganti UUDS 1950 dan terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.
Perdana Menteri : Ir. Djuanda
Tanggal Pelantikan : 9 April 1957 - 5 Juli 1959

Program- program yang disebut "Panca Karya" :

Membentuk Dewan Nasional.


Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan.

Keberhasilan :

Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang
mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.
Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan menyalurkan
pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya.
Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah.
Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam negeri
tetapi tidak berhasil dengan baik.

Masalah :

Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat


yang menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat. Munculnya
pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit
dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno di
depan Perguruan Cikini pada tanggal 30 November 1957 dan menyebabkan keadaan negara
semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.

Kegagalan :

Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru
sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL


Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya
untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1 Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban
tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah
2,8 Triliun rupiah.
2 Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3 Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan
perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul
perekonomian Indonesia.
4 Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh
Belanda.
5 Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6 Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli
dan dana yang diperlukan secara memadai.
7 Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
8 Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk
operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9 Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
10 Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :


1) Mengurangi jumlah uang yang beredar
2) Mengatasi Kenaikan biaya hidup.

Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :


1) Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH


EKONOMI MASA LIBERAL
Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan tantangan yang
menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai
berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua uang yang
bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan SK Menteri
Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950
Tujuannya untuk menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar.
Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya
orang-orang kelas menengah dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang
yang beredar dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat
pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia untuk
mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang
direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan). Program ini bertujuan untuk
mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi
Indonesia). Programnya :

Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.


Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi

dalam pembangunan ekonomi nasional.


Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan bantuan

kredit.
Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi maju.

Gagasan Sumitro ini dituangkan dalam program Kabinet Natsir dan Program Gerakan Benteng
dimulai pada April 1950. Hasilnya selama 3 tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan
bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari program ini. Tetapi tujuan program ini tidak dapat
tercapai dengan baik meskipun beban keuangan pemerintah semakin besar. Kegagalan program
ini disebabkan karena :
1
2
3

Para pengusaha pribumi tidak dapat bersaing dengan pengusaha non pribumi dalam kerangka
sistem ekonomi liberal.
Para pengusaha pribumi memiliki mentalitas yang cenderung konsumtif.
Para pengusaha pribumi sangat tergantung pada pemerintah.

4
5
6

Para pengusaha kurang mandiri untuk mengembangkan usahanya.


Para pengusaha ingin cepat mendapatkan keuntungan besar dan menikmati cara hidup mewah.
Para pengusaha menyalahgunakan kebijakan dengan mencari keuntungan secara cepat dari
kredit yang mereka peroleh.
Dampaknya program ini menjadi salah satu sumber defisit keuangan. Beban defisit anggaran
Belanja pada 1952 sebanyak 3 Miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya
sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit
khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih
terdapat para
pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume
impor.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank
Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah Indonesia
melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia. Awalnya terdapat peraturan
bahwa mengenai pemberian kredi tharus dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini
menghambat pemerintah dalam menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter.
Tujuannya adalah untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis.
Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 berdasarkan Undangundang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri perekonomian kabinet
Ali I). Tujuan dari program ini adalah
Untuk memajukan pengusaha pribumi.
Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka

merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.


Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan

non pribumi.
Ali digambarkan
sebagai
pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan
pengusahanon pribumi khususnya Cina.

sebagai

Pelaksanaan kebijakan Ali-Baba,


1. Pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada
tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf.
2. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional
3. Pemerintah memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan
asing yang ada.
Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab:

Pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam
memperoleh bantuan kredit.
Indonesia menerapkan sistem Liberal sehingga lebih mengutamakan persaingan bebas.
Pengusaha pribumi belum sanggup bersaing dalam pasar bebas.
5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)
Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan
masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi ini dipimpin oleh
Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana
persetujuanFinek, yang berisi:
Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh

perjanjian lain antara kedua belah pihak.


Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil

langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin Harahap


melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda. Sehingga,
tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undang-undang pembatalan
KMB.
Dampaknya :
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi
belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti
menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan
ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa
kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka
panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun
1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas
RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT
diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :
Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan

awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.


Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaanperusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.

Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan
kebijakan ekonominya masing-masing.

7. Musyawarah Nasional Pembangunan


Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan
(Munap).Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat
dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap
saja rencana Pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena :
1 Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas.
2 Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan.
3 Timbul pemberontakan PRRI/Permesta.
4 Membutuhkan biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga
meningkatkan defisit Indonesia.
5 Memuncaknya ketegangan politik Indonesia- Belanda menyangkut masalah Irian Barat
mencapai konfrontasi bersenjata.

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk sebuah
pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh
pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk
melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah
belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat melaksanakan semua
hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik. Walaupun mengikuti prinsipprinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap otoritarianisme. Dalam
demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap
kebijakan yang dijalankan oleh negara melalui pengefektifan teknik kinerja humas yang
berkelanjutan.
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

A. Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :


Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat
sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi
liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

Dekrit Presiden 1959


Dekrit Presiden 1959 - Dimulainya Masa Demokrasi Terpimpin

Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa


Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang
mantap.
Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan
menjurus menuju gerakan sparatisme.
Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
mempertemukannya.
Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai.

Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden
RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu
dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
a. Pembubaran konstituante
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:

Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang
telah goyah selama masa Liberal.
Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit
Presiden.
DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk
melakanakan UUD 1945.

Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.

Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.


Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara
berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya
menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya
menjadi slogan-slogan kosong belaka.
Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu
terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer
terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat
pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

B. PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN


Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada
kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu
presiden.
Tugas Demokrasi terpimpin :

Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai
warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini
disebabkan karena :
Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan
presiden).
Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :

Kebebasan partai dibatasi

Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.

Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945


adalah sebagai berikut.
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya
bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa
yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk
mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua
MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing
berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota
MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang
terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat :
1) Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju
pada manifesto Politik.
2) Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200
orang wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN
tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan
sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden.
Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan
DPR.

Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.

Melaksanakan manifesto politik


Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara


Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun
1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil
ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas
DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah
ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato
presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi
Kita yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN
berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).
Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5.

Pembentukan Front Nasional

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional
merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang
terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi
kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri.
Tugas front nasional adalah sebagai berikut.

Menyelesaikan Revolusi Nasional


Melaksanakan Pembangunan
Mengembalikan Irian Barat

6. Pembentukan Kabinet Kerja


Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir.
Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program
kabinet ini adalah sebagai berikut.

Mencukupi kebutuhan sandang pangan


Menciptakan keamanan negara
Mengembalikan Irian Barat.

7.

Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan
perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada
terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah
untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan

menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang
persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat.
Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan
terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama
saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja
dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya
penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI
merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran
Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan
Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan
pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan
menjadi lemah terhadap TNI.
8.

Adanya ajaran RESOPIM

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah
untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai
melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut
Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada
pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4
angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan
Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya
langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan
sosial politik Indonesia.

10. Pentaan Kehidupan Partai Politik


Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan
pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959.
Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan
sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai.

Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian.


Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden.
Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai
politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
(PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut
terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada
tanggal 17 Agustus 1960.
11. Arah Politik Luar Negeri
a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah
satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negaranegara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut
dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner
(termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis
dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang.
Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman
ke negara-negara komunis.
b. Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek
neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada
tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan
adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.

c. Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan
mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan
dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek

tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya
diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan
pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat
menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
d. Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan
politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur.
Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa AsiaAfrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah
cukup maju.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB
merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:

Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan
wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang
masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
Pidato presiden yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita pada tanggal 17 Agustus
1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan
sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan
MANIPOL USDEK.
Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden
seumur hidup.
Pidato presiden yang berjudul Berdiri di atas Kaki Sendiri sebagai pedoman revolusi dan
politik luar negeri.
Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara
TNI dengan Parpol.
Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk
Komandan Operasi Tertinggi (KOTI).

C. SISTEM EKONOMI DEMOKRASI TERPIMPIN


Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi
terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua
aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan

dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah
sebagai berikut.
1.

Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan
Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan
anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas :

Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana


Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang
disetujui oleh MPRS.
Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek
besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan.
1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.

Tugas Bappenas :

Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah.
Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan.
Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS.
2.

Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)

Tujuan dilakukan Devaluasi :

Guna membendung inflasi yang tetap tinggi


Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.

Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan
nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b. Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c. Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin
jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak
mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap
saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang
menyebabkan ekspor menurun.

Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja
manajemen yang cakap dan berpengalaman.
Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan
kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :

Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.


Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan.
Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar.
Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada.
Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil.
Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan
tak memberikan banyak pengaruh.
Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat
dan pembangunan mengalami kegagalan.

Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:


Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New
Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa
pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :

Inflasi semakin bertambah tinggi


Harga-harga semakin bertambah tinggi
Kehidupan masyarakat semakin terjerpit
Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca
pembayaran dari cadangan emas dan devisa.
Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$
3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.

Kebijakan pemerintah :
Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru
tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.

13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp.
1000 menjadi Rp. 1.
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat
uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru.
Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya
angka inflasi.
4. Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:

Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive)


mengalami kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (BE)
Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga pembangunan yang
direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik.
Sehingga pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi
secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya.
Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang menjadi bagian
dari strategi umum revolusi Indonesia.
Strategi Dekon adalah mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang
polanya telah diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah Berdikari yaitu
berdiri diatas kaki sendiri.

Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis,
dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara
terpimpin.
Pelaksanaannya,
Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi
Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan harga barang
mencapai 400 % pada tahun 1961-1962.
Beban hidup rakyat semakin berat.
Kegagalan Peraturan Pemerintah disebabkan karena:
Tidak terwujudnya pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta.
Adanya masalah ekonomi yang muncul karena pemutusan hubungan dengan Singapura dan Malaysia
dalam rangka kasi Dwikora.
Politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara barat semakin memperparah kemerosotan ekonomi
Indonesia.

5. Meningkatkan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri


Pemerintah membangkitkan ekonomi agraris atau pertanian, sebab kurang lebih 80% penduduk
Indonesia hidup dari bidang pertanian. Hasil pertanian tersebut diekspor untuk memperoleh devisa
yang selanjutnya digunakan untuk mengimpor berbagai bahan baku/ barang konsumsi yang belum
dihasilkan di Indonesia.
Jika Indonesia tidak mampu memperoleh keuntungan maka akan mencari bantuan berupa kredit luar
negeri guna memenuhi biaya import dan memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negeri. Sehingga
Indonesia mampu memeprbesar komoditi ekspor, dari eksport tersebut maka akan digunakan untuk
membayar utang luar negeri dan untuk kepentingan dalam negeri. Dengan bantuan kredit tersebut
membuka jalan bagi perdagangan dari negara yang memeberikan pinjaman kepada Indonesia.
6. Kebijakan lain pemerintah
a. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi
(KESOP)
Dikeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi
(KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha perdagangan.
b. Peleburan bank-bank negara
Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan
Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965.
Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti Bank
Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara
Indonesia ke dalam Bank Indonesia.
Dibentuklah Bank Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan pekerjaan
masing-masing.
Tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak
ada lembaga pengawas.
Kegagalan pemerintah dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:

Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan yang
disertai dengan infasi.
Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan
cara-cara politis.
Kemenangan politik diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik
dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi).
Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu peraturan
dengan peraturan yang lainnya.
Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
Kebrangkutan tidak dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan,
dan kriminalitas.

D. PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT


Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi Politik dan
Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan Diplomasi
Ditempuh guna menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan
persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan. Jalan diplomasi ini sudah dimulai
sejak kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet. Meskipun selalu
mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Perjuangan secara diplomasi ditempuh dengan 2 tahap, yaitu
a) Secara bilateral, melalui perundingan dengan belanda.
Berdasarkan perjanjian KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan,
setahun setelah pengakuan kedaulatan. Pihak Indonesia menganggap bahwa Belanda akan
menyerahkan Irian Barat pada waktu yang telah ditentukan. Sementara Belanda mengartikan
perjanjian KMB tersebut bahwa Irian Barat hanya akan dibicarakan sebatas perundingan saja,
bukan diserahkan. Berdasarkan alasan tersebut maka Belanda mempunyai alasan untuk tetap
menguasai Indonesia. Akhirnya perundingan dengan Belanda inipun mengalami kegagalan.
b) Diplomasi dalam forum PBB, yaitu dengan membawa masalah Indonesia-Belanda ke sidang
PBB. Dilakukan sejak Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Burhanuddin Harahap, hingga Ali
Sastroamijoyo II.
Dikarenakan penyelesaian secara diplomatik mengalami kegagalan dan karena adanya pembatalan
Uni Indonesia-Belanda secara sepihak maka Indonesia sejak 1954 melibatkan PBB dalam
menyelesaikan masalah Irian Barat.
Dalam sidang PBB Indonesia berupaya meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapatkan
perhatian Internasional. Alasan Indonesia adalah karena masalah Irian Barat menunjukkan adanya
penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain.
Upaya melalui forum PBB pun tidak berhasil karena mereka menganggap masalah Irian Barat
merupakan masalah intern antara Indonesia-Belanda. Negara-negara barat masih tetap mendukung
posisi Belanda. Indonesia justru mendapat dukungan dari negara-negara peserta KAA di Bandung
yang mengakui bahwa Irian Barat merupakan bagian dari Negara Kesatuan republik Indonesia.

2.

Perjuangan Konfrontasi Politik, Ekonomi dan Militer

Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum PBB belum menunjukkan hasil
sehingga Indonesia meningkatkan perjuangannya dalam bentuk konfrontasi. Konfrontasi dilakukan
tetapi tetap saja melanjutkan diplomasi dalam sidang-sidang PBB. Konfrontasi yang ditempuh yaitu
konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer.
Konfrontasi militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau berkompromi dengan Indonesia.

a. Konfrontasi Politik dan Ekonomi


Konfrontasi ekonomi dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap aset-aset dan kepentingankepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Konfrontasi ekonomi tersebut sebagai berikut.
1) Tahun 1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan
utang-utang RI kepada Belanda.
2) Selama tahun 1957 dilakukan :
Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda
Melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
Melarang penerbangan kapal-kapal Belanda
Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan :
Nasionalisasi terhadap 700 perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia
Mengalihkan pusat pemasaran komoditi RI dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.
Konfrontasi Politik dilakukan melalui tindakan sebagai berikut.

Tahun 1951, Kabinet Sukiman menyatakan bahwa hubungan Indonesia dengan Belanda
merupakan hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-Statuut.
Tanggal 3 Mei 1956, pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II, diumumkan pembatalan semua
hasil KMB.
Pada tanggal 17 Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan ibukotanya kotanya di
Soa Siu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai gubernurnya yang dilantik
tanggal 23 September 1956. Provinsi Irian Barat meliputi : Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani,
dan Wasile.
18 November 1957 terjadi Rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta.
Tahun 1958, Pemerintah RI menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler Belanda di Indonesia.
Pemecatan semua pekerja warga Belanda di Indonesia
Tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
Tanggal 17 Agustus 1960 diumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

b.

Konfrontasi Militer

Dampak dari tindakan konfrontasi politik dan ekonomi tersebut maka tahun 1961 dalam Sidang
Majelis Umum PBB terjadi perdebatan mengenai masalah Irian Barat.
Diputuskan bahwa Diplomat Amerika Serikat Ellsworth Bunker bersedia menjadi penengah dalam
perselisihan antara Indonesia dan Belanda.

Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker, yaitu :


1) Pemerintah Irian Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.
2) Setelah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk menentukan pendapat
apakah tetap dalam negara Republik Indonesia atau memisahkan diri.
3) Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam jangka waktu dua tahun.
4) Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa, diadakan pemerintah
peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.

Indonesia menyetujui usul itu dengan catatan jangka waktu diperpendek.


Pihak Belanda tidak mengindahkan usul tersebut bahkan mengajukan usul untuk menyerahkan Irian
Barat di bawah pengawasan PBB. Selanjutnya PBB membentuk negara Papua dalam jangka waktu 16
tahun.
Jadi Belanda tetap tidak ingin Irian Barat menjadi bagian dari Indonesia. Keinginan Belanda tersebut
tampak jelas ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua, lengkap dengan
bendera dan lagu kebangsaan.
Tindakan Belanda tersebut tidak melemahkan semangat bangsa Indonesia. Indonesia menganggap
bahwa sudah saatnya menempuh jalan kekuatan fisik (militer).
Perjuangan melalui jalur militer ditempuh dengan tujuan untuk:

Menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam memperjuangankan apa pun yang memang


menjadi haknya.
Menunjukkan kesungguhan dan memperkuat posisi Indonesia.
Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah dalam merebut Irian Barat.

Persiapan pemerintah untuk menggalang kekuatan militer adalah :


Pada Desember 1960, mengirimkan misi ke Uni Soviet untuk membeli senjata dan perlengkapan
perang lainnya.
KSAD mengunjungi beberapa negara, seperti India, Pakistan, tahiland, Filipina, Australia, Selandia
Baru, Jerman, Perancis, dan Inggris untuk menjajaki sikap negara-negara tersebut bila terjadi perang
antara Indonesia dengan Belanda.
Tindakan persiapan Indonesia tersebut dianggap oleh Belanda sebagai upaya untuk melaklukan
Agresi. Sehingga Belanda kemudian memperkuat armada dan angkatan perangnya di Irian Barat
dengan mendatangkan kapal induk Karel Dorman.
Maka Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mengumumkan Tri Komando Rakyat
(Trikora) di Yogyakarta yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertahanan Nasional. Peristiwa ini
menandai dimulainya secara resmi konfrontasi militer terhadap Belanda dalam rangka
mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi.

Isi Trikora adalah sebagai berikut.

Gagalkan Pembentukan Negara boneka papua buuatan Belanda


Kibarkan Sang merah Putih di Irian Barat, Tanah air Indonesia
Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah
air dan bangsa.

Selanjutnya, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan Gabungan Kepala Staf serta Komamndo
Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Keputusan dari rapat tersebut adalah sebagai berikut.

Dibentuk Provinsi Irian Barat gaya baru yang beribu kota di Jayapura(zaman Belanda
bernama Hollandia) dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
Tanggal 11 Januari 1962 dibentuk Komando Tertinggi dan Komando Mandala Pembebasan
Irian Barat yang berkedudukan di Makassar yang langsung di bawah ABRI dengan tugas
merebut Irian Barat. Tugas Komando Mandala adalah sebagai berikut.
Menyelenggarakan operasi Militer untuk membebaskan Irian Barat. Operasi militer tersebut
terdiri dari tiga tahap, yaitu penyusupan (infiltrasi), serangan besar-besaran (eksploitasi), dan
penegakan kekuasaan Republik Indonesia (Konsolidasi).
Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan Republik Indonesia untuk membebaskan
Irian Barat. Kekuatan itu terdiri atas tentara regulerdan suka relawan maupun berbagai potensi
perlawanan rakyat lainnya
Tanggal 13 Januari 1962, Brigadir Jendral Suharto dilantik sebagai Panglima Mandala dengan
pangkat Mayor Jendral, beliau juga merangkap sebagai Deputi KSAD untuk wilayah
Indonesia bagian timur.

Sebelum konsolidasi yang dilakukan oleh Komando Mandala selesai, Tanggal 15 Januari 1962 terjadi
pertempuran di Laut Aru. Dalam pertempuran tersebut Deputi KSAL Komodor Yos Sudarso gugur.
c.

Konfrontasi Total

Sesuai dengan perkembangan situasi Trikora diperjelas dengan Instruksi Panglima Besar Komodor
Tertinggi Pembebasan Irian Barat No.1 kepada Panglima Mandala yang isinya sebagai berikut.
Merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer
mengembalikan wilayah Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia.

dengan

tujuan

Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan perjuangan di bidang diplomasi dan
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya di Wilayah Irian Barat dapat secara de facto diciptakan
daerah-daerah bebas atau ada unsur kekuasaan/ pemerintah daerah Republik Indonesia.
Strategi yang disusun oleh Panglima Mandala guna melaksanakan instruksi tersebut.
1) Tahap Infiltrasi (penyusupan) (sampai akhir 1962),
yaitu dengan memasukkan 10 kompi di sekitar sasaran-sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh dan mengembangkan
pengusaan wilayah dengan membawa serta rakyat Irian Barat.
2) Tahap Eksploitasi (awal 1963),
yaitu mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pospos pertahanan musuh yang penting.
3) Tahap Konsolidasi (awal 1964),
yaitu dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara
mutlak di seluruh Irian Barat.
Pelaksanaannya Indonesia menjalankan tahap infiltasi, selanjutnya melaksanakan operasi Jayawijaya,
tetapi sebelum terlaksana pada 18 Agustus 1962 ada sebuah perintah dari presiden untuk
menghentikan tembak-menembak.
d.

Akhir Konfrontasi

Surat perintah tersebut dikeluarkan setelah ditandatangani persetujuan antara pemerintah RI dengan
kerajaan Belanda mengenai Irian Barat di Markas Besar PBB di New York pada tanggal 15 Agustus

1962 yang selanjutnya dikenal dengan Perjanjian New York. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menlu
Subandrio sementara itu Belanda dipimpin oleh Van Royen dan Schuurman. Kesepakatan tersebut
berisi.

Kekuasaan pemerintah di Irian Barat untuk sementara waktu diserahkan pada UNTEA(United
Nations Temporary Executive Authority)
Akan diadakan PERPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) di Irian Barat sebelum tahun 1969.

Untuk menjamin Keamanan di Irian Barat dibentuklah pasukan penjaga perdamaian PBB yang
disebut UNSF (United Nations Security Force) yang dipimpin oleh Brigadir Jendral Said Udin Khan
dari Pakistan.
Berdasarkan Perjanjian New York proses untuk pengembalian Irian Barat ditempuh melalui beberapa
tahap, yaitu :
1) Antara 1 Oktober -31 Desember 1962 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama
Kerajaan Belanda.
2) Antara 1 Januari 1963- 1 Mei 1963 merupakan masa pemerintahan UNTEA bersama RI.
3) Sejak 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat sepenuhnya berada di bawah kekuasaan RI.
4) Tahun 1969 akan diadakan act of free choice, yaitu penentuan pendapat rakyat (Perpera).
Penentuan Pendapat rakyat (Perpera) berarti rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap bergabung
dengan Republik Indonesia atau Merdeka.
Perpera mulai dilaksankan pada tanggal 14 Juli 1969 di Merauke sampai dengan 4 Agustus 1969 di
Jayapura. Hasil Perpera tersebut adalah mayoritas rakyat Irian Barat menyatakan tetap berada dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hasil Perpera selanjutnya dibawa oleh Diplomat PBB, Ortis Sanz (yang menyaksikan setiap tahap
Perpera) untuk dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24.
Tanggal 19 November 1969, Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Perpera tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
-

http://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959/
yofrizal.wordpress.com
http://blognyaarafazahira.blogspot.com/2013/09/kabinet-natsir-6-september-1950-21.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Perdana_Menteri_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai