Laporan Praktikum Farmakognosi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

MODUL 5
IDENTIFIKASI I

Disusun Oleh:
Ilham Syahbani

10060313137

Meila Sumita

10060313138

Sri Wulandari

10060313139

Ratu Galuh

10060313140

Zulia Erni

10060313141

Shift / Kelompok

:F/1

Tanggal Praktikum

: 18 Desember 2014

Tanggal Penyerahan

: 29 Desember 2014

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014

I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia
berupa tananman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia
murni. Simplisia hewani yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia mineral atau pelican adalah simplisia yang berupa
bahan mineral atau pelican yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni ( Depkes RI, 1979).
Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen, atau kotoran hewan,
tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung lendir
dan cendawan atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain, tidak boleh
mengandung bahan lain yang beracun dan berbahaya. Simplisia hewani harus
bebas dari fragmen hewan asing atau kotoran hewan, tidak boleh
menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh mengandung cendawan atau
tanda-tanda pengotor lainnnya, tidak boleh mengandung bahan lain yang
beracun dan berbahaya. Simplisia pelican harus bebas dari pengotoran oleh
tanah, batu, hewan, fragmen hewan, dan bahan asing lainnya (Depkes RI,
1995).
Pada umumnya proses pembuatan simplisia terdiri dari sartasi atau
pemilahan, pencucian, perajangan, atau pengirisan dan pengeringan.
Penyortiran dilakukan untuk memperoleh simplisia sesuai yang dikehendaki
baik kemurnian maupun kebersihannya. Tahap sortasi memerlukan ketelitian
yang tinggi. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran kotoran yang
melekat pada tanaman, yang akan digunakan. Pencucian harus dilakukan
dengan cepat untuk menghindari terlarutnya zat aktif. Perajangan pada
simplisia bertujuan untuk mempermudah proses berikutnya.

Proses

pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,


sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama (Tilaar, 2009).
Pemeriksaan mutu simplisia dapat dilakukan dengan cara makroskopik
dan mikroskopik. Anlisis mikroskopik dapat dilakukan dengan cepat dan
sederhana setelah sedikit berlatih, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang
peralatan tersebut maupun prosedur yang harus dilakukan. Untuk mencegah
keletihan, maka diperlukan pengamatan santai hal ini memerlukan antara
lain penjagaan jarak antara mata dan okuler. Untuk mementukan jarak ini,
mata mendekati okuler dari suatu jarak maksimum sekitar 1 cm. Jarak
optimum dipakai saat medan tampak sebesar-besarnya dan setajam-tajamnya.
Metode mikroskopi yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
masuknya simpleks, namun terbatas pada segi kualitatif saja. Untuk maksud
ini penganalisa harus memahami betul cirri khas dari setiap simplisia secara
mikroskopi (Depkes RI, 1979).
1.2 Tujuan
Praktikan mampu melakukan identifikasi simplisia secara makroskopik
dan mikroskopik.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1
Simplisia dan Pembuatannya
1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari
kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang
jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot
dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat
kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian
yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung
didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena
dikhawatirkan

telah

tercemar

kotoran

dan

banyak

mengandung

bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah

yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat


dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan
alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang
dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm 7 mm. Setelah
perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember.
Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari
atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 5
hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar
matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang
tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira
setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut
dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa
mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC
60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan
pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan,
timbang jumlah rimpang yang dihasilkan.
4. Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan
dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti
kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil
penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong
plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang
menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode
produksi,

nama/alamat

penyimpanannya.
6. Penyimpanan

penghasil,

berat

bersih

dan

metode

Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi
30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor,
terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan
yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar
matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
2.2

Identifikasi Simplisia
F1 No. 1
a. Identifikasi Makroskopik
- Pemerian Organoleptis
bau lemah, rasa agak manis, khas, berwarna hijau sampai hijau pucat atau
hijau kekunging-kuningan.
-

Ciri Makroskopik lain


tangkai daun pendek, helai daun berbentuk jorong melebar atau bundar
telur agak romping, ujung daun tumpul agak membundar, pangkal daun
membundar, panjang anak daun 5 mm sampai 25 mm, lebar anak daun 3
sampai 9 mm, permukaan atas licin, tulang daun agak menonjol pada

permukaan bawah
b. Identifikasi Mikroskopik
- Pemerian Organoleptik
bau lemah, rasa agak manis, khas, serbuk berwarna hijau.
- Pengamatan Fragmen dengan Histokimia
Pengamatan fragmen menggunakan kloral hidrat, fragmen yang terlihat
adalah rambut penutup, epidermis atas, epidermis bawah, jaringan
palisade, pembuluh kayu dan hablur kalsium oksalat
F1 No. 2
a. Identifikasi Makroskopik
- Pemerian Organoleptis
Tidak berbau, rasa pahit yang tidak mudah hilang
- Ciri Makroskopik lain
Potongan melengkung atau datar, berukuran 8-12 cm, luas 5-8 cm
dengan ketebalan 5-15 mm, permukaan luar tidak rata atau kasar,
permukaan dalam halus, berwarna abu-abu kecoklatan, kulit batang muda
lebih pucat, tidak berbau, rasa pahit.
b. Identifikasi Mikroskopik
- Pemerian organoleptik

Tidak berbau, rasa pahit yang tidak mudah hilang; serbuk berwarna kelabu
-

kecoklatan.
Pengamatan Fragmen dengan Histokimia
Pengamatan adanya butir pati adalah dengan menggunakan reagen I2KI
satu tetes, kemudian ditambahkan aquades, bulir pati akan berwarna bitu
dengan penambahan reagen tersebut. Pengamatan adanya kristal kalsium
oksalat adalah dengan menggunakan reagen kloral hidrat. Pengamatan
adanya serabut dan sel batu adalah dengan menggunakan reagen
Phloroglucinol dan HCl, serabut sklerenkim dan sel batu akan berwarna
pink hingga merah dengan penambahan reagen tersebut.

F1 No. 3
a. Identifikasi Makroskopik
- Pemerian Organoleptis
bau khas aromatik; rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
-

menimbulkan rasa tebal.


Ciri Makroskopik Lain
Kepingan : Ringan, rapuh, warna kuning jingga kecoklatan; bentuk hampir
bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang; lebar 0,5 cm
sampai 3 cm, panjang 2 cm sampai 6 cm, tebal 1mm sampai 5mm;
umumnya melengkung tidak beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal
upih daun dan pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat kadangkadang jelas. Berkas patahan : agak rata, berdebu, warna kuning jingga

sampai coklat kemerahan.


b. Identifikasi Mikroskopik
- Pemerian Organoleptis
Bau khas aromatik, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
menimbulkan rasa tebal, serbuk berwarna kuning sampai kuning
-

kecoklatan.
Pengamatan Fragmen dan Histokimia
Pengamatan fragmen menggunakan reagen Phloroglucinol ditambah HCl
terlihat yaitu pembuluh kayu, periderm, butir pati, rambut penutup, dan
parenkim dengan sel sekresi.

FI No. 4
a. Identifikasi Makroskopik
- Pemerian Organoleptis

bau lemah, tidak khas, rasa tawar.


Ciri Makroskopik Lain
akarnya cukup besar dan daun akar Berbentuk sudip, yang berada

dipangkal seperti biji dan bergerigi.


b. Identifikasi Mikroskopik
- Pemerian Organoleptis
bau lemah , tidak khas ; rasa tawar. Serbuk berwarna coklat kekuningan ,
tidak berbau , tidak berasa.
-

Pengamatan Fragmen dengan Histokimia


Pengamatan fragmen dengan menggunakan reagen Phloroglucinol
ditambah HCl terlihat serabut, hablur kalsium oksalat berbentuk roset dan
prisma, parenkim, pembuluh kayu, rambut penutup dan sel batu.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


F1 No. 1
a) Makroskopik
Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan makroskopik pada
sampel.

Hanya

dilakukan

pengamatan

organoleptis.

Berdasarkan

organoleptis dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki bau mirip


kamfer, rasa agak pahit, rasa mirip kamfer.
b) Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik pada sampel ini dilakukan dibawah mikroskop
dengan pembesaran 40x10 dan menggunakan reagen floroglucinol + HCl
terlihat adanya epidermis atas, fragmen epidermis dengan stomata , serabut
sklerenkim, fragmen mesofil, pembuluh kayu dengan fragmen rambut
c)

penutup, fragmen rambut penutup.


Pembahasan
Dari hasil identifikasi yang kami lakukan terdapat beberapa kesalahan
dalam mengamati jenis simplisia baik kesalahan secara mikroskopik.
Karena kami keliru simplisia tersebut antara serbuk simplisia bagian daun,
Blumeae balsamiferae folium atau abri folium.
Pada pengamatan mikroskopik terdapat fragmen epidermis atas, fragmen
epidermis dengan stomata , serabut sklerenkim, fragmen mesofil,
pembuluh kayu dengan fragmen rambut penutup, fragmen rambut

penutup, sehingga kami menyimpulkan bahwa sampel simplisia tersebut


adalah simplisia Blumea balsamiferae folium. Akan tetapi indentifikasi
kami terhadap sempel simplisia tersebut salah, yang benar sampel tersebut
adalah sampel dari simplisia Abri folium. Kesalahan tersebut dikarenakan
adanya fragmen mesofil yang berada di bagian fragmen Blumea
balsamiferae folium dan Abri folium serta kesalahan yang lainnya keliru
nya praktikan dalam menentukan fragmen rambut penutup karena saat
praktikan melihat pada mikroskop terdapat fragmen khas rambut penutup
pada abri folium dan terdapat juga fragmen khas rambut penutup pada
blumeae balsamifera folium. Faktor lain kesalahan yang dilakukan karena
rambut penutup berwarna bening maka tidak terlihat begitu jelas.
F1 No. 2
a) Makroskopik
Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan makroskopik pada
sampel.

Hanya

dilakukan

pengamatan

organoleptis.

Berdasarkan

organoleptis dapat diketahui bahwa simplisia tersebut tidak berbau,


memiliki rasa pahit yang tidak mudah hilang dan serbuk berwarna kelabu
kecoklatan.
b) Mikroskopik
Pada praktikum identifikasi, fragmen yang diamati pada simplisia
Alstoniae

Scholaridis Cortex atau kulit batang pule dibawah

mikroskop dengan perbesaran 10x10 adalah serabut sklrenkim, hablur


kalsium oksalat, sel batu, sel gabus yang membatu berbentuk tangensial,
dan

sel

gabus

tangensial.

Reagen

yang

digunakan

adalah

Phloroglucinol+HCl sehingga sel batu, sel gabus berwarna merah dan


c)

serabut, hablur kalsium oksalat berwarna kuning muda keemasan.


Pembahasan
Praktikan dapat menyimpulkan bahwa simplisia tersebut adalah Alstonia
Scholaridis

Cortex atau kulit batang pule berasal dari fragmen yang

ditemukan, antara lain: serabut sklerenkim, hablur kalsium oksalat, sel


batu, sel gabus yang membantu berbentuk tangensial dan sel gabus
tangensial. Selain dari fragmen, praktikan memastikan simplisia

tersebut adalah kulit batang pule melalui pengamatan organoleptis yang


mana cocok dengan simplisia tersebut, yaitu tidak berbau, serbuk berwarna
kelabu-kecoklatan dan rasa pahit.

F1 No. 3
a) Makroskopik
Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan makroskopik pada
sampel.

Hanya

dilakukan

pengamatan

organoleptis.

Berdasarkan

organoleptis dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki bau khas


aromatik, rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa
tebal, serbuk berwarna kuning sampai kuning kecoklatan.
b) Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik pada sampel ini dilakukan dibawah mikroskop
dengan pembesaran 10x10 dan menggunakan reagen floroglucinol + HCl
terlihat adanya parenkim berisi butir pati, butir pati yang di perbesar warna
bening, parenkim dengan sel sekresi, pembulu kayu dengan penebalan
c)

tangga, dan rambut penutup.


Pembahasan
Pada identifikasi ini, sampel yang kami amati di mikroskop terdapat
fragmen parenkim berisi butir pati, butir pati di perbesar yang berwarna
bening, rambut penutup, pembulu kayu dengan penebalan tangga dan
parenkim dengan sel sekresi. Kami menyimpulkan bahwa sampel yang
kami amati yaitu sampel simplisia curcuma domestica rhizoma atau
rimpang kunyit yang berasal dari tumbuhan curcuma domestica. Karena
kami melihat dari rambut penutupnya yang berbeda dari rambut penutup
yang lain, dilihat dari butir pati yang di perbesar, dan kami juga melihat
dari organoleptis sampel yang berwarna kuning coklat, hal tersebut sama
dengan yang ada di modul petunjuk pratikum.

F1 No. 4
a) Makroskopik
Pada praktikum kali ini tidak dilakukan pengamatan makroskopik pada
sampel.

Hanya

dilakukan

pengamatan

organoleptis.

Berdasarkan

organoleptis dapat diketahui bahwa simplisia tersebut memiliki bau khas


aromatik, rasa pedas, serbuk berwarna kelabu kekuningan
b) Mikroskopik
Pengamatan mikroskopik pada sampel ini dilakukan dibawah mikroskop
dengan pembesaran 10x10 dan menggunakan reagen floroglucinol + HCl
terlihat adanya epidrmis luar terlihat tangensial, selerenkim palisade
c)

tangensial, serabut sklerenkim, sel batu dan hablur kalsium oksalat.


Pembahasan
Dari hasil identifikasi yang kami lakukan terdapat beberapa kesalahan
dalam mengamati jenis simplisia baik kesalahan secara mikroskopik
maupun makroskopik. Karena kami keliru simplisia tersebut antara serbuk
bagian buah (fructus) dan bagian akar ( radix).
Pada pengamatan mikroskopik terdapat fragmen sklerenkim palisade
terlihat tangensial, sel batu, hablur kalsium oksalat, epidermis luar terlihat
tangensial dan serabut sklerenkim, sehingga kami menyimpulkan bahwa
sampel simplisia tersebut adalah simplisia Ammomi compacti Fructus.
Akan tetapi indentifikasi kami terhadap sempel simplisia tersebut salah,
yang benar sampel tersebut adalah sampel dari simlisia Elephantopi Radix.
Kesalahan tersebut dikarenakan fragmen sel batu pada simplisa Ammomi
frustus mempunyai kemiripan dengan sel batu yang ada dalam fragmen
simlisia Elephantopi radix.

IV.

Kesimpulan
Pada sampel-sampel yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa F1 No. 1
merupakan simplisia Abri folium (daun saga), F1 No. 2 merupakan
simplisia Alstoniae scholaridis cortex (kulit pule), F1 No. 3 merupakan
simplisia Curcumae domesticae rhizoma (rimpang kunyit), F1 No. 4
merupakan simplisia Elephantopi radix (akar tapak liman).

Daftar Pustaka
Anonim. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Anonim.2014 . Kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/kunyit.pdf
Bowes, Bryan G. 1995. A Colour Atlas of Plant Structure. Manson Publishing :
Glasgow.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Litbang
Kehutanan: Jakarta.
Muhlisah, Fauziah. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon. Yogyakarta : Kanius
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tilaar, M. 2009. Healthy Lifestyle with Jamu. Dian Rakyat: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai